Anda di halaman 1dari 5

Peran Aktif Perang Indonesia Pada Masa Perang

Dingin Dan Dampaknya Terhadap Politik Dan


Ekonomi Global

DI
S
U
S
U
N

OLEH :
KELOMPOK : 4

M. Zikri Asham
M. Ikbal Hakiki
Mona Lisa
M. Hanif
Sila Pirnanda

Guru Pembimbing : Mansur Al-Syarif, S.Pd


Kelas : X. IIS.2

SMA NEGERI 1 LABUHANHAJI BARAT


KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perang Dingin (Cold War) merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan peta
politik dunia Pasca Perang Dunia II, yang secara umum dapat dikatakan berakhir pada
tahun 1945. Kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II memunculkan struktur
perimbangan kekuatan baru dalam politik internasional. Keseimbangan bipolar1 yang
ditandai dengan pembagian blok yang kentara dalam politik internasional yakni antara
Blok Timur yang dikomandani Uni Soviet (US) dan Blok Barat yang dikomandani
Amerika Serikat (AS). Dominasi kedua kutub Uni Soviet dan Amerika Serikat ini
menyebabkan hubungan internasional sangat dipengaruhi oleh kepentingan kedua negara
tersebut.
Setelah Perang Dunia II usai, Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat persaingan
yang tidak berujung pertempuran langsung di antara keduanya. Persaingan tersebut
dikenal dengan Perang Dingin. Persaingan terjadi diberbagai bidang dengan satu tujuan
utama, yaitu membuktikan bahwa negara dan ideologi yang dianutnya adalah yang
terbaik dan mampu membawa dunia pada perdamaian.
Amerika Serikat dengan faham Liberalisme (Kapitalisme) dan Blok Barat negara-
negara Eropa Barat juga NATO. Adapun Blok Timur yang menganut paham Komunisme
dipimpin oleh Uni Soviet. Negara-negara Blok Timur ini tergabung dalam Pakta
Warsawa. Dengan adanya perebutan pengaruh antara kedua Negara adikuasa tersebut,
situasi politik di dunia kembali tegang dan mengakibatkan timbulnya rasa saling curiga
dan perlombaan senjata antara kedua belah pihak sehingga masing-masing pihak diliputi
Perang Dingin.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyebab dan Proses Awalnya Terjadinya Perang Dingin dan Pergerakan Non-Blok
Terdapat 2 faktor utama yaitu pertama, perbedaan paham. Paham demokrasi liberal yang
dianut oleh Amerika Serikat sangat bertentangan dengan paham sosialisme komunis Uni Soviet.
Kedua, adanya perebutan pengaruh. Amerika dan Uni Soviet berlomba untuk menjadi negara
kreditor terhadap negara-negara lain khususnya di wilayah Eropa. Bantuan pinjaman untuk
membantu pembangunan ekonomi supaya rakyat makmur yang kelak menjadi pasar industri dan
mencegah pengaruh komunis karena masyarakat yang miskin merupakan lahan yang subur bagi
tumbuhnya paham komunis. Sedangkan Uni Soviet membantu perjuangan nasional berupa
senjata atau tenaga ahli dengan tujuan mendapatkan simpati dan pengaruh bagi perkembangan
komunis di dunia.
Masa perang dingin, sudah barang tentu Indonesia kena (dampaknya). Tarik menarik
kekuatan Barat dan Timur seakan menghantui jajak langkah negara yang kaya potensi ini.
Setelah PD usai hingga tahun 1991, rentang masa perang dingin itu, tahun 1945-1961, masa
ketika Indonesia sibuk dengan urusan dapurnya sendiri sambil mencari sekutu terkuat dan
terpercaya untuk pembangunan bangsanya. Alhasil, Indonesia di bawah Soekarno ini lebih
memilih untuk tidak memilih Blok Barat dan Timur. Politik bebas aktif terasa lebih kental.
Ekonomi terombang ambing, namun diakhir masa ini mulai membaik. Peranan Indonesia yang
mendunia, antara lain di KAA, bantuan kemanusiaan, GNB, dan pasukan perdamaian
Internasional.

1. Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin

- Kontribusi Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung


Pada 28 April sampai dengan 2 Mei 1954 diselenggarakan Konferensi Kolombo di
Srilangka. Konferensi yang menjadi pelopor diadakannya Konferensi Asia Afrika ini dihadiri
oleh :

a) Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia)


b) Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India)
c) U Nu (Perdana Menteri Burma/Myanmar)
d) Mohammad Ali (Perdana Menteri Pakistan)
e) Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Srilangka)

Setelah itu, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo menyarankan untuk diadakan lagi konferensi
yang lebih besar. Akhirnya, pada 18 sampai 21 April 1955, saran dari PM Ali Sastroamidjojo
terealisasi dengan diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung. Konferensi tersebut menjadi
cikal bakal lahirnya. Gerakan Nonblok. (Ratna Hapsari, 2018:137).
 
Konferensi Asia Afrika dihadiri oleh 29 pemimpin negara, 23 diantaranya dari Asia dan 6
dari Afrika. Para pemimpin negara tersebut sepakat mendeklarasikan komitmen untuk tidak
terlibat dalam konfrontasi Blok Barat dan Blok Timur. Lebih daripada itu, konferensi ini juga
berhasil menyatukan kekuataan bersama negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi dua kubu
adidaya, Barat dan Timur. Pada akhir konferensi, ditandatangani sebuah deklarasi yang dikenal
sebagai Deklarasi Bandung atau Dasasila Bandung

- Dampak  Konferensi Asia Afrika terhadap Politik Global


Konferensi Asia Afrika memiliki arti penting yang besar pengaruhnya terutama bagi
negara yang cinta damai dan telah menaikan citra Indonesia dimata dunia Internasional,
khususnya bagi bangsa Asia Afrika yang mendambakan kemerdekaan dan
perdamaian. Dasasila Bandung juga dianggap sebagai akhir dari era penjajah dan kekerasan
terhadap suatu kaum (apartheid). Konferensi ini juga dianaloikan sebagai suatu badan yang
berpendirian luas dan toleran, yang memberi kesan kepada dunia bahwa semua orang dapat
hidup bersama, bertemu, berbicara, dan mempertahankan hidupnya di dunia ini.
Melansir Museum of The Asian-African Conference, Spirit Bandung juga menimbulkan
Perubahan Struktur badan internasional Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB). Sehingga
forum PBB tidak lagi menjadi forum eksklusif Barat atau Timur saja. 
Konferensi Asia Afrika juga telah berhasil menumbuhkan semangat solidaritas di
antara Negara-negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional maupun
regional.Menyusun Konferensi Asia Afrika banyak konferensi serupa diselenggarakan yakni
Konferensi Islam Afrika Asia, Konferensi Setiakawan Rakyat Asia Afrika, Konferensi
Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Wartawan Asia Afrika.

- Dampak Konferensi Asia Afrika terhadap kehidupan ekonomi global
Komunike akhir dari Konferensi ini menggaris bawahi perlunya negara-negara
berkembang untuk melonggarkan ketergantungan ekonomi mereka pada negara-negara
industry terkemuka dengan memberikan bantuan teknis satu sama lain melalui pertukaran
ahli dan bantuan teknis untuk proyek-proyek pembangunan,  serta pertukaran pengetahuan
teknologi, dan pembentukan Lembaga pelatihan dan penelitian regional.

2. Perang Indonesia Dalam Gerakan Non Blok Pada Masa Perang Dingin
- Peran Aktif dalam Pendirian Gerakan Non Blok (GNB)
Pada tahun 1945, Perang Dunia II berakhir, muncul dua blok yaitu Blok Barat
(Liberalisme-Demokratis) dan Blok Timur (Sosialis-Komunis). Diantara Blok Barat dan
Blok Timur, ada beberapa negara yang memilih untuk bersikap netral. Negara negara netral
tersebut pun membentuk Gerakan Non Blok (GNB). Pembentukan GNB ini diprakarsai oleh
Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Gamal Abdul Nasser (Republik Persatuan Arab-
Mesir), PM Pandith Jawaharlal Nehru (India), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan
Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).
Dalam GNB, Indonesia memiliki peran penting sebab negara ini memiliki prinsip
politik luar negeri yang bebas aktif, tidak mendukung pakta miliiter atau aliansi militer
manapun. Prinsip tersebut dianggap sesuai   dengan   tujuan   didirikannya GNB.  Pada tahun
1992, peran penting lain dari Indonesia bagi KTT GNB adalah sebagai tuan rumah dan
Presiden Soeharto sebagai ketua GNB. Pada saat itu, Indonesia memprakarsai kerja sama
teknis di beberapa bidang seperti pertanian dan kependudukan serta mencetuskan upaya
untuk menghidupkan kembali dialog Utara- Selatan.
Setiap KTT GNB yang diselenggarakan memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan
masalah  yang  sedang  dihadapi  oleh  negara-negara anggota. Setiap negara bisa menjadi
anggota GNB namun negara tersebut harus menganut politik bebas aktif, mampu hidup
berdampingan secara damai, mendukung gerakan kemerdekaan nasional, dan tidak menjadi a
nggota salah satu pakta militer. Persyaratan yang ditetapkan oleh GNB ternyata mampu
memikat hati berbagai negara, terbukti dengan meningkatnya jumlah negara yang
bergabung. Sejak Gerakan Non Blok lahir hingga sekarang, KTT dilakukan
tiap tiga tahun sekali. Tiap KTT paling lama tujuh hari. Indonesia pernah menjadi tuan ruma
h KTT Gerakan Non Blok ke sepuluh pada tanggal 1 hingga 6 september 1992 di Jakarta.

-  Dampak Gerakan Non Blok terhadap kehidupan Politik  Global

KTT GNB I mencetuskan prinsip politik bersama, yaitu bahwa politik berdasarkan
koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota pasukan militer dan bercita-cita
melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasi. GNB juga membantu
Afrik Selatan dalam menghapus politik Apartheid.

GNB mencari perdamaian yang berkelanjutan melalui pemerintah global dan


mewujudkan adanya rasa optimism bahwa GNB dapat memainkan peran yang sangat
penting dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas. Pentingnya GNB terletak pada
kenyataan bahwa  GNB  merupakan Gerakan Internasional   terbesar   kedua, setelah
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), GNB dapat mewujudkan eratnya hubungan
kerjasama antara negara satu dengan negara yang lain.

- Dampak Gerakan Non Blok terhadap kehidupan  Ekonomi Global

Kerjasama antara anggota-anggota GNB dapat memiliki dampak positif pada situasi
ekonomi dunia. Dengan menciptakan tata hubungan ekonomi Internasional yang  masih
seimbang, dan memperluas partisipasi negara-negara berkembang dalam proses
pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah ekonomi dunia. GNB membuat
negara-negara anggota Non-Blok berjalan lancer tanpa hambatan. Jadi GNB ini
meningkatkan program kearah tata ekonomi dunia. 

Anda mungkin juga menyukai