Anda di halaman 1dari 17

RESPON INTERNASIONAL TERHADAP PROKLAMASI

KEMERDEKAAN INDONESIA :
Pengakuan Kemerdekaan RI dari Mesir

Kelompok 2:
Ruben Nainggolan Sarah Nainggolan (0061145673)
Stevanie Tobing (0067573344)
Chelsea Derbi (0068281137)
Joel Alprado (0067046536)
(0062972070)

GURU PEMBIMBING: Bu Tami

SMA NEGERI 4 MEDAN


2023
KATA PENGANTAR

Pada abad ke-20, dunia menjadi saksi perjuangan bangsa-bangsa di berbagai belahan bumi

untuk merebut kemerdekaan dan hak atas penentuan nasib sendiri. Di tengah-tengah gemuruh

sejarah tersebut, Indonesia bangkit sebagai salah satu contoh inspiratif dari semangat tak kenal

lelah dalam merebut hak kemerdekaan. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus

1945 mengirimkan getaran yang tak hanya dirasakan di dalam nusantara, tetapi juga merambat

ke pelosok dunia.
Makalah ini memusatkan perhatian pada respons internasional terhadap Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, dengan fokus khusus pada pengakuan kemerdekaan oleh Mesir.
Kehadiran Mesir sebagai negara yang memegang peran penting dalam konteks politik dan
diplomasi internasional memberikan dimensi yang menarik untuk dipelajari. Proses pengakuan
kemerdekaan Republik Indonesia oleh Mesir tidak hanya mencerminkan hubungan bilateral
antara dua negara, tetapi juga menggambarkan dinamika kompleks dalam arena internasional
saat itu.
Melalui penelusuran sejarah yang cermat dan analisis mendalam, makalah ini berusaha
menggali berbagai faktor yang mempengaruhi sikap Mesir terhadap pengakuan kemerdekaan
Indonesia. Dari pertimbangan politik hingga pertautan ideologi, interaksi antara kedua negara
ini menandai perjalanan panjang menuju pengakuan global terhadap kedaulatan Indonesia.
Kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang
respons internasional terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan pentingnya peran
Mesir dalam konteks tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kecil
namun berarti dalam memahami kompleksitas dinamika internasional pada masa lalu, yang
pada akhirnya membentuk panggung perjuangan bangsa Indonesia dalam merealisasikan cita-
cita kemerdekaan.
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................i

Daftar isi .................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ...............................................................................,.......1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................3
1.3 Tujuan penulisan ...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian……………...........................................................................4
2.2 Pengakuan negara mesir atas kemerdekaan indonesia...........................4
2.3 Penyebab mesir mengakui kemerdekaan indonesia...............................5
2.4 Peran Mesir dalam Pengakuan Kedaulatan RI......................................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................8


3.2 Saran ......................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori Awal Proses Kemerdekaan Indonesia:
1)Kesadaran Nasional: Pada akhir abad ke-19, para intelektual Indonesia mulai
menyadari pentingnya kesatuan dan identitas nasional. Perkembangan ini
dipicu oleh faktor-faktor seperti modernisasi, pendidikan Barat, dan kontak
dengan pemikiran-pemikiran politik dari luar negeri. Sebagai hasilnya,
kesadaran nasional Indonesia mulai tumbuh dan menciptakan semangat
persatuan.

2)Pembentukan Organisasi Kebangsaan: Pada awal abad ke-20, organisasi-


organisasi kebangsaan mulai bermunculan sebagai sarana untuk
menyuarakan aspirasi nasional. Salah satu organisasi penting yang didirikan
pada masa ini adalah Budi Utomo, yang didirikan pada 20 Mei 1908 oleh para
mahasiswa dan cendekiawan Jawa di Yogyakarta. Organisasi ini bertujuan
untuk memperkuat persatuan bangsa Indonesia dan mengedepankan nilai-
nilai kebudayaan dan kebangsaan.

3)Sarekat Islam: Pada tahun 1912, Sarekat Islam (SI) didirikan sebagai
organisasi massa terbesar pada masa itu. Awalnya, SI merupakan organisasi
serikat buruh yang berfokus pada perlindungan kepentingan buruh pabrik.
Namun, seiring berjalannya waktu, SI berkembang menjadi gerakan sosial
dan politik yang lebih luas, dengan anggota dari berbagai lapisan masyarakat.
SI juga berperan penting dalam memperjuangkan nasionalisme Indonesia
dan mencapai tujuan kemerdekaan.
4)Pergerakan Politik: Pada tahun 1927, pemimpin-pemimpin organisasi
kebangsaan yang tergabung dalam Jong Java (Pemuda Pemudi Indonesia)
mengadakan kongres di Yogyakarta dan menyatakan dukungan mereka
untuk merdeka dalam suatu Sumpah Pemuda. Dalam sumpah tersebut,
pemuda-pemudi Indonesia bersumpah akan berjuang untuk satu tanah air,
satu bangsa, dan satu bahasa, yang merupakan cikal bakal semangat
persatuan nasional.

5)Partai Nasional Indonesia (PNI): Pada tahun 1927, Sumpah Pemuda menjadi
titik awal lahirnya Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI didirikan oleh
Soekarno dan beberapa tokoh nasionalis lainnya. Partai ini menjadi motor
perjuangan politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan
berbagai cara, termasuk melalui agitasi politik, pidato-pidato nasionalis, dan
penciptaan simbol-simbol nasional.

6) Peran Pergerakan Rakyat: Selain melalui organisasi politik dan sosial, pergerakan
rakyat juga berperan penting dalam proses kemerdekaan. Aksi-aksi perlawanan
rakyat seperti Boedi Oetomo di Surabaya, Pekalongan, dan Cirebon, menunjukkan
semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan semakin memperkuat
semangat nasionalisme.

Periode awal proses kemerdekaan Indonesia ini ditandai dengan


semakin kuatnya semangat nasionalisme dan kesadaran akan kebangsaan.
Organisasi-organisasi kebangsaan, partai politik, dan pergerakan rakyat
menjadi pilar dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dari
penjajahan Belanda. Semangat inilah yang kemudian terus berkembang dan
mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945, saat Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia diumumkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
1.2. Rumusan Masalah
Pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan sub-bab yang akan
dibahas pada BAB II Pembahasan
:a) Bagaimana peran Mesir sebagai sekutu awal dalam mengakui
kemerdekaan Indonesia dan berperan aktif dalam menggalang dukungan
dari Liga Arab?
b)Bagaimana Islam dan faktor kedekatan emosional antara bangsa Indonesia
dan negara-negara Arab mempengaruhi keputusan Mesir untuk mengakui
kemerdekaan Indonesia?
c)Bagaimana respon masyarakat dan pemerintah Indonesia terhadap
pengakuan kemerdekaan dari Mesir dan dukungan dari Liga Arab?

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah,tujuan pembuatan makalah ini yakni:
a.Untuk mengetahui Respon negara mesir atas kemerdekaan indonesia
b.Untuk mengetahui penyebab Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Pada Tahun 1945 di Bulan Agustus Tanggal 17 terdapat Sebuah Negara yang
terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Hindia dan

Samudera Pasifik yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam telah

memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Sebuah Negara baru muncul setelah


dijajah oleh 2 negara yaitu Jepang dan Belanda. Dengan munculnya Negara baru
bernama Indonesia,

Di Mesir sebuah Organisasi Islam, Al- Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin Syaikh
Hasan Al- Banna telah memperlihatkan respon positif terhadap kemerdekaan
Indonesia. Ia menggalang opini umum lewat pemberitaan media yang memberikan
kesempatan luas kepada para Mahasiswa Indonesia yang berada di Mesir untuk
menulis tentang kemerdekaan Indonesia untuk disebarluaskan baik melalui Koran
lokal ataupun acara tabligh akbar.

2.2 Pengakuan Negara Mesir Atas Kemerdekaan Indonesia


Pengakuan Kemerdekaan RI dari Mesir adalah salah satu sekutu awal yg
mengakui kemerdekaan Indonesia.Lebih penting lagi, Mesir ikut menggalang

dukungan dari Liga Arab agar menerima kedaulatan Indonesia di mata hukum

internasional. Dari sisi kronologi, Mesir secarade factomengakui kemerdekaan

Indonesia pada22 Maret 1946.Dukungan ini muncul setelah lobi gigih diplomat RI di
Ibu Kota Kairo beberapa bulan setelah Soekarno mengkonsolidasikan kabinet.Tak
sekadar mengakui, Mesir pula yang meyakinkan Suriah, Irak, Qatar,serta Kerajaan
Arab Saudi untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Baru pada10 Juni 1947,

Mesir mengakui kedaulatan negara RI secarade jure, dengan menunjuk H.M Rasjidi

sebagai kuasa usaha RI,serta membuka Kedutaan Besar di Kairo. Hubungan republik

dengan Liga Arab pun secara formalterjalin.Liga Arab lah yang berkali-kali

mengecam serta mendesak Belanda menghentikan agresi militer.

2.3 Penyebab Mesir Mengakui Kemerdekaan Indonesia

Perjuangan kemerdekaan Indonesia dibantu oleh negara-negara muslim di Arab


tidak lain karena faktor Islam. Adanya kedekatan emosional (ukhuwah Islamiyyah)
antara bangsa Indonesia yang tengah memperjuangkan kemerdekaannya dengan

bangsa-bangsa Arab membuat Mesir dan negara-negara Liga Arab lainnya mau

mengakui kemerdekaan Indonesia. Begitu informasi proklamasi kemerdekaan RI


disebarkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir mengirim langsung konsul

Jenderalnya di Bombay yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta


(yang mana adalah ibukota RI pada saat itu) dengan tujuan menyampaikan pesan-
pesan Liga Arab yang mengakui kedaulatan Indonesia. Pada tanggal 6 April 1946
Indonesia mengirim delegasinya (Haji Agus Salim bersama A.R Baswedan, Rasyidi,
dan Mr. M. Nazir St Pamoentjak) untuk menandatangani perjanjian persahabatan
antara Indonesia dan Mesir di Kairo. Menjelang penandatanganan perjanjian itu,
pihak Belanda sempat protes tetapi ditolak oleh Perdana Menteri Mesir.

Di Mesir sebuah Organisasi Islam, Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin


Syaikh Hasan Al-Banna jug menunjukkan respon positifnya dengan menggalang opini
umum lewat pemberitaan media yang memberikan kesempatan bagi para
Mahasiswa Indonesia yang berada di Mesir untuk menulis tentang kemerdekaan
Indonesia untuk disebarluaskan melalui Koran lokal ataupiun Tabligh Akbar.

Respon yang diberikan Mesir kepada Indonesia dulu tidak akan terlupakan
sampai sekarang. Mesir datang ke Indonesia berjuang untuk memberi pengakuan

kedaulatan disaat negara lain masih memutuskan. Hal ini merupakan pertama kali
dalam sejarah perutusan suatu negara datang sendiri menyampaikan pengakuan

negaranya kepada negara lain yang terkepung dengan mempertaruhkan jiwanya.


Oleh karena itu sudah seharusnya Indonesia mengingat kembali sejarah dan tidak
menjadi pongah dan tak tahu balas budi.

Berkat usaha-usaha diplomasi para pelajar Indonesia di Al Azhar, Liga Arab


dalam persidangan Sesi Ketiga di Kairo, Maret 1946, menelurkan Resolusi No. 45
yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.

Selanjutnya pada bulan Desember 1946, Liga Arab dalam persidangan Sesi
Kelima di Kairo mengeluarkan Resolusi No. 83 yang merekomendasikan pengakuan

terhadap Republik Indonesia. Pada bulan Juni 1947 Pemerintah RI di Jogjakarta

mengirimkan misi resmi yang di pimpin oleh "Diplomat Republiken" Haji Agus Salim
ke Mesir dan negara-negara Arab mencari dukungan dan pengakuan bagi

perjuangan kemerdekaan RI. Setelah Agresi Militer I atas ibukota RI, Yogyakarta, Liga
Arab dalam persidangan kesembilan di Kairo, Oktober 1948, mengirim kawat kepada
Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan segera agresi militer Belanda terhadap
RI. Kemudian Liga Arab mengirim Konsul Jenderal Mesir di Bombay (Mumbay), India,
Mohammad Abdul Moneim, dengan menembus blokade udara Belanda dari
Singapura menuju ibukota kaum republiken Yogyakarta. Misi ini diterima secara
kenegaraan oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai wujud pengakuan kemerdekaan
RI oleh pihak asing pada 15 Maret 1947. Secara kenegaraan, Mesir mengakui
kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta, melalui Perdana
Menterinya Mahmoud Fahmi Nokrasyi Pasha.

2.4 Peran Mesir dalam Pengakuan Kedaulatan RI

Pada masa revolusi, misi diplomatik Indonesia bertujuan utama menggalang dukungan
internasional terhadap kedaulatan republik ini. Sebab, Belanda bersikeras menolak
kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Baginya, RI tidak
lain hanyalah bentukan Jepang. Sukarno dan Mohammad Hatta --para penandatangan teks
proklamasi-- ditudingnya sebagai kolaborator Jepang. Di berbagai forum internasional, Belanda
terus berdalih, persoalan Indonesia adalah urusan dalam negerinya. Kondisi mulai
menguntungkan Indonesia sejak Mesir mengakui kemerdekaan RI secara de facto pada 23
Maret 1946. Langkah itu segera diikuti negara-negara anggota Liga Arab seluruhnya. Pengakuan
tersebut menjadi landasan utama diplomasi Indonesia dalam memperoleh legitimasi kuat di
berbagai forum internasional.

Liga Arab terbentuk sejak 22 Maret 1945. Selain Mesir, negara-negara yang turut mengisinya
adalah Arab Saudi, Irak, Transjordan atau Yordania, Lebanon, Suriah, dan Yaman. Tujuannya
bukan hanya mempererat ikatan persa habatan antarnegara Arab, melainkan juga menangkal
kekuatan zionisme di Palestina. Negara-negara Liga Arab umumnya mendukung perjuangan
dekolonisasi yang dilakukan bangsa-bangsa mayoritas Muslim. Dukungan juga ditujukan kepada
Indonesia, negara dengan penduduk sekira 70 juta jiwa dan lebih dari 90 persennya memeluk
Islam. Sebelum momen proklamasi RI, hubungan Indonesia dengan Arab terjalin erat berkat
jaringan ulama, kaum terpelajar dan mahasiswa nusantara yang menuntut ilmu di Timur
Tengah, termasuk Mesir.
Maka begitu kabar kemerdekaan RI tiba, banyak simpati mengalir dari pemuka negeri dan
masyarakat Mesir. Suranta Abdur Rahman dalam artikelnya, Diplomasi RI di Mesir dan Negara-
negara Arab pada Tahun 1947 (2007), mengatakan, Sekretaris Jenderal Liga Arab 1945-1952
Abdurrahman Azzam Pasya berperan signifikan dalam mengajak negara-negara Arab untuk
mendukung perjuangan RI dan mengakui republik di Asia Tenggara itu sebagai negara yang
merdeka nan berdaulat. Diplomat Mesir itu berupaya menggali informasi sebanyak-banyaknya
tentang Indonesia. Ia tahu, Belanda masih mengeklaim republik itu sebagai wilayahnya.
Diplomat Mesir itu berupaya menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang Indonesia. Ia
tahu, Belanda masih mengeklaim republik itu sebagai wilayahnya.

Sebagai langkah awal, Azzam Pasya mengusulkan kepada Duta Besar Belanda di Kairo agar
bersedia mengirimkan sejumlah wakil Liga Arab ke Hindia Belanda--nama Indonesia saat itu
dalam perspektif Belanda. Sekjen Liga Arab tersebut ingin agar otoritas Negeri Kincir Angin
dapat menjembatani komunikasi antara pihaknya dengan Presiden Sukarno dan para
nasionalis. Dengan demikian, negara-negara Arab dapat menyaksikan langsung kondisi
setempat. Lebih jauh lagi, ia pun hendak menjajaki kemungkinan pendirian konsulat Mesir di
sana. Pihak Kedutaan Besar Belanda agaknya memandang dilematis permintaan Azzam Pasya.
Di satu sisi, kehendak sekjen Liga Arab itu dapat dimengerti sebagai upaya melihat persoalan
Indonesia secara adil.
Dalam arti, Liga Arab atau Mesir tidak serta merta dipengaruhi opini para ma hasiswa Indonesia
di Mesir yang nyata-nyata na sionalis. Namun, di sisi lain, dibolehkannya utus an Liga Arab ke
Indonesia juga berisiko bagi Belanda. Boleh jadi, mereka nantinya akan memperkuat diplomasi
RI di level internasional.
Kedutaan Besar Belanda di Kairo akhirnya menyampaikan keinginan Azzam Pasya itu ke Den
Haag. Akan tetapi, pemerintah Belanda kurang memberikan perhatian atas usulan tersebut.
Alasan utamanya, lanjut Suranta, Indonesia masih dianggap sepenuhnya belum merdeka. Para
wakil Liga Arab pun tidak memperoleh izin masuk ke Hindia Belanda.
Bagaimanapun, Azzam Pasya tak menyerah. Ia merasa, Liga Arab dan khususnya Mesir memiliki
tanggung jawab moral terhadap persaudaraan Muslimin (ukhuwah Islamiyah). Baik Indonesia
maupun negara-negara Arab memiliki kesamaan identitas agama (mayoritas), yakni Islam. Tidak
mungkin pihaknya berpangku tangan hanya karena Belanda menolak memberikan izin.
Misi ke Yogya
Sekjen Liga Arab itu lantas mengutus Konsul Jenderal Mesir di India, Mohammad Abdul Mun'im
untuk bertemu langsung dengan para pemimpin RI. Padahal, kala itu seluruh akses masuk ke
wilayah Indonesia--baik via darat, laut, maupun udara--diblokade otoritas Negeri Tanah Rendah.
Abdurrahman (AR) Baswedan menceritakan momen itu di dalam artikelnya, Catatan dan
Kenangan (buku Seratus Tahun Agus Salim, 1984:141). Pada 13 Maret 1947, Abdul Mun'im
berhasil mendarat di Yogyakarta --sejak 1946 ibu kota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Dua hari kemudian, diplomat Mesir itu diterima langsung Presiden Sukarno di Istana Negara
Yogyakarta. Bung Karno dan para pemimpin bangsa amat gembira dengan kedatangannya yang
membawa iktikad baik dari negara-negara Arab untuk mendukung perjuangan Indonesia.
Kepada orang nomor satu di RI itu, Abdul Mun'im menyampaikan hasil keputusan sidang dewan
Liga Arab tertanggal 18 November 1946. Isinya menganjurkan negara-negara anggota agar
mengakui RI sebagai negara merdeka yang berdaulat. Sesudah mengikuti shalat Jumat di Masjid
Agung Yogyakarta, Abdul Mun'im mengunjungi komunitas keturunan Arab di Indonesia. Dalam
kesempatan itu, konjen Mesir tersebut menyatakan kebanggaannya, keturunan Arab ikut
berperan serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Sebelum kembali ke India, Abdul Mun'im meminta pemerintah RI agar mengirimkan utusannya
ke forum Inter-Asian Relations Conference yang akan diselenggarakan di New Delhi pada Maret-
April 1947. Presiden Sukarno menyanggupi permintaan itu. Undangan yang sama sesungguhnya
pernah disampaikan Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru kepada Bung Karno
sebelumnya. Pemerintah Indonesia membentuk tim yang terdiri atas Haji Agus Salim (menteri
muda urusan luar negeri), AR Baswedan (menteri muda penerangan), Haji Rasjidi (sekretaris
jenderal kementerian agama), dan Nazir Datuk Pamoentjak (diplomat). Usai menembus blokade
Belanda, dari New Delhi, rombongan tersebut bertolak ke Kairo, Mesir. Sambutan hangat
dirasakan para delegasi RI. Bahkan, kabar kedatangan mereka menjadi berita utama media
cetak terbesar di Kairo, Al-Ahram. Halaman satu koran tersebut menampilkan foto para wakil
Indonesia yang baru saja tiba di Negeri Piramida. Para pembesar dan masyarakat Mesir
memang sudah mengetahui bagaimana gigihnya perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih
kemerdekaan. Informasi yang diperoleh khususnya dari siaran-siaran yang dilancarkan The
Arabian Press Board.
Sukses di PBB
Mesir, begitupun dengan Liga Arab, berjasa dalam mengusung topik kemerdekaan RI di
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Azzam Pasya sebagai corong Liga Arab terus menyuarakan
dukungan bagi RI. Liga Arab juga mengimbau negara-negara anggota PBB agar mengakui
kedaulatan Indonesia. Padahal, menurut Suranta, problem-problem yang diusung Liga Arab
sesungguhnya sudah begitu berat. Sebut saja, masalah zionisme di Palestina, krisis Terusan
Suez, Sudan, serta kendali protektorat Inggris dan Prancis di kawasan Timur Tengah. Akan
tetapi, perhatian pada masalah Indonesia tetap dijadikan sebagai prioritas utama.
Berkat upaya itu, sejak Agustus 1946 masalah Indonesia masuk dalam agenda sidang Dewan
Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat (AS). Banyak negara menyatakan satu suara terkait
masalah Indonesia, termasuk AS, Australia, India, Afghanistan, dan Filipina. Mereka umumnya
mengecam agresi militer yang dilancarkan Belanda atas Indonesia. Belanda kian terdesak. Mau
tak mau, dialog harus dibuka. Berbagai perundingan antara RI dan Belanda pun dilakukan
dengan pengawasan internasional. Di tengah Agresi Militer Belanda I, Pemerintah Indonesia
berhasil menembus blokade musuh. Dengan menumpangi pesawat terbang milik pengusaha
India Biju Patnaik, Sutan Sjahrir dapat terbang dari Yogyakarta. Pada medio Agustus 1947,
Sjahrir dan rombongan hadir sebagai wakil RI di sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success,
AS. Terjadilah perang opini yakni antara delegasi RI dan Belanda di muka sidang PBB.
Pidato Sjahrir ternyata menimbulkan kesan mendalam bagi para diplomat mancanegara,
termasuk AS. Mereka semakin yakin, Indonesia memenuhi persyaratan sebagai sebuah negara
berdaulat. Dengan demikian, klaim Belanda terbantahkan.Kesuksesan misi Sjahrir tak lepas dari
sokongan Liga Arab, khususnya melalui Azzam Pasya. Sebagai contoh, ketika delegasi RI yang
dipimpin Sutan Sjahrir menghadapi kendala keuangan selama berada di New York, diplomat
Mesir itu memberikan pinjaman sebesar 20 ribu dolar AS. Dana itu disampaikan melalui tangan
seorang editor surat kabar Mesir, Al-Misry. Lima bulan kemudian, Pemerintah RI
mengembalikan uang pinjaman itu. Demikian Suranta mengutip kesaksian menteri dalam negeri
kala itu, Mohammad Roem.
Sampainya Dokumen yang tak Ternilai
Cerita berikut ini dituturkan Abdurrahman (AR) Baswedan dalam buku memoar Seratus Tahun
Agus Salim (1984). Sesudah kunjungan konsulat jenderal Mesir yang berkantor di Bombay,
India, Muhammad Abdul Mun'im, pemerintah RI lantas mengirimkan sejumlah delegasi ke
Mesir. Siasat menghindari blokade Belanda di wilayah udara Indonesia ternyata berhasil.
Mission diplomatique Indonesia pun tiba dengan selamat di Kairo. Rombongan itu terdiri atas
Haji Agus Salim (menteri muda urusan luar negeri), AR Baswedan (menteri muda penerangan),
Haji Rasjidi (sekretaris jenderal kementerian agama), dan Nazir Datuk Pamoentjak (diplomat).
Setelah menunggu sekitar tiga bulan lamanya di Kairo, akhirnya mereka dapat diterima secara
resmi oleh Raja Mesir, Farouk. Rangkaian acara disudahi dengan penandatanganan naskah
perjanjian persahabatan kedua belah pihak. Itulah pengakuan de jure pertama untuk RI.
Rangkaian acara disudahi dengan penandatanganan naskah perjanjian persahabatan kedua
belah pihak. Itulah pengakuan de jure pertama untuk RI. AR Baswedan mengenang, tim
delegasi RI amat bersyukur atas suksesnya misi diplomatik di Kairo. Sebab, Belanda
sesungguhnya sudah berupaya keras agar Mesir tidak mengakui kedaulatan RI. Setelah
pertemuan dengan Raja Farouk, Haji Agus Salim merasa perlu untuk segera memulangkan hasil
misi ini ke Yogyakarta. Maka, AR Baswedan ditugaskan untuk segera kembali ke Tanah Air.
Saat itu, kenang AR Baswedan, Haji Agus Salim dengan gaya bak seorang jenderal berkata
kepadanya, "Bagi saya tidaklah penting apakah Saudara sampai di Tanah Air atau tidak. Yang
penting, dokumen-dokumen itu sampai di Indonesia dengan selamat!" Memang teramat
pentinglah naskah perjanjian persahabatan Mesir-RI itu tiba di tangan Presiden Sukarno. Sebab,
tanpanya perjuangan Indonesia di ranah diplomasi internasional akan sangat berbeda.
Pesawat yang ditumpangi AR Baswedan bertolak dari Kairo, lalu singgah di Bahrain, Karachi
(Pakistan), Kalkuta (India), Rangoon (Myanmar), dan akhirnya Singapura.
Tidak ada satu pun dari negeri-negeri itu yang memiliki kantor perwakilan Indonesia. Bahkan
nama Indonesia saja tidak dikenal. "Saya terpaksa main gertak dengan mengaku agen rahasia
undangan Nehru, ketika tempat duduk saya akan 'dicatut' untuk orang lain di Kalkuta," ujarnya.
Begitu tiba di Singapura, tak seorang pun menjemputnya. Sementara, bekal hampir habis.
Syukurlah, AR Baswedan dibantu Ibrahim Assegaf, seorang dermawan setempat yang
bersimpati pada Indonesia. Dengan budi baiknya, AR Baswedan bisa memperoleh tiket
pesawat terbang ke Tanah Air. Dengan menumpangi maskapai udara Belanda KLM, pada 13 Juli
1947 pahlawan nasional itu tiba di Bandara Kemayoran, Jakarta. Kesulitan lain mengadangnya.
Penjagaan polisi militer Belanda begitu ketat. AR Baswedan terus memanjatkan doa dan zikir
dalam hati.
Tiba-tiba, ia terbersit ide. Dokumen yang tak ternilai harganya itu diselipkan dalam sepatunya.
Saat melewati lorong pemeriksaan, tangan kanan Baswedan menggenggam tasbih, sedangkan
tangan kirinya menenteng koper tuanya.
Saat melewati lorong pemeriksaan, tangan kanan Baswedan menggenggam tasbih, sedangkan
tangan kirinya menenteng koper tuanya. Dan, tas usang itu ternyata lolos pengawasan
personel keamanan bandara. Begitu pula dengan barang bawaannya yang lain. Langsung saja,
AR Baswedan mencari taksi dan meluncur ke rumah Perdana Menteri Amir Syarifuddin.
Pada 19 Juli 1947, ia menghadap Bung Karno di Yogyakarta. Tuntaslah suatu tugas penting
yang telah diamanahkan kepadanya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah ini telah mengupas secara mendalam mengenai respons internasional terhadap
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dengan fokus khusus pada pengakuan kemerdekaan oleh
Mesir. Dalam prosesnya, kami telah mengeksplorasi berbagai faktor yang memengaruhi sikap
Mesir terhadap pengakuan Republik Indonesia sebagai negara merdeka.
Dari analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting. Pertama,
pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Mesir tidak sekadar merupakan suatu tindakan
bilateral, melainkan juga mencerminkan dinamika geopolitik dan diplomasi global pada saat itu.
Faktor-faktor seperti ideologi, hubungan dengan kekuatan kolonial, dan tekanan dari
masyarakat internasional memainkan peran penting dalam membentuk pandangan Mesir
terhadap kemerdekaan Indonesia.
Dengan demikian, kesimpulan ini menggarisbawahi nilai penting dari penelitian ini dalam
memperkaya pemahaman kita tentang dinamika kompleks dalam arena internasional dan
bagaimana pengakuan kemerdekaan suatu bangsa dapat membentuk dan memengaruhi
perjalanan sejarah global.

3.2 SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna,oleh karena itu kritik dan saran kami terima guna
membangun kekurangan dalam pembuatan makalah agar lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, Asrin. 2019. MAKALAH RESPON NEGARA MESIR TERHADAP


KEMERDEKAAN INDONESIA.

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/07/19/inilah-negara-pertama-
yang-mengakui-kemerdekaan-indonesia

https://harakatuna.wordpress.com/2011/08/10/kemerdekaan-indonesia-
berawal-dari-palestina-dan-mesir/

https://www.republika.id/posts/9465/peran-mesir-dalam-pengakuan-kedaulatan-ri

Anda mungkin juga menyukai