Anda di halaman 1dari 9

Safira Basaina

1206298714
Dinamika Politik Internasional [Dec 3rd, 2012]

LITERATURE REVIEW: Regionalism And International Order

Sumber Utama:

Fawcett, Louise. Regionalism in Historical


Perspective, pp. 9-36. Oxford University Press, New York.
1995
Hurell, Andrew. Regionalism in Theoretical Perspective,
pp. 36-73. Oxford University Press, New York. 1995
Hurell, Andrew; Louise Fawcett, Regionalism in
World Politics: Regional Organization and International
Order, pp. 309-323. Oxford University Press, New York.
1995

Regionalisme muncul pada masa sebelum Perang Dingin sebagai suatu


bentuk collective security, sedangkan konsep new-regionalism muncul
sesudah Perang Dingin. Regionalisme, memiliki definisi seperti yang
diadaptasi oleh Fawcett dari tulisan Joseph S. Nye, sebagai suatu konsep
bentuk kelompok antar negara dengan basis daerah. Terdapat lebih dari
satu definisi mengenai regionalisme ini, namun semuanya mengacu
kepada bentuk kerjasama antar negara yang berbasis daerah yang
kemudian tujuannya berkembang menjadi usaha untuk membangun
kekuatan negara-negara di dalam lingkup daerahnya. Sesudah Perang
Dingin, regionalisme kemudian memiliki implikasi bahwa keseimbangan
dalam politik ekonomi dunia kemudian bergeser dari multilateralisme,
yang ditopang oleh hegemoni Amerika, menuju sistem yang berdasarkan
blok regional yang bersaing satu sama lain dan didominasi oleh
hegemonisasi kedaerahan. Kekuatan regionalisme kemudian memainkan
peranan penting bagi perkembangan kekuatan ekonomi, pertahanan
bahkan collective security dunia.

Ringakasan Sumber Utama


Fawcett menggambarkan dua macam regionalisme, yaitu yang terjadi
pada

masa

sebelum

Perang

Dingin

yang

muncul

karena

adanya

kebutuhan untuk menjaga collective security sebagai alat untuk menjamin


keamanan bersama dan regionalisme yang muncul sesudah masa Perang
Dingin yang lebih bersifat mengikat negara-negara yang berada dalam
suatu wilayah yang berdekatan karena memiliki suatu tujuan bersama1.
Menurut Fawcett, tidak dapat dijelaskan secara pasti bagaimana awal
mula munculnya regionalisme, namun sikap regionalisme sudah ada pada
negara-negara karena memiliki rasa kesadaran regional dan keinginan
dari negara-negara untuk menciptakan yang terbaik dari lingkungan
regional

mereka.

Tidak

mudah

dan

dibutuhkan

lebih

dari

satu

penggambaran untuk memberikan definisi bagi region dan regionalism.


Namun, Fawcett menggunakan definisi yang diberikan oleh Nye yang
mengatakan bahwa, international region berarti, a limited number of
states linked together by a geographical relationship and by a degree of
mutual interdependence, dan karenanya regionalisme kemudian diartikan
oleh Nye sebagai, the formation of interstate groupings on the basis of
regions2.
Jika mengacu kepada Bruce Russett, digambarkan bahwa tidak ada
institusi regions yang secara alamiah terbentuk. Definisi regions dan
indikator mengenai suatu regioness ada bermacam-macam. Utamanya
faktor-faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan

dari

regionalisme

termasuk didalamnya yaitu ekonomi, sosial, politik, budaya dan dimensi


sejarah3.
Latar belakang sejarah regionalisme dijelaskan oleh Fawcett bahwa
ditemukan adanya perbedaan dari karakter regionalisme yang ada pada
masa

sebelum

Perang

Dingin,

yang

memberikan

sebagian

dari

kedaulatannya sebagai penjamin untuk mencegah munculnya perang.


Regionalisme yang baru atau new regionalism muncul setelah selesainya
Perang Dingin. Saat itu, negara-negara di dunia tidak lagi terpecah kepada
1 Fawcett, Louise. Regionalism in World Politics: Regionalism in Historical Perspective,
pp. 9-10. Oxford Univeristy Press, New York. 1995.
2 Nye Jr., Joseph S. International Regionalism pp. xii. Little, Brown & Co., Boston. 1968.
3 Russett, Bruce M. International Regimes and the Study of Regions. International
Studies Quarterly, 13/4. Dec, 1969.

dua kekuatan besar yang menimbulkan suatu bipolaritas dan karenanya


kemudian muncul suatu sikap baru antar negara untuk kemudian
mengadakan kerjasama internasional.
Menurut Fawcett, hal yang dianggap menjadi pemicu regionalisme, selain
berakhirnya Perang Dingin

adalah perubahan ekonomi regional

(berakhirnya Perang Dingin dan gejolak ekonomi pada akhir 1980


membuat banyak negara kemudian merasa pentingnya kesadaran untuk
membangun kekuatan ekonomi berbasis regional), kecenderungan
global (dijelaskan bahwa salah satu efek dari berakhirnya Perang Dingin
pada politik ekonomi global adalah berubahnya balance of world
economic power and the shift towards outward-orientated policies in
many parts of the developing world 4), berakhirnya pembagian dunia
ketiga (karena berubahnya sistem politik ekonomi global tersebut pada
negara

berkembang

terjadi

ketidakpercayaan

terhadap

collective

security pada negara dunia ketiga yang kemudian memunculkan peluang


untuk melakukan kerjasama antar negara dalam suatu lingkup regional
dan subregional dengan negara-negara diluar lingkup anggota kelompok
regional mereka5) dan demokratisasi (perubahan cara pandang tentang
sistem pemisahan pada negara berkembang menjadi Dunia Ketiga,
memunculkan rasa saling ketergantungan pada daerah regional dan level
global)6.
Sementara itu, secara teori Andrew Hurrell menjelaskan bahwa terdapat
dua elemen prinsip yang mempengaruhi regionalisme. Elemen pertama
adalah, proses yang menggambarkan bentuk-bentuk yang menunjukkan
bagaimana suatu pengaturan regional dapat muncul. Elemen kedua
adalah karakter dari pengaturan tersebut7.
Dalam tulisan Andrew Hurrell digambarkan bahwa para akademisi pada
masa awal mulai mengenal regionalisasi menyatakan bahwa regionalisasi
4 Op Cit. Fawcett, pp. 25
5 Gilpin, Robert. The Political Economy of International Relations, pp. 304. Princeton
Univeristy Press, Princeton. 1987.
6 Op Cit. Fawcett, pp. 27
7 Hurell, Andrew. Regionalism in Theoretical Perspective, pp. 37. Oxford University
Press, New York. 1995.

berarti mengacu kepada proses integrasi sosial dalam suatu daerah yang
dan seringkali proses tidak diarahkan sebagai interaksi sosial dan
ekonomi. Regionalisasi semacam ini dikenali sebagai integrasi informal
atau juga disebut sebagai soft regionalism yang dijelaskan sebagai proses
perkembangan

ekonomi

dan

ketergantungan

dalam

area

geografi

daripada ketergantungan secara mengglobal.


Regionalisme sendiri seringkali dianalisis dalam hal tingkat kohesivitas
sosial (suku, ras, bahasa, agama, budaya, sejarah, dan kesadaran dari
warisan bersama), kekompakan ekonomi (pola perdagangan, economic
complimentary),

kekompakan

politik

(tipe

rezim,

ideologi),

kekompakan organisasi (keberadaan institusi regional yang formal).


Dalam regionalisme ini sebuah perhatian khusus diberikan pada hal
ketergantungan secara regional8. Perasaan saling ketergantungan menjadi
pendorong utama bagi negara yang berada di daerah yang sama karena
rasa berada dalam suatu perahu yang sama. Karena perasaan ini,
negara-negara tidak lagi saling tarik menarik, lebih mengesampingkan
egoisme nasional mereka dan justru merumuskan suatu bentuk baru dari
kerjasama yang akan dilakukan.

Perbandingan dan Analisa


Regionalisme dan Keteraturan Internasional

Ketika regionalisme muncul kembali sesudah Perang Dingin kemudian


terdapat dua pendapat yang bersifat optimis dan pesimis mengenai
regionalisme. Pendapat positif menyatakan bahwa regionalisme dapat
bertahan dan permanen sebagai karakter dari keteraturan sistem
internasional sesudah Perang Dingin. Pendapat negatif berpendapat
bahwa seperti regionalisme yang muncul pada tahun 1960-an, bentuk
8 Op Cit. Hurrell, pp. 38

regionalisme yang baru ini tidak akan bertahan lama dan akan memiliki
masa kadaluarsa9.
Regionalisasi yang lama lebih merupakan sebab dan akibat dari Perang
Dunia

dimana

negara-negara

Eropa

melakukan

aliansi

untuk

bekerjasama dalam perang. Sebaliknya, regionalisasi yang baru terjadi


ketika keseimbangan kekuatan bergeser dari multilateralisme, yang
didukung oleh hegemoni Amerika yang bersifat global, menuju sistem
yang berdasarkan blok regional yang kemudian bersaing satu sama lain
dalam bentuk yang didominasi oleh hegemonisasi dari tiap-tiap daerah 10.
Jika sebelumnya regionalisasi biasanya terjadi pada negara-negara barat,
maka sesudah Perang Dunia II regionalisasi banyak dilakukan oleh negara
non-barat, sebagai contoh dengan berdirinya organisasi seperti Liga Arab
atau ASEAN.
Regionalisme yang baru ini juga berpengaruh kepada keteraturan dalam
sistem

internasional.

Keteraturan

ini

dibentuk

berdasarkan

kepada

pengenalan yang seimbang antara tiap-tiap kedaulatan yang ada dan


bertujuan untuk mengurangi peraturan-peraturan antara negara yang
berada dalam suatu region yang sama, menciptakan saling pengertian,
dan kemudian membangun institusi yang dibentuk untuk menghindari
konflik yang sebelumnya tidak akan dapat dihindari jika dilihat pada
negara-negara yang tidak memiliki hubungan dalam suatu region 11.
Karena mengandalkan kepada saling ketergantungan, secara tidak
langsung hal ini kemudian menciptakan collective security karena tiaptiap anggota negara yang bergabung dalam institusi regional ini akan
berusaha untuk menjaga kemanan daerahnya. Dengan munculnya
institusi-institusi yang berbasis regionalisme hal ini juga mempengaruhi
sistem internasional yang sebelumnya harus menanggung beban menjaga
keteraturan region menjadi berkurang bebannya karena tanggung jawab
9 Op Cit. Fawcett, pp. 9
10 Walter, Andrew Wyatt. Regionalism and World Economic Order, pp. 79. Oxford
University Press, New York. 1995.
11 Hurrell, Andrew; Louise Fawcett. Conclusion: Regionalism and International Order,
pp. 309. Oxford University Press, New York. 1995.

menjaga keamanan tersebut kemudian dikembalikan kepada masingmasing negara dalam wilayah region tersebut12.
Menurut arguman dari Andrew Hurrell dan Louise Fawcett, setidaknya ada
lima hal yang membuat regionalisme dan organisasi regional dapat
memberikan kontribusi positif terhadap ketentuan keteraturan dan
stabilitas dari suatu wilayah. Kelima hal tersebut adalah:
Pertama, seperti yang sudah disebutkan diatas, bahwa tanggung jawab
untuk menjaga keteraturan daerah diserahkan kepada negara-negara
yang berada di daerah tersebut. Kontribusi yang kedua dihubungkan
dengan kontribusi dari organisasi internasional sehubungan dengan peran
mereka dalam memberikan legitimasi internasional karena kemudian
organisasi ini yang akan menjadi alat untuk mencegah konflik antar
negara, termasuk hal tentang perang saudara, internal disintegration,
humanitarian catastrophes bahkan kegagalan untuk menjaga demokrasi
atau human rights. Ketiga, seperti yang dikatakan oleh teori liberal
institusionalis bahwa kelompok dengan anggota yang lebih kecil akan
memudahkan untuk melakukan proses negosiasi sehingga dapat dibangun
suatu bentuk perjanjian yang konstruktif, produktif dan efektif bagi semua
anggota organisasi regional tersebut. Keempat, terjadinya integrasi
ekonomi secara regional akan mengurangi konflik. Proses integrasi yang
mendalam tidak hanya terjadi dalam hal ekonomi, namun juga karena
munculnya suatu rasa identitas yang baru dalam wilayah region tersebut
yang dilatar belakangi oleh antara lain saling ketergantungan, kesamaan
sejarah,

dan

kemiripan

budaya.

Kelima,

regionalisme

memiliki

kemampuan untuk melakukan mitigasi etnis, nasionalis, atau konflik.


Pada akhirnya, mengacu kepada Hurrell dan Fawcett, keberadaan
regionalisme dan organisasi regional memberikan banyak keuntungan
bagi baik negara-negara anggotanya namun juga bagi keteraturan sistem
12 Merupakan pernyataan yang dirangkum dari sumber pembanding, Andrew Hurrell and
Louise Fawcett, There are five ways in which it is argued that regionalism and regional
organization can contribute positively to the provision of order and stability within a
particular region. In the first place, changes in the international system have shifted the
burden of responsibility for regional order firmly onto the states of that region, pp. 310.
1995.

internasional. Tidak hanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan


keamanan

bersama,

ikatan

regionalisme

dan

oraganisasinya

memudahkan negara-negara untuk melakukan negosisasi, membuka


hubungan kerjasama atau mempertahankan status quo. Semua hal
tersebut,

sudah

menunjukkan

pentingnya

kerjasama

region

dan

organisasinya.
Namun, setelah semua hal tersebut, tidak dapat dilupakan juga bahwa
tetap mempertahankan hubungan antara regionalisme dan keteraturan
internasional

secara

global

juga

menjadi

hal

yang

penting.

Mempertahankan hubungan antara regional dan global tidak hanya juga


sebagai alat untuk menjaga keamanan koletif, namun juga akan tetap
menjadikan region tetap mengikuti pada perkembangan-perkembangan
yang terjadi dalam dunia internasional. Dalam menghubungakan antara
regional

dan

global

kemudian

dapat

diketahui

bahwa

institusi

menjalankan peranannya. Institusi menjadi wadah yang netral untuk


menghubungkan kedua pihak. Dalam melihat kedua hal ini, yang harus
diperhatikan adalah bagaimana kedua level regional dan global saling
bersinggungan atau jadi berkonflik.

Kesimpulan
Regionalisme dan organisasi regionalisme sesuai dengan namanya berarti
menunjukkan hubungan antara negara-negara yang berada dalam suatu
wilayah kawasan tertentu. Rasa kesamaan sebagian besar menjadi latar
belakang yang mendasari rasa regionalisme tersebut. Sebagai contoh halhal yang melatar belakangi rasa regionalisme adalah kesamaan ekonomi,
politik

ideologis,

kebudayaan

dan

yang

terutama

geografis.

Rasa

regionalisme ini juga muncul karena negara-negara dunia ketiga ingin


melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara barat dan berusaha
menggunakan kemampuannya sendiri untuk melakukan yang terbaik bagi
wilayahnya.

Regionalisme

yang

bersifat

interdependen

terhadap

negara-negara

anggota yang berada dalam kawasan daerah yang sama menunjukkan


karakter yang menunjukkan usaha proteksi terhadap negara anggotanya.
Hal tersebut karena regionalisme dan organisasinya biasanya memang
berusaha untuk membangun kekuatan wilayahnya. Karenanya, ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa regionalisme ini tidak mendukung
globalisasi. Sebab organisasi regionalisme umumnya akan membuat
peraturan yang justru kemudian dianggap menghambat globalisasi
tersebut13.
Organisasi regional akan menjadi wadah sebagai tempat untuk membantu
jalannya

tercipta

kerjasama

antar

negara

tersebut.

Organisasi

internasional akan mendorong negara-negara didalamnya untuk dapat


saling terhubung satu dengan yang lainnya dan melakukan kerjasama
dalam berbagai hal, misalnya dalam hal ekonomi, hak asasi manusia
hingga menyelesaikan masalah konflik.

13 Op Cit. Walter, pp. 75

DAFTAR PUSTAKA

Andrew Hurell. Regionalism in Theoretical Perspective. Oxford University


Press, New York. 1995
Andrew, Hurrell; Louise Fawcett, Regionalism in World Politics:
Regional Organization and International Order. Oxford University Press,
New York. 1995
Andrew Wyatt Walter. Regionalism and World Economic Order. Oxford
University Press, New York. 1995.
Bruce M Russett. International Regimes and the Study of Regions.
International Studies Quarterly, 13/4. Dec, 1969.
Joseph S, Nye Jr. International Regionalism. Little, Brown & Co., Boston.
1968.
Louise Fawcett. Regionalism in Historical Perspective. Oxford University
Press, New York. 1995
Robert Gilpin. The Political Economy of International Relations. Princeton
Univeristy Press, Princeton. 1987.

Anda mungkin juga menyukai