Anda di halaman 1dari 22

Review Materi Week 2-11 Mata Kuliah Regionalisme dalam Hubungan Internasional

Cinta Wilhelmina Anugrah H


215120400111059

Week 2 “Introduction to Region and Regionalism”


Pada week 2 ini, saya mempelajari mengenai dasar-dasar dari regionalisme dalam studi
HI. Yang pertama adalah alasan untuk mempelajari regionalisme; yaitu karena regionalisme
dibutuhkan, karena tindakan suatu negara akan ditentukan dari lokasi geografisnya, yang mana
selain lokasi geografis, terdapat faktor-faktor dalam lingkungan negara, yaitu faktor historis,
budaya, dan interaksi antar negara yang menentukan pembagian suatu kawasan. Dalam
regionalisme, unit analisisnya adalah region.
Kemudian, dari regionalisme dapat teridentifikasi aktor-aktor yang berperan, baik itu
negara maupun state’s actors, lalu negara core, phery-phery dan intrusive system yang berada di
kawasan tersebut. Dengan region sebagai unit analisisnya, maka definisi region adalah wilayah
di dunia yang terdiri dari satu atau dua atau lebih negara yang berinteraksi dan memiliki
kesamaan dalam etnis, bahasa, budaya, sosial, dan sejarah yang identitasnya akan meningkat
dengan tindakan dan sikap dari pihak eksternal1.
Terdapat beberapa cara untuk mengidentifikasi kawasan. Cara yang pertama adalah
berdasarkan faktor geografis, yaitu dari lokasi suatu negara berdasarkan peta dan wilayah
geografisnya. Kemudian, dengan faktor sosiologis, yaitu berdasarkan budaya, dan atau adat yang
berlaku di negara tersebut dapat menentukan kelompok negara tersebut. Lalu, berdasarkan faktor
politis, yaitu melalui keintensifan interaksi negara tersebut dengan suatu wilayah. Bisa juga
melalui faktor etnis-linguistik, yaitu berdasarkan bahasa daerah yang digunakan oleh negara
tersebut, seperti contohnya di Afrika, yang merupakan bekas koloni Prancis, dan selama dijajah
oleh Prancis, bahasa Afrika dirubah menjadi Prancis, yang bahkan setelah kemerdekaannya pun
negara-negara Afrika masih menggunakan bahasa Prancis, dan bahkan membentuk Organisation
Internationale de la Francophonie (OIF) yang terdiri dari 88 negara, yang tersebar di lima
kontinen di Afrika. Negara-negara Afrika ini disebut sebagai African-francophonie (dengan f
kecil, karena terdapat perbedaan antara huruf besar dan kecil, kecil merujuk pada julukan kepada

1
Cantori & Spigle, 1970.
negara bekas koloni Prancis, dan F besar merujuk kepada OIF)2. Kemudian, terdapat faktor
keterikatan atau komitmen terhadap kawasan, serta faktor keikutsertaan dalam organisasi
regional lain. Jadi, batasan dalam regionalisme itu dapat menjadi batasan yang fluid, atau dengan
kata lain tidak tetap.
Dalam regionalisme, dapat diklasifikasikan pula dimensi atau faktor yang berpengaruh,
antara lain terdapat; Physical Dimension, yaitu dimensi yang dapat terlihat dengan mata. Yang
terdiri dari geographical factors seperti pembagian benua, seperti benua Asia, Afrika, Eropa, dan
sebagainya. Selain itu, terdapat pula existance of regional organizations, yaitu keberadaan dari
organisasi regional di kawasan tersebut, seperti ASEAN, Uni Eropa, dan sebagainya.
Dimensi yang kedua adalah Ideational Dimension, yaitu dimensi yang hanya bisa
dibayangkan atau dirasakan oleh negara tersebut perasaan ‘belongs’ terhadap suatu kawasan atau
wilayah. Dimensi ini memasukan faktor identitas dan sosial, yaitu identitas dan aspek sosial dari
negara tersebut lebih merasa di wilayah yang manakah yang menjadi kawasannya, berdasarkan
kecocokan dari aspek sosialnya. Contohnya seperti francophonie di negara-negara Afrika seperti
yang sudah dijelaskan di atas.
Terdapat alasan mengapa negara ingin membentuk kawasan, yang pada awalnya yang
terjadi hanyalah kerjasama-kerjasama dalam hal functional, yang mana hanya satu area
kerjasama saja, dengan tingkat intensitas yang tidak terlalu tinggi dan outlook yang terbatas
untuk memperdalam kerjasama (non-integrated). Akan tetapi, kalau dengan regionalisme akan
ada banyak area kerjasama yang bisa dilakukan dan bersifat extensive serta menujukan kepada
pendalaman kerjasama.
Kemudian terdapat perbedaan antara regionalization dan regionalisme. Kalau
regionalization hanya berbentuk proses ekonomi, dan cenderung hanya berfokus kepada aspek
material, yang mana regionalisation ini merupakan bentuk awal dari regionalisme. Sedangkan
regionalisme memiliki proses yang multi-dimensi dan lebih kompleks, serta melibatkan
faktor-faktor lain, tidak hanya faktor ekonomi atau material saja.
Berikutnya terdapat faktor pembentuk atau pendorong (forces) dari regionalisme, antara
lain; Societal Factors, yaitu kelompok, atau society atau masyarakat publik dari negara tersebut
yang ingin membentuk regionalisme. Contohnya adalah Uni Eropa yang bermula dari pengusaha
baja dan batu bara. Berikutnya terdapat Domestic Institutions, yaitu pembentukkan regionalisme

2
Dr. Aminata Cécile Mbaye dalam “La F/francophonie in Africa: history and current challenges”.20.03.2021.
yang didorong oleh badan legislatif, atau pembuat keputusan, atau badan eksekutif negara saja,
dan tidak berdasarkan public interest. Ketiga, berdasarkan campuran dari Societal Factors dan
Domestic Institutions, yang berarti regionalisme diinisiasikan oleh publik dan negara juga
memiliki keinginan untuk membentuk.
Terdapat pula impact dan konsekuensi dari regionalisme, antara lain; homogenisasi
politik domestik, yang mana dalam beberapa organisasi region terdapat peraturan wajib, seperti
wajib menerapkan demokrasi, atau disebabkan oleh banyaknya intensitas interaksi, sehingga
politik domestik negara-negaranya cenderung mirip. Berikutnya, homogenisasi ekonomi
domestik, yaitu terdorongnya kebijakan ekonomi yang sama atau mirip. Contohnya wajib
menerapkan sistem ekonomi liberal. Konsekuensi yang ketiga adalah, terdapatnya persaingan
antara perjanjian regional dan multilateral, baik itu bertabrakan ataupun berkompetisi. Seperti
contohnya, ASEAN+5 bertabrakan dengan standard WTO.
Terdapat variasi dalam projek-projek regionalisme, yang terlihat dari beberapa aspek:
- Dept of Integration, yaitu tingkat kedalaman dari integrasi kawasan, yang harus terlebih
dahulu melewati tahapan-tahapan untuk dapat terintegrasi dengan sesama negara anggota.
- Institutional Design, yaitu bentuk dari organisasi regional tersebut, apakah dirancang
untuk dapat mengakomodir kerjasama yang beragam, atau terbatas pada satu aspek saja.
Seperti misalnya NAFTA yang berfokus kepada ekonomi saja, maka hanya terbatas pada
kerjasama ekonomi.
- Institutional Density, yaitu seberapa banyak kekuasaan yang diberikan kepada organisasi
regionalnya. Semakin terancang dan terintegrasi organisasinya, maka akan semakin
banyak pula kekuasaan yang diserahkan. Seperti contohnya, pada Uni Eropa yang sudah
memiliki badan eksekutif, legislatif, dan yudikatifnya sendiri, maka sudah pasti peran
negara juga semakin berkurang, dan kekuatan organisasi membesar.

Week 3 “Regionalism in Historical Perspective”


Pada awalnya awalnya regionalisme Perang Dunia 1 berbentuk aliansi-aliansi dan
bersistem Balance of Power. kemudian pasca Perang Dunia 1 terdapat beberapa kondisi seperti
Afrika yang menjadi tempat berpolitiknya negara-negara Eropa dan bangkitnya imperialisme
Jepang. kemudian di kawasan Asia Tenggara sendiri dibentuklah ASEAN dengan tujuan
mencegah infiltrasi komunis oleh karena itu pada awalnya dibentuk dengan tujuan politik. Lalu
dari perang dingin sistem yang berlaku adalah bipolar yaitu antara Blok Uni Soviet dan Amerika
Serikat. pasca perang dingin sistem yang berlaku adalah sistem unipolar. Berdasarkan pemaparan
di atas diketahui bahwa dinamika region itu beragam dan region merupakan unit analisis di mana
dimensi ideasional juga bisa mempengaruhi dimensi fisik.
Dalam perkembangannya, terdapat tahapan-tahapan kemunculan dari regionalisme, yaitu:
1. Limitation of global approach:
- Yang pertama, terjadinya perang-perang besar, seperti Perang Dunia 1 dan 2 yang
kemudian memicu munculnya kerjasama yang didasarkan oleh aspek ekonomi
dan upaya pemulihan ekonomi seperti 3G (Gold, Glory, Gospel) yang menjadi
dasar dari imperialisme ada pula kerjasama baja dan batubara di Eropa.
- Yang kedua, yaitu kegagalan dari organisasi internasional (LBB), sehingga
ketiadaan kepercayaan untuk membangun sistem bersama karena organisasi
internasional dianggap tidak adil.
- Yang ketiga, yaitu kejatuhan dari ekonomi global, antara lain the great depression
contohnya, yang mana hal ini juga terjadi karena sistem politik internasional
yang tidak adil dan terdapat banyak kecurangan.
2. Rise of Regional Approach:
- Yang pertama terdapatnya permasalahan regional maka perlunya solusi regional.
contohnya sehabis Perang Dunia 2 Muncul semangat dekolonialisasi sehingga
mengakibatkan domino effect bagi negara lain sehingga masalah-masalah yang
berada di regional solusinya juga harus dari regional.
- Yang kedua, ketiadaan solusi yang cocok untuk semua permasalahan contohnya
permasalahan ekonomi di Eropa maka diperlukan suatu bentuk kerjasama khusus
untuk membangkitkan perekonomian maka dibentuklah masyarakat ekonomi
Eropa atau EEC.
- Yang ketiga, ketiadaan minimalisasi perpecahan antara berbagai kepentingan
seperti saat di LBB negara-negara bersikap egois dengan kepentingannya
masing-masing.
3. Rise of Specific Issue:
- Post-colonial states & development
- Regional security issue
Dalam bagian ini terdapat perubahan isu dari sekedar politik menjadi ekonomi. karena
ketika perang dingin perekonomian bukanlah menjadi suatu masalah karena ditentukan oleh dua
blok yang berperang. namun pasca perang dingin barulah terintegrasi secara regional karena
sudah ada hal-hal spesifik yang dipegang oleh Amerika Serikat sehingga semua hal menjadi
liberal.
berikutnya adalah Waves of Regionalism oleh Milner3, terdapat 4 gelombang antara lain:
1. First Wave
- Terjadi antara awal tahun 1800-an sampai awal tahun 1900-an
- Kebanyakan merupakan European Project yang dipicu oleh revolusi industri
sehingga mengakibatkan terjadinya produksi massal, berkembangnya
kapitalisme, sehingga terjadi banyak interaksi dan kerjasama yang berujung
kepada kolonialisme demi pencarian bahan baku.
- Gelombang pertama ini ditandai dengan tingginya inter-state trading activities
antara negara-negara Eropa tersebut, dan berfokus hanya kepada kerjasama
ekonomi yang ditandai dengan pembentukan blok-blok perdagangan
- Gelombang pertama ini menurun selama Perang Dunia 1
- Gelombang pertama ini intinya berfokus kepada ekonomi regionalisme yang
dikarenakan kekuatan yang tidak seimbang dan hanya kerjasama ekonomi saja
yang memungkinkan serta untuk menjaga keseimbangan kekuatan juga.
2. Second Wave
- Gelombang kedua ini dimulai setelah perang dunia 1 berakhir dan bertujuan untuk
memulihkan ekonomi sehabis perang dan mencegah perang serta
mengkonsolidasikan kekuatan antara negara-negara berkekuatan besar.
- Gelombang kedua ini diisi kebanyakan dengan kompetisi antara blok-blok
perdagangan dominan, dan menerapkan kebijakan protectionist in nature
(domestik) dan mengadopsi beggar thy-neighbor, yaitu kebijakan yang hanya
menguntungkan negara yang menginisiasi kerjasama tersebut saja tetapi
merugikan partnernya atau tetangganya4.

3
Milner, 2003. “The New Waves of Regionalisme”
4
Bondarenko, “Beggar Thy-Neighbor Policy” https://www.britannica.com/money/topic/beggar-thy-neighbor-policy
- Karena sistem ini akhirnya berujung kepada The Great Depression sehingga
memunculkan debat ‘Apakah regionalisme justru akan menghasilkan krisis?’
3. Third Waves
- Gelombang ketiga ini terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia 2, dan selama
perang dingin yang mana terjadi banyak dekolonialisasi sehingga semakin banyak
negara yang merdeka dan memunculkan lebih banyak lingkaran-lingkaran
kawasan.
- Gelombang ketiga ini ditandai dengan terjadinya peningkatan dalam aktivitas
perdagangan yang kebanyakan terjadi di Eropa Barat, Asia Tenggara, dan
beberapa wilayah di Afrika. Blok-blok perdagangan ini dibuat berdasarkan
semangat kemerdekaan, sehingga akhirnya terjadi dua blok yang berbeda, yaitu
antara negara berkembang, dan negara maju karena negara-negara yang terkena
kolonialisasi berkumpul, dan menolak untuk bergabung dengan negara maju
karena terdapat ketimpangan.
- Dalam gelombang ketiga ini juga terdapat agenda-agenda politis dan blok-blok
perdagangan yang dibuat ditujukan untuk mengakhiri ketergantungan
negara-negara terhadap negara yang industrial.
4. Fourth Wave
- Gelombang ke-4 ini dimulai setelah perang dingin berakhir, di mana Amerika
Serikat menjadi kekuatan unipolar dan kerjasama ekonomi serta kerjasama
lainnya pun didorong, sehingga tercipta union.
- Kemudian dengan didukung oleh badan multilateral sehingga kerjasama regional
pun bertindak sebagai komplementer bagi kerjasama multilateral dengan
berorientasi kepada kolaborasi sehingga tidak ada kompetisi antar blok
perdagangan dan bertujuan untuk menarik investasi, seperti contohnya subtitusi
impor versus promosi ekspor.
- Dalam gelombang keempat ini juga sudah terdapat kombinasi antara negara
berkembang dan negara maju dalam kerjasama dan juga perjanjian-perjanjian.
Sehingga jika disimpulkan gelombang pertama itu adalah awalannya, gelombang kedua
masih didominasi oleh aktor utamanya yaitu negara-negara Eropa, lalu pada gelombang ketiga
muncul semangat untuk menjadi mandiri akan tetapi masih terdapat tembok pemisah antara
negara berkembang dan negara maju, dan pada gelombang keempat sudah mulai tidak ada
hambatan dalam regionalisme.
Berikutnya adalah perbedaan old and new regionalism5, yaitu jika dipetakan:

Old Regionalism New Regionalism

Berupa integrasi institutional, yang Berupa integrasi fungsional, yang disebabkan


disebabkan oleh dorongan politik. oleh dorongan ekonomi atau pasar.

Integrasi antar negara dengan tingkat Integrasi antar negara dengan tingkat
pembangunan yang sama. pembangunan yang berbeda.

Berbentuk closed regionalism, dengan Berbentuk open regionalism, dengan orientasi


orientasi kedalam dan berfokus kepada keluar dan terdapat kolaborasi sumber daya
pembagian pasar. antar negara-negara.

Menghadapi musuh bersama (common enemy) Menghadapi musuh yang tidak jelas
dan terdiri dari negara-negara dengan ideologi bentuknya, atau tidak ada musuh bersama,
yang sama dan memasukkan negara-negara yang tidak
stabil dan memiliki konflik.

Berakhir dengan bentuk aliansi atau pakta Berakhir dengan tujuan pembangunan
militer. kepercayaan diri akan keamanan,
menumbuhkan rasa aman agar kerjasama
ekonomi dan lainnya dapat berjalan lancar.

Contoh: APEC, NAFTA Contoh: Uni Eropa

Week 4 & 5 “Teori Regionalisme”


Dalam proses terbentuknya regionalisme, terdapat teori-teori yang mendasari atau
menjadi peng-identifikasi dari terbentuknya regionalisme itu sendiri, yang mana terbagi menjadi
dua fase, yaitu fase Pendekatan dan Teori Klasik yang muncul sekitar tahun 1950-1980 an, yang
mencoba menjelaskan mengenai regional klasik dan berfokus kepada faktor-faktor internal
(endogenous) dari regionalisme, serta didominasi oleh teori-teori terkait regionalisme di kawasan
Eropa. Serta New Regional Approach (NRA) yang dimulai sejak tahun 1980-an sampai sekarang,
dengan fokusnya kepada faktor internal dan eksternal dari regionalisme, ditandai juga dengan
terdapatnya teori-teori regionalisme non-Eropa, dan dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran baru

5
Fawcett, 1996. “Regionalism in World Politics: Regional Organization and International Order”
seperti social-constructivism, post-colonialism, dsb. NRA juga melihat regionalisme dari faktor
sejarah dan budaya, tidak hanya faktor internal dan eksternal saja.
1. Teori Klasik Regionalisme
Dibagi menjadi dua pendekatan utama, yaitu intergovernmental approach (antar
pemerintah) dan supranationalism approach (diatas negara atau mengecilkan fungsi
negara).
- Intergovernmental Approach, yaitu pendekatan yang berfokus kepada negara,
mempelajari negara, dan melihat negara sebagai pusatnya. Dalam pendekatan
intergovernmental terdapat empat pembagian lagi, antara lain:
● Neorealisme, Yaitu regionalisme sebagai regional self help system dan
didorong oleh kepentingan geopolitik serta berfokus kepada integrasi
keamanan dan dimensi keamanan dari regionalisme serta bertindak
sebagai upaya dari penyeimbangan kekuatan. Contohnya adalah
pembentukan dari European Community yang didasari karena persepsi
yang sama tentang ancaman seperti misalnya agar negara-negara tidak
berperang dan sumber ancaman pun hilang. Terdapat kritik bagi
pendekatan ini yaitu karena pembuatan regionalisme yang didasari dari
ancaman maka ketika ancaman tersebut hilang regionalisme pun juga ikut
hilang.
● Neoliberalisme, yaitu regionalisme sebagai hasil adanya interdependensi
antar negara. Dimana regionalisme sebagai proses institusionalisasi dari
kerjasama negara di mana negara dituntut bertindak sesuai dengan aturan
kalau tidak mau diasingkan. Regionalisme juga menjadi titik tengah
dalam menghadapi globalisasi di mana sebelum kerjasama secara global
dilakukan terlebih dahulu kerjasama melalui regionalisme. Neoliberalisme
percaya bahwa kerjasama jangka panjang itu memungkinkan karena
berdasar kepada saling ketergantungan.
● Confederalism, yaitu regionalisme adalah proyek kerjasama dari
negara-negara berdaulat yang didasarkan kepada keuntungan bersama,
dimana negara-negara memiliki kesadaran sendiri bahwa mereka memiliki
kepentingan yang sama dan memutuskan untuk bergabung. regionalisme
juga sebagai upaya negara-negara untuk mengkonsolidasikan kekuatan
mereka tanpa kehilangan kedaulatan. Konfederalisme mengasumsikan
bahwa kerjasama tidak bersifat hierarkis melainkan setara sehingga
negara-negara bisa bekerja sama tanpa mengganggu kedaulatan negara
mereka. hal ini merupakan kebalikan dari federalisme yang memiliki
negara-negara bagian mandiri akan tetapi di atasnya masih terdapat
federasi yang mengatur.
● Liberal Intergovernmental, yaitu gabungan dari teori liberal dan
intergovernmental sehingga berbasis interdependensi dan pendekatan
berbasis kedaulatan. teori Ini pertama kali dicetuskan oleh Andrew
Moravcik Yang berupaya memasukkan elemen domestik. karena
pendekatan Intergovernmental sendiri dikritik bahwa terlalu fokus kepada
negara dan cenderung mengabaikan faktor domestik sehingga preferensi
atau pilihan negara bersifat tunggal dan menegaskan proses internal yang
mendorong terbentuknya regionalisme.
Liberal Intergovernmental sendiri melihat regionalisme sebagai tiga
proses yang saling terhubung yaitu mulai dari pembentukan preferensi
negara secara sukarela, lalu negosiasi antar negara, dan yang terakhir
adalah pemilihan institusi. Sehingga dalam pemahaman ini regionalisme
adalah hasil dari proses tawar-menawar dan negosiasi di dua tingkatan (
two-level game).
- Supranational Approach, yaitu pendekatan pembentukan regionalisme yang
berada di atas negara, dengan fokus mengembangkan masyarakat dan institusi
internasional, serta mengecilkan peran negara karena berpandangan bahwa negara
adalah sumber masalah. Supranational Approach memiliki tiga pendekatan yang
termasuk ke dalamnya, antara lain:
● Federalisme, Yaitu penciptaan institusi dan konstitusi di atas negara untuk
mencegah perang sehingga negara tidak bersifat absolut. pembagian
kekuasaan di dalamnya pun dibagi secara hierarkis yaitu mulai dari
regional ke nasional kemudian turun ke subnasional akan tetapi negara
menolak pendekatan ini sehingga federalisme pun tidak berhasil karena
federalisme seperti mengambil kedaulatan negara. sisa-sisa dari
federalisme ini terlihat pada sistem yang diterapkan oleh Uni Eropa karena
Uni Eropa bersifat seragam dalam hal mengeluarkan keputusan serta
memiliki konstitusi dan bukan perjanjian-perjanjian semata.
● Fungsionalisme, yaitu pendekatan yang berfokus kepada pembentukan
institusi fungsional yang melewati batas negara sehingga terjadi realokasi
fungsi dan wewenang kepada badan yang lebih tinggi.
Institusi jenis ini membuat negara menjadi lebih bergantung kepada
institusi sehingga mendorong terbentuknya institusi-institusi lainnya
sesuai dengan fungsi-fungsi yang ada atau dalam hal ini disebut sebagai
efek spill over. Fungsionalisme memiliki dua jenis, yaitu Functional
Cooperation dan Political Cooperation.
Jadi berdasarkan pendekatan fungsionalisme ini regionalisme adalah
luapan dari hasil fungsional, akan tetapi terdapat kritik bahwa pendekatan
ini tidak realistis untuk memisahkan kerjasama antara fungsional dan juga
politik.
● Neofunctionalism, Yaitu sebagai jawaban bagi kritik kepada
fungsionalisme. sama saja dengan pendekatan fungsionalisme klasik,
hanya saja terdapat perbedaan dalam spill over, selain terdapat functional
spill over, terdapat pula; Political Spill Over, yaitu spillover dari low
politics kepada high politics, dimana institusi-institusi fungsional ekonomi
meluap kepada fungsional dalam hal politik.
Berikutnya terdapat Geographical Spill Over, yaitu dari beberapa negara
saja menjadi banyak negara yang tergabung.
Neofunctionalism menjawab kritik terhadap functionalism yang
menyatakan bahwa functionalism memisahkan antara kerjasama
fungsional dan politik, dengan bantahan bahwa semua kerjasama adalah
bagian dari politik.
Sehingga regionalisme berdasarkan neofunctionalism adalah dorongan
dari keinginan untuk memaksimalkan manfaat dengan cara mempengaruhi
proses politik dan kebijakan. Kritik terhadap pendekatan ini adalah tidak
diperhatikannya faktor eksternal, dan tidak adanya bukti luapan dari low
ke high politics.
2. New Regional Approach (NRA)
NRA ini memiliki tiga pembagian pendekatan, yang akan dipetakan masing-masing
melalui tabel di bawah ini:
1). Government Approach vs Governance Approach

Hanya pemerintah Lebih luas dari pemerintahan, dan


mencakup aktor-aktor lain

Kebijakan, dan tindakan formal dalam Tindakan, dan tata cara yang lebih
negara beragam, serta terdapat interaksi antar
aktor dalam berbagai tingkatan tata kelola
yang berbeda.
Misalnya Multi-level Governance, yaitu
terdapatnya pembagian tata kelola antara
regional-nasional-sub nasional.

2). Formal Regionalism vs Informal Regionalism

Bersifat top-down. Dimana negara Bersifat from below, dimana terdapat


membuat keputusan, dan rakyat tidak inisiasi pembentukkan dari masyarakat
andil dan hanya ikut tunduk saja. atau aktor non-pemerintah.

3). Material Forces vs Ideational Forces

Berdasarkan faktor-faktor yang bersifat Berdasarkan faktor-faktor yang bersifat


tangible seperti perdagangan, dan militer. intangible. Seperti norma dan identitas.

Jadi, berdasarkan gelombang kedua atau NRA ini, memiliki fokus Kepada proses
interaksi antar aktor negara dan non negara dan terdapat tingkatan dalam pendorongan
pembentukan regionalisme lalu terdapat faktor atau elemen yang juga membentuk
regionalisme dan terdapat proses interaksi yang lebih kompleks antar tingkatan, aktor dan
faktor yang juga mendorong terbentuknya regionalisme.
Week 6 “Dimensi Ekonomi dan Integrasi Kawasan”
Latar belakang proses integrasi kawasan ini bermula dari bentuk Autarki dan ekonomi
yang independen, dimana tidak ada koordinasi ekonomi. Lalu berlanjut kepada tahapan
perdagangan internasional dan aktivitas lainnya, dimana koordinasi dan harmonisasi berada pada
tingkatan rendah-menengah, dan terdapat pengenaan tarif, serta sekedar koordinasi kebijakan
saja. Lalu berikutnya adalah tahapan integrasi ekonomi, yaitu dimana tingkat koordinasi dan
harmoniasi tinggi, dan sudah sangat kompak dalam hal ekonomi, terlihat dari arus tenaga kerja
bebas, dan penyatuan mata uang misalnya.
Terdapat beberapa definisi dalam integrasi ekonomi, antara lain; Menurut Balaam dan
Veseth6, integrasi ekonomi adalah sebuah proses di mana sekelompok negara sepakat untuk
menghilangkan batas-batas negaranya untuk tujuan ekonomi tertentu, yakni menciptakan sistem
pasar yang lebih luas dan terkait dengan lebih erat.; Menurut UNCTAD7 integrasi ekonomi
adalah kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan
pergerakan faktor produksi lintas negara.; Kemudian menurut Salvatore8 integrasi ekonomi
mengacu pada penghapusan kebijakan hambatan-hambatan tarif maupun non-tarif dalam suatu
wilayah pabean tertentu.
Dalam integrasi ekonomi sendiri terdapat enam tahapan, antara lain;
1. Preferential Trading Agreements/Area (PTA)
Yaitu kesepakatan dagang untuk mengurangi tarif akan tetapi tidak menghapus seluruh
tarif atau hanya menghapus tarif untuk beberapa komoditas atau produk tertentu saja
biasanya tahapan ini adalah tahap awal sebelum masuk ke kesepakatan Free Trade Area.
2. Free Trade Area (FTA)
Yaitu kesepakatan dagang yang menghilangkan tarif antar negara anggota akan tetapi
masih mengizinkan anggotanya untuk mengenakan tarif individual yang berbeda bagi
negara Non anggota dengan kata lain Free Trade Area tidak mengatur tarif eksternal bagi
non anggota.
3. Custom Union (CU)

6
Balaam, D.N., Veseth, M. “Introduction to International Political Economy”. 2001.
7
Amir, N. Hakim, B.D. Novianti, T. “Dampak Diversifikasi Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara
Anggota ASEAN” Vol.7. No.2. 2018. Hal. 121.
8
ibid.
atau disebut juga penyeragaman pabean pada tahap ini negara anggota telah mengenakan
tarif eksternal yang sama bagi negara Non anggota. FTA + Harmonisasi tarif eksternal.
4. Common Market (CM)
Yaitu tahapan integrasi ekonomi di mana seluruh negara anggota menghilangkan semua
hambatan dagang untuk barang, jasa, tenaga kerja dan modal sehingga foreign direct
investment lebih mudah untuk terjadi. CU + Arus lalu lintas bebas faktor produksi.
5. Economic and Monetary Union (EMU)
Pada tahap ini negara-negara anggota memakai mata uang yang sama untuk transaksi
ekonomi. dengan kata lain menyamakan kebijakan moneter dan finansial antar negara
anggota saling mempengaruhi atau seragam. biasanya ditandai dengan pembangunan satu
bank sentral untuk seluruh negara anggota. CM + Harmonisasi kebijakan moneter.
6. Complete Economic Integration
Yaitu tahapan tertinggi dari integrasi ekonomi dimana negara-negara anggota
mengharmonisasikan kebijakan moneter dan fiskal mereka. tingkatan ini belum ada yang
menggunakan karena jika sampai pada tingkatan ini maka sudah serupa dengan satu
negara. EMU + Harmonisasi kebijakan fiskal.
Integrasi ekonomi ini juga memiliki beberapa dampak, antara lain;
1. Trade Creation, Yaitu situasi di mana karena ada integrasi ekonomi barang yang mahal
dan tidak efisien tergantikan oleh barang yang murah dan efisien yang diproduksi oleh
produsen asing dari negara anggota.
2. Trade Diversion, Yaitu situasi di mana karena ada integrasi ekonomi barang yang lebih
murah dan efisien tergantikan oleh barang yang lebih mahal dan tidak efisien dari negara
anggota. jadi barang yang lebih mahal lebih laku terjual sehingga diperlukan sistem
proteksionis kepada produk-produk dalam negeri.
Dalam proses integrasi ekonomi ini juga terdapat perdebatan, yaitu antara global dan
regionalisme, yaitu dengan agenda global yang ingin melakukan liberalisasi dalam perdagangan,
akan tetapi hal ini kontradiktif dengan diadakannya regionalisme, yang mana dalam regionalisme
diperbolehkan untuk tidak menerapkan non-discriminatory principle, yaitu larangan pembedaan
perdagangan terhadap negara lain oleh WTO, dan terdapat aspek complementary or competitive
antar blok perdagangan.
Week 9 “Political Aspect of Regionalism”
Aspek politik dari regionalisme terbagi menjadi 2, yaitu bottom-up dan top-down.
Bottom-up yaitu perubahan yang berada di level nasional atau bottom, mendorong perubahan
yang di atas. Hal ini bisa dilihat dari pembentukan institusi yang didasari
kesepakatan-kesepakatan di tingkat bawah, yang konsekuensinya adalah perubahan di atas, yang
mana ditunjukkan dengan adanya pemindahan fungsi ke institusi tersebut. Dampak dari sistem
bottom up ini adalah perubahan menjadi supranational dan intergovernmental institution. Lalu
yang kedua, yaitu top-down, dimana kepentingan di tingkat atas menekan ke bawah. Keputusan
yang berasal dari tingkat regional harus diikuti atau diterapkan oleh seluruh negara anggotanya.
Jadi yang terjadi adalah regional mempengaruhi domestik, dan hal ini merupakan proses adaptasi
negara untuk mengakomodir keputusan yang dibuat di tingkat regional. Dampak dari sistem
top-down ini berfokus kepada para negara anggota.
Berikutnya adalah multi level regionalism, yaitu tingkatan dalam regionalisme dimana
perubahan politik dapat diamati atau terlihat. Terdapat tiga tingkatan, yaitu tingkat regional
dimana yang berperan adalah supranational dan intergovernmental institution, lalu yang kedua
adalah tingkat nasional dengan yang berperan adalah pemerintah pusat, dan yang ketiga adalah
tingkat sub-nasional dengan yang berperan adalah pemerintah lokal/domestik (pemerintah
daerah), agar kebijakan dapat menyebar secara merata.
Berikutnya terdapat dimensi-dimensi perubahan domestik, yaitu merujuk kepada
pertanyaan ‘dimana perubahan itu terjadi’ atau aspek politik apa saja yang terpengaruh. Terbagi
menjadi tiga tempat yang dapat dipengaruhi, antara lain:
- Policy, Atau kebijakan yaitu perubahan pada produk dari hasil proses politik yaitu
perubahan dalam kebijakan domestik yang bisa mengakomodir kebijakan yang berasal
dari regional, kemudian proses perumusan kebijakan juga memperhitungkan faktor-faktor
dari eksternal.
- Polity, Yaitu perubahan struktur politik, lingkungan politik, dan relasi sosial ketika
bergabung dengan suatu regional. Selain itu harus mengadaptasi norma politik yang ada
juga seperti contohnya negara yang pada awalnya bersistem semi otoriter harus merubah
menjadi bersistem demokrasi.
- Politics, Yaitu perubahan proses politiknya atau pengadaptasian dari proses politik
termasuk perilaku dari aktor-aktor politik baik itu mendorong aktor untuk bertindak ke
arah sebaliknya. Jadi intinya adalah ada perubahan proses yang diadaptasi oleh
aktor-aktor politik dari negara tersebut.
Kemudian terdapat mekanisme dari perubahan domestik, atau lebih tepatnya
mempertanyakan bagaimana perubahan tersebut dapat terjadi. Yang mana perubahan terjadi
karena adanya ketidaksesuaian, atau ‘misfits’. Dimana ketika negara masuk ke dalam suatu
regionalisme, maka negara tersebut akan merasakan ‘misfits’. Misfits terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Institutional Misfits, Yaitu kondisi di mana institusi-institusi yang ia miliki saat ini belum
cocok dengan apa yang diminta oleh organisasi regionalnya. Contohnya negara yang
sebelumnya tidak memiliki institusi pers setelah bergabung ke dalam suatu regionalisme
berubah menjadi memiliki institusi persnya sendiri.
2. Policy Misfits, Yaitu ketidakcocokan kebijakan yang dimiliki oleh suatu negara dengan
yang diminta oleh organisasi regionalnya. Contohnya di dalam Uni Eropa terdapat
pembatasan inflasi maka negara-negara Uni Eropa yang sebelumnya tidak memiliki
kebijakan penekanan inflasi harus membuat kebijakan penekanan inflasi.
Terdapat tiga pendekatan yang dapat menjelaskan mengapa negara berubah ketika
memasuki suatu regionalisme. Antara lain:
1. Rationalist: Resource-Dependency Approaches, yaitu pendekatan yang berbasis analisis
faktor material, dan melihat Regionalisme sebagai proses redistribusi sumber daya baik
antara negara anggota atau di dalam negara anggota itu sendiri sehingga negara memiliki
anggapan bahwa ketika memasuki kelompok regionalisme negara tersebut akan
mendapat keuntungan dan dapat merubah gaya dari negara tersebut. sederhananya dapat
diibaratkan berharap terjadinya transfer resources. Dalam hal ini negara adalah aktor
rasional yang di mana kalau ia merubah institusi dan kebijakannya sesuai dengan
ketentuan dari organisasi regional ini maka resources yang ia miliki akan lebih
terdistribusi dengan rata atau menguntungkan bagi negara tersebut .
2. Constructivist: Sociological Institutionalism, yaitu pendekatan yang berbasis analisis
faktor ideasional. Dimana regionalisme adalah proses sosialisasi, sehingga ketika aktor
merubah perilakunya, baik itu menerima norma dan nilai yang baru, aktor tersebut akan
merasa lebih diterima di lingkungan tersebut. Berdasarkan pendekatan ini, yang ingin
dicapai bukanlah keuntungan melainkan aspek penerimaan oleh lingkungan, sebagai
bagian dari sosialisasi dengan lingkungan tersebut.
3. Path-Dependent: Institutional Adaptation, yaitu proses penganalisisan perubahan
berdasarkan aspek sejarah. Jadi perubahan yang terjadi pada negara tidak terjadi secara
simultan atau langsung, melainkan bertahap dengan melihat aspek dari dirinya yang lalu.
Sehingga, jika diartikan ke dalam aspek regionalisme, maka melihat perubahan tersebut
terjadi sedikit demi sedikit melakukan penyesuaian dengan institusi yang lama dan baru,
dengan perubahan pada bagian-bagian kecil terlebih dahulu. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa, perubahan yang terjadi ketika bergabung ke dalam regionalisme adalah bagian
dari sejarah, dan transformasi secara bertahap, dan penyesuaian antara nilai yang lama
dan baru.
Kemudian berikutnya terdapat hasil dari perubahan domestik, yaitu mempertanyakan
‘apa hasil dari perubahan tersebut’ yang terdapat 5 hasil setelah bergabung ke suatu integrasi
kawasan, atau regionalisme, antara lain:
1. Inertia, atau absence of change, Yaitu di mana ketika negara memasuki suatu
regionalisme tidak terdapat perubahan kepada negara tersebut atau tidak langsung
terdapat perubahan akan tetapi bukan berarti tidak terdapat perubahan sama sekali hanya
ada beberapa aspek politik yang tetap tidak akan berubah meskipun sudah memasuki
suatu integrasi kawasan.
2. Retrenchment, atau negative change, Yaitu berarti ketika suatu negara bergabung ke
dalam organisasi regional perubahan yang terjadi tidak sesuai dengan organisasi
regionalnya dan justru menjadi ke arah negatif misalnya Indonesia bergabung ke dalam
suatu blok perdagangan dengan China akan tetapi Indonesia justru menjadi kebanjiran
produk-produk dari China sehingga harus menciptakan kebijakan proteksionis bagi
produk-produk Indonesia.
3. Absorption, atau low change or merely adaptation, Artinya yang terjadi hanyalah sekedar
adaptasi tanpa ada perubahan yang signifikan kepada negara tersebut.
4. Accommodation, atau peripheral and modest change, Yaitu tingkatan perubahan yang
lebih tinggi dari absorpsi atau tingkat perubahan secara medium. Contohnya Indonesia
diminta untuk membuat institusi yang belum pernah ada sebelumnya, seperti badan
pengawas pemilu, dimana Indonesia mengadakan Pemilu tetapi sebelumnya tidak
terdapat badan pengawasnya, sehingga badan pengawas Pemilu dibuat agar Indonesia
menjadi lebih demokratis lagi. Jadi perubahannya tidak sekedar hanya menyerap apa
yang ada di kawasan saja tetapi juga melakukan hal yang tidak pernah dilakukan
sebelumnya oleh negara tersebut akan tetapi bukanlah suatu hal yang besar atau
signifikan hanya bersifat sebagai tambahan dan mengakomodir sedikit permintaan dari
organisasi regional agar bisa masuk ke dalam organisasi regional tersebut.
5. Transformation, Yaitu perubahan dengan derajat tertinggi dan memiliki dampak yang
besar kepada seluruh rakyatnya. Contohnya perubahan mata uang di dalam Uni Eropa
yang mana ini berdampak kepada kebijakan moneter di dalam negara tersebut yang juga
harus diikuti oleh seluruh pelaku ekonomi dalam negara tersebut termasuk
masyarakatnya.
Akan tetapi perubahan-perubahan yang disebutkan diatas belum tentu terjadi semuanya
ketika negara bergabung ke dalam organisasi regional, meskipun pasti tetap terdapat perubahan,
tapi bisa jadi hanya beberapa.
Berikutnya terdapat political effects of regionalism. Efek politik ini terbagi menjadi
konvergen atau divergen, dimana efek dalam hal ini adalah efek secara makro, dan
diklasifikasikan lagi ke dalam tiga tingkatan, antara lain:
1. Convergence, Yaitu dampak di mana negara-negara menjadi menyatu atau menjadi agak
mirip karena tergabung ke dalam suatu regionalisme.
2. No Convergence, Yaitu kondisi dimana tidak terdapat pertambahan kemiripan dalam
kebijakan atau politiknya. Contoh: ASEAN.
3. Clustered Convergence, Yaitu kondisi dimana akan terdapat negara-negara anggota yang
akan menjadi semakin mirip namun di lain sisi akan terdapat juga negara-negara yang
semakin terlihat berbeda.
Namun, pengklasifikasian dampak perubahan politik ini juga merupakan hal yang masih
dianggap rancu, dikarenakan terdapat pengaruh dari pergaulan global juga, yaitu globalisasi.
Sehingga perlu diamati secara berulang untuk mengetahui apakah ini dampak dari regionalisme
atau globalisasi.

Week 10 “Keamanan Regional”


Dalam dimensi keamanan regional terdapat dua definisi, yaitu loose definition, yaitu
berupa upaya kolaboratif yang tidak selalu berbentuk dalam kerjasama formal yang ditujukan
untuk menjaga atau mempromosikan perdamaian diantara anggotanya. Loose definition disebut
juga keamanan implisit yaitu keamanan untuk alasan kerjasama yang lain upaya keamanan
dalam hal ini tidak berada dalam klausul yang spesifik. Dan formal definition, Di mana
dimasukkan ketentuan-ketentuan khusus terkait keamanan dalam perjanjian kerjasamanya atau
terkait pertahanan keamanan dan kebijakan luar negerinya titik definisi ini melihat konteks
keamanan kawasan harus dalam bentuk yang formal dan lurus untuk keamanan saja.
Berikutnya terdapat sejarah dan perkembangan dari dimensi keamanan regionalisme,
dimulai dari Perang Dingin, Dimana negara dilihat sebagai aktor tunggal dan sistem yang
diterapkan adalah sistem self-help. dikarenakan struktur atau sistem internasional yang bersifat
Anarki,, maka terdapat dilema keamanan. Dengan menggunakan pendekatan tradisional terhadap
keamanan, yaitu artinya yang dianggap menjadi ancaman hanyalah hal-hal yang mengancam
keamanan negara seperti pada bagian perbatasan, ataupun berbentuk penyerangan saja. Sehingga
hasilnya adalah kerjasama dalam bentuk aliansi, dengan ciri perspektif realis yang berkuasa pada
masa ini.
Berlanjut kepada masa Pasca Perang Dingin, Pada masa ini terdapat kebutuhan untuk
saling bergantung satu sama lain dan kesadaran sendiri. sehingga muncullah pendekatan non
tradisional yang melihat ancaman-ancaman non tradisional juga dapat menjadi ancaman kepada
negara. Seperti health security, human security, kemiskinan, dan economic security.Maka pada
masa ini terdapat pergeseran pola kerjasama dari aliansi menjadi rezim keamanan atau komunitas
keamanan atau perjanjian keamanan. Sehingga memicu terjadinya interdependensi keamanan
lalu proliferasi aktor dan isu dalam keamanan.
Berikutnya terdapat perkembangan dalam keamanan kawasan, yang dibagi menjadi
empat gelombang mulai dari tahun 1944-sekarang. Antara lain:
1. First Wave (1944-1965), Dimana pada gelombang pertama ini mayoritas kerjasama
berbentuk aliansi dan negara-negara yang tergabung memiliki ideologi dan musuh yang
sama. contohnya NATO dan juga SEATO.
2. Second Wave (1966-1986), Dimana pada gelombang ini mayoritas kerjasama berbentuk
keamanan kolektif dan negara-negara yang tergabung juga memiliki ideologi yang
berbeda dan negara yang sebelumnya merupakan musuh pun mulai dilibatkan ke dalam
kerjasama.
3. Third Wave (Pasca Perang Dingin-Sekarang), dimana pada masa ini terdapat perluasan
dari pengaturan-pengaturan keamanan terdahulu selain itu juga memasukkan isu dimensi
yang baru ke dalam pengaturannya dengan setiap kawasan yang memiliki kekhawatiran
yang berbeda-beda.
Berikutnya terdapat aktivitas keamanan regional, yang terdapat 10 aktivitas, akan tetapi
belum tentu semuanya dilakukan, dikarenakan oleh fokus yang berbeda-beda dari
masing-masing kawasan. Aktivitas keamanan regional tersebut antara lain:
- Confidence Building Trust, yaitu upaya untuk menaikan kepercayaan antar negara
anggota, seperti latihan berperang dan semacamnya.
- Defence of Sovereignity dan Territorial Integrity
- Peacekeeping Operation, yaitu seperti penjagaan perbatasan dengan pasukan khusus.
- Peaceful Settlement of Disputes
- Foreign Policy Coordination
- Security Cooperation, seperti pembentukan polisi kawasan, yang juga diakomodir oleh
polisi masing-masing negara anggota.
- Resolution on Border Disputes
- Diarmament and Arms Control
- Combating terrorism, Drugs, and Weapon Trafficking, akan tetapi dalam upaya ini tidak
semua kawasan menerapkan perlawanan terhadap ketiganya, hanya salah satu atau dua,
yang disesuaikan dengan kebutuhan kawasan.
- Non-Proliferation
Berikutnya terdapat tata kelola keamanan regional dan global, yaitu terdapat
lapisan-lapisan lagi di dalamnya, dikarenakan tingkat kemampuan negara untuk mengatur
keamanan itu berbeda-beda. Sehingga terdapat tiga lapisan, yang pertama tingkat global
(multilateralisme) yang dilakukan dengan pendekatan global, seperti misalnya PBB; Kedua,
tingkat regionalisme dengan menggunakan organisasi regional sebagai jalur penyelesaian;
Ketiga, Unilateralisme, yaitu negara atau aktor itu sendiri yang menyelesaikan atau
menindaklanjuti. Dengan adanya lapisan-lapisan ini memberikan arti bahwa terdapatnya
pembagian tanggung jawab, wewenang dan kekuasaan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Akan tetapi, terdapat kasus dimana pihak yang terpilih ternyata tidak mampu
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Week 11 “Dimensi Sosial-Budaya dari Regionalisme”
Pada bahasan ini membicarakan bagaimana identitas membentuk suatu kawasan. Dalam
mendefinisikan identitas, terdapat dua teori yang dapat digunakan; Pertama, Mirror Theory, yaitu
identitas dibentuk berdasarkan bagaimana suatu negara melihat dirinya sendiri, dengan kata lain
yaitu refleksi internal, dan identitas kelompok dibentuk dengan berdasarkan melihat kesamaan
pada orang lain.; Kedua, Wall Theory, yaitu pembentukkan identitas dengan memberi batasan
atau pembeda dengan kelompok lain, termasuk juga dengan memberikan definisi kepada
kelompok lain.
Berikutnya terdapat multiple identities, yang dapat diklasifikasikan dengan:
1. Individual Identity, yaitu identitas diri sendiri seperti nama, nomor kependudukan, dsb.
2. Group Identity, yaitu identitas sebagai bagian dari kelompok apa, seperti misalnya
keluarga, atau lingkungan tempat tinggal.
3. Political Identity, yaitu berupa keberpihakan politik, seperti misalnya Golongan Putih,
atau berpihak pada suatu partai.
4. National Identity, yaitu berupa identitas bagian dari suatu bangsa.
Pembagian-pembagian identitas diatas dapat bertabrakan satu sama lain dikarenakan nilai
yang berbeda yang terdapat pada setiap identitas. Seperti misalnya dalam identitas politik
terdapat hal yang bertentangan identitas kelompok, seperti agama.
Berikutnya terdapat konstruksi dan rekonstruksi identitas, dimana terdapat identitas tidak
alami, akan tetapi dikonstruksi secara individu dan sosial. Beberapa identitas cenderung lebih
alami dibandingkan identitas yang lain hal ini dikarenakan terdapat perasaan lebih natural dan
juga melekat sejak dini yang sudah terbentuk dari sejak lama. Identitas nasional adalah hasil dari
peleburan identitas identitas lokal atau disebut juga sebagai identitas kolektif, dan biasanya
disebut sebagai hasil dari proyek pembangunan nasional pada masa lampau, seperti misalnya
dengan Pancasila, atau menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika upacara pada hari Senin.
Identitas nasional lebih mudah dibentuk karena terdapat elemen sejarah kultural dan juga politik
sehingga identitas nasional seringkali dianggap sebagai identitas yang natural.
Berlanjut kepada identitas regional, yang mana dalam kasus identitas regional lebih sulit
untuk dimunculkan, karena berarti mengupayakan identitas bersama dalam tingkat regional.
Terdapat hal-hal yang menjadi kendala, yaitu Adanya permasalahan stereotype baik di tingkat
nasional atau domestik maupun tingkat regional. kemudian terdapat beberapa upaya untuk
memunculkan identitas regional seperti Pan-Arabisme Pan-Afrikanisme Pan-Asianisme, akan
tetapi sulit dikarenakan ada aspek fisik yang tidak sesuai atau bertabrakan.
Dalam regionalisme sendiri identitas berperan sebagai Elemen pengikat atau istilah
bersama we feeling, kemudian juga berperan sebagai faktor ideasional dalam regionalisme
dikarenakan adanya perbedaan dalam geografis, lalu juga berperan sebagai alat pemersatu
berbagai elemen yaitu elemen nasional, dan juga regional digabungkan untuk menghilangkan
sekat-sekat seperti ekonomi dan menyatukan kawasan.
Akan tetapi terdapat tantangan terhadap pembentukan identitas regional, antara lain:
1. Westphalian Order, yang mengatur bahwa kedaulatan itu berada di tangan negara bukan
regional yang juga menentukan kewarganegaraan dan batas teritorial dari suatu negara.
2. Kurangnya elemen pengikat, yaitu seperti perihal sejarah dan nasib yang berbeda
kemudian tidak adanya proyek pembangunan identitas regional yang nyata, terintegrasi
dan juga terinstitusionalisasi, ditambah lagi dengan terdapatnya stereotyping.
3. Multiple Identities, Yaitu kondisi negara yang berada di tengah-tengah identitas antara
lokal nasional dan juga regional kemudian ditambah juga identitas global, lalu terdapat
juga tekanan dari atas atau dari global dan juga dari bawah atau dari nasional.

Referensi
Amir, F., Hakim, D. B., & Novianti, T. (2018). Dampak Diversifikasi Ekspor terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan

Pembangunan, 7(2), 118-139.

Balaam, D. N., & Veseth, M. (2001). Introduction to International Political Economy. Prentice

Hall.

Bondarenko, P. (n.d.). Beggar-thy-neighbor policy | Definition & Facts. Encyclopedia

Britannica. https://www.britannica.com/money/topic/beggar-thy-neighbor-policy

Hurrell, A., & Fawcett, L. L. (Eds.). (1995). Regionalism in World Politics: Regional

Organization and International Order. Oxford University Press.


Mansfield, E. D., & Milner, H. V. (1999). The New Wave of Regionalism. International

Organization, 53(3), 598-627.

Mbaye, A. C. (2021, March 20). La F/francophonie in Africa: history and current challenges.

AfricaMultiple.

https://www.africamultiple.uni-bayreuth.de/en/news/2021/2021-03-20_francophonie/inde

x.html

Anda mungkin juga menyukai