Anda di halaman 1dari 27

Pendekatan Developmentalisme

dalam Studi Perbandingan Sistem


Pemerintahan

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


UNIVERSITAS TERBUKA
PENGANTAR
 Pendekatan ini berkembang sebagai
konsekuensi dari perkembangan kajian Ilmu
Pemerintahan dalam memandang bekerjanya
negara
 Pendekatan developmentalisme berfokus pada
perkembangan negara, ditinjau dari berbagai
dimensi, seperti pertumbuhan ekonomi,
modernisasi, pembangunan politik, dll
PENDEKATAN
DEVELOPMENTALISME
 Pendekatan ini terutama berkembang selama
dekade 1960-an, ketika muncul negara-negara
berkembang (developing states/third world
nations)
 Berfokus pada isu-isu perubahan dan dekolonisasi
di negara-negara berkembang
 Pendekatan ini disebut juga dengan pendekatan
pembangunan politik (political development), yang
mengkaji dinamika politik di negara-negara
berkembang
Awal Kemunculan Pendekatan
Developmentalisme
1. Perkembangan studi PSP yang mulai menaruh perhatian pada
aspek-aspek informal, seperti sosialisasi politik, aktivitas
kelompok kepentingan, dan perumusan kebijakan. Dlm konteks
negara berkembang, isu-isu tsb menjadi relevan karena aspek
formal dari pemerintahan tidak bekerja dengan optimal. Bahkan,
bekerjanya negara dan pemerintahan lebih banyak didasari oleh
hal-hal yang bersifat patrimonial
2. Kemunculan banyak negara baru merdeka pada periode akhir
1940-an s.d. awal 1960-an terutama di kawasan Asia, Afrika, dan
Timur Tengah. Kemunculan negara-negara baru dengan konteks
historis, politik, ekonomi, dan budaya yang berbeda ini menambah
khazanah obyek perbandingan
3. Hubungan antara negara-negara baru dengan negara-negara
bekas penjajahnya menjadi bagian dari isu yang menarik
untuk dikaji karena hubungan ini tetap terpelihara dan
berpengaruh dalam periode pembangunan di negara-negara
berkembang
4. Berkembangnya studi-studi campuran seperti antropologi
politik, sosiologi politik, ekonomi politik yang menjadikan
negara-negara berkembang sangat relevan sebagai obyek
kajiannya terutama karena konteks di negara-negara
berkembang sangat berbeda dibandingkan di negara-negara
maju yang institusi dan praktik pemerintahannya sudah
mapan
5. Munculnya Perang Dingin antara AS (liberalis-kapitalis) dengan
US (komunis) menyebabkan Pemerintah AS mengeluarkan
kebijakan untuk merangkul negara-
negara berkembang sbg sekutunya. Apalagi sejak terjadinya
Revolusi Komunis di Cina (1940-an) dan invasi Korut ke Korsel
(1950-an), AS khawatir akan meluasnya paham
sosialisme/komunisme di negara-negara berkembang. Bila ini
terjadi, AS akan kehilangan akses terhadap sumber-sumber daya
alam di negara berkembang tsb. AS banyak menggunakan studi-
studi perbandingan pemerintahan untuk membangun wacana
tandingan dan model alternatif yang dapat melawan
berkembangnya paham sosialisme/komunisme tsb.
6. Munculnya banyak negara berkembang menarik minat riset dari
para ilmuwan untuk melakukan eksplorasi dan membangun teori-
teori baru atas dasar konteks negara-negara berkembang
TEORI-TEORI PEMBANGUNAN
Awalnya, pembangunan
di negara-negara di dunia
disebabkan oleh adanya
keunggulan komparatif
sehingga muncul
pembagian kerja secara
internasional
•Negara-negara utara 
industri
•Negara-negara selatan 
agraris
TEORI MODERNISASI
 Harrod-Domar
 Tabungan dan investasi  untuk maju, negara hrs punya modal

 Max Weber
 Etika Protestan  nilai (budaya) kerja keras tanpa pamrih utk sukses

 David McClelland
 Need for Achievement (motivasi)  dorongan berprestasi bukan
sekedar utk mencari imbalan materiil (psikologi individu)
 Rostow
 Lima tahap pembangunan  pembangunan sebagai proses perubahan
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat maju
 Masyarakat tradisional  prakondisi lepas landas  lepas landas 
kedewasaan  konsumsi massa tinggi
 Hoselitz
 Faktor non ekonomi  pembangunan memerlukan dukungan dari
faktor kondisi lingkungan yang meliputi:

 Pengembangan modal dan perbankan


 Tenaga ahli dan trampil

 Perubahan kelembagaan politik dan sosial di bidang hukum,

pendidikan, keluarga dan motivasi (insentif dan disinsentif)


 Inkeles dan Smith
 Manusia modern  lingkungan pekerjaan dalam lembaga-lembaga
modern (pekerjaan formal) merupakan cara untuk membentuk
manusia modern yang bisa membangun
 Ciri-ciri teori modernisasi:
 Dikotomi tradisional vs modern

 Faktor non material penyebab kemiskinan

 Ahistoris dan universal

 Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh faktor internal


KETERGANTUNGAN
 Perspektif ketergantungan mengasumsikan bahwa
perkembangan suatu unit nasional atau regional hanya
dapat dipahami dalam hubungannya dengan
perkembangan sejarahnya menurut sistem politik
ekonomi dunia yang muncul dengan gelombang
penjajahan Eropa.
 Pada awalnya ketergantungan adalah sebuah konsep yang
digunakan dalam analisis perbandingan negara-negara
dunia ketiga di Asia, Afrika dan Amerika Latin selama
tahun 1960-an dan kemudian sering dipakai dalam
beberapa tulisan tentang Asia dan Afrika
 Ketergantungan adalah suatu situasi yang beberapa
negara tertentu yang ekonominya terkondisi oleh
perkembangan dan ekspansi negara lain yang
menempatkan negara-negara yang bergantung ini
dalam posisi terbelakang dan dieksploitasi oleh negara-
negara yang dominan
 Dos Santos, (seorang ilmuwan sosial Brasil) bahwa
dengan ketergantungan kita mengartikan sebuah situasi
dimana ekonomi negara-negara tertentu terkondisikan
oleh perkembangan dan ekspansi ekonomi yang
menjadi tempat bergantung negara-negara lain.
 Mereka yang menerapkan ketergantungan dalam analisis
pembangunan dan keterbelakagan sering kali berfokus
pada masalah penetrasi asing ke dalam ekonomi politik
dunia ketiga. Pengaruh-pengaruh politik dan ekonomi
luar ikut menentukan pembangunan lokal dan
memperkuat kelas penguasa dengan tanggungan kelas-
kelas marjinal.
 Faktor-faktor asing tidak hanya dilihat sebagai hal-hal
eksternal melainkan intrinsik pada sistem, dengan
bermacam-macam akibat politik, keuangan, ekonomi,
teknis dan budaya yang terkandung, tersembunyi dan
terselubung di dalam negara terbelakang
PERIODISASI
KETERGANTUNGAN:

1. Periode kolonial “merkantilis” (1500-1750);


Ketergantungan kolonial merkantilis
mencirikan hubungan-hubungan antara Negara-
negara Eropa dengan koloni-koloninya dimana
monopoli perdagangan dilengkapi oleh
monopoli tanah, pertambangan, dan tenaga
kerja di negara-negara koloni
2. Periodepertumbuhan keluar yang tergantung
pada barang ekspor primer (1750-1914) –
Ketergantungan Industri-Keuangan ;
ketergantungan industri-keuangan mewujudkan
dirinya dipenghujung abad kesembilanbelas
dengan, di satu sisi, satu dominasi modal oleh
pusat-pusat hegemoni dan di sisi lain, investasi
modal di koloni-koloni batas luar untuk
memperoleh bahan-bahan mentah dan produk-
produk pertanian yang pada gilirannya akan
dikonsumsi oleh pusat.
3. Periode Krisis “model liberal” ((1914-1950):
dimana kelompok kelas menengah dan kelas buruh
bersatu mendukung kebijakan pembangunan
negara, yang pada akhirnya menguatkan borjuis
kota. Selama periode krisis kelompok-kelompok
yang mendasarkan diri pada pertanian dan yang
sebagian besar tidak mengekspor tetap berkuasa,
yang dalam hal tertentu meminta pemerintahan
militer dan melestarikan sistem politik yang
mencirikan periode yang berorientasi pada ekspor
(ekspor-oriented period).
4. Periode Kapitalisme transisional (saat ini):
Periodisasi di dalam perspektif ketergantungan
menunjukkan bahwa dimensi waktu merupakan
aspek yang penting sekali dari suatu model yang
pada dasarnya historis. Suatu masyarakat tertentu
tidak dapat diasumsikan mengikuti/mengulangi
evaluasi perkembangan masyarakat lainnya
karena transformasi sistem ekonomi yang saling
berkaitan dapat mengubah suatu pilihan tertentu.
TEORI KETERGANTUNGAN
 Raul Prebisch
 Industri substitusi impor

 Paul Baran

 Kretinisme

 Andre Gunder Frank

 Pembangunan keterbelakangan

 Dos Santos

 Industrialisasi di negara pinggiran


Kritik terhadap Pendekatan
Developmentalisme
 Pembangunan di negara-negara berkembang tidak melalui rute/fase
yang sama seperti di negara-negara maju, sehingga tidak tepat
menggunakan teori-teori pembangunan ala Barat untuk
membandingkan kondisi di negara berkembang
 Pendekatan yang digunakan AS dan negara-negara maju lainnya
dalam memfasilitasi pembangunan di negara-negara berkembang
ternyata mengarah pada kehancuran, bukan pada kesejahteraan
 Modernisasi dan perubahan sosial yang terjadi akibat dari
pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang tidak diimbangi
dengan pertumbuhan dalam institusi politik, sehingga sering mengarah
pada kekacauan. Karenanya, Huntington menyarankan perlunya
penciptaan tertib sosial melalui penguatan institusi tentara, birokrasi,
dan parpol untuk merespon perubahan.
Lanjutan
 Konteks internasional di akhir abad ke-20 sangat berbeda dengan awal
praktik pembangunan di negara-negara maju pada awal abad ke-20.
Pada masa sekarang, negara-negara berkembang menghadapi berbagai
pengaruh global, seperti liberalisasi perdagangan akibat naiknya harga
minyak, kemunculan korporasi multinasional, dan saling
ketergantungan dengan negara-negara lain dalam perdagangan
internasional. Kondisi ini menyebabkan otonomi negara berkembang
menjadi sangat rentan
 Di negara maju, industrialisasi menyebabkan mobilitas sosial dari
pinggiran ke kota untuk bekerja, sebaliknya di negara berkembang,
urbanisasi akibat dari industrialisasi menyebabkan pengangguran.
Perubahan sosial dari feodalisme ke kapitalisme juga tidak berlangsung
mulus di negara berkembang karena tumpang tindih dengan
kemunculan sosialisme dll
Lanjutan
 Pendekatan developmentalisme mengabaikan peran institusi tradisional,
seperti keluarga, religi, suku, kasta, dan klan. Padahal, di negara
berkembang, institusi-institusi ini berperan penting sebagai sumber nilai
dan kebanggaan (identitas) yang menentukan keberhasilan pembangunan.
Karena dorongan modernisasi, yang terjadi adalah alih rupa institusi
tradisional ke dalam organisasi modern seperti kelompok kepentingan
atau parpol, tetapi relasi sosialnya tetap berlangsung atas dasar nilai-nilai
tradisional.
 Pendekatan developmentalisme memunculkan ekspektasi yang keliru
bahwa proses pembangunan berlangsung secara damai dan penuh
kebahagiaan, padahal di negara-negara berkembang, pembangunan
seringkali berlangsung memakan korban, memunculkan konflik,
kekerasan, dan kudeta.
 Metodologi perbandingan yang digunakan oleh pendekatan
developmentalisme tidak dapat digunakan untuk menyamaratakan semua
negara
KETERBELAKANGAN
 Andre Gunder Frank, mengajukan sejumlah
dalil
Pertama, bahwa keterbelakangan bukanlah bersifat
asli atau tradisional. Negara-negara yang
sekarang ini maju mungkin pernah tak
terbangun, namun tidak terbelakang.
Keterbelakangan kontemporer merupakan
konsekuensi hubungan-hubungan antara negara-
negara metropolitan yang sekarang ini maju
dengan negara-negara satelit terbelakang, sebuah
pencerminan perkembangan sistem kapitalis
pada skala dunia.
Kedua, pandangan dualisme masyarakat-
yang satu modern, kapitalis, dan maju
sedangkan yang lain terisolasi, feodal atau
prakapitalis, dan terbelakang adalah keliru
karena keterbelakangan wilayah-wilayah
miskin adalah produk proses historis
perkembangan kapitalis yang sama, yang
membentuk pembangunan wilayah-
wilayah progresif.
 Ketiga, hubungan-hubungan metropole-satelit
dikemukakan pada tingkat internasional
maupun dalam kehidupan-kehidupan ekonomi,
politik, dan sosial di koloni-koloni dan negara-
negara neo-kolonial. Serangkaian metropole
dan satelit menghubungkan seluruh bagian-
bagian sistem dunia dari pusat metropolitan di
Eropa atau Amerika serikat ke batas luar
berupa negara-negara miskin.
Keempat, saat-saat perang dan depresi
memungkinkan terjadinya beberapa perkembangan
kapitalis otonom di satelit-satelit, namun dalam
sistem kapitalis seperti sekarang, perkembangan
semacam ini ditakdirkan menghasilkan
keterbelakangan.
Kelima, daerah-daerah paling terbelakang adalah
mereka yang dimasa lalu memiliki ikatan paling
erat dengan metropole. Mereka tadinya merupakan
para pengekspor terbesar produk-produk primer
dan sumber utama modal, yang ditinggalkan begitu
bisnis menurun.
 Negara-negara terbelakang merupakan produk
eksploitasi kapitalis, imperialis, dan kolonialis;
mereka terbelakang dan bukannya berkembang,
dikarenakan tidak dapat lepas dari kondisi-kondisi
yang menyedihkan
 Negara-negara terbelakang jangan dirancukan
dengan negara-negara maju pada tahap-tahap
pembangunan mereka yang lebih awal, karena
negara-negara terbelakang dicirikan oleh
ketidakseimbangan distribusi produksi yang
ekstrim, yang utamanya melayani kebutuhan
pusat yang dominan.
 Di batas luar, keterbelakangan ditonjolkan dan
pertumbuhan dihalangi, menjadikan pembangunan
otonomi tidak memungkinkan. Di batas tepi,
kapitalisme nasional mungkin dibatasi oleh kegiatan-
kegiatan negara.
 Dominasi modal pusat atas sistem secara utuh, dan
mekanisme-mekanisme vital akumulasi primitif demi
keuntungannya sendiri yang mengekspresikan dominasi
ini, mewajibkan pembangunan kapitalisme nasional
batas luar harus dibatasi secara ketat, yang pada
akhirnya akan bergantung pada hubungan-hubungan
politik.
Referensi
 Apter. Pengantar Analisis Politik. Jakarta: LP3ES.
 Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan
dan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist
Press.
 Hettne, Björn. 1990. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
 Wiarda, Howard J. dan Esther M. Skelley. 2007.
Comparative Politics: Approaches and Issues. UK:
Rowman dan Littlefield Publishers Inc.

Anda mungkin juga menyukai