Anda di halaman 1dari 12

1. Jelaskan peranan administras publik dalam era globalisasi.

Berikan contoh nyata


dalam kehidupan bernegara.

Globalisasi secara umum menurut George Ritzer adalah, “suatu proses penyebaran
kebiasaan-kebiasaan yang mendunia, ekspansi hubungan yang melintasi benua, organisasi dari
kehidupan sosial pada skala global, dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersama”
(George Ritzer: 2020). Sementara menurut Anthony Giddens, “globalisasi merupakan
intensifikasi relasi sedunia yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian
rupa sehingga sejumlah peristiwa sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil-
mil dan begitu pula sebaliknya”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa globalisasi merupakan
terintegrasinya segala aspek kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, informasi, sistem politik
sampai aspek budaya.

Arus globalisasi telah merambah keseluruh dunia dan mempengaruhi kehidupan dan
peradaban di berbagai belahan penjuru dunia tampa kompromi, hampir semua aspek kehidupan
terpengaruh olehnya mulai dari perkotaan sampai kepelosok-pelosok daerah pedesaan. Bumi
yang kita diami ini seakan-akan seperti daerah global yang saling terkoneksi dengan cepatnya
antara satu dengan yang lainnya. Keunggulan dan kecanggihan teknologi, membuat globalisasi
cepat terkoneksi dan membanjiri segenap penjuru dunia dengan arus informasi yang begitu cepat
dan mudah diakses oleh setiap manusia. Secara ekonomi, politik dan budaya, dunia seakan-
Eksistensi Administrasi Publik Pada Arus Globalisasi akan tanpa sekat teritorial negara karena
semuanya seakan menjadi satu dalam sebuah dunia global.

Globalisasi secara masif diberlakukan diseluruh dunia sejak tahun 1980 seiring dengan kian
dominannya Blok Barat yang dikomandoi oleh Amerika Serikat dalam percaturan dunia setelah
kolapsnya Uni Sovyet dengan Blok Timurnya. Sebagai sebuah sistem, globalisasi tentu
memunculkan dampaknya terhadap masyarakat dunia. Pada saat suatu negara mampu
menangkap berbagai peluang dalam mengembangkan negaranya maka pada satu sisi tersebut
tentu memberikan ruang globalisasi berdampak positif bagi upaya pemerintahnya memperbaiki
perekonomiannya dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya tentu akan memperoleh
standar hidup yang lebih layak. Hal ini karena globalisasi menyediakan arena berkompetisi yang
sama bagi setiap negara untuk memanfaatkan peluang yang disediakan. Fenomena kesuksesan
Tiongkok dan India menjadi contoh fenomena tersebut, yaitu kedua negara tersebut mampu
memanfaatkan kesempatankesempatan yang disediakan globalisasi yang membuat
perekonomiannya mengalami peningkatan, bahkan kemudian menjadi dua kekuatan baru
ekonomi dunia yang layak dikemukakan sebagai perbandingan dan contoh untuk negara lainnya.

Sebaliknya, globalisasi ternyata juga memunculkan berbagai efek negatif di seluruh


penjuru dunia. Menurut Petras and Veltmeyer, globalisasi hanya dinikmati oleh negara-negara
maju, sementara negara-negara Dunia Ketiga hanya berperan sebagai penonton, bahkan menjadi
konsumen dan korban dari beragam ekses negatif yang ditimbulkannya. Menurut Shiva,
globalisasi juga memarginalisasi petani yang ada di negaranegara Dunia Ketiga karena berbagai
aturan perdagangan global membuat mereka semakin terpinggirkan, bahkan tercerabut dari
sistem, profesional dan cara hidup yang selama ini dilakoninya. Kekurangan pendanaan,
terbatasnya infrastruktur, dan terbatasnya kesiapan sumber daya manusia yang ada menjadi
kendala dan penghambat pergerakan penyerapan efek Administrasi Publik pada Era Globalisasi |
27 positif globalisasi pada negara berkembang dan negara dunia ketiga lainnya. Lebih jauh juga
diklaim oleh Tauli-Corpuz, globalisasi justru mengikis sistem ekonomi dan kebudayaan lokal
yang ada di negara-negara Dunia Ketiga karena proyek-proyek yang dibiayai oleh badan kapital
(IMF) lebih banyak dilaksanakan didaerah-daerah tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu dengan
penduduk lokal. Hirst and Thomson juga mengatakan bahwa globalisasi yang diklaim sebagai
sarana menuju kesejahteraan masyarakat dunia ini tidak lebih hanya sebuah mitos. Karenanya,
Hirst and Thomspon mengajukan lima argumen untuk mendasari kesimpulannya tersebut.

Pertama, keterbukaan ekonomi internasional yang dijadikan jurus jitu para pendukung
globalisasi untuk menarik simpati dunia sesungguhnya tidak lebih terbuka dibandingkan tahun
1870 sampai 1914.

Kedua, eksistensi perusahaan transnasional murni sebagai salah satu agen globalisasi sulit
ditemukan karena meskipun berbasis nasional, tetapi pemasarannya menjangkau lintas negara
dan internasional untuk memperkuat aset nasional, produksi dan penjualannya.

Ketiga, mobilitas modal yang diklaim para pendukung globalisasi akan mengalir deras ke
Dunia Ketiga tidak sepenuhnya menjadi kenyataan karena lebih terkonsentrasi di negara-Negara
Maju, sementara Dunia Ketiga tetap berada pada posisi terpinggirkan. Keempat, tujuan akan
terciptanya ekonomi sebagaimana yang diklaim para pendukung globalisasi sesungguhnya tidak
benar-benar terjadi karena arus perdagangan, investasi dan keuangan global lebih banyak
berkonsentrasi di Tri Tunggal Eropa (Inggris, Perancis dan Jerman), Jepang dan Amerika Utara,
termasuk juga Tiongkok dan India.

Terakhir, oleh karena tidak merata diseluruh dunia, maka Inggris, Perancis, Jerman,
Jepang, Amerika Serikat dan Eksistensi Administrasi Publik Pada Arus Globalisasi Kanada
mengendalikan setiap aspek ekonomi dunia sejalan dengan tujuannya.

Sejalan dengan Hirst and Thomspon, Tandon mengajukan fakta terkait tidak globalnya
perekonomian dunia karena hanya dikuasai dan didominasi oleh tiga kekuatan dunia. Ketiga
kekuatan utama dunia yang dinamai sebagai Triad tersebut adalah Amerika Utara, Eropa Barat
dan Asia Timur menguasai sumberdaya yang dimiliki kawasan yang dihegemoninya
(hinterland).

Menurut Samir Amin, globalisasi adalah metamorphosis dari penjajahan ketiga yang
dilakukan Barat terhadap Dunia Ketiga, setelah sebelumnya mempraktikkan merkantilisme dan
imperialisme. Seiring dengan runtuhnya Uni Sovyet, maka pola imperialisme dalam format
globalisasi yang dilakukan untuk memperkuat Trio Pusat (Amerika Serikat, Eropa Barat dan
Jepang) mendapatkan dukungan dari beberapa kekuatan, yaitu wewenang untuk campur tangan
dalam urusan dalam negeri negara lain yang diperkuat oleh demokrasi, hak rakyat dan
kemanusiaan. Hal ini semakin diperkuat dengan strategi unjuk kekuatan militer Barat di berbagai
negara yang berafiliasi dengannya untuk memastikan hegemoninya tetap kuat. Chakrabarty
mengatakan bahwa globalisasi tidak lain merupakan manifestasi dari ambisi Eropa membangun
kembali hegemoninya menggunakan serangkaian praktik imperialisme sejarah di negara-negara
Dunia Ketiga.

Demikian sederet dampak dan pandangan positif dan negatif dari pemberlakukan
globalisasi diseluruh dunia yang ditengarai oleh banyak kalangan. Di samping beberapa dampak
diatas, globalisasi juga memunculkan perdebatan di kalangan ahli mengenai peran negara atau
pemerintah dalam pembangunan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa globalisasi
telah membuat bumi ini seakan seperti sebuah desa yang tidak disekat oleh batas-batas teritorial
negara.
Peranan administrasi publik dalam era globalisasi sangat penting karena globalisasi
membawa dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan bernegara, termasuk
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Di bawah ini adalah beberapa peranan administrasi
publik dalam era globalisasi beserta contoh nyata:

1. Penyediaan Pelayanan Publik yang Efisien: Administrasi publik harus mampu menyediakan
pelayanan publik secara efisien untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan masyarakat dalam
konteks globalisasi. Contohnya, pemerintah yang menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) untuk mempercepat proses pelayanan publik seperti perizinan usaha,
pembayaran pajak, atau layanan kesehatan.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia yang Multikultural: Administrasi publik harus mampu
mengelola sumber daya manusia yang beragam budaya dan latar belakang dalam era
globalisasi. Misalnya, pemerintah yang menerapkan program pelatihan lintas budaya untuk
meningkatkan pemahaman antarbudaya di antara pegawai negeri.
3. Pengembangan Kebijakan yang Responsif terhadap Perubahan Global: Administrasi publik
perlu mengembangkan kebijakan yang responsif terhadap perubahan global, termasuk
kebijakan perdagangan, investasi, dan lingkungan. Sebagai contoh, pemerintah yang
merespons isu-isu lingkungan global dengan merancang kebijakan energi terbarukan dan
pengelolaan limbah.
4. Partisipasi dalam Forum Internasional: Administrasi publik harus aktif berpartisipasi dalam
forum internasional untuk memperjuangkan kepentingan negara dan membangun kerja sama
lintas negara. Contoh nyata adalah partisipasi negara dalam perundingan perdagangan
internasional seperti Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) atau Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO).
5. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia: Administrasi publik bertanggung
jawab untuk menegakkan hukum dan melindungi hak asasi manusia dalam konteks
globalisasi. Misalnya, pemerintah yang bekerja sama dengan organisasi internasional untuk
memerangi perdagangan manusia atau kejahatan lintas negara lainnya. Dalam semua contoh
diatas, administrasi publik berperan sebagai pengelola dan fasilitator untuk menjaga
keseimbangan antara kepentingan domestik dan dinamika global yang terus berubah.
SUMBER REFERENSI :

Andi Cudai Nur.dkk. (2022). Eksistensi Administrasi Publik Pada Arus Globalisasi. Badan
Penerbit UNM.

Frederickson, H. George. 1997. The Spirit of Public Administration. California: Jossey-Bass Inc.
2. Analisislah relevansi dikotomi politik-administrasi dalam kerangka
penyelenggaraan pemerintahan, termasuk ditingkat daerah.

Masa Awal Ilmu Administrasi Negara Secara luas, Woodrow Wilson meletakkan landasan
bagi permulaan studi Administrasi Negara dalam karangannya yang berjudul The Study of
Administration yang dimuat dalam Political Science Quarterly pada 1887. Dalam studinya,
Wilson melihat bahwa "lebih sukar menjalankan suatu konstitusi daripada menyusunnya", dan
mengajukan usul agar lebih banyak pikiran intelektual dalam mengemban manajemen negara.
Artikel Wilson itu telah menimbulkan berbagai penafsiran dari para sarjana sesudahnya.
Beberapa sarjana berpendapat bahwa Wilson yang mula-mula mengajukan "dikotomi
politik/administrasi" pembedaan yang naif antara aktivitas politik dan administrasi dalam
organisasi kemasyarakatan akan membingungkan bidang ini pada tahun-tahun mendatang.
Sarjana lain memberikan tanggapan, bahwa Wilson adalah seorang yang sadar sepenuhnya
bahwa administrasi negara pada dasarnya sedikit-banyak bersifat politis sebagaimana diuraikan
secara jelas dalam artikelnya. Dalam kenyataannya, Wilson terlihat bersikap mendua tentang apa
sebenarnya administrasi negara. Sebagaimana disimpulkan Richard J. Stillman dalam
tinjauannya yang cermat dan tepat atas artikel Wilson.

Menurutnya, Wilson gagal menjelaskan apa sebenarnya yang menjadi kajian administrasi,
bagaimana seharusnya hubungan antara bidang administrasi dan politik, dan apakah kajian
administrasi akan menjadi ilmu yang abstrak sama seperti ilmu-ilmu alam. Meskipun demikian,
tidak dapat disangkal bahwa Wilson telah menempatkan tesis yang jelas dalam artikelnya, yang
berpengaruh kuat dan sulit dihapus bahwa administrasi negara perlu untuk dipelajari. Para ahli
ilmu politik akhirnya menciptakan paradigma pertama yang menjadi ciri administrasi negara,
yang mendekati apa yang dikemukakan Wilson.

Dikotomi Politik/Administrasi (1900-1926)

Waktu yang kami gunakan untuk menandai periode Paradigma I adalah dipublikasikannya
buku yang ditulis oleh Frank J. Goodnow dan Leonard D. White. Saat itu, seperti tahun-tahun
yang digunakan Drs. Muhammad, M.Si untuk menandai periode selanjutnya dari bidang, ini,
hanya merupakan indikator yang kasar. Dalam buku Politics and Administration (1900),
Goodnow berpendapat bahwa ada dua fungsi yang berbeda dari pernerintah, seperti tertulis
d,ilmu judul bukunya. "Politik", menurut Goodnow, harus berhubungan dengan kebijaksanaan
atau berbagai masalah yang berhubungan dengan tujuan negara. Adapun "administrasi" harus
berkaitan dengan pelaksanaan kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian, yang menjadi dasar
pembeda adalah pemisahan kekuasaan. Lembaga legislatif, kemampuan interpretasinya dibantu
oleh lembaga yudikatif dalam mengekspresikan tujuan negara dan membuat kebijaksanaan,
sedangkan badan eksekutif melaksanakan kebijaksanaa secara politis dan tidak memihak.

Penekanan Paradigma I adalah pada lokus (tempat) administrasi negara seharusnya berada.
Tegasnya, Goodnow dan para pengikutnya berpendapat administrasi negara seharusnya
menfokuskan diri pada birokrasi pemerintahan. Adapun lembaga legislatif dan yudikatif jelas
mempunyai kuanta "administrasi". Fungsi dan tanggung jawab utamanya menetapkan
pelaksanaan tujuan negara. Legitimasi konseptual awal dari batasan locus-center bidang ini, dan
kemudian menjadi masalah bagi kalangan akademisi dan praktisi dikenal sebagai dikotomi
politik/administrasi.

Ungkapan yang menggambarkan perbedaan antara politik dan administrasi adalah “tidak
ada cara bagi anggota partai Republik untuk membangun jalan”. Penyebabnya adalah, hanya
akan ada satu cara "yang sah" mengembangkan tarmac, yaitu dengan pengaturan rencana secara
administratif. Meskipun demikian, ada yang diabaikan dalam pernyataan tersebut, bahwa
sesungguhnya ada cara bagi seorang anggota partai Republik untuk menentukan apakah suatu
jalan perlu dibangun untuk membeli tanah, memindahkan tempat tinggal orang-orang yang
terkena penggusuran jalan, dan paling jelas ada cara bagi seorang anggota partai Republik untuk
membuat kontrak bagi pembuatan jalan. Demikian juga, seorang anggota partai Demokrat,
Sosialis, Liberal. Bahkan, seorang Anarkis pun mempunyai cara untuk membuat keputusan
administratif. Dalam meninjau kembali dikotomi politik/administrasi, Goodnow dan pengikutnya
memang paling naif. Akan tetapi, hal itu akan herlalu sebelum diterapkan sepenuhnya di dalam
tingkat administrasi negara.

Administrasi negara mendapat perhatian serius dari para sarjana selama periode ini sebagai
akibat dari "gerakan pegawai negeri" yang terjadi di universitas-universitas di Amerika pada
awal abad ini. Ilmu politik, sebagaimana laporan yang diterbitkan oleh Komisi Pengajaran
Pegawai Pemerintah pada Asosiasi Ilmu Politik, memerhatikan latihan bagi persiapan warga
negara yang profesional seperti dalam hukum dan jurnalisme, melatih tenaga-tenaga ahli dan
mempersiapkan tenaga-tenaga spesialis untuk posisi/jabatan pemerintahan, serta pendidikan bagi
pekerjaan penelitian. Dengan demikian, administrasi negara jelas merupakan bagian dari ilmu
politik. Pada 1912, sebuah komite mengenai latihan bagi pegawai pemerintah ditetapkan di
bawah naungan Asosiasi Ilmu Politik Amerika, dan pada 1914, usulannya dengan tinjauan ke
masa depan yang luar biasa, yaitu diperlukan "sekolah keahlian" untuk mendidik para pegawai
administrasi negara dan diperlukan juga tingkatantingkatan teknis untuk keperluan itu. Komite
ini mendirikan pusat Lembaga Pengembangan Latihan bagi Pegawai Pemerintah, pada 1914
pelopor Perhimpunan Amerika bagi Administrasi Negara yang dibentuk pada 1939.

Administrasi negara mendapatkan pengakuan akademis pada 1920-an, dimulai dari


penerbitan buku Leonard D. White, Introduction to the Study of Public Administration pada
1926, buku pelajaran pertama yang membahas secara menyeluruh bidang ini. Sebagaimana
ditunjukkan oleh Dwight Waldo, buku White, merupakan ciri pokok kemajuan Amerika, dan
karakter pokok tersebut mencerminkan kepercayaan masyarakat pada bidang ini, politik tidak
tercampur dengan administrasi; manajemen dapat menjadi bidang studi tersendiri; administrasi
negara dapat menjadi ilmu yang "bebas nilai"; periode ketika misi administrasi adalah ekonomi
dan efisiensi.

Hasil paradigma I memperkuat pemikiran dikotomi politik/ administrasi yang berbeda,


menghubungkannya dengan dikotomi nilai/fakta yang berhubungan. Dengan demikian, segala
sesuatu yang diteliti/dipelajari dengan cermat oleh para ahli administrasi negara dalam lembaga
eksekutif akan memberi warna dan legitimasi keilmiahan dan kefaktualan administrasi negara,
sedangkan studi Drs. Muhammad, M.Si pembuatan kebijakan publik menjadi kajian para ahli
ilmu politik. Gambaran wilayah kajian antara ahli ilmu administrasi negara dengan ahli ilmu
politik selama tahap pengorganisasian lokus dapat dilihat pada universitas-universitas. Para ahli
ilmu administrasi memberi kuliah teori organisasi, anggaran belanja (budgeting), kepegawaian;
sedangkan ahli ilmu politik memberi mata kuliah seperti pemerintahan, perilaku lembaga
yudikatif, lembaga kepresidenan, politik negara dan politik lokal. Demikian juga, bidangbidang
yang non-Amerika, seperti perbandingan politik dan hubungan internasional. Implikasi yang
tidak kalah pentingnya dari tahap pemusatan lokus adalah tertutupnya administrasi negara dari
bidang-bidang lainnya seperti administrasi niaga, yang mempunyai konsekuensi yang patut
disayangkan pada saat bidang ini mencapai keberhasilan dalam usaha mencari wujud organisasi.
Terakhir, karena penekanan Administrasi negara pada "administrasi" dan "fakta", dan
sumbangan yang besar para ahli administrasi negara terhadap lahirnya bidang teori administrasi,
diletakkanlah dasar bagi penemuan selanjutnya prinsip-prinsip keilmiahan tertentu dari
administrasi.

Dikotomi politik-administrasi adalah konsep yang memisahkan antara dimensi


politik dan dimensi administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Analisis relevansi
konsep ini dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di tingkat daerah,
dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Fokus pada Tugas dan Tanggung Jawab yang Berbeda: Konsep dikotomi politik-
administrasi memungkinkan pemisahan antara peran politik yang berhubungan dengan
pembuatan kebijakan dan peran administratif yang berkaitan dengan pelaksanaan
kebijakan. Di tingkat pusat, ini berarti adanya pembagian tugas dan tanggung jawab antara
lembaga legislatif (politik) dan lembaga eksekutif (administratif). Di tingkat daerah,
pemisahan ini terjadi antara pemerintah daerah (politik) dan aparat birokrasi (administratif).
2. Mencegah Politisasi Aparatur Pemerintah: Dikotomi politik-administrasi membantu
mencegah politisasi aparat pemerintah. Dengan memisahkan antara urusan politik dan
administratif, aparat birokrasi diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara netral dan
profesional tanpa adanya intervensi politik yang berlebihan. Hal ini penting untuk menjaga
independensi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah, terutama di tingkat daerah di
mana kepentingan politik seringkali lebih terasa.
3. Pengambilan Keputusan yang Lebih Rasional: Dengan memisahkan antara aspek politik
dan administratif, proses pengambilan keputusan dapat menjadi lebih rasional. Keputusan
politik didasarkan pada pertimbangan ideologi, kepentingan politik, dan aspirasi
masyarakat, sementara keputusan administratif lebih didasarkan pada pertimbangan
efisiensi, efektivitas, dan kepatuhan terhadap regulasi. Di tingkat daerah, ini berarti bahwa
kebijakan dan program yang diimplementasikan harus sesuai dengan hukum dan kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, tanpa campur tangan politik yang berlebihan.
4. Kolaborasi yang Efektif antara Politik dan Administrasi: Meskipun terjadi pemisahan
antara politik dan administrasi, kolaborasi yang efektif antara kedua dimensi tersebut tetap
diperlukan. Politisi perlu memahami keterbatasan administratif dan memperhitungkan
implementasi kebijakan dalam pembuatan keputusan politik. Di sisi lain, aparat birokrasi
perlu memberikan masukan yang relevan dan mendukung implementasi kebijakan yang
telah ditetapkan oleh pihak politik.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, terutama ditingkat daerah, relevansi


dikotomi politik-administrasi adalah untuk memastikan bahwa kebijakan dan program
pemerintah dapat diimplementasikan dengan efisien, efektif, dan sesuai dengan aturan yang
berlaku, sambil menjaga independensi dan profesionalisme aparat pemerintah.

Sumber Referensi :

Muhammad., dkk. (2019).Pengantar Ilmu Administrasi Negara. UNIMAL Press.

Waldo, Dwight, 1996, Pengantar Studi Public Administration, Bumi Aksara, Jakarta.
3. Mengapa koordinasi menjadi penting dalam administrasi publik? Berikan contoh
konkret bagaimana implementasi fungsi koordinasi dapat membantu dalam
menghindari tumpang tindih atau ketidakseimbangan dalam aktivitas pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai