Anda di halaman 1dari 13

Ketahanan Nasional Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi

PENDAHULUAN
Kata globalisasi atau kesejagatan dewasa ini menjadi kata sehari-hari yang diucapkan di mana-mana. Kata globalisasi tersebut menunjukkan gejala menyatukan kehidupan manusia di planet bumi ini tanpa mengenal batas-batas fisik-geografik dan sosial yang kita kenal sekarang ini. Globalisasi berkembang melalui proses yang dipicu dan dipacu oleh kemajuan pesat revolusi di bidang teknologi komunikasi atau informasi, transportasi dan perdagangan yang dikenal dengan istilah Triple T. Globalisasi ini membawa angin perubahan baru dalam kehidupan kita, baik sebagai individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Angin perubahan sebagai dampak kesejagatan tersebut di satu sisi dapat membawa kemajuan, namun di sisi lain dikhawatirkan akan menghancurkan atau sekurang-kurangnya mengikis negara bangsa (nation state). Hal ini sejalan dengna pemikiran Naisbitt bahwa menyatunya kehidupan di dunia (globalisasi) disertai dengan munculnya berbagai paradox. Di satu pihak ekonomi global menuju ke satu kesatuan dan dipihak lain terjadi kecenderungan (trend) politik lahirnya ratusan negara baru. Sehubungan dengan itu, pertanyaan yang menarik untuk dikaji ialah: Apakah globalisasi akan menghilangkan negara bangsa (nation state)? Agar negara bangsa Indonesia tidak tergilas dampak negatif globalisasi tersebut, berbagai transformasi yang membawa perubahan tidak dipandang sebagai ancaman (threat), tetapi haruslah dipandang sebagai suatu peluang (opportunity) untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memperkokoh diri kita sebagai bangsa, agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Untuk itulah, diperlukan Tannas yang tangguh bagi bangsa Indonesia di Era Globalisasi.

Globalisasi sebagai Tantangan


Globalisasi merupakan suatu pengertian ekonomi. Konsep globalisasi baru masuk kajian dalam universitas pada tahun 1980-an, pertama-tama merupakan pengertian sosiologi yang dicetuskan oleh Roland Robertson dari University of Pittburgh. Pada prinsipnya, proses globalisasi ada yang bertujuan intensional dan ada pula yang impersonal. Proses globalisasi yang intensional dapat dilihat misalnya pada kegiatan perdagangan dan pemasaran, sedangkan proses globalisasi yang impersonal dapat kita lihat, misalnya dalam gerakan fundamentalis, agama dan kecenderungan-kecenderungan pasar yang agak sulit untuk dijelaskan sebab-musababnya, misalnya mundurnya mobil buatan Amerika di pasaran dunia dewasa ini. Globalisasi yang menyeruak dewasa ini dipicu dan dipacu oleh kemajuan pesat dalam bidang teknologi yang diistilahkan dengan Triple T Revolution, yaitu perkembangan kemajuan teknologi di sector telekomunikasi informasi, transportasi dan trade (liberalisasi perdagangan). Ketiga hal tersebut menjadi kekuatan pemicu dan pemacu globalisasi yang kita hadapi sekarang ini. Pesatnya kemajuan bisnis juga didorong oleh apa yang disebut uang global (global money) yang biasa juga disebut money without a home. Keuangan dunia juga mengalami

transformasi yang sangat cepat dan tidak mengenal batas-batas Negara. Dalam keuangan global ini dominasi lembaga keuangan (Bank) Jepang sangat menonjol. Delapan dari kesepuluh bank yang terbesar di dunia milik Jepang. City Bank misalnya rangking ke-21, Anda dapat melihat pula penggunaan uang plastic atau credit card yang 20 tahun lalu sangat langka, tetapi dewasa ini digunakan secara meluas di dunia. Peranan produsen yang sangat dominan di masa lalu, kini juga sudah mengalir ke konsumen sebagaimana diutarakan oleh James Champy penulis terkenal Reegineering The Corporation, selera konsumen sangat menentukan dalam transformasi global. Trasformasi bukan berjalan tanpa tantangan. John Naisbitt mengatakan globalisasi mengadung berbagai paradox, diantaranya berikut ini. 1. Budaya global vs Budaya lokal 2. Universal vs Individual 3. Tradisional vs Modern 4. Jangka Panjang vs Jangka Pendek 5. Kompetisi vs Kesamaan Kesempatan 6. Keterbatasan akal manusia vs Ledakan IPTEK 7. Spiritual vs Meterial Globalisasi itu bergerak di tiga arena kehidupan manusia yaitu di arena ekonomi, politik, dan kebudayaan. Di dalam arena ekonomi proses globalisasi tersebut mempengaruhi pengaturanpengaturan sosial dalam produksi, pertukaran barang, distribusi dan konsumsi baik barang maupun pelayanan (service). Revolusi Triple T sebagaimana diutarakan, bersinergi dengan perubahan kondisi ideologi politik dan sosial. Setelah runtuh komunisme mendorong dan berkembangnya isu demokratisasi, hak asasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup mengarah kepada tatanan dunia baru. Secara ringkas hal ini dapat Anda lihat dalam gambar sketsa berikut.

RANGKUMAN
Globalisasi adalah gejala kehidupan manusia di dunia tanpa, mengenal batas-batas fisikgeografik dan sosial. Ia dipicu dan dipacu oleh kemajuan pesat dalam bidang teknologi yang dikenal dengan istilah Triple T Revoluion, yaitu perkembangan kemajuan di sektor teknologi komunikasi informasi, transportasi dan trade (liberalisasi perdagangan). Terdapat empat jenis proses yang menyatukan kehidupan manusia, yaitu citra global, mal global, tempat kerja global, dan keuangan keuangan global. Globalisasi merupakan tantangan, dan menurut Champy, lingkungan yang mampu menghadapi tantangan masa depan itu yaitu lingkungan yang merangsang pemikiran majemuk. Lingkungan itu tidak mungkin lagi ditentukan oleh produsen, tetapi oleh suatu tim yang sadar akan tujuan yang dicapai dan peka terhadap keinginan konsumen. Untuk memenuhi selera pasar konsumen diperlukan manusia-manusia yang menguasai ilmu dan keterampilan tertentu serta menjalankan istruktur pimpinan dengan penuh tanggung jawab. Masyarakat masa depan merupakan masyarakat meritokrasi, yaitu masyarakat yang menghormati prestasi daripada statusnya dalam organisasi. Selain itu, lingkungan yang menghormati seseorang yang dapat menutaskan pekerjaannya dan bukan berdasarkan kedudukannya di dalam organisasi. Akibat hubungan bisnis (perdagangan) yang telah menyatukan kehidupan manusia maka timbul kesadaran yang lebih intern terhadap hak-hak dan kewajiban asasi manusia. Sejalan dengan itu, kehidupan demokrasi semakin marak dan manusia ingin menjauhkan diri dari berbagai bentuk penindasan, kesengsaraan, dictator dan perang. Oleh karena itu, liberalisasi dalam bidang ekonomi ini menuntut liberalisasi dalam politik, di mana keduanya harus berjalan seiring dan saling menunjang. Manusia ingin hidup bersama, saling bantu, saling menguntungkan di dunia. Solidaritas umat manusia semakin kental dan semakin bersatu dan karena itu menuntut pula pendidikan yang lebih baik, derajat kesehatan yang lebih tinggi (peningkatan kualitas sumber daya manusia), penghapusan kemiskinan dan hidup bersama dalam suasana damai. Nilai-nilai positif dari globalisasi (kesejagatan) ini mempunyai dimensi-dimensi baru yang tidak dikenal sebelumnya seperti kriminalitas internasional, pembajakan dan terorisme internasional, penyakit baru yang dengan cepat menyebar ke seantero dunia. Transformasi ini berjalan dengan menghadapi tantangan sebagaimana dikatakan oleh John Naisbitt, globalisasi mengandung berbagai paradoks. Di satu pihak, ekonomi global menuju satu kesatuan, tetapi di pihak lain terjadi tren politik lahirnya ratusan Negara baru. Dalam kaitan ini, apakah globalisasi itu akan menghilangkan nation state (Negara bangsa) dan identitas bangsa. Buah pikiran Kenechi Ohmae dalam Dunia tanpa batas bukan dimaksudkan demikian. Apa yang dikemukakan terutama dalam bidang bisnis komunikasi dan informasi memang akan menembus batas-batas nation, tetapi tidak dengan sendirinya menghilangkan identitas suatu bangsa. Apabila kita mengenal bentuk-bentuk budaya yang terikat pada waktu dan pada tempat yang beraneka ragam dengan kekhasannya, kini dengan proses globalisasi menjadi ancaman. Kontak budaya tidak terelakkan akibat komunikasi yang semakin lancer. Terjadilah relativitasi nilai budaya dan memungkinkan munculnya sinkretisme budaya yang sifatnya transnasional. Di sisi lain kita melihat akibat desploitasi sumber daya, gaya hidup yang konsumerisme, urbanisasi, dan pembangunan yang ekstensif dan intensif dengan segala eksesnya menjadi bencana bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya di planet bumi yang hanya satu ini. Di sisi lain kita melihat keterbatasan daya dukung planet bumi karena terbatasnya sumber daya alam dan jumlah penduduk yang terus bertambah secara eksponensial serta perusakan bumi

oleh manusia itu sendiri. Melihat hal ini kita bias berpandangan pesimis, namun ada juga yang berpandangan optimis karena pada dasarnya manusia dapat memecahkan masalahnya sendiri akibat dari kemampuan teknologi yang diciptakan. Dalam kondisi ini muncul gagasan yang optimis, yaitu hendaknya umat manusia membuat suatu Kampung Global (global village) tempat hidup manusia bersama-sama memecahkan masalahnya mengenai dunia yang makmur, damai dan sejahtera. Sejalan dengan itu gagasan pemerintahan global (global government) diutarakan karena kekhawatiran umat manusia atas bumi yang memerlukan pemeliharaan agar pembangunan dapat berkesinambungan (sustainable development).

Globalisasi dan Nasionalisme


Globalisasi yang sedang merobek-robek kehidupan manusia berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Karena kemajuan teknologi yang begitu pesat menembus batas-batas tradisional (geografi) suatu Negara. Tidak ada suatu Negara pun yang dapat membendungnya. Oleh karena itu, sangat tepat dikatakan, suka atau tidak suka globalisasi itu datang melanda kita.

A. GLOBALISASI DAN NASIONALISME


Globalisasi memang sering diyakini oleh sebagian pengamat sebagai ancaman memudarnya nasionalisme. Buah pikiran Kenichi Ohmae Dunia Tanpa Batas (the borderless world) bukan dimaksudkan demikian. Apa yang dikemukakan terutama dalam bidang bisnis memang akan menembus batas-batas Negara, tetapi apakah dengan demikian akan menghilangkan Negara bangsa dan identitas suatu bangsa?

B. ANCAMAN BAGI NASIONALISME


Dengan demikian, bukanlah globalisasi yang merupakan ancaman ekternal nasionalisme. Ancaman bagi nasionalisme di suatu negara melainkan dari situasi ekonomi, sosial dan politik dalam negeri. Dampak dari situasi ekonomi dalam negeri dapat dilihat contohnya pada semakin banyaknya tenaga kerja kita yang mencari nafkah ke luar negeri terutama di kawasan ASEAN. Untunglah bahwa membanjirnya TKI ke manca negara lebih disebabkan oleh situasi ekonomi, bukan oleh situasi politik sehingga kalaupun terjadi pengalihan kewarganegaraan hal ini masih terjadi secara sangat terbatas. Karena itu, kita harus terus berupaya agar perekonomian kita tetap berkembang dengan baik seraya harus dijaga pula agar situasi politik kita tetap kondusif bagi stabilitas dan keamanan dalam negeri. Masih dari segi ekonomi, ancaman bagi nasionalisme dapat berasal dari adanya kesenjagan ekonomi dan sosial. Bagi kita, ancaman ini diperburuk oleh perbedaan asal keturunan antara pribumi yang mayoritas miskin dengan keturunan Cina yang sebagian besar relatif hidup berkecukupan. Karena itu, kebijakan pemerintah dan himbauan Presiden untuk segera mengurangi kesenjangan ini melalui antara lain kebijakan IDT dan himbauan agar pengusaha memberikan dua persen dari keuntungan bersihnya bagi upaya pengentasan kemiskinan, harus segera duterapkan. Sebab akibat dari keterlambatan untuk menyelesaikan kesenjangan ekonomi ini akan sungguh mengerikan. Pejabat di pusat dan daerah mestilah memperhatikan masalah ini secara serius sebab kegagalan dalam program dan himbauan ini bias memicu kerusuhan rasial yang berdarah. Dari segi sosial, ancaman bagi nasionalisme yang dapat terwujud dalam disintegrasi nasional adalah SARA terutama konflik antar-agama. Jika diamati di lapisan bawah dan menengah masyarakat sebenarnya kerukunan antarumat beragama di negeri kita cukup menggembirakan. Yang menjadi masalah adalah adanya upaya dari individu dan kelompok politik tertentu untuk menggunakan agama sebagai kendaraan politik di dalam mewujudkan kepentingan politik mereka. Upaya seperti ini bias mempengaruhi lapisan menengah dan bawah untuk saling mencurigai. Karena itu, para pimpinan politik mestilah menyadari bahwa suatu proporsi politik dan ekonomi yang wajar dan memenuhi rasa keadilan antargolongan agama haruslah diciptakan. Artinya, golongan agama yang mayoritas jangan sampai merasa bahwa mereka hanya memperoleh porsi yang sedikit. Sebaliknya, yang menoritas jangan sampai merasa

didiskriminasi. Jika keseimbangan yang proporsional bisa dicapai dalam jabatan birokrasi, politik dan ekonomi, keseimbangan sosial yang terpelihara. Dewasa ini nasionalisme kita, dan umumnya di kalangan negara-negara berkembang, memiliki objek yang lain jika dibandingkan dengan nasionalisme semasa penjajahan. Di masa penjajahan, objek bagi nasionalisme adalah penjajah yang ditampilkan dalam bentuk kesediaan berjuang melawan penjajah tanpa melihat metode apa yang digunakan, apakah cara radikal dan nonkooperatif terhadap penjajah ataukah menggunakan cara kooperatif. Hal yang penting, mereka anti penjajah maka disebutlah mereka sebagai golongan nasionalis.

C. PARADIGMA PANCASILA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI


Di dalam menghadapi, era globalisasi sebagai suatu tantangan dan sekaligus peluang yang harus diraih berpijak pada budaya bangsa. Sebagai bangsa Indonesia kita tidak boleh tercabut dari akar budaya bangsa yaitu Pancasila. Budaya Pancasila itulah yang menjadi jati diri bangsa Indonesia yang menentukan cara berpikir, cara bersikap, dan cara berbuat, kita di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam menghadapi tantangan tersebut (globalisasi). Isu globalisasi seperti demokratisasi, hak asasi manusia (human rights) dan lingkungan hidup harus dilihat dan dikaji bertitik lokal pada paradigm (sudut pandang) Pancasila. Ideologi itulah yang membimbing cara berpikir kita (metode berpikir). Secara umum, pengertian metode berpikir ialah proses kejiwaan manusia dalam menanggapi objek-metode berpikir dari setiap ideologi selalu bereferensi pada pandangan ideologi yang bersangkutan mengenai Siapa itu manusia. 1. Individualisme Manusia dilahirkan bebas dan dibekali oleh penciptanya dengan sejumlah hak asasi. Dalam hal ini, yang terpokok adalah freedom (kebebasan). Berdasarkan nilai kebebasan ini maka metode berpikirnya berwatak individualistic dan dinamai metode dan berpikir liberal. 2. Ideologi Komunis Berdasarkan para premis, bahwa semua materi berkembang mengetahui hokum, kontradiksi dengan menempuh proses dialektik. Manusia itu mengembangkan diri dengan bertindak keluar melalui kerja dan kegiatan dan dengan demikian saling berpengaruh secara kontradiktif dengan lingkungannya dengan kemungkinan dikuasai oleh lingkungannya. Ciri dari konsep dialektif tentang manusia ialah bahwa tidak terdapat suatu keteraturan tertentu yaitu kontradiksi terhadap lingkungan selalu menghasilkan perubahan yang menentukan pada diri manusia. Berdasarkan pada perkembangan dialektik diri manusia maka masyarakat dan sejarah berkembang secara dialektik pula dan apabila diterapkan pada sejarah kehidupan sosial disebut materialisme historis. 3. Pancasila Konsep manusia menurut ideologi Pancasila ialah manusia itu makhluk individu serentak makhluk sosial. Monodualisme ini adalah kodrati, tidak sekedar empirik. Secara kodrati manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri, manusia yang satu memerlukan manusia yang lain. Hakikat dari konsep manusia menurut Pancasila adalah Saling tergantung antarmanusia. Saling tergantung mempersyaratkan interaksi Saling memberi antara manusia dalam masyarakat dan negara. Saling memberi inti isi dari nilai Kekeluargaan Pasangan saling berhubungan, saling ketergantungan, saling memberi adalah ciri pokok dari kondisi Integrasi.

Tiap ideologi dengan sendirinya memiliki konsep dasar beserta sejumlah konsep kunci yang taat asas dan bertautan dengan konsep dasar dari ideologi. Individualisme ialah hak Asasi manusia yang melekat sejak manusia dilahirkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, kecuali dengan persetujuannya. Konsep dasar itu terumus dalam dua buah nilai intrinsik, yaitu Kebebasan dan kepentingan diri. (freedom and self interest). Konsep dasar ini melahirkan konsep kunci pertumbuhan ekonomi, yang pada giliran melahirkan konsep kunci, development, market power, economic power, individualisme, self achievement, competitif, conflict, the greates happiness for the greatest number. Dalam ideologi komunis manusia sebagai individu dipandang tidak memiliki arti, oleh karena ideology ini kontradiksi terhadap kapitalisme. Maka dengan sendirinya konsep dasarnya ialah: memberantas nilai lebih yang dihisap oleh para kapitalisme melalui perjuangan. Perjuangan ini dirangkai oleh konsep dasar. Pertentangan kelas, oleh karena itu konsep kuncinya ialah: revolusi sebagai metode sekaligus arena untuk menyelesaikan pertentangan kelas. Pertentangan kelas ini mengikuti hokum kontradiksi. Konsep kunci yang tidak kalah penting adalah keharusan sejarah, menangnya kaum proletar karena adanya keharusan sejarah itu. Maka konsep kunci yang langsung mempercepat kemenangan proletar ialah tujuan menghalalkan cara. Pandangan Pancasila serba integralistis. Segala sesuatu di alam semester ini saling berkaitan satu sama lain. Saling berkaitan itu berwujud saling memberi. Masyarakat sebagai suatu keseluruhan tersusun oleh interaksi saling memberi antara individu dan warganya yang tetap memiliki kepribadian penuh. Demikian pula dengan semua konsep selalu dimulai dari keseluruhan dan dengan tersusunnya suatu keseluruhan maka tiap bagian (Individu Manusia) yang ada di dalamnya, bergerak dan bekerja demi tercapainya tujuan untuk keseluruhan. Konsep dasarnya adalah: Kemahaesaan Tuhan manusia adalah makhluk individu serentak sebagai makhluk sosial Integralisme. Beberapa konsep kuncinya adalah: keselarasan keserasian dan keseimbangan, saling memberi (kekeluargaan) dinamika alami. Dengan demikian, apabila kita berbicara pada tataran implementasi (Das sein) tentang hak asasi maka karena perbedaan tersebut (katakanlah perbedaan budaya) dengan sendirinya akan berbeda pemahaman kita dengan paham komunisme dan liberalisme. Sebagai bangsa Indonesia Anda harus berpijak dan berpegang pada paradigma dan metode berpikir Pancasila di atas dalam menghadapi tantangan, meraih peluang dan menghancurkan ancaman yang mungkin timbul di era kesejagatan ini (globalisasi). Dengan paradigma dan cara berpikir Pancasila itu kita memiliki mana yang tepat untuk bangsa Indonesia agar identitas dan integritas tetap lestari. Dengan paradigma dan cara berpikir Pancasila itu kita mengarungi era kesejagatan itu, meraih segala peluang, untuk membangun bangsa agar kelangsungan hidup bangsa ini tetap terpelihara dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Dengan kata lainnya, di era kesejagatan ini kita harus siap menghadapinya dengan landasan dan cara berpikir Pancasila untuk meningkatkan tannas Indonesia.

RANGKUMAN
Globalisasi yang dipercepat dengan pertumbuhan luar biasa dari media massa melalui media telekomunikasi dianggap akan menghasilkan batas geografi suatu negara. Akibatnya, nasionalisme akan kehilangan wujud aslinya dan berganti menjadi universalisme atau globalisme, di mana orang akan menjadi warga dunia, bukan warga suatu negara yang batasbatas geografiknya sudah jelas. Pemikiran ini berangkat dari buah pikiran Kenichi Ohmae, yaitu Dunia Tanpa Batas. Apa yang diutarakan terutama dalam bidang-bidang bisnis, telekomunikasi atau informasi mauun transportasi akan menembus batas-batas negara, tetapi tidak dengan sendirinya akan menghilangkan negara, bangsa, dan identitas suatu bangsa. Nasionalisme tetap ada dan relavan dibicarakan mengingat: 1. manusia, bukanlah sekadar mass product, tetapi makhluk yang berakal, berperasaan dan berbudaya; 2. fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang bergolong-golong (primordial). Primordialisme akan meluas ke arah nasionalisme. Oleh karena itu, nasionalisme tidak akan lenyap karena saat ini dengan mudah melakukan komunikasi dengan manusia lain di belahan bumi lain dalam waktu yang relatif singkat; 3. proses globalisasi tidak akan berjalan secara mekanistik dan pada akhirnya proses tersebut diciptakan dan dikendalikan oleh manusia. Ancaman bagi nasionalisme bukanlah dari globalisasi (eksternal) melainkan banyak ditentukan dari masalah-masalah internal yaitu dari situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan di dalam negeri. Nasionalisme dewasa mempunyai objek yang berbeda jika dibandingkan dengan nasionalisme di masa penjajahan. Di masa penjajahan, objek bagi nasionalisme adalah penjajah yang ditampilkan dalam bentuk kesediaan untuk ikut berjuang melawan penjajah. Setelah merdeka, nasionalisme mempunyai objek negara dan bangsa sendiri sebagai penentu kadar nasionalisme seorang. Dengan demikian, nasionalisme dewasa ini berkembang dari persepsi individu warga negara terhadap negaranya karena penjajah sudah pergi. Jika merdeka tetap memperoleh persepsi yang baik terhadap negara dan bangsanya maka kecintaan terhadap bangsa dan negaranya akan tetap terjaga dan jika persepsinya jelek maka kecintaan terhadap bangsa dan negara akan turun atau hilang sama sekali. Kesalahan umum yang sering terjadi di dalam memahami kadar nasionalisme suatu bangsa, adalah upaya secara tidak sadar untuk memcampuradukkan persepsi pribadi terhadap orang lain, dengan persepsi individu terhadap bangsa dan negaranya. Dalam negara demokrasi, perbedaan pendapat adalah suatu yang wajar bahkan merupakan karakter dari demokrasi itu. Menghargai pendapat orang lain adalah salah satu ciri dari demokrasi tersebut. Oleh karena itu, orang yang mengkritik suatu keadaan atau suatu sistem belum tentu didorong oleh rasa bencinya terhadap bangsa dan negaranya, tetapi mungkin karena rasa cinta terhadap bangsa dan negara untuk meluruskan sesuatu yang dianggap bisa merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Tantangan utama dalam mempertahankan nasionalisme tidak ditentukan semata-mata oleh tantangan dari luar, melainkan tantangan tersebut dapat berwujud upaya untuk menjaga citra

bangsa dan negara agar selalu positif dan dengan demikian menjadi kebanggaan bagi seluruh warga negara. Belajar dari pengalaman pembangunan di negara-negara tetangga yang dapat menumbuhkan kebanggaan terhadap bangsa dan negara maka harus ditumbuhkan etika kepemimpinan dan etika sosial yang berlandaskan kejujuran, kerja keras dan hemat dalam upaya menuju masyarakat Indonesia yang modern. Sebagaimana yang di wasiatkan oleh pendiri Republik ini. Soekarno, bahwa kebesaran bangsa dan kemakmuran tidak pernah jatuh gratis dari langit, tetapi selalu merupakan kristalisasi keringat (kerja keras). Sementara itu, dalam era globalisasi ini di mana derasnya isu demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang melanda dunia, sebagai bangsa Indonesia, kita dapat menerima dan mengkaji dengan arif berdasarkan paradigma (sudut pandang) dan metode berpikir Pancasila. Mengkaji suatu permasalahan dan perspektif liberal, sosialis komunis maupun fundamentalis agama pasti akan menghasilkan produk dan manusia lain yang tidak seiring bahkan bertentangan dengan akar budaya bangsa kita Pancasila yang menganut paham keseimbangan, keselarasan dan keserasian hubungan antara Engkau yang abadi (Tuhan Yang Maha Esa, sila 1), aku (manusia dalam konsep abstrak, sila 2) dan sosialitas manusia (sila 3, 4, dan 5). Konsep dasarnya ialah Kemahaesaan Tuhan, manusia adalah makhluk individu serentak sebagai makhluk sosial integralisme.

Meningkatkan Ketahanan Nasional Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi


A. KELEMAHAN DAN KEKUATAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Untuk menghadapi globalisasi, kita harus tahu kekuatan dan kelemahan yang kita miliki dalam segenap aspek kehidupan bangsa (astagatra) sebagai berikut. 1. Geografi Potensi wilayah darat, laut, udara dan iklim tropis sebagai ruang hidup sangat baik dan strategis, namun di sisi lain terdapat kelemahan dalam pendayagunaan wilayah darat, laut, dirgantara, dan pengaturan tata ruangnya. 2. Sumber Kekayaan Alam Potensi sumber kekayaan alam (SKA) di daratan, lautan, dan dirgantara, baik yang bersifat hayati maupun nonhayati, serta yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui sangat besar. Hal ini merupakan modal dan kekuatan dalam pembangunan. Namun, kelemahannya belum sepenuhnya potensi sumber kekayaan alam tersebut dimanfaatkan secara optimal. Kalaupun ada yang telah dimanfaatkan masih ada di antaranya dalam pemanfaatannya kurang memperhatikan kelestarian dan distribusi hasilnya. Hal ini tidak sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sisi lain juga sumber kekayaan alam yang ada tidak seluruhnya dapat dijaga keamanannya dengan baik atau dengan kata lain rawan pencurian. 3. Demografi Jumlah penduduk Indonesia termasuk nomor 4 di dunia. Pertumbuhannya dapat ditekan akibat makin meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat melalui program KB (Pertumbuhan 1,%). Begitu juga tingkat kesehatan harapan hidup, dan kualitas fisik semakin meningkat. Kelemahannya, sebagaian penduduk Indonesia antarwilayah atau daerah atau antarpulau tidak proporsional, pertumbuhan belum mencapai zero growth dan kualitas nonfisik yang masih rendah. 4. Ideologi Dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat kita berpegang pada ideologi Pancasila. Pancasila telah diterima sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Pembudayaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari (nilai praktis) telah dan sedang digalakkan. Kelemahannya, pengamalan atau pembudayaan Pancasila tersebut belum sepenuhnya terwujud. Ini adalah tantangan bagi seluruh bangsa Indonesia dan jika ideologi Pancasila tersebut tidak dapat memberikan harapan hidup lebih baik bukan tidak mungkin akan ditinggalkan oleh masyarakat.

5. Politik Dalam pelaksanaan politik sudah diciptakan kerangka landasan sistem Politik Demokrasi Pancasila dan sudah bertata terutama struktur politik dan mekanismenya. Kendatipun demikian, hal ini perlu dikaji dan disempurnakan sesuai dengan aspirasi dan perkembangan masyarakat demikian juga pelaksanaannya terus memerlukan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Kelemahannya, budaya politik masih perlu perbaikan dan peningkatan. Suprastruktur masih sangat dominan apabila dibandingkan dengan infrastruktur dan substruktur. Begitu juga komunikasi politik dan partisipasi politik perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki. 6. Ekonomi Kekuatan perekonomian Indonesia terletak pada struktur perekonomian yang makin seimbang antara sektor industri dan jasa. Pertumbuhan perekonomian cukup tinggi (rata-rata 7%). Kelemahannya, perindustrian Indonesia belum begitu kokoh karena masih tergantung pada impor bahan baku atau komponen. Impor bahan baku atau komponen serta impor bahan-bahan lainnya sampai kepada barang konsumsi membuat cadangan devisa yang semakin merosot. Belum lagi ditambah utang luar negeri, untuk membiayai pembangunan, harus dicicil dengan devisa yang kita miliki. Sementara itu, dalam proses pembangunan terjadi ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang membuat enefisien biaya pembangunan. Kesenjangan ekonomi juga cenderung semakin tinggi dapat memacu dan menicu destabilisasi ekonomi dan politik yang berpengaruh terhadap kelangsungan pembangunan tersebut. Perpajakan juga masih lemah dan perlu mendapat perhatian dalam upaya meningkatkan biaya pembangunan yang sedang dijalankan saat ini. 7. Sosial Budaya Kekuatan bangsa Indonesia terletak pada kebhinnekaannya, bagaikan kumpulan bunga berwarna-warni dalam sebuah taman. Tetapi apabila kebhinnekaan atau kemajemukan tersebut tidak dapat dibina dengan baik bukan tidak mungkin dapat menjadi bibit perpecahan. Dalam kegiatan belajar terdahulu kemajemukan Indonesia disebut juga rawan perpecahan. Sementara sebagai hasil pembangunan yang kita lakukan selama PJPT 1 di era orde baru ini dapat meningkatkan harkat martabat dan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang tidak lepas dari akar kebudayaannya. Namun demikian, masih banyak kelemahan yang perlu diperbaiki di antaranya, berkembangnya primordialisme, kolusi, korupsi, dan nepotisme yang membudaya dan disiplin nasional yang semakin merosot. Kehidupan masyarakat agak cenderung ke arah individualistis dan materialistis dan makin berkurangnya keteladanan para pemimpin. 8. Pertahanan dan Keamanan Dalam bidang pertahanan dan keamanan sudah ditata sistem. Pertahanan dan keamanan rakyat semesta, doktrin Hankamrata serta diundangkannya UU No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Di sisi lain bangsa Indonesia mewarisi tradisi sebagai bangsa pejuang yang merebut kemerdekaan dari penjajah merupakan sumber kekuatan. Kelemahannya sishankamrata tersebut belum sepenuhny terwujud. Kesadaran bela negara belum memasyarakat. Sementara itu tingkat keamanan masyarakat masih terganggu dengan semakin meningkatnya kriminalitas.

B. TANNAS YANG DIHARAPKAN DI ERA GLOBALISASI


Penerapan pendekatan tannas dalam pembangunan nasional sejalan dengan kelemahan dan kekuatan yang kita miliki seperti diutarakan maka diperlukan pengaturan dalam segenap aspek kehidupan bangsa (Astagrata). Aspek Trigatra Dalam pengaturan aspek Trigatra yang perlu mendapatkan perhatian ialah: a. Pengaturan tata ruang wilayah nasional yang serasi antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan. Keserasian ini sangat penting karena kita tidak mau membayar risiko yang sangat besar apabila terjadi keadaan darurat peranga atau bencana. Sumber-sumber perekonomian dan permukiman harus dilindungi. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan harus mempertimbangkan kepentingan keamanan tersebut dalam arti luas, selain mempertimbangkan aspek kesejahteraan untuk masyarakat luas. b. Pengelolaan sumber kekayaan alam dengan memperhatikan asa manfaat, daya saing dan lestari serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Asas manfaat berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber kekayaan alam itu, digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Mempunyai daya saing berkaitan dengan mutu yang tinggi standar sesuai dengan kebutuhan pasar dan pelayanan yang menyenangkan. Tanpa mutu yang tinggi dan pelayanan yang prima produk kita tidak bisa bersaing di pasar internasional di era kesejagatan ini. Selain itu pengelolaan sumber kekayaan alam kita hendaknya tidak melihat keuntungan semu jangka pendek, tetapi juga melihat keuntungan jangka panjang dengan memperhatikan kelestarian dalam pengelolaannya. Begitu pula hasil pembangunan hendaknya mencerminkan pemerataan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

C. PEMBINAAN KEPENDUDUKAN
Penduduk Indonesia dewasa ini termasuk 4 terbesar di dunia. Jumlah yang terus berkembang ini karena pertumbuhan yang masih tinggi untuk itu perlu dikendalikan pertumbuhannya melalui program KB (Keluarga Berencana). Program KB ini tidak hanya ditujukan kepada pengendalian tersebut tetapi lebih luas dari itu, yaitu peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan. Berbarengan dengan itu perlu diupayakan peningkatan kualitasnya melalui program pendidikan dan keterampilan dalam arti luas untuk memulihkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan dilandasi iman dan takwa. Di sisi lain sebaran yang tidak proporsional di 17.508 buah pulau perlu diupayakan agar menjadi sebaran yang proporsional, melalui program pengembangan atau pembangunan wilayah luar Pulau Jawa. Pada tahap awal transmigrasi boleh jadi menjadi alternatif, tetapi pada tahap berikutnya perlu dipikirkan relokasi industri-industri di Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa serta pengembangan potensi-potensi perekonomian di wilayah luar Pulau Jawa tersebut. Aspek Pancagatra 1. Pemahaman penghayatan dan pengamalan Pancasila (ideologi) 2. Penghayatan budaya Pancasila 3. Mewujudkan perekonomian yang efisien, pemerataan dan pertumbuhan yang tinggi 4. Memantapkan identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika 5. Memantapkan kesadaran bela negara

RANGKUMAN
Globalisasi membawa angin perubahan terhadap kehidupan negara dan bangsa. Hubungan umat manusia antarnegara sangat intens seakan-akan menggilas negara bangsa (nation state) dan membangun citra global. Sebagao bangsa Indonesia, dengan berpijak pada budaya Pancasila, kita harus siap menghadapi kekuatan global tersebut, agar tetap eksis sebagai suatu bangsa dalam pergaulan dunia. Untuk itu, kita mengetahui kekuatan dan kelemahan yang kita miliki dalam segenap aspek kehidupan (Astagatra). Kekuatan yang kita miliki dalam Astagatra (geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam) hendaknya dapat dipertahankan, ditingkatkan dan dikembangkan, sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada hendaknya dapat diatasi dan diubah menjadi kekuatan untuk meningkatkan tannas di dalam menghadapi era globalisasi. Kunci dalam meningkatkan tannas Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menuju kepenguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dilandasi oleh iman dan takwa (imtaq). Hal ini sejalan dengan hakikat pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia dari masyarakat Indonesia seutuhnya. Dlama pembangunan nasional yang kita lakukan untuk meningkatkan tannas dilandasi oleh Wasantara. Penerapan pendekatan tannas dalam pembangunan nasional, berarti kita melihat kekuatan dan kelemahan bangsa Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan (Astagatra) secara komprehensif integral, membangun secara bersinergi aspek kehidupan bangsa tersebut. Wasantara merupakan landasan atau kerangka dan visi yang mengikat bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional sehingga hasil pembangunan yang kita capai atau tingkat tannas yang dihasilkan tetap dalam kerangka atau ikatan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia dan dapat memberikan jaminan terhadap identitas dan integritas bangsa Indonesia dan negara kesatuan Republik Indonesia serta tercapainya tujuan dan cita-cita nasional. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional untuk mencapai tingkat tannas yang kita harapkan di dalam mengarungi bahtera globalisasi ini diperlukan pengaturan dalam aspek Trigatra dan pancagatra. Dalam aspek Trigatra diperlukan pengaturan ruang wilayah nasional yang serasi antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan, pembinaan kependudukan, pengelolaan sumber kekayaan alam dengan memperhatikan asas manfaat, daya siang dan kelestarian. Dalam aspek pancagatra diperlukan pemahaman penghayatan dan pengamalan Pancasila di dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Penghayatan budaya politik Pancasila, mewujudkan perekonomian yang efisien, pemerataan dan pertumbuhan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan yang meningkat bagi seluruh rakyat, memantapkan identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika, dan memantapkan kesadaran bela negara bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, di dalam gerak pembangunan yang kita lakukan perlu diperhatikan keterpaduan yang sejalan dengan konsepsi tannas, yaitu keterpaduan antara Pemerintahan dengan Daerah dan keterpaduan antara sektor-sektor pembangunan dan di dalam sektor pembangunan. Dengan konsep keterpaduan ini (pendekatan tannas) akan kita peroleh nilai tambah yang tinggi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan keamanan rakyat (tannas yang semakin meningkat) sehingga kita tetap bertahan hidup, betapa pun besarnya badai kehidupan yang datang menghantam di era kesejagatan ini. Badai kehidupan tersebut pasti dapat kita atasi dan pasti berlalu.

Anda mungkin juga menyukai