Anda di halaman 1dari 3

2018

Bagus Riadi
SEKILAS TEORI KETERGANTUNGAN DAN PEMBANGUNAN POLITIK
Perubahan struktur Dunia yang cepat pasca Perang Dunia II terus membuat para ilmuan
sosial berpikir keras utamanya dalam usaha menghadirkan pembangunan bagi negara-negara
korban Perang, dan negara-negara yang baru lahir atau biasa disebut negara Dunia Ketiga.
Setidaknya berbagai teori ditawarkan sebagai obat mujarab bagi Dunia Ketiga, seperti teori
modernisasi yang sebelumnya dibahas. Dalam teori modernisasi, keterbelakangan dari Dunia
Ketiga adalah karena faktor internalnya, sosal-budaya menjadi unsur pembentuk utama sebuah
negara dikatakan maju atau keterbelakang.
Hal tesebut berbeda dalam perspektif ketergantungan yang menggunakan paradigma
strukturalis, keterbelakangan dalam negara Dunia Ketiga terjadi sebagai akibat dari interaksi
negara pinggiran dengan negara-negara pusat. Industrialisasi yang terjadi di negara pinggiran
terhambat karena adanya faktor eksternal. Salah satu hambatannya adalah berlakunya teori
pembagian kerja internasional yang didasarkan pada teori keunggulan komparatif. Negara-
negara pusat menghasilkan barang-barang industri, dan negara pinggiran yang memproduksi
hasil pertanian dan barang mentah sebagai bahan baku industri (Prebisch dalam Budiman,
1994). Menurut hukum Engels dalam Budiman (1994), menyatakan bahwa pendapatan yang
meningkat tidak menyebabkan prosentasi konsumsi makanan terhadap pendapatan justru
meningkat. Artinya adalah jika pendapatan naik, maka kebutuhan primer akan bahan makanan
nilainya akan tetap, tetapi justru kebutuhan beralih akan konsumsi barang industri.
Paul Baran semakin menguatkan argumen Presbisch dengan menjelaskan bahwa terjadi
perbedaan perkembangan kapitalisme di negara pusat dengan negara pinggiran, di negara
pinggiran, sistem kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme (penyakit kerdil).
Kapitalisme yang berkembang di barat menurut Baran salah satu faktornya antara lain surplus
yang ada di tangan para pedangang dan tuan tanah kemudian diincestasikan ke bidang industri.
Sementara di negara pinggiran terjadi sebalikyna, muncul kekuatan ekonmi asing dalam bentuk
modal kuat dari dunia Barat ke negara Dunia Ketiga membuat surplus yang terjadi disana
kemudian diambil oleh kaum pendatang melalui berbagai macam cara. Maka yang terjadi
bukan akumulasi modal melainkan penyusutan modal (Baran dalam Budiman, 1994). Ilmuan-
ilmuan berhaluan strukturalis pada umumnya sepakat bahwa interaksi antara negara maju dan
negara berkembang selalu menimbulkan ketergantungan bagi negara berkembang atau Dunia
Ketiga. Bahkan Andre Gunder Frank menegaskan lebih ekstrim lagi bahwa hubungan antara
negara pusat dan negara satelit akan selalu menimbulkan keterbelakangan dan kerugian yang
dialami oleh negara satelit.
Cardoso & Faletto menyatakan sebaliknya, menurutnya pembangunan dalam
ketergantungan tidak selalu menimbulkan keterbelakangan, ketergantungan dan pembangunan
dapat berjalan seiring (Fernando Cardoso, 1969). Bentuk ini disebutnya sebagai associated-
dependent development, dimana negara satelit tetap dapat melaksanakan pembangunan
meskipun bergantung pada negara pusat. Cardoso dan Falleto memfokuskan analisisnya pada
aspek sosio-politik, mereka melihat pembangunan ekonomi sebagai campuran dari berbagai
interes kelas dari waktu ke waktu. Keadaan ketergantungan ekonomi terhadap pasar dunia
sangatlah krusial; kaitan dan respon lokal bisa bermacam-macam. Oleh sebab itu, situasi
ketergantungan terjai dalam pola yang secara historis berubah (Fakih, 2008). Menurut Cardoso
& Faletto, development dan underdevelopment adalah dua sisi dari satu mata uang, dimana
development merupakan penyebab underdevelopment.
Cardoso dan Faletto menunjukkan bahwa tidak semua negara berkembang adalah
terbelakang. Negara-negara terbelakang harus dibedakan dengan negara berkembang. Negara
2018

terbelakang menurut Cardoso adalah negara yang tidak memiliki hubungan perdagangan
dengan negara-negara industri. Keterbelakangan jika diganbarkan berdasarkan hubungan
ekonominya adalah seperti pada pola kolonial. Sedangkan negara berkembang dalam
hubungannya dengan perdagangan dunia memiliki hubungan timbal balik (Fernando Cardoso,
1969). Sehingga hal inimenujukkan bahwa ketergantungan negara pinggiran terhadap negara
pusat sifatnya tidak selalui merugikan seperti yang diungkapkan Frank. Pembangunan dapat
tetap terjadi di Dunia Ketiga meskipun dalam bingkai ketergantungan dengan negara pusat.
.Menurut Handelman, terdapat sejumlah tantangan dari aspek ekonomi, sosial, dan
politik bagi negara-negara Dunia Ketiga untuk melaksnakan pembangunan dalam rangka
mengejar ketertinggalan negara maju. Relasi politik, ekonomi, dan sosial dalam pembangunan
adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Ekonomi yang mapan dapat memberikan tingkat
pendidikan dan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat. Masyarakat yang memiliki akses
pendidikan yang baik sudah tentu akan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dan politik
secara bertanggung jawab. Proses politik yang sehat akan tercipta dari masyarakat yang
teredukasi dengan baik sehingga dapat menghasilkan kebijakan ekonomi dan politik yang baik
pula. Negara yang sejahtera memiliki angka harapan hidup yang lebih besar, literasi yang
memadai, dan menciptakan stabilitas pemerintahan yang demokratis (Handelman, 1996).
Para teoritisi pembangunan berusaha untuk menjawab penyebab keterbelakangan suatu
negara. Namun tidak satupun dari mereka dapat memberikan jawaban yang pasti terkait
penyebab keterbelakangan negara Dunia Ketiga. Pernyataan yang berbeda selalu dilontarkan
oleh setiap ilmuan sosial yang mencoba menjawab permasalahan ini. Hal ini dikarenakan
perbedaan paradigma dari para ilmuan dalam upayanya menjawab pertanyaan tersebut.
Sekaligus juga ini membuktikan bahwa sifat dari suatu pengetahuan tidak ada yang benar-benar
netral. Terpaksa kita harus menentukan pijakan kaki sebelum menjawab suatu permasalahan.
Masing-masing memiliki klaim atas kebenarannya.
Dalam upaya menjawab penyebab keterbelakangan, setidaknya terdapat dua paradigma
utama yang mendominasi beberapa dekade belakangan ini. Yakni paradigma teori modernisasi
yang muncul pada era 1960an dan paradigma ketergantungan yang muncul pertamakali dari
studi Cardoso dan Faletto di Amerika Latin. Setiap paradigma mempunya justifikasinya sendiri
terhadap masalah keterbelakangan di Dunia Ketiga.
Meskpun demikian, pandangan paradigma ketergantungan dalam menjelaskan
keterbelakangan di Dunia Ketiga dirasa lebih relevan dibandingkan dengan pandangan
paradigma modernisasi. Dalam pandangan modernisasi setidaknya terdapat beberapa
kecacatan dalam menjelaskan keterbelakangan. Pradigma modernisasi terlalu berfokus pada
faktor non-material sebagai penyebab keterbelakangan negara, menurutnya penyebab
kemiskinan berasal dari dunia ide atau alam pikiran (Budiman, 1994). Berbeda dengan teori
ketergantungan yang mengatakan bahwa keterbelakangan adalah hasil dari pola hubungan
antara negara pusat dan negara pinggiran. Struktur tersebut pada akhirnya telah menciptakan
pola hubungan yang eksploitatif dan merugikan bagi negara Dunia Ketiga. Meskipun dalam
perkembangannya, Dos Santos membantah bahwa pola hubungan negara pusat dan satelit tidak
selalu memberikan kerugian bagi negara satelit.
Dos Santos menyatakan bahwa negara pinggiran atau satelit bisa jga berkembang
meskipun dalam perkembangannya negara satelit harus tetap berada dibawah bayang-bayang
negara pusat. Industrialisasi di negara berkembang akan tetap ditentukan oleh negara pusat.
Segala yang terjadi di negara pusat akan berdampak kepada negara satelit. Tetapi tidak
sebaliknya, segala yang terjadi di negara satelit tidak akan berdampak besar bagi negara pusat.
Oleh karenanya perlu kita pahami bahwa sebear-besarnya pembangunan yang dilakukan di
2018

negara satelit tetap tidak akan dapat menandingi hegemoni negara pusat. Perlu dipahami bahwa
saat ini Amerika Serikat bukan lagi sebagai pemain utama dalam percaturan ekonomi-politik
global. Saat ini Amerika menghadapi musuh baru dari Timur yang sedang bangkit untuk
menghegemoni negara satelit di Asia. Oleh karenanya, pertarungan yang sebenarnya adalah
antara China dan Amerika.1 Negara satelit harus menentukan posisinya sebaik mungkin untuk
dapat melaksanakan pembangunan meskipun tetap berada dibawah bayang-bayang China dan
Amerika.
Teori-teori strukturalis telah berhasil menjelaskan pola-pola hubungan ketergantungan
antara negara pusat dan satelit secara gamblang. Instrumen kapitalis menurut strukturalis telah
berhasil mencengkeram negara Dunia Ketiga tetap berada dalam posisinya. Faktor-faktor
produksi menjadi cengeraman utama untuk menghambat laju pembangunan Dunia Ketiga.
Meskipun demikian, terdapat kekurangan dalam menjelaskan bagaimana negara Dunia Ketiga
itu dapat ditertibkan oleh instrumen tersebut. Dalam hal ini, demokrasi digunakan sebagai alat
untuk menertibkan negara Dunia Ketiga. Salah satu syarat bagi suatu negara diterima dalam
pergaulan internasional adalah harus menjadi negara demokrasi. Diskursus pembangunan
menjadi terminologi baru bagi negara pusat dalam usahanya menciptakan industrialisasi di
Dunia Ketiga. Negara-negara Dunia Ketiga tidak memiliki pilihan untuk menentukan jalannya
sendiri. Tanpa adanya pilihan lain, negara Dunia Ketiga secara tidak sadar telah menyerahkan
diri pada ketergantungan dengan negara pusat. Meskipun demikian, solusi Frank untuk
memutuskan hubungan dengan negara pusat adalah hal yang kurang bijak karena sama saja
dengan bunuh diri. Solusi terbaik saat ini adalah bermain diantara dua hegemoni besar saat ini;
China dan Amerika, untuk memperoleh keuntungan bagi negara Dunia Ketiga.

REFERENSI
Budiman, A. (1994). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fakih, M. (2008). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fernando Cardoso, E. F. (1969). Comprehensi Analysis of Development.
Handelman, H. (1996). The Challenge of Third World Development.

1https://www.fpciupnvj.com/amerika-vs-china-rivalitas-dua-kekuatan-dunia-di-asia-pasifik/. Diakses pada


Kamis, 11 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai