Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aulia Putri

NIM : 1701114544

Mata Kuliah : Teori Pembangunan (B)

Dosen Pengampu : Tito Handoko, S.IP, M.Si

No. Presensi

A. Asumsi Dasar Teori Dependensi


1. Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi
seluruh negara dunia ketiga. Teori dependensi berusaha menggambarkan watak-watak
umum keadaan ketergantungan di Dunia Ketiga sepanjang perkembangan kapitalisme
dari Abad ke-16 sampai sekarang.
2. Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab
terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan
kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan
terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Warisan
sejarah kolonial dan pembagian kerja internasional yang timpang bertanggung jawab
terhadap kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga.
3. Permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi
akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Ini
diperburuk lagi kerena negara Dunia Ketiga mengalami kemerosotan nilai tukar
perdagangan relatifnya.
4. Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi
regional ekonomi global. Disatu pihak, mengalirnya surplus ekonomi dari Dunia
Ketiga menyebabkan keterbalakangannya, satu faktor yang mendorong lajunya
pembangunan dinegara maju.
5. Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang
dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara pinggiran
mustahil terlaksana. Sekalipun sedikit perkembangan dapat saja terjadi dinegara
pinggiran ketika misalnya sedang terjadi depresi ekonomi dunia atau perang dunia.
Teori dependensi berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom dan berkelanjutan
hampir dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus menerus terjadi
pemindahan surplus ekonomi ke negara maju.

Asumsi lain dari teori dependensi yaitu:

1. kemiskinan dan keterbelakangan bukan disebabkan oleh faktor kultural dan struktural
secara internal masyarakat, melainkan karena faktor eksternal berupa hubungan
eksploitatif antara negara berkembang dan negara maju (metropolis/core/inti) dan
(peri-peri/pinggiran). Makanya, jika negara berkembang ingin lepas dari kemiskinan
dan keterbelakangan, harus melepaskan ketergantungan pada negara
maju/inti/metropolis.
2. dalam mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan harus berlangsung dalam proses
yang mandiri, tidak bergantung pada bantuan investasi dan teknologi dari negara
maju. Penghapusan ketergantungan negara berkembang kepada negara maju.
B. Perbandingan Dependensi dan Modernisasi

Teori Modernisasi

Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup: (1) Bertolak dari dua kutub dikotomis
yaitu antara masyarakat modern (masyarakat negara-negara maju) dan masyarakat tradisional
(masyarakat negara-negara berkembang); (2) Peranan negara-negara maju sangat dominan
dan dianggap positif, yaitu dengan menularkan nilai-nilai modern disamping memberikan
bantuan modal dan teknologi. Tekanan kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal melainkan internal; (3) Resep pembangunan yang ditawarkan bisa
berlaku untuk siapa, kapan dan dimana saja (Budiman, dalam : Frank, 1984: x). Satu hal yang
menonjol dari teori modernisasi ini adalah, modernisasi seolah-olah tidak memberikan celah
terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih
menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Asumsi ini ternyata banyak
menimbulkan komentar dari berbagai fihak, terutama dari kelompok pendukung teori
Dependensi, sehingga timbul paradigma baru yang dikenal sebagai teori Modernisasi Baru
(Suwarsono-So, 1991: 58-61).

Teori modernisasi melihat hubungan antara Negara Dunia Pertama (Amerika Serikat
dan negara-negara maju lainnya) dengan Negara Dunia Ketiga layaknya hubungan antara
masyarakat modern dengan tradisional. Hubungan ini mencerminkan kuatnya pengaruh Barat
sebagai role-model terhadap Timur. Hal ini membuat negara berkembang harus selalu
berkaca kepada Barat untuk melakukan modernisasi—membuat Barat dengan mudah
menanamkan nilai-nilainya kepada mereka. Negara Dunia Ketiga dengan sendirinya harus
menolak paham komunis sebagaimana Negara Dunia Pertama menolaknya. Termasuk
menerima dominasi asing yang kini dilembagakan dalam hukum formal. Bantuan asing
berupa modal dan investasi bertebaran di negara-negara berkembang seperti padi di sawah.
Dari penjelasan di atas, teori modernisasi pun memberikan implikasi akan adanya
perubahan/transformasi yang direncanakan pemerintah (top-down).

Teori Dependensi

Keterbelakangan yang dialami oleh negara-negara berkembang yang telah secara


intensif mendapat bantuan dari negara-negara maju menyebabkan ketidak-puasan terhadap
asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh teori modernisasi. Keadaan ini menimbulkan reaksi
keras dari para pemerhati masalah-masalah sosial yang kemudian mendorong timbulnya teori
dependensi. Teori ini menyatakan bahwa karena sentuhan modernisasi itulah negara-negara
dunia ke-tiga kemudian mengalami kemunduran (keterbelakangan), secara ekstrim dikatakan
bahwa kemajuan atau kemakmuran dari negara-negara maju pada kenyataannya
menyebabkan keterbelakangan dari negara-negara lainnya (‘the development of
underdevelopment’); siapa sebenarnya yang menolong dan siapa yang ditolong ?. Andre
Gunter Frank (1967) dianggap sebagai salah seorang tokoh pencetus teori Dependensi ini
mengatakan bahwa keterbelakangan justru merupakan hasil dari kontak yang diadakan oleh
negara-negara berkembang dengan negara-negara maju (Budiman, dalam : Frank, 1984: xii-
xiii).

Implikasi kebijaksanaan pembangunan dengan model dependensi di antaranya adalah


negara pinggiran harus memutuskan hubungan dengan negara sentral. Seperti saran Baran
dan Frank di atas, hal itu demi berkurang atau bahkan menghilangnya intervensi dan
pengaruh asing di negara yang didominasi. Dengan begitu, negara pinggiran akan berusaha
mandiri. Mengingat negara sentral sekarang adalah negara-negara maju yang menganut
paham liberal-kapitalis, maka dengan berkurangnya pengaruh mereka tumbuhlah benih-benih
sosialisme. Yang memungkinkan terjadinya revolusi sosialis di tubuh negara pinggiran.
Maka, negara-negara yang memakai teori ini akan—kalau tidak disebut berpatokan—
mengarah pada perwujudan sosialisme, seperti akar historis kelahiran teori ini.

Anda mungkin juga menyukai