Anda di halaman 1dari 100

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perang 34 Hari ( 34 Days War ) yang terjadi di Lebanon merupakan salah

satu konflik besar antara Israel dengan Hizbullah yang menimbulkan kerugian

yang cukup besar di kedua belah pihak. Masing – masing pihak merasa memiliki

kepentingan yang tetap harus dilaksanakan demi kelangsungan hidup bangsa atau

kelompoknya. Dalam pandangan Israel, sebagai negara kecil yang dikelilingi oleh

negara – negara Arab dengan berbagai konfliknya menyebabkan Israel harus

berpikir lebih keras agar dapat mempertahankan segala kepentingannya di Timur

Tengah. Apalagi Israel telah banyak memakan asam garam konflik dengan negara

– negara Arab dimulai dari sejak berdirinya Negara Israel pada 14 Mei 1948

sampai saat ini.1 Berbagai kancah peperangan yang melibatkan Israel melalui

angkatan perangnya IDF ( Israeli Defense Force ) berhadapan dengan negara –

negara Arab seperti Mesir, Syria, Jordania dan Palestina yang sejak dari awal

telah menentang berdirinya Negara Israel. Beberapa perang besar terjadi antara

Negara Israel dengan Negara – Negara Arab antara lain Perang Enam Hari tahun

1967 dan Perang Yom Kippur tahun 1973 yang berakhir dengan kemenangan

Israel sehingga terjadi perluasan daerah Israel dan perampasan atas tanah Negara

– Negara Arab yang dikalahkan sebagai dari konsekuensi hasil perang.

Kontroversi pembentukan dan pengembangan Negara Israel tersebut menjadi

1
http://id.wikipedia.org/wiki/Israel ( diakses pada 29 September 2012 pukul 23.10 )
2

sumber segala konflik yang abadi di kawasan Timur Tengah. Hal ini menandai

terjadinya berbagai campur tangan yang sangat sarat dengan kepentingan pihak –

pihak tertentu bahkan intervensi dan dukungan dari beberapa negara besar seperti

AS dan Rusia semakin membuat konflik yang ada semakin kompleks. Situasi

yang sedemikian ini memicu aktor – aktor non-negara untuk turut ambil bagian

dalam konflik yang terus berkelanjutan ini. Organisasi – organisasi perlawanan

terhadap Zionisme Israel seperti Partai Hizbullah dan Amal di Lebanon,

Kelompok Hamas di Palestina, Militan Fatah al Islam sampai dengan Al Qaeda

mulai melibatkan diri dalam berbagai konflik dengan Israel sebagai sebuah

negara.

Dalam konflik Israel dengan Hizbullah, Lebanon, khususnya Lebanon

selatan, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Israel bagian utara

menjadi daerah yang sangat penting dan strategis. Lebanon dalam konteks ini

berada dalam posisi yang cukup dilematis. Di satu sisi, Lebanon merupakan

negara yang menganut pembagian kekuasaan kepada kelompok sektarian partai

besar yang ada ( sistem Troika ) termasuk salah satunya Partai Hizbullah yang

didominasi oleh kaum Shiah dan masih dipegang teguhnya Taif Agreement yang

merupakan komitmen terhadap kesepakatan untuk mengakhiri Perang Saudara

yang terjadi tahun 1975 – 1990 sehingga menelan korban 130.000 – 250.000

orang tewas serta 1.000.000 orang terluka diikuti intervensi berbagai macam

kepentingan asing sampai saat ini.2 Namun di sisi lain, Hizbullah yang

menyatakan diri sebagai pihak yang paling mampu untuk berhadapan langsung
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Saudara_Lebanon ( diakses pada 29 September 2012 pukul
07.00 )
3

dengan kekuatan Israel, telah menyebabkan ketidakseimbangan kondisi politik,

kerugian ekonomi dan infrastruktur di Lebanon Selatan sebagai akibat dari

dahsyatnya gempuran Israel dalam Perang 34 Hari pada pertengahan Juli 2006

silam. Bahkan sebagian kota Beirut yang notabenenya dihuni oleh masyarakat

multi-partai atau multi-kepentingan juga ikut menjadi korban penghancuran Israel

terhadap seluruh titik kuat dan infrastruktur milik Hizbullah. Kondisi dilematis

tersebut di atas membawa Lebanon menjadi salah satu negara yang terlibat

konflik langsung dengan Israel walaupun secara realita hanya Kelompok

Hizbullah saja yang berperan sementara kelompok lain hanya terkesan “ wait and

see “. Mereka juga masih mempertimbangkan hasil – hasil positif dari Perang

Saudara yang telah lalu termasuk dampak Perang Saudara I yang terjadi sekitar

tahun 1958 – 1959 dengan timbulnya kembali kepercayaan terhadap realitas

Lebanon yakni : (1) Bila Lebanon mempertahankan kelompok mayoritas agama,

maka harus bekerjasama secara jujur karena dominasi satu atas lainnya, baik

Kristen maupun Islam, hanya akan mendatangkan perlawanan dan kekerasan. (2)

Bila sebagian penganut Islam penduduk Lebanon selalu memimpikan persatuan

yang lebih erat dengan Suriah dan Arab secara keseluruhan, maka para pemimpin

Islam harus menjadi tonggak dalam memelihara kedaulatan Lebanon, dan mereka

pun ditawari posisi yang berpengaruh dan kekuasaan . (3) Untuk menghindari

bentrokan internasional dan agar menikmati kedamaian, Lebanon harus menjaga

keseimbangan antara Barat dan lingkungan Arabnya. (4) Karena Lebanon selalu
4

dicekam bahaya intervensi tetangga Arabnya, sudah jelas bahwa kontraintervensi

Barat merupakan penjamin status kemerdekaannya.3

Seiring dengan perkembangan Konflik Israel – Hizbullah terutama pada

periode Perang 34 Hari, tidak terlepas pula besarnya peran organisasi

internasional terbesar yang saat itu sedang beroperasi di Lebanon Selatan yakni

PBB. PBB telah membentuk Pasukan Pemelihara Perdamaian yang khusus

ditugaskan di wilayah Lebanon Selatan yang dikenal dengan nama UNIFIL

( United Nations Interim Force In Lebanon ). UNIFIL dibentuk oleh PBB atas

dasar dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 425 dan 426 pada 19

Maret 1978 untuk memastikan penarikan pasukan Israel dari Lebanon,

mengembalikan perdamaian dan keamanan serta membantu pemerintah Lebanon

menjaga otoritas di wilayahnya secara efektif. Pasukan UNIFIL yang pertama

diterjunkan di wilayah Lebanon Selatan pada 23 Maret 1978. Pasukan ini

merupakan pembentukan kembali dari pasukan PBB yang lain ( The United

Nations Emergency Force dan United Nations Disengagement Observer force

Zone ) dalam operasinya menjaga perdamaian di wilayah ini. Resolusi tersebut

dikeluarkan oleh PBB setelah muncul ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel

yang telah berlangsung bertahun-tahun yang merupakan bagian dari konflik Arab-

Israel, yang kemudian mengakibatkan sebagian wilayah Lebanon (khususnya

wilayah selatan) diduduki Israel. Namun demikian, dengan keluarnya Resolusi

PBB tidak pernah menciptakan perdamaian yang sebenarnya dan tidak pernah

membuat Israel mundur dari wilayah Lebanon Selatan yang didudukinya. Bahkan
3
George Lenczowski, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia ( Bandung : Sinar Baru Algesindo,
1992 ), h. 217
5

pada bulan Juni 1982, Israel secara sepihak menetapkan zona keamanan sendiri di

wilayah Lebanon Selatan. Dengan perkembangan situasi yang demikian itu,

kembali Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi No. 511 pada 18 Juni

1982, namun tidak terlalu banyak membuahkan hasil dan Israel masih tetap

bertahan hingga akhirnya Israel menarik diri pada Juni 2000. Meski Israel telah

mundur dari Lebanon, pemerintah Lebanon meminta UNIFIL tetap dipertahankan

karena mereka belum sepenuhnya mendapatkan wilayah selatan yang menurut

dipenuhinya Resolusi PBB No.425, meskipun kemudian PBB menetapkan Blue

Line (Garis Biru) sebagai pengakuan Internasional atas wilayah Lebanon. Di

sepanjang Blue Line itulah UNIFIL melakukan aktivitasnya hingga saat ini.4

Pada 12 Juli - 14 Agustus 2006 kembali peperangan terjadi antara

Lebanon (dalam hal ini Hizbullah) dan Israel. Perang ini juga dikenal dengan

sebutan Perang 34 Hari dan tidak dapat dipungkiri merupakan kelanjutan perang

Arab-Israel yang terjadi sejak 1948. Perang itu pecah setelah Hizbullah

mengklaim menahan dua orang tentara Israel, Kopral Eldad Regev dan Ehud

Goldwasser di desa Zahit Ztula (sebuah desa kecil di dekat perbatasan Lebanon-

Israel). Israel mengakui adanya penahanan ini dan meminta Hizbullah

bertanggungjawab atas keselamatan kedua tentaranya. Sementara itu Hizbullah

menyatakan, bahwa penahanan itu untuk mengusahan pembebasan para tahanan

Lebanon yang berada di berbagai penjara Israel. Perang yang berlangsung selama

34 Hari tersebut memakan korban yang cukup besar dan menimbulkan kerugian

tidak hanya rakyat Lebanon tetapi juga menewaskan 4 orang Pengamat Militer
4
http://www.pkc-indonesia.com/index.php/sejarah/kontingen-garuda-indonesia-di-wilayah-timur-
tengah/konflik-libanon ( diakses pada tanggal 29 September 2012 pukul 08.29 )
6

PBB karena serangan udara Israel di Khiam pada 25 Juli 2006. Setelah mengalami

proses mediasi dan negosiasi yang berlarut – larut, Perang 34 Hari dapat diakhiri

atas mediasi PBB dengan dikeluarkannya Resolusi No. 1701 pada 11 Agustus

2006 yang menyerukan penghentian permusuhan total dari perang yang sedang

berkecamuk dengan perhatian utama pada penghentian segera serangan yang

dilakukan oleh Hizbullah dan penghentian segera operasi militer ofensif yang

dilakukan pihak Israel di Lebanon. Melalui Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB

memperpanjang mandate UNIFIL hingga Agustus 2007 dan meningkatkan

kekuatan pasukannya dari 2000 personel pada Agustus 2006 menjadi 15.000

personel.

Indonesia sebagai salah satu Negara anggota PBB merasa memiliki

kewajiban untuk turut berperanserta dalam proses pemeliharaan perdamaian di

Lebanon Selatan. Penerapan fungsi – fungsi operasional PBB sebagai organisasi

internasional dimanfaatkan Indonesia sebagai pedoman peransertanya dalam

proses pemeliharaan perdamaian ini. Fungsi – fungsi tersebut yakni : (1)

Menyediakan hal – hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan antar

Negara dimana kerjasama itu menghasilkan keuntungan yang besar bagi seluruh

bangsa. (2) Menyediakan banyak saluran – saluran komunikasi antar

pemerintahan sehingga ide – ide dapat bersatu ketika masalah muncul ke

permukaan.5 Indonesia menegaskan perannya secara politis dengan mendukung

Resolusi 1701 yang telah dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB pada 11

Agustus 2006 dan Pemerintah serta DPR RI telah bersepakat memberangkatkan


5
DR Anak Agung Banyu Perwita dan DR Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional ( Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006 ), h. 97
7

pasukan perdamaian TNI untuk bergabung bersama pasukan UNIFIL lainnya

dengan catatan bahwa kontingen Indonesia pasukan memiliki tugas yang jelas

yaitu menjaga proses perdamaian dan semuanya harus berdasar perintah resmi

PBB. Pemerintah RI menolak apabila pasukan Indonesia yang dikirimkan

bertugas untuk melucuti senjata Hizbullah. Pengiriman pasukan pemeliharaan

perdamaian ini merupakan sebuah kebanggaan bagi Indonesia karena dipercaya

dunia internasional untuk turut ambil bagian dalam menegakkan perdamaian

dunia sekaligus merupakan beban berat yang menjadi konsekuensi logis negara

berkaitan dengan penjagaan citra positif Indonesia di dunia internasional.

Dalam hal ini, Indonesia yang sudah memiliki pengalaman pengiriman

misi pemeliharaan perdamaian sejak tahun 1957 di Mesir, kembali menyiapkan

dan mengirimkan pasukannya dalam misi Kontingen Garuda XXIII-

A/INDOBATT. Secara khusus, INDOBATT ( Indonesia Battalion ) ini

diorganisir dalam organisasi mekanis gabungan berbentuk Satuan Tugas Batalyon

Mekanis TNI.6 Dengan demikian, Indonesia yang pada dasarnya menganut sistem

politik luar negeri yang bebas - aktif telah ikut berperanserta dalam proses

pemeliharaan perdamaian dunia khususnya di Lebanon Selatan.

6
Organisasi Satgas Yon Mekanis TNI saat itu merupakan bentuk organisasi TNI yang sama sekali
baru diterapkan ke dalam lingkungan TNI. Pembentukan satuan ini didasarkan pada pertimbangan
luasnya Area of Responsibility yang harus diawasi, kebutuhan keamanan personel yang menjadi
skala prioritas dihadapkan pada tingginya intensitas konflik di perbatasan Israel – Lebanon dan
merupakan penyesuaian dengan bentuk satuan – satuan UNIFIL yang telah beroperasi sejak tahun
1978 dimana hampir seluruhnya berupa satuan – satuan mekanis yang mengutamakan mobilitas
dalam penanganan masalah operasi di lapangan.
8

B. Fokus Masalah

Konflik yang terjadi di Lebanon Selatan antara Israel dan Hizbullah

merupakan konflik yang sangat kompleks dikarenakan telah terjadi pencampuran

berbagai macam kepentingan dan latar belakang. Kondisi sosial yang telah

terbentuk selama berabad – abad membuat karakter tersendiri bagi masing –

masing aktor yang bertikai. Perselisihan yang kerap kali terjadi dapat dipicu oleh

hal – hal kecil yang seharusnya dapat dihindari atau diselesaikan dengan cara –

cara yang lebih moderat. Hizbullah, yang sejatinya adalah salah satu partai besar

dalam kancah perpolitikan Lebanon, merasa berkepentingan untuk selalu

membalaskan penindasan yang disebabkan oleh perilaku bangsa Israel terhadap

umat Islam di dunia khususnya negara – negara Islam yang bertentangan langsung

dengan Israel. Sementara itu, Israel yang merasa negaranya selalu menjadi

sasaran aksi bangsa Arab juga berkepentingan untuk mempertahankan

eksistensinya, jika tidak negaranya yang kecil tersebut akan hilang dari peta

dunia.

Keterlibatan PBB dengan mengoperasionalkan UNIFIL sejak tahun 1978

sampai saat ini sangat diharapkan memberi kontribusi yang positif terhadap

perdamaian di wilayah Lebanon Selatan. Selama kurun waktu 34 tahun penugasan

UNIFIL, telah terjadi berkali – kali konflik perbatasan Israel – Lebanon yang

memakan korban jiwa dan harta yang cukup besar. Israel menggelar Operasi “

Just Reward “ dalam Perang 34 hari pada bulan Juli 2006 merupakan perang yang

mengerahkan kekuatan militer sangat besar setelah Operasi “ Shredder “ pada

tahun 1966 yang menyerang Yordania sebelum terjadinya Perang Enam Hari ( Six
9

Days War ).7 Dampak Perang 34 Hari sangat berpengaruh pada kehidupan

masyarakat Lebanon Selatan. Jumlah korban jiwa yang begitu tinggi, kerusakan

infrastruktur yang sangat parah, ditambah lagi dengan pergolakan politik pasca

Perang 34 Hari semakin menambah penderitaan dan trauma yang mendalam.

Indonesia sebagai salah satu Negara anggota PBB yang semenjak tahun

1957 telah memiliki kontribusi dalam pengiriman Kontingen Garuda untuk

mengemban Misi Pemeliharaan Perdamaian turut serta berkomitmen menegakkan

perdamaian dengan kembali mengirimkan Kontingen Garuda XXIII-A yang

bernaung dibawah bendera UNIFIL pada bulan November 2006. Walaupun saat

ini telah tergelar juga Kontingen Garuda yang mengemban misi – misi khusus di

Lebanon Selatan seperti Konga XXV/ MPU ( Military Police Unit ), Konga

XXVI / FHQSU ( Force Headquater Support Unit ), Konga XXVIII / MTF (

Maritime Task Force ), Konga XXIX / MEDTEAM ( Medical Team ), Konga

XXXI / CIMIC ( Civil - military coordination ), Konga XXIII-1 ( Milstaff ),

namun kontingen dengan pengerahan pasukan terbesar sebanyak 1.018 personel

dan bertanggungjawab atas daerah operasi ( Area Operation ) seluas ± 120 Km, 13

Desa serta Blue Line sepanjang 7 Km dengan 3 Hotspot adalah Kontingen Garuda

XXIII / INDOBATT ( Indonesia Battalion ).8 Dan sampai tahun 2012 ini,

Indonesia telah mengirimkan Kontingen Garuda XXIII-F yang berarti telah 6 kali

terjadi pergantian pasukan pemeliharaan perdamaian di Lebanon Selatan.

Tentunya selama kurun waktu 6 tahun penugasan tersebut memiliki

7
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Enam_Hari ( diakses pada 22 September 2012 pkl 09.00 )
8
Satgas Yon Mekanis TNI Konga XXIII-E/INDOBATT, Laporan Purna Tugas tahun 2010 –
2011, ( Jakarta : PMPP TNI, 2011 ), h. 3-5.
10

perkembangan – perkembangan perannya sebagai Peacekeeper yang cukup

signifikan untuk diteliti. Penambahan jumlah personel peacekeepers, penambahan

luas AOR ( area of responsibility ), penambahan jenis material, pengembangan

jenis tugas khusus, penambahan macam kontingen serta penunjukan beberapa

personel TNI sebagai pejabat teras UNIFIL merupakan sebagian dari banyaknya

indikasi betapa berpengaruhnya Kontingen Garuda XXIII/INDOBATT di

Lebanon Selatan.

Mengingat luasnya permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, maka

agar dalam penulisannya terfokus pada satu pokok permasalahan, ditetapkan

fokus masalah atau semacam pembatasan masalah, sebagai berikut:

1. Pembatasan Bidang.

Dalam skripsi ini, penulis membatasi bidang pembahasan pada

penelitian terhadap peran INDOBATT dalam melaksanakan Mandat

Resolusi PBB 1701 di Lebanon Selatan periode 2006 – 2012 ditinjau dari

tiap – tiap bentuk perannya berdasarkan butir – butir Mandat Resolusi

PBB 1701.

2. Pembatasan Waktu.

Waktu penelitian skripsi ini penulis fokuskan pada periode tahun

2006 – 2012. Hal ini didasarkan dari pemikiran tentang perkembangan

peran INDOBATT sejak satuan ini dibentuk dan ditugaskan pada

November 2006 sampai dengan September 2012 saat ini masih

menjalankan tugasnya di Lebanon Selatan.


11

3. Pembatasan Lokasi

Adapun lokasi penelitian yang ditentukan dalam skripsi ini

difokuskan pada Area of Responsibility ( AOR ) INDOBATT di Lebanon

Selatan yang meliputi wilayah perbatasan sepanjang garis biru (Blue Line )

atau perbatasan Israel – Lebanon yang menjadi tempat sengketa dan 13

desa yang berada di wilayah pedalaman Lebanon Selatan yang merupakan

bagian dari Daerah Demarkasi PBB ( UN Demarkation Zone )

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah yang telah diuraikan di

atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah peran

INDOBATT dalam melaksanakan mandat Resolusi 1701 PBB di Lebanon Selatan

periode 2006 – 2012 ? ”.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggambarkan

bagaimana peran INDOBATT dalam melaksanakan mandat Resolusi PBB

1701 di Lebanon Selatan periode 2006 – 2012.


12

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan

menganalisa secara terperinci mengenai perkembangan peran INDOBATT

( Indonesia Battalion ) dalam melaksanakan mandat Resolusi PBB 1701 di

Lebanon Selatan periode 2006 – 2012 dimana INDOBATT merupakan

bagian dari Pasukan UNIFIL.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian dalam skripsi ini adalah untuk

menerapkankan pendekatan - pendekatan, teori- teori dan konsep - konsep

hubungan internasional pada permasalahan dan isu konflik, keamanan dan

perdamaian sehingga dapat menambah wawasan dan pandangan teoritis

tentang keterlibatan Indonesia dalam Organisasi Internasional khususnya

Perserikatan Bangsa - Bangsa ( PBB ).

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk menyusun strategi dan

pedoman penugasan Kontingen Garuda yang akan ditugaskan sebagai

Pasukan Pemelihara Perdamaian dimanapun di seluruh penjuru dunia

terutama penugasan ke Lebanon Selatan sebagai bagian dari Pasukan

United Nation Interim Force in Lebanon ( UNIFIL ) sehingga diharapkan

dapat memperoleh gambaran umum tentang tehnis penugasan tersebut.


13

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian dalam bentuk skripsi ini disusun dengan rincian

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat penggambaran

mengenai latar belakang, fokus masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN

PUSTAKA. Bab ini memuat penggambaran mengenai

pendekatan, teori dan konsep-konsep yang berkaitan

dengan konflik, keamanan dan perdamaian, yang meliputi

kajian teoritis, asumsi, definisi operasional dan tinjauan

pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini memuat

penggambaran mengenai tipe penelitian, lokasi penelitian,

jadwal penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa

data, dan pengujian keabsahan data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini

memuat penggambaran mengenai hasil penelitian (yang

didalamnya terdapat gambaran umum obyek penelitian,

yakni Konflik Lebanon Israel tahun 2006, UNIFIL dan

INDOBATT ) dan pembahasan (yang didalamnya terdapat


14

jawaban atas permasalahan yang diungkap dalam

perumusan permasalahan dan sekaligus penjelasan detail

dari definisi operasional).

BAB V PENUTUP. Bab ini memuat mengenai kesimpulan dan

rekomendasi yang dikemukakan berdasarkan hasil kajian

dan pembahasan di bab-bab sebelumnya.


15

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Pemikiran

Dalam Studi Hubungan Internasional, dikenal peran Organisasi

Internasional yang merupakan salah satu bentuk aktor non-state dalam berbagai

penyelesaian permasalahan ataupun konflik antar negara. Peranan organisasi

internasional dalam hubungan internasional saat ini telah diakui karena

keberhasilannya dalam memecahkan berabagai permasalahan yang dihadapi suatu

Negara. Bahkan saat ini organisasi internasional dinilai dapat mempengaruhi

tingkah laku Negara secara tidak langsung. Kehadiran organisasi internasional

mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana

untuk menangani masalah – masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut.

Menurut Coulombis dan Wolfe, International Government Organization

dapat dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi berdasarkan keanggotaan dan tujuan

yakni Global Membership and General Purpose, Global Membership and Limited

Purpose, Regional Membership and General Purpose dan Regional Membership

and Limited Purpose. Dalam konteks pembahasan ini, PBB dapat dikategorikan

sebagai Global Membership and General Purpose yakni organisasi internasional

antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud dan tujuan umum.9

Peran Indonesia yang diimplementasikan dengan pengiriman Kontingen

Garuda sejak tahun 1957 merupakan salah satu konsekuensi logis atas
9
DR Anak Agung Banyu Perwita dan DR Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional (Bandung : PT Remaja Rosda Karya , 2006 ), h. 94
16

keanggotaan Indonesia dalam PBB. Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara

penyumbang pasukan perdamaian / TCC ( Troops Contributing Country ) dalam

Konflik Israel – Lebanon sejak tahun 2006 sampai sekarang. Indonesia dipandang

sebagai negara yang telah memiliki pengalaman dalam penugasan pasukan

pemeliharaan perdamaian hampir di seluruh daerah konflik di dunia.

Perkembangan – perkembangan mengiringi dinamika penugasan kontingen

Indonesia di Lebanon Selatan antara lain penambahan pasukan, perluasan daerah

operasi, pengembangan jenis tugas, prestasi – prestasi, kemampuan menangani

konflik dan sebagainya. Guna memahami lebih lanjut tentang peran Indonesia

sebagai bagian dari UNIFIL maka diperlukan kerangka pemikiran yang tepat dan

sesuai dalam rangka membahas sejauh mana peran INDOBATT dalam

melaksanakan mandat Resolusi PBB 1701 di Lebanon Selatan.

1. Pendekatan Liberalis

Pada dasarnya, liberal percaya bahwa negara bukan merupakan

satu-satunya aktor dalam hubungan internasional karena selain negara

terdapat juga aktor-aktor non-negara yang berpengaruh dalam legitimasi

yang independen dari negara. Menurut liberal, sifat dasar dari sistem

internasional cenderung anarkhi yang didukung oleh aturan-aturan dalam

hukum internasional, negara suka bekerjasama tetapi terkadang timbulnya

konflik dalam kompetisi antar negara di dunia.10

10
Ibid, h. 27
17

Pendapat kaum Liberalis yang beranggapan bahwa sifat negara

yang cenderung anarki tetapi masih suka bekerjasama merupakan dasar

dari sistem hubungan internasional pasca perang dingin. Setelah perang

dingin berakhir, Negara-negara di dunia cenderung suka bekerjasama baik

itu dalam ekonomi maupun politik yang ditempuh melalui jalan diplomasi

yang tujuannya adalah untuk kepentingan nasional negara itu sendiri. Jadi

berdasarkan sudut pandang ini, kita dapat mengetahui bahwa kerjasama

dan kesepakatan merupakan suatu jalan penting bagi setiap negara untuk

mengutamakan kepentingan nasionalnya. Dalam kerjasama tentu akan ada

yang namanya konflik dari negara atau organisasi yang terlibat dalam

kerjasama tersebut, tetapi dengan menggunakan pendekatan liberal, negara

yang terkait dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi melalui

jalan lain yang tidak dapat memicu terjadinya perang karena liberal

meyakini bahwa sifat dasar manusia itu sebenarnya baik dan tidak suka

adanya perang.

Fokus pemikiran liberal memberikan berbagai penjelasan

bagaimana kedamaian dan korporasi antara aktor hubungan internasional

dapat dicapai. Dalam liberal tersendiri terdapat empat cabang dalam

menguraikan bagaimana kedamaian bisa dicapai. Perspektif kedamaian

dalam sudut pandang liberal dibagi menjadi empat yakni liberal

internasionalisme, idealisme, optimisme, dan liberal institutionalisme.

Salah satu aliran Liberalis yakni Liberalis Institusional

mendasarkan pemikirannya pada kondisi bahwa institusi internasional


18

membantu memajukan kerjasama antara negara – negara dan oleh karena

itu membantu mengurangi ketidakpercayaan antar-negara – negara dan

rasa takut negara satu sama lain yang dianggap menjadi masalah

tradisional yang dikaitkan dengan anarki internasional. Peran positif

institusi internasional dalam memajukan kerjasama antara negara – negara

berlanjut menjadi permasalahan bagi kaum realis. Dengan demikian, aliran

liberalis institusional menjelaskan peran institusi sebagai berikut : (1)

Menyediakan aliran informasi dan kesempatan bernegosiasi, (2)

Meningkatkan kemampuan pemerintah memonitor kekuatan lain dan

mengimplementasikan komitmennya sendiri dan oleh karena itu

kemampuannya membuat komitmen yang dapat dipercaya berada di

urutan pertama, (3) Memperkuat harapan yang muncul tentang kesolidan

dari kesepakatan internasional.11

Aliran liberalis institusional memandang bahwa institusi

internasional semacam PBB menolong memajukan kerjasama di antara

negara – negara. Argumen yang dibuat oleh kaum liberal institusional

adalah bahwa tingkat institusional PBB yang begitu tinggi secara

signifikan dapat mengurangi efek yang mengacaukan dari anarki

multipolar. Institusi yang lebih rendah semacam UNIFIL yang ditugaskan

di wilayah Lebanon Selatan dipandang pembuatannya sebagai akibat dari

ketidakpercayaan di antara negara – negara yang bertikai. UNIFIL

berperan untuk menyediakan aliran informasi tentang jaminan pencegahan


11
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional ( Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2005 ), h.158
19

konflik dan memberikan kesempatan negosiasi dalam berbagai pemecahan

masalah yang mungkin muncul di wilayah tempatnya bertugas.

2. Kerangka Konseptual

a. Konsep Peranan

Terkait dengan sebuah peran, maka tidak lepas pula dari

istilah Peranan. Peranan merupakan aspek dinamis. Apabila sebuah

negara melaksanakan hak dan kewajibannnya sesuai dengan

kedudukannya dalam Organisasi Internasional, maka ia telah

menjalankan suatu peranan. Peranan juga berarti bagian dari tugas

utama yang harus dijalankan oleh suatu negara sebagai

konsekuensinya menjadi anggota suatu organisasi internasional.

Dari konsep peranan tersebut muncullah istilah peran. Sehingga

Peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh

negara yang berkedudukan dalam Organisasi Internasional.

Berbeda dengan peranan yang sifatnya mengkristal, peran bersifat

insidental. Pengertian lain dari peranan, yaitu: “Orientasi atau

konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi

sosialnya di dunia internasional ”. Dengan peranan tersebut, para

pelaku peranan individu atau organisasi akan berperilaku sesuai

dengan harapan orang maupun lingkungannya. Dalam hal ini

peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan


20

harapan-harapan yang terpola dariorang lain atau lingkungan

dengan hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial”.

Peranan dapat dikatakan sebagai seperangkat perilaku yang

diharapkan dari seseorang atau struktur tertentu yang menduduki

suatu posisi di dalam suatu system. Sebuah organisasi seperti PBB

memiliki struktur organisasi untuk mencapai tujuam organisasi

yang telah disepakati bersama. Apabila struktur – struktur tersebut

telah menjalankan fungsi – fungsinya, maka organisasi itu telah

menjalankan peranan tertentu. Dengan demikian, peranan dapat

dianggap sebagai fungsi dalam rangka pencapaian tujuan – tujuan

organisasi. Mochtar Mas’ud menyatakan bahwa peranan adalah

perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh sebuah negara yang

menduduki suatu posisi dalam organisasi inetrnasional seperti

PBB. 12

Dalam konteks pembahasan peran INDOBATT ini,

INDOBATT ( Indonesia Battalion ) merupakan organisasi yang

mewakili Negara Republik Indonesia untuk bekerja menjadi

Pasukan Pemeliharaan Perdamaian Dunia yang berada di bawah

naungan PBB yaitu UNIFIL. Dengan demikian, INDOBATT

sudah menjadi bagian yang integral dari UNIFIL sehingga

12
DR Anak Agung Banyu Perwita dan DR Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional (Bandung : PT Remaja Rosda Karya , 2006 ), h. 29 - 31
21

berkewajiban menjalankan misi yang sama dengan UNIFIL

sebagai perwujudan dari tujuan organisasi ( Perserikatan Bangsa –

Bangsa ). Kaitannya, dengan tugas pokok UNIFIL tersebut maka

INDOBATT pun berkewajiban untuk melaksanakan tugas – tugas

yang diberikan UNIFIL kepadanya yang secara nyata merupakan

penjabaran dari mandat Resolusi DK PBB 1701. Sehingga secara

langsung dapat dikatakan bahwa INDOBATT berperan dalam

melaksanakan mandat Resolusi DK PBB 1701.

b. Konsep Resolusi PBB.

Resolusi PBB merupakan sebuah teks resmi yang

dikeluarkan oleh Badan PBB. Walaupun beberapa Badan PBB

dapat menerbitkan dan mengedarkan resolusi, sebagian besar

Resolusi PBB diterbitkan oleh Dewan Keamanan ( DK PBB ) atau

Majelis Umum PBB saja. Tipikal sebuah Resolusi PBB adalah

untaian kalimat yang tunggal dan sangat panjang. Resolusi PBB

tersebut tersusun atas 3 bagian utama : nama badan PBB yang

menerbitkan resolusi tersebut ( dapat berupa Dewan Keamanan,

Majelis Umum, sebuah sub-badan dari Majelis Umum atau

organisasi lain yang berhak menerbitkan resolusi ) bertindak

sebagai Subyek kalimat resolusi ; kata pembuka yang menjelaskan

tentang alasan penerbitan resolusi tersebut ; dan kalimat perintah

resolusi dimana Badan PBB tersebut menjelaskan langkah –

langkah pelaksanaan yang harus dilakukan ( jika resolusi tersebut


22

merupakan terbitan DK PBB atau Badan PBB lain yang membuat

kebijakan internal ) atau sebuah rekomendasi yang harus dilakukan

( dalam beberapa Resolusi DK PBB dan untuk semua Badan lain

ketika bertugas di luar lingkupan PBB ). Resolusi PBB dapat

bersifat Resolusi Substansial atau Resolusi Prosedural atau bahkan

keduanya. Sebagai tambahan, resolusi – rsolusi tersebut dapat

digolongkan atas 2 macam berdasarkan Badan PBB yang menjadi

penerbit resolusi yakni :

1) Resolusi Majelis Umum PBB

2) Resolusi Dewan Keamanan ( DK PBB )

Dalam kurun waktu dari tahun 1946 – sekarang, Resolusi

yang dikeluarkan oleh DK PBB telah berjumlah 2100 buah

resolusi. Resolusi DK PBB merupakan sebuah Resolusi PBB yang

dikeluarkan oleh 15 negara anggota DK PBB ( Badan PBB yang

memegang tanggungjawab utama atas pemeliharaan keamanan dan

perdamaian internasional ). Piagam PBB menegaskan (dalam

Artikel 27) bahwa sebuah draft resolusi dalam hal non-prosedural

akan diterbitkan atas voting minimal 9 dari 15 negara anggota, dan

tidak di-veto oleh 5 negara anggota tetap DK PBB ( RRC,

Perancis, Rusia, Inggris dan AS ). Istilah “resolusi” itu sendiri

tidak terdapat dalam teks Piagam PBB. Istilah tersebut

mengandung formula yang beragam, seperti misalnya berupa

“keputusan” atau “rekomendasi”, yang menyatakan secara tidak


23

langsung pernyataan Resolusi yang tidak secara khusus menjadi

sebuah metoda untuk digunakan. Resolusi DK PBB mengikat

secara sah jika ia dibuat berdasarkan Chapter VII Piagam PBB

(Tindakan secara terhormat atas ancaman terhadap perdamaian,

pelanggaran atas perdamaian dan tindakan agresi ).13

Salah satu Resolusi DK PBB yang diterbitkan untuk

mengikat secara sah atas tindakan yang mengancam perdamaian

yaitu Resolusi DK PBB 1701 yang dikeluarkan dalam rangka

penghentian Perang 34 Hari antara Israel dan Hizbullah di Lebanon

Selatan. Secara jelas Resolusi DK PBB 1701 menyatakan 6 butir

mandat yang harus ditegakkan oleh UNIFIL sebagai organisasi

PBB yang bernaung dibawah DK PBB ( dimana Indonesia turut

serta berperan dengan mengirimkan Kontingen INDOBATT yang

menjadi bagian dari UNIFIL sehingga INDOBATT juga berperan

melaksanakan mandat Resolusi DK PBB 1701 ). Adapun 6 butir

mandat tersebut adalah :14

1) Pengawasan penghentian pertempuran ;

2) Mendukung dan mendampingi LAF dalam

penempatan pasukan di Lebanon Selatan ;

13
http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Security_Council_resolution ( diakses pada hari
Senin tanggal 15 Oktober 2012 pukul 23.04 )

14
http://www.un.org/ga/search/view_doc.aspsymbol=SRES1701%282006%29 ( diakses pada
hari Senin tanggal 15 Oktober 2012 pukul 23.10 )
24

3) Koordinasi aktifitas UNIFIL dengan Lebanon dan

Israel ;

4) Memperluas akses bantuan kemanusiaan ;

5) Membantu LAF membangun kawasan dan

menetralisir kekuatan militer selain LAF dan UNIFIL di

kawasan Garis Biru ;

6) Membantu pemerintah Lebanon mengamankan

perbatasan – perbatasannya.

c. Konsep UNPKO.

United Nations Peacekeeping Operations dibentuk berawal

dari pembentukan PBB itu sendiri pada tanggal 24 Oktober 1945

pasca perang dunia ke II dan didedikasikan untuk menyelamatkan

generasi penerus dari ancaman perang yang serupa dan mempunyai

masa depan yang lebih baik. Sejak pembentukannya PBB telah

sering dilibatkan untuk mencegah isu-isu yang berpotensi akan

menjadi suatu perang yang dalam skala besar, dan menggunakan

pendekatan-pendekatan dalam menggunakan cara diplomasi dalam

menyelesaikan masalah dibandingkan cara kekerasan untuk

memulihkan kondisi damai. Dalam beberapa dekade PBB telah

berhasil menyelesaikan beberapa konflik melalui pengiriman

pasukan perdamaian PBB atau United Nations Peace Keeping

Forces.
25

Satuan Tugas Pasukan Perdamaian PBB mempunyai dasar

prinsip bahwa kehadiran pasukan yang menyeimbangkan 2

kekuatan dapat meredakan suhu kedua pihak dalam suatu konflik

dan membuka ruang bagi kedua pihak untuk memulai negosiasi

yang bersifat damai. Pasukan Perdamaian PBB juga dapat menjadi

suatu jembatan bagi kedua pihak yang berkonflik untuk memulai

membuka hubungan dan memberikan ruang untuk berdiskusi untuk

menyelesaikan masalah.

Sejak tahun 1980an terjadi pergeseran konsep Pasukan

Perdamaian yang telah berubah dari operasi perdamaian yang

bersifat “ traditional operations ” yang dicirikan dengan

pengiriman pasukan untuk mendukung kegiatan politik. Operasi-

operasi berupa kegiatan-kegiatan seperti memonitor kegiatan

gencatan senjata, patroli didaerah penyangga diantara kedua pihak

dan semuanya dilaksanakan oleh personil pasukan perdamaian

yang berasal dari berbagai macam negara anggota PBB. Operasi-

operasi peace keeping telah berkembang menjadi operasi yang

bersifat “ multidimensional operations “, dimana terkait komponen

militer, polisi sipil, politik, urusan dalam negeri, aturan hukum ,

HAM, masalah kemanusiaan, rekonstruksi, informasi publik dan

gender. Kehadiran PBB di lapangan (biasanya melibatkan personil

militer dan sipil), dengan ijin pihak yang terkait, untuk

menanamkan atau memonitor penanaman rencana terkait dalam


26

mengontrol konflik (gencatan senjata, pemisahan pasukan, dsb)

dan resolusi mereka atau untuk menjamin kegiatan pertolongan

kemanusiaan.

Didasarkan pada mandat, operasi perdamaian yang bersifat

multidimensional ( atau disebut juga dengan misi perdamaian )

berupa :

1) Mendukung dalam menanamkan perencanaan

persetujuan damai.

2) Memonitor gencatan senjata dari kedua belah pihak

untuk membuka peluang bagi kedua pihak yang

bersengketa dalam bernegosiasi.

3) Menyediakan sebuah lingkungan yang damai untuk

mendorong penduduk kembali ke kehidupan sipil yang

normal.

4) Mencegah pecahnya konflik kembali melewati batas

kedua pihak.

5) Mengarahkan dalam melewati masa transisi ke arah

pemerintahan yang lebih stabil didasarkan prinsip-prinsip

demokrasi, pemerintahan yang baik dan pengembangan

ekonomi.
27

6) Menjadi administrator dalam suatu wilayah selama

masa transisi, dengan mengambil alih fungsi-fungsi yang

biasanya merupakan tanggung jawab pemerintah.

d. Teori Resolusi Konflik

Resolusi Konflik dapat dikatakan sebagai langkah –

langkah yang logis dan sistematis dalam rangka menghentikan

berbagai kekerasan dalam perang yang sejak dahulu selalu

diidentikkan sebagai dampak langsung dari perang. Secara umum,

resolusi konflik dianggap sebagai cara yang lebih luas untuk

menghentikan konflik. Usaha – usaha untuk mengatasi

permasalahan konflik tidak selamanya dapat menghilangkan akar

penyebab konflik tersebut sehingga dalam banyak kasus

peperangan di dunia. Pemerintahan yang terpilih secara demokratis

biasanya berusaha untuk mempertahankan komitmennya terhadap

demokrasi dan hak asasi manusia sehingga mencari jalan untuk

menyelesaikan berbagai konflik melalui meja perundingan.

Berdasarkan data empiris dari 47 negara anggota baru yang diakui

PBB antara tahun 1947 - 1997, 26 diantaranya atau 57 persen

memperoleh kemerdekaan setelah negara induknya mengalami

proses demokratisasi.
28

Menurut Peter Wallensten, definisi resolusi konflik

mengandung 3 unsur penting. Pertama, adanya kesepakatan yang

biasanya dituangkan ke dalam sebuah dokumen resmi yang

ditandatangani dan menjadi pegangan selanjutnya bagi semua

pihak. Kesepakatan juga bias dilakukan secara rahasia atas

permintaan pihak – pihak yang bertikai dengan pertimbangan

tertentu yang sifatnya sangat subyektif. Kedua, setiap pihak

menerima atau mengakui eksistensi dari pihak lain sebagai

subyektif. Sikap ini sangat penting karena tanpa itu mereka tidak

bisa bekerjasama selanjutnya untuk menyelesaikan konflik secara

tuntas. Ketiga, pihak – pihak yang bertikai juga sepakat untuk

menghentikan segala aksi kekerasan sehingga proses pembangunan

rasa saling percaya bisa berjalan sebagai landasan untuk

transformasi sosial, ekonomi dan politik yang didambakan.

Sementara itu, Johan Galtung menjelaskan ada 3 proses

yang harus dilewati sebelum perdamaian dapat dibangun. Ketiga

proses tersebut adalah peacekeeping, peacemaking dan

peacebuilding.15

Peacekeeping adalah proses menghentikan atau

mengurangi aksi kekerasan melalui intervensi militer yang

15
Johan Galtung, “ Three approaches to peace : peacekeeping, peacemaking and peacebuliding “,
dikutip dalam Aleksius Jemadu, “ Analisa Konflik Internal dalam Perspektif Ilmu Hubungan
Internasional “, dalam Yulius P. Hermawan dkk, Transformasi dalam Studi Hubungan
Internasional ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007 ), h. 92 - 93
29

menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang netral.

Sebagai contoh dalam hal ini AS dan NATO melakukan intervensi

militer dalam usahanya untuk menghentikan konflik yang terjadi di

Kosovo. Karena kepemimpinan AS yang efektif di NATO, maka

AS mengizinkan NATO untuk melakukan serangan ke Serbia dan

memaksanya keluar dari Kosovo. Kemudian AS menerapkan

resolusi DK PBB Nomor 1244 Tahun 1999 yang menempatkan

Kosovo di bawah mandat PBB. Sama halnya dengan konflik Israel

– Lebanon ini, PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan

PBB 1701 pada 11 Agustus 2006 yang penerapannya dengan

memperbanyak jumlah personel militer yang semula berjumlah

3.000 personel sejak tahun 1978 menjadi 15.000 personel yang

mengisi Daerah Demarkasi Lebanon Selatan. Pasukan baru

UNIFIL ini menerima beban sebagai pasukan Peacekeeping yang

bersifat imparsial sehingga betul – betul diyakini sebagai pihak

yang netral dalam menyelesaikan permasalahan antara Israel dan

Lebanon.

Peacemaking adalah proses yang tujuannya

mempertemukan atau merekonsiliasi sikap politik dan stategi dari

pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi, arbitrasi terutama

pada level elit atau pimpinan. Dikaitkan dengan kasus ini pihak –

pihak yang bersengketa dipertemukan guna mendapat penyelesaian

dengan cara damai. Hal ini dilakukan dengan menghadirkan pihak


30

ketiga sebagai penegah, akan tetapi pihak ketiga tersebut tidak

mempunyai hak untuk menentukan keputusan yang diambil. Pihak

ketiga tersebut hanya menengahi apabila terjadi suasana yang

memanas antara pihak bertikai yang sedang berunding. Pihak

penengah tersebut dapat berupa sebuah negara ( pimpinan sebuah

negara ) atau suatu aktor Non State seperti organisasi internasional

atau tokoh – tokoh dunia yang terkenal kearifannya. Hal yang

dapat dicontohkan pada tahap peacemaking ini diantaranya

peranan Indonesia yang menjadi penengah pada penyelesaian

konflik perbatasan antara Thailand dengan Kamboja pada medio

2011 silam. Peran sebuah organisasi internasional seperti Henry

Dunant Centre dan Crisis Management International di Aceh

merupakan salah satu contoh peranan aktor Non Negara yang

dianggap berhasil mendamaikan dua pihak yang bertikai dengan

memediasi sebuah pertemuan antara perwakilan kedua belah pihak

yang bertikai sehingga terwujudnya penghentian konflik atau

permusuhan.

Peacebuilding adalah proses implementasi perubahan atau

rekonstruksi sosial, politik, dan ekonomi demi terciptanya

perdamaian yang langgeng. Melalui proses peacebuilding

diharapkan tingkat kejahatan (negative peace or the absence of

violence) berubah menjadi kedamaian yang bermanfaat (positive

peace) dimana masyarakat merasakan adanya keadilan sosial,


31

kesejahteraan ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif.

Proses peacebuilding merupakan tahapan yang cukup sulit karena

hal tersebut sangat kompleks untuk dilakukan. Pelibatan semua

komponen yang ada sangat dibutuhkan dalam melaksanakan

sebuah upaya peacebuilding. Hal yang dapat dicontohkan untuk

proses peacebuilding diantaranya adalah proses pembangunan

semua unsur – unsur kenegaraan pasca konflik Kamboja yang telah

mengakibatkan kerugian ribuan nyawa dan harta benda rakyat.

Proses peacebuilding secara nyata dapat berwujud dengan berbagai

bantuan yang diberikan kepada pemerintahan yang sah untuk

merekonstruksi kondisi sosial, politik dan ekonomi negara yang

baru saja dilanda konflik sehingga perlahan roda kehidupan negara

dapat berputar kembali.

3. Asumsi

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Indonesia mengirimkan Satgas Yon Mekanis TNI

Kontingen Garuda XXIII/INDOBATT ke Lebanon Selatan

sebagai salah satu peran aktif Indonesia dalam misi pemeliharaan

perdamaian di seluruh dunia khususnya Lebanon Selatan.

b. Peran INDOBATT di Lebanon Selatan merupakan

penjabaran atas Mandat Resolusi DK PBB 1701.


32

c. Pengiriman Kontingen Garuda XXIII/INDOBATT sebagai

bagian dari UNIFIL merupakan bentuk peacekeeping operation

berupa intervensi militer yang bersifat netral dalam menegakkan

perdamaian.

4. Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan tersebut

di atas, maka dapat dirumuskan definisi operasional sebagai berikut :

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR


1. Pengawasan penghentian a. Patroli Wilayah Operasi
Peran pertempuran b. Penanganan Insiden fisik
INDOBATT
dalam 2. Mendukung dan a. Koordinasi Keamanan
melaksanakan mendampingi LAF dalam Internal
Mandat penempatan pasukan di b. Patroli bersama
Resolusi DK Lebanon Selatan
PBB 1701 3. Koordinasi aktifitas a. Koordinasi penentuan
UNIFIL dengan Lebanon dan Blueline
Israel b. Peninjauan Perbatasan

4. Memperluas akses bantuan a. Fasilisator Pembangunan


kemanusiaan Infrastruktur
b. Program Sipil – Militer

5. Membantu LAF a. Sweeping bersama LAF


membangun kawasan dan c. Pencarian bunker senjata
menetralisir kekuatan militer
selain LAF dan UNIFIL di
kawasan Garis Biru
6. Membantu pemerintah a. Penempatan Pos INDOBATT
Lebanon mengamankan b. Observasi pelanggaran
perbatasan – perbatasannya Perbatasan
33

B. Tinjauan Pustaka

1. Lebanon : Pra- dan Pasca-Perang 34 Hari Israel Vs Hizbullah.

Buku ini ditulis oleh Mayor Inf Ari Yulianto dan diterbitkan oleh

PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2010 berdasarkan pengalaman

penulis yang telah melaksanakan tugas sebagai G-2 Staff Officer / Perwira

Staf Intelligent Assessment yang berada dibawah komando Sector East

UNIFIL di Lebanon Selatan pada tahun 2008.

Buku ini berisikan deskripsi secara mendetail tentang apa dan

bagaimana terjadinya Konflik antara Israel dan Hizbullah yang dikenal

dengan nama Perang 34 Hari. Negara Israel dan Lebanon telah terjebak

dalam konflik turun temurun yang belum terselesaikan sejak upaya

penyelesaian oleh PBB melalui UNIFIL sejak tahun 1976 sampai saat ini.

Berbagai insiden terjadi di sepanjang perbatasan Israel – Lebanon

yang disebabkan oleh sikap arogansi Israel maupun aksi provokasi Partai

Hizbullah yang secara terang – terangan menentang keberadaan Israel di

Lebanon Selatan dengan menggelar aksi – aksi fisik baik berupa aksi

provokatif maupun aksi bersenjata. Insiden Perbatasan Zar’it dan Shetula

pada 28 Juni 2006 mengawali Perang 34 Hari antara Israel dan Hizbullah.

Perang 34 Hari ini dilukiskan sebagai salah satu konflik bersenjata yang

terdahsyat dalam sejarah konflik Israel dan Lebanon. Buku ini melukiskan

dengan rinci hari per hari terjadinya konflik sampai dengan terjadinya

penarikan pasukan Israel Defence Force ( IDF ) dari wilayah Lebanon

Selatan yang menandai pelaksanaan Resolusi 1701 DK PBB pada 11


34

Agustus 2006. Dengan disepakatinya Resolusi 1701 DK PBB yang

prinsipnya berisi 7 butir kesepakatan yang akan dilaksanakan dalam 5

tahap, maka Perang 34 Hari berhasil dihentikan walaupun dengan klaim

kemenangan masing – masing oleh kedua belah pihak dan beberapa

pelanggaran yang tak kunjung usai terjadi di perbatasan kedua Negara.

2. TNI dan Misi Pemeliharaan Perdamaian : Peran PMPP TNI

dalam Menyiapkan Kontingen Garuda.

Buku kedua ini ditulis dan diterbitkan oleh Pusat Misi

Pemeliharaan Perdamaian Mabes TNI pada tahun 2011. Buku ini

merupakan sosialisasi peran PMPP TNI dalam menyiapkan Kontingen

Garuda yang akan mengemban Misi Pemeliharaan Perdamaian Dunia ke

berbagai pelosok Negara di dunia.

Peran Indonesia dalam pengiriman Kontingen Garuda TNI untuk

mengemban Misi Pemeliharaan Perdamaian dimulai dengan pengiriman

Kontingen Garuda I dipimpin oleh Letnan Kolonel Inf Hartoyo dan

pasukan TNI sebanyak 559 orang yang menjalankan misi perdamaian di

Gaza - Mesir sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (

UNEF ) pada tahun 1957. Selanjutnya, TNI berperan aktif dalam misi –

misi Pemeliharaan Perdamaian lainnya hingga saat ini TNI masih

menjalankan misi Pemeliharaan Perdamaian dengan mengirimkan 1.018

orang prajurit yang tergabung dalam Kontingen Garuda XXIII/F sebagai


35

bagian dari misi United Nations Interim Force in Lebanon ( UNIFIL ) di

Lebanon Selatan.

Buku ini juga menjelaskan tentang profil berbagai medan

penugasan Kontingen Garuda TNI di seluruh dunia dan bagaimana

kegiatan dan upaya – upaya mendetail PMPP TNI dalam penyiapan

Kontingen Garuda TNI yang meliputi proses penyiapan pelatihan,

rekrutmen personel, fasilitas, prospek keberadaan dan peran PMPP TNI

ke depan.

3. Laporan Purna Tugas : Satgas Yon Mekanis TNI Konga

XXIII - E/INDOBATT, Tahun 2010 – 2011.

Buku ketiga yang menjadi tinjauan penulis ini merupakan buku

yang berbentuk Laporan Purna Tugas dari Satgas Konga XXIII – E /

UNIFIL yang bertugas pada periode 2010 – 2011. Laporan Purna Tugas

merupakan suatu keharusan yang wajib dilaksanakan oleh setiap satuan

TNI yang telah kembali dari penugasan operasi. Dengan demikian, juga

menjadi kewajiban bagi Kontingen Garuda XXIII-E/UNIFIL untuk

menyusun sebuah Laporan Purna Tugas setelah usai melaksanakan

tugasnya sebagai Pasukan Pemeliharaan Perdamaian TNI di wilayah

Lebanon Selatan.

Laporan Purna Tugas Satgas Konga XXIII-E/UNIFIL adalah

sebuah bahan kutipan data yang menjadi salah satu pedoman penulisan

skripsi ini. Tentunya dengan dilengkapi oleh laporan – laporan lainnya


36

yang menunjang mulai dari Laporan Bulanan dari Satgas Yon Mekanis

TNI Konga XXIII-A periode Desember 2006 sampai dengan Konga

XXIII-F periode September 2012.

Laporan Purna Tugas ini berisi penjelasan tentang kondisi umum

satuan Satgas Yon Mekanis TNI Konga XXIII-E/UNIFIL yang dijabarkan

kedalam bidang – bidang intelijen, operasi dan latihan, personel, logistik,

CIMIC ( Civil Military Coordination ), komunikasi, keuangan umum,

penerangan dan informasi, kesehatan, Polisi Militer, hukum, interpreter

dan Liaison Officer. Selain itu, dijelaskan pula tentang keadaan daerah

operasi secara umum, bagaimana pelaksanaan operasi serta evaluasi

penugasan yang telah dilaksanakan selama 1 tahun di Lebanon Selatan.


37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penulis menggunakan Metode penelitian deskriptif analisis. Yang

dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang

dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kejadian, atau peristiwa tertentu, dan

setelah selesai lalu memaparkan hasilnya dalam bentuk laporan penelitian.

Penelitian deskriptif ditujukan untuk : (1) mengumpulkan informasi secara

aktual dan terperinci; (2) mengidentifikasikan masalah; (3) membuat

perbandingan atau evaluasi; (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam

menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk

menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang16.

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha mendekripsian suatu

gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang (masalah aktual). Dalam

penelitian ini, peneliti berusaha menggabarkan keadaan yang ada. Masalah yang

diteliti adalah masalah yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan, sehingga

pemanfaatan temuan penelitian ini berlaku pada saat itu dan belum tentu relevan

jika digunakan dimasa yang akan datang. Karena itu peneltian deskriptif tidak

selamanya menuntut hipotesis. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta

dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif merupakan

16
Moleong, Metode Penelitian Sosial ( Bandung : Aksara Bina, 1998 ), h. 26
38

metode penelitian yang berusaha menggambarlkan objek atau subjek yang diteliti

sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta

dan karakeristik objek yang di teliti secara tepat17.

Dari batasan di atas diketahui bahwa dalam penelitian deskriptif,

ketersediaan data secara detail merupakan hal yang vital. Sebab sesuai dengan

karakteristik penelitian ini yang bersifat memaparkan, maka penelitian ini akan

mengutamakan pemaparan informasi sejelas mungkin. Oleh sebab itu tidak jarang

dalam penelitian deskriptif dijumpai banyak ilustrasi menggunakan gambar,

grafik dan ilustrasi lainn yang ertujuan untuk mendukung penjelasan yang

diberikan terhadap obyek yang dikaji

B. Lokasi Penelitian

Penulis melaksanakan penelitian dengan metode Tinjauan Pustaka

sehingga lokasi penelitian untuk penyusunan skripsi ini penulis tentukan di

Perpustakaan UNJANI dan Perpustakaan SESKOAD serta pengumpulan data

sebagian dilakukan melalui internet dengan berkomunikasi ke Pusat Misi

Pemeliharaan Perdamaian TNI ( PMPP TNI ) di Jakarta maupun berkomunikasi

langsung dengan Kepala Seksi Operasi ( Kasiops ) Kontingen Garuda XXIII-F /

INDOBATT – UNIFIL yang bertugas di Lebanon Selatan sejak Nopember 2011

sampai dengan Nopember 2012.

17
Nasution, Metode Research ( Jemmars : Bandung, 1992 ), h. 39.
39

C. Waktu Penelitian

Waktu penyusunan naskah penelitian dalam bentuk skripsi ini adalah

mulai dari bulan Agustus sampai dengan November 2012. Adapun rincian

kegiatan penelitiannya adalah sebagai berikut :

N
KEGIATAN BULAN / TAHUN 2012
O

Agsts Sept Okt Nov

1 Pengajuan Judul & Penyusunan

Proposal

2 Proses Pengumpulan Data

3 Proses Analisis Data

4 Seminar Usulan Penelitian

5 Revisi Usulan Penelitian

6 Penyusunan Draft Skripsi

7 Sidang Draft Skripsi

8 Sidang Skripsi
40

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan tehnik

pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan dimana pengumpulan datanya

dilakukan dengan mengumpulkan data – data sekunder dari literatur – literatur

ilmiah berupa buku referensi teori, kliping, jurnal, website, email, ebook,

dokumen yang diterbitkan secara umum maupun secara terbatas ( internal ),

laporan penugasan, naskah penelitian yang sejenis, dan sumber – sumber lain

yang dianggap cukup relevan dalam penulisan penelitian pada skripsi ini.

E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis data

secara kualitatif metode Miles dan Huberman, dimana aktivitas dalam analisis

data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yakni :18

1. Reduksi Data ( Data Reduction ), yaitu memilih dan memisahkan

data – data yang berhubungan langsung dengan penelitian sehingga

penelitian dapat difokuskan pada permasalahan pokok saja.

2. Penyajian Data ( Data Display ), yakni langkah menyajikan data

dalam bentuk : kata-kata, kalimat-kalimat, diagram, tabel.

Prof. DR. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif – Kualitatif dan R & D ( CV Alvabeta :
18

Bandung, 2008 ), h. 246 - 253


41

3. Verifikasi Data ( Conclusion Drawing ), yaitu pengujian terhadap

data yang telah terkumpul. Pelaksanaan pengujian dilakukan secara

empiris sehingga validitas, realibitas dan obyektivitas data teruji.

F. Rencana Pengujian Data

Uji keabsahan data dilakukan dengan menggunakan uji kredibilitas

(validitas internal), transferability ( validitas eksternal ), dependability

(reliabilitas) dan confirmability ( obyektifitas ) untuk menguji keabsahan data.19

Pelaksanaannya dilakukan pengujian :

1. Kredibilitas Data, yakni melihat derajat kepercayaan terhadap data

hasil penelitian kualitatif, melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus

negatif, penggunaan referensi dan membercheck.

2. Transferability, yakni pengujian untuk menunjukkan derajat

ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana

sampel tersebut diambil. Bila pembaca laporan memperoleh gambaran

yang sedemikian jelasnya semacam apa hasil penelitian dapat

diaplikasikan, maka laporan tersebut memenuhi standar transferabilitas.

3. Depenability, yakni pengujian yang ditujukan untuk membuktikan

bahwa hasil penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang reliable

/ nyata sehingga dapat orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses

19
Ibid, h. 270 - 277
42

penelitian tersebut. Caranya dengan menggunakan pembimbing yang

mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.

4. Konfirmability, yakni pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana obyektifitas penelitian dilakukan. Penelitian dikatakan

obyektif bila hasil penelitian telah disepakati oleh banyak orang. Bila hasil

penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka

penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.


43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tinjauan Umum Penyebab Perang 34 Hari.

Perang 34 Hari merupakan salah satu bentuk nyata dari konflik

abadi antara Israel dengan Hizbullah yang telah berlangsung selama

bertahun – tahun. Perseteruan yang ujung – ujungnya menjadi konflik

terbuka tersebut selalu memakan korban jiwa dan harta kedua belah pihak.

Sejak berakhirnya pendudukan Israel pada tahun 2000 yang ditandai

dengan penarikan mundur pasukan Israel dari tanah Lebanon Selatan,

Hizbullah semakin meningkatkan kekuatannya dengan pembangunan

kekuatan militernya secara besar – besaran namun tersembunyi di wilayah

pedalaman Lebanon Selatan. Sedangkan konflik – konflik skala kecil

masih sering terjadi di sepanjang perbatasan kedua negara. Dengan

mengandalkan tingkat mayoritas yang tinggi, Hizbullah seolah – olah

mengontrol secara fisik seluruh wilayah Lebanon Selatan. Hal ini sangat

memungkinkan karena wilayah tersebut dihuni oleh lebih dari 95%

penduduk yang beragama Islam Shiah yang merupakan dasar utama dari

Partai Hizbullah, selain itu Hizbullah telah mengembangkan angkatan

bersenjatanya dengan efektif dan modern sehingga dikatakan hampir

menyaingi angkatan bersenjata Pemerintah Lebanon yang resmi yakni

LAF ( Lebanon Armed Force ). Sementara itu kekuatan LAF yang


44

beroperasi di wilayah Lebanon Selatan sangat lemah dan sedikit, bahkan

sebagian besar tentara LAF menganggap bahwa musuh utama negara

adalah Israel yang telah menyebabkan penderitaan rakyat Lebanon selama

puluhan tahun. Kondisi tersebut memperkuat dukungan secara psikis

terhadap Hizbullah sehingga dengan leluasanya Hizbullah dapat

melakukan aktifitas militernya di wilayah Lebanon Selatan mulai dari

mempersenjatai pasukannya sampai dengan membangun perkubuan /

bunker – bunker raksasa sebagai tempat penimbunan dan persembunyian

semua jenis persenjataan beratnya seperti berbagai jenis rudal, senjata anti-

pesawat, mobil tempur dan sebagainya. Sementara itu, di wilayah

perbatasan semakin sering terjadi pelanggaran – pelanggaran perbatasan

Israel – Lebanon yang dilakukan oleh kedua belah pihak baik tentara Israel

/ IDF (Israeli Defense Force) maupun masyarakat lokal dan anggota

Hizbullah.

Peristiwa yang merupakan pemicu terjadinya Perang 34 Hari yaitu

diawali dengan terjadinya penculikan seorang prajurit IDF, Kopral Gilad

Shalit, yang terjadi pada tanggal 25 Juni 2006 di wilayah Jalur Gaza oleh

kelompok militan bersenjata Hamas. Penculikan tersebut membuat Israel

meradang dan mempersiapkan serangan pembalasannya secara militer

terhadap Hamas yang didahului dengan peringatan dan ancaman agar

prajuritnya dilepaskan. Namun sebelum hal itu terlaksana, pada tanggal 28

Juni 2006 terjadi lagi sebuah peristiwa yang lebih besar yakni serangan

bersenjata yang mematikan terhadap patroli tentara IDF dan disusul


45

dengan penculikan terhadap 2 prajurit IDF yang terluka, Sersan Mayor

Ehud Goldwasser dan Sersan Kepala Eldad Regev, yang terjadi di

perbatasan Israel – Lebanon tepatnya di perbatasan Desa Zar’it dan

Shetula. Serangan yang berlangsung tujuh menit tersebut mengakibatkan

korban dari pihak IDF sebanyak 8 tentara tewas di tempat, 6 tentara

terluka parah dan 2 unit Mobil Humvee serta 1 unit Tank Merkava Mark II

hancur. Kerugian ini sangat diperhitungkan Israel karena Israel selalu

memperhitungkan setiap sosok prajuritnya, sama seperti kegigihannya

mempertahankan setiap jengkal tanah yang telah dikuasainya.

Gambar 1. Peta Insiden Zar’it – Shetula 20

20
http://en.wikipedia.org/wiki/2006_Lebanon_War ( diakses pada hari Kamis 8 Nopember 2012
pukul 22.30 )
46

Penyerangan yang dilakukan kelompok militan Hamas dan

Hizbullah tersebut merupakan kelanjutan dari proses pertukaran tawanan

yang pernah dilakukan Israel dan Hizbullah pada tahun 2004. Saat itu

Hizbullah gagal membebaskan Shamir Quntar, tokoh yang sudah lama

menjadi target pertukaran tawanan. Kegagalan pada tahun 2004 tersebut

mendorong Hizbullah melakukan operasi berikutnya. Oleh karena itu,

peristiwa Zar’it dan Shetula merupakan bentuk operasi untuk menculik

prajurit IDF yang akan ditukarkan dengan 4 (empat) tokoh utama

Hizbullah yang masih ditawan Israel yakni Shamir Quntar, Nasim Nishr,

Yahya Skaf dan Ali Farran. Hizbullah menamakan aksi ini dengan nama

Operasi Thruthful Promise. Ancaman pertukaran tawanan secara paksa

yang dilakukan oleh Hamas dan Hizbullah dibalas Israel dengan

melancarkan serangan besar – besaran terhadap kedudukan / basis – basis

Hamas di Gaza maupun Hizbullah di seluruh Lebanon terutama di wilayah

Lebanon Selatan. Dengan peristiwa – peristiwa tersebut di atas, maka

Perang 34 Hari telah dimulai.

2. Tinjauan Umum UNIFIL

a. Selayang Pandang UNIFIL.

UNIFIL merupakan singkatan dari United Nations Interim

Force in Lebanon, adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tanggal 19 Maret 1978,


47

berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 425 dan No.

426, yang mempunyai tugas pokok :

1) Untuk memastikan gerak mundurnya Israel dari

Lebanon ;

2) Mengembalikan kedamaian dan keamanan

internasional ;

3) Membantu pemerintah Lebanon untuk

mengembalikan otoritas efektifnya di area tersebut.

Pasukan pertama UNIFIL diturunkan di wilayah Lebanon

pada tanggal 23 Maret 1978. Pasukan ini merupakan pasukan yang

dipindahkan dari operasi perdamaian PBB lainnya di area tersebut

yakni UNEF ( United Nations Emergency Force ) dan UNDOF

(United Nations Disengagement Observer Force Zone). Kedua

organisasi tersebut telah beroperasi di wilayah Timur Tengah

semenjak konflik Arab – Israel yang tak kunjung usai. UNEF

menangani permasalahan Mesir – Israel dan perbatasan Israel

dengan Negara – Negara Arab lainnya termasuk Lebanon sebagai

penyelesaian pasca Perang Yom Kippur, sementara itu UNDOF

dibentuk sebagai penyelesaian perbatasan Lebanon, Syria dan

Israel khususnya di sepanjang Dataran Tinggi Golan ( Golan

Height ). Kesepakatan perbatasan yang diawasi oleh UNDOF

masih berlaku hingga saat ini, bahkan Israel telah membuat pagar

listrik ( technical fence ) sepanjang perbatasan khususnya


48

perbatasan Lebanon untuk mencegah penerobosan pihak – pihak

lain.

UNIFIL membagi pasukannya ke dalam 2 Komando Sektor

berdasarkan keluasan daerah operasi dan ketersediaan pasukan

yang disiapkan oleh masing – masing TCC ( Troops Contributing

Countries ). Secara garis besarnya, UNIFIL diorganisir menjadi :21

1) UNIFIL HQ ( Head Quarter / Markas Besar )

dipimpin oleh seorang Force Commander / Komandan

berpangkat Mayjen, membawahi secara langsung :

a) Komponen HQ yang terdiri dari personel –

personel militer dan sipil yang bekerja di unsur –

unsur Markas Besar di Naquora ( kota paling selatan

dari Lebanon dekat perbatasan Israel Utara ).

b) Satuan – satuan Bawah, yang berada

dibawah kendali langsung dari Force Commander,

diantaranya : French Battalion, China Battalion,

Italian Air, Turk Company, Belgian battalion,

Indonesia Force HQ Support Unit, Indonesia Force

Protection Company, Portugal Engineering,

Cambodia Company, Srilanka Company, Tanzania

Military Police dan Sector East Military Police Unit.

21
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/UNIFIL/ ( diakses pada hari Senin tanggal 29
Oktober 2012 pukul 18.30 )
49

2) Komando Sektor Timur ( Seceast / Sector East

Command ), merupakan Brigade Multinasional yang

dipimpin oleh seorang perwira tinggi berpangkat Brigjen

dari Spanyol ( sebagai salah satu TCC terbesar saat ini )

membawahi Satuan – Satuan Manuver yakni : Spain

Battalion, India Battalion, Indonesia Battalion

(INDOBATT ), Nepal Battalion dan Malaysia Company.

3) Komando Sektor Barat ( Secwest / Sector West

Command ), merupakan Brigade Multinasional yang

dipimpin oleh seorang perwira tinggi berpangkat Brigjen

dari Italia ( sebagai salah satu TCC terbesar saat ini )

membawahi Satuan – Satuan Manuver yakni : Italia

Battalion, Irish Battalion, Ghana Battalion, Rokbatt dan

Mali Battalion.
50

Gambar 2. Peta Deployment Pasukan UNIFIL22

Sesuai dengan penempatannya sejak tahun 1978, UNIFIL

memiliki AO ( Area of Operation ) atau daerah operasi di wilayah

Lebanon Selatan. Batas utara adalah wilayah Lebanon yang

dibatasi dengan Sungai Litani dan wilayah Syria, batas timur

adalah wilayah Syria dan Israel, batas barat adalah Laut

Mediterania dan batas selatan langsung berbatasan dengan Negara

Israel. Khususnya perbatasan dengan wilayah Negara Israel, telah

ditetapkan oleh PBB sebagai Blue Line ( Garis Biru ) yang

memiliki panjang 121 Km yang memisahkan antara Lebanon

22
http://www.un.org/Depts/Cartographic/map/dpko/UNIFIL.pdf ( diakses pada hari Selasa
tanggal 30 Oktober 2012 pukul 13.00 )
51

dengan Israel. Perlu mendapatkan pemahaman bahwa Sungai

Litani sangat memegang peranan penting berkaitan dengan batas

operasi UNIFIL. Sungai ini bersumber di sebelah barat kota

Baalbek tepatnya di Lembah Bekka ( Bekka Valey ) yang subur dan

mengalir ke laut Tengah, dengan panjang aliran 140 Km, lebar 7 –

12 meter serta kedalaman antara 1 – 3 meter. Sungai ini telah

disepakati PBB sebagai tanda medan yang paling mudah dikenal

baik di peta maupun di medan sesungguhnya yang digunakan

untuk membatasi wilayah selatan Lebanon dengan wilayah lainnya.

b. Peran UNIFIL Pasca Perang 34 Hari.

Secara umum, UNIFIL telah beroperasi di Lebanon

semenjak 19 Maret 1978 atas persetujuan Israel dan PLO

(Palestina Liberation Organization ) namun secara resmi

beroperasi mulai tanggal 6 April 1978. Keterlibatan PBB dengan

mengerahkan UNIFIL di Lebanon saat itu adalah untuk mencegah

terjadinya konflik yang berkepanjangan antara Israel dengan

Lebanon khususnya para pejuang PLO yang saat itu memindahkan

basis perjuangannya ke Beirut dan daerah selatan Lebanon.

Pengeboman – pengeboman dan invasi Israel menyebabkan korban

yang tidak sedikit sehingga PBB memandang perlunya

menintervensi konflik tersebut dengan mengerahkan pasukan

militernya dalam UNIFIL. Namun pada kenyataannya, konflik


52

terus saja berjalan yang didahului oleh beberapa pelanggaran

kesepakatan antara kedua belah pihak sehingga pada tahun 1982

Israel kembali melakukan invasi ke daerah Lebanon untuk

menghancurkan kekuatan PLO yang tersebar di beberapa lokasi di

Lebanon termasuk Beirut. UNIFIL saat itu tidak mampu mencegah

invasi tersebut secara fisik namun setelah melalui upaya mediasi

dan negosiasi damai, maka terjadilah penarikan kekuatan PLO dari

Beirut pada tanggal 24 Agustus 1982 dan disusul penarikan

pasukan IDF dari Lebanon. Semenjak itu, dalam kurun waktu

antara tahun 1982 – 2006 Konflik Israel – Lebanon mengalami

pasang surut yang diwarnai berbagai kesepakatan, invasi,

kerusuhan, pembunuhan, intervensi PBB dan sebagainya.

Peristiwa Zar’it dan Shetula yang terjadi pada Juli 2006

telah menyebabkan sebuah perang besar terjadi secara brutal yang

dikenal dengan Perang 34 Hari antara Israel dengan Hizbullah.

Sebagaimana yang diketahui, bahwa Hizbullah yang telah berdiri

sejak tahun 1978 semakin hari semakin berkembang kekuatannya.

Dari yang semula sebagai partai kecil terus berkembang menjadi

sebuah partai besar dengan kekuatan militer yang hampir

menyaingi kekuatan Angkatan Bersenjata Lebanon ( Lebanese

Armed Force ) itu sendiri. Besarnya pengaruh Partai Hizbullah

didukung oleh rakyat Lebanon Selatan yang sebagian besar

beragama Shiah menyebabkan Hizbullah mampu mengontrol


53

wilayah Lebanon Selatan yang telah sejak lama menjadi Area of

Operation UNIFIL sekaligus wilayah konflik yang sedang

berlangsung. Sejak penarikan tentara IDF terakhir pada tahun

2000, UNIFIL telah menempatkan pasukannya sebanyak 3.000

personel namun ternyata jumlah personel peacekeeper sebanyak itu

tidak mampu mencegah terjadinya Perang 34 Hari yang dahsyat.

Kendala kekurangan personel UNIFIL menyebabkan organisasi

pemelihara perdamaian tersebut tidak dapat berbuat banyak ketika

harus memonitor dan bernegosiasi saat pasukan IDF dengan segala

kendaraan tempurnya mulai menerobos semua celah yang memang

telah dipersiapkan sejak awal untuk manuver tentara IDF di masa

depan apabila akan melakukan invasi ke wilayah Lebanon.

Walaupun dalam ROE ( Rule of Engagement ) dan SOP ( Standard

Operating Procedure ) pasukan UNIFIL telah jelas disampaikan

bahwa pasukan UNIFIL harus mencegah terjadinya pelanggaran

perbatasan yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bertikai

dengan pelibatan dan prosedur tertentu, tetapi keterbatasan

personel dalam monitor situasi perbatasan sangat tidak

memungkinkan mereka untuk bertindak lebih aktif bahkan dalam

beberapa kasus saat itu justru ancaman terhadap keselamatan

nyawa para personel peacekeeper tidak dapat dijamin oleh kedua

belah pihak yang bertikai. Dengan demikian, saat perang telah

meletus, seluruh aktifitas UNIFIL diarahkan pada kegiatan


54

memonitor perang semaksimal mungkin sambil mengambil posisi

yang paling aman demi keselamatan diri personel UNIFIL di

masing – masing pos pengamat yang hampir seluruhnya memiliki

bunker – bunker perlindungan.

Sesuai dengan prosedur pengamanan UNIFIL, maka

seluruh satuan manuver menghentikan aktifitas di luar pos dan

tetap bertahan di pos masing – masing sambil berupaya memonitor

jalannya perang. Hal ini menjadikan hambatan bagi pelaksanaan

tugas pokok UNIFIL untuk dapat secara tidak langsung mencegah

perang. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan sulitnya

komunikasi dengan komando atas disebabkan tindakan jamming

komunikasi yang sering dilakukan oleh Israel terutama pada pos –

pos PBB di perbatasan. Puncaknya, pada tanggal 26 Juli 2006

sebuah Pos Pengamat PBB yang berada di Khiam terkena

tembakan artileri Israel dan menewaskan 4 personel pengamat PBB

tidak bersenjata yang bertahan di pos tersebut. Israel mengklaim

bahwa hal tersebut terjadi karena mereka mendeteksi adanya

peluncuran roket Katyusha dari sebelah pos pengamat PBB

tersebut sehingga artileri IDF langsung membalas ke titik

peluncuran roket sehingga secara tidak sengaja ikut

menghancurkan pos pengamat PBB tersebut. Kejadian tersebut

mendapat kecaman dari berbagai pihak termasuk dari Sekjen PBB


55

Kofi Annan yang mengatakan serangan Israel telah membabi buta

dan menuntut serangan Israel agar segera dihentikan.23

Pasca berakhirnya Perang 34 Hari, terbitnya Resolusi DK

PBB 1701 belum dapat sepenuhnya dipatuhi oleh kedua belah

pihak yang bertikai. Hal ini terbukti 3 hari setelah diterbitkannya

Resolusi DK PBB 1701, pecah kembali pertempuran dan

penembakan roket – roket dari gerilyawan Hizbullah ke wilayah

Israel. Bahkan beberapa jam setelah pernyataan resmi penghentian

tembak – menembak, terjadi lagi pertempuran di perbatasan yang

menewaskan 3 orang personel Hizbullah. Atas terjadinya beberapa

serangan tersebut, maka UNIFIL meminta kedua belah pihak

menahan diri agar tidak saling menyerang. Namun hal itu hanya

bertahan selama 3 hari. Israel dengan berbagai alas an kembali

melancarkan serangannya secara terbatas yang menewaskan

beberapa penduduk. Hal ini memicu protes yang keras dari

Pemerintah Lebanon sehingga UNIFIL meneruskan protes tersebut

dengan meminta Israel agar mematuhi kesepakatan yang telah

disetujui. Israel menyatakan bahwa kesepakatan penghentian

tembak menembak berdasarkan Resolusi DK PBB 1701 belum

sepenuhnya dapat dilakukan oleh personel – personel UNIFIL.

Menurut Israel, salah satu isi butir Resolusi yang menyatakan

larangan pengiriman senjata untuk Hizbullah, sulit dilakukan oleh


23
Mayor Ari Yulianto, Lebanon : Pra- dan Pasca Perang 34 Hari ( Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2010 ), h. 235
56

UNIFIL. Selama masa penghentian permusuhan, HIzbullah dengan

mudah masih dapat memasukkan senjatanya melalui perbatasan

Suriah. Dan menurut Israel, hal tersebut dibiarkan oleh UNIFIL.

Hal ini dikarenakan UNIFIL akan sangat berkeberatan bila

personelnya pemelihara perdamaiannya dilibatkan untuk melucuti

persenjataan Hizbullah sehingga terlibat konflik dengan Hizbullah.

Namun PBB tetap memegang teguh prinsip peacekeeping yang

diusung oleh UNIFIL. Bila perlucutan senjata ( disarmament )

terjadi, maka justru PBB dapat dianggap sebagai pihak yang tidak

netral karena Hizbullah juga pasti akan menuntut disarmament

terhadap persenjataan Israel. Dan hal ini akan semakin

memperumit konflik yang sedang terjadi.

Selama berlangsungnya Perang 34 Hari, UNIFIL menderita

korban yang cukup berarti bagi sebuah misi pemelihara

perdamaian ( peacekeeping mission ). Empat orang pengamat

militer dan dua orang staf sipil tewas akibat bom yang dijatuhkan

oleh Israel, sementara itu satu orang pengamat militer terluka berat.

Personel PBB dari beberapa kontingen antara lain : 1 orang dari

Perancis, 5 orang dari Ghana, 1 orang dari Polandia, 3 orang dari

India dan 3 orang dari China.24

24
Ibid, h. 266
57

Tabel 1. Daftar Negara – Negara Penyumbang Pasukan UNIFIL 25

Negara Kekuatan Peran Dukungan

Bangladesh 325 Angkatan Laut Bangladesh memiliki sebuah


Mod. Type 053H class FF(G) dan satu Sea
Dragon class OPV sebagai bagian dari Maritime
Task Force.
Belarus 3 Kontingen Belarus terdiri dari satu Team Bedah dan
Perwira Staf dalam UNIFIL.
Belgia 394 Penyapu ranjau, medis dan Team
Rekonstruksi berupa 1 unit Fregat Karel
Doorman class
Brazil 239 Komandan Marine Task Force (MTF) , 1 fregate
"União" (Kapal Berbendera terbaru)
Brunei 100 -

Bulgaria 160 1 Fregat Klas Wielingen

RRC 1000 200 pasukan Zeni baru – baru ini berada di Lebanon
membersihkan ranjau dan UXO, Team Medis serta
Pasukan Peacekeeping.
Denmark 50 2 kapal boat patrol sebagai Pasukan Pelindung untuk
Kontingen Jerman dan 144 pasukan logistic serta 10
orang Pemadam Kebakaran dari Danish Emergency
Management Agency
El Salvador 52 -

Fiji - -

Finlandia 250 Memperbaiki jalan, jembatan dan infrastruktur


lainnya yang hancur
Perancis 2000 Pasukan Perancis memiliki 2000 Pasukan Darat dan
13 Tank Berat Leclerc di Lebanon yang bertugas
pada Pasukan Darat UNIFIL sampai Februari 2007.
Sebagai tambahan, Kapal AL Perancis dengan 1700
pelaut telah ditempatkan di Lebanon dalam Operasi
Opération Baliste, dan membantu Operasi UNIFIL.
Jerman 1000 Kapal – kapal AL bertugas mengamankan pantai
Lebanon dan mencegah penyelundupan senjata.

25
http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Interim_Force_in_Lebanon ( diakses pada hari
Kamis tanggal 8 Nopember 2012 pukul 23.06 )
58

Ghana 650 -
Yunani 176–196 Fregat Klas - Elli, HS Kanaris, berpatroli
menghadapi penyelundup senjata
Hungaria 4 Pasukan Topografi
India 850 Batalyon Reguler India, dengan bantuan unsur
pendukungnya dari Korps Zeni, Korps Perhubungan
dan unsur Pelayanan dan Persenjataan lainnya
Indonesia 1136 850 pasukan Batalyon Infanteri Mekanis, 75
pasukan Polisi Militer, 200 pasukan Kompi
pelindungmen , 11 orang Staff UNIFIL, 111
pasukan awak KRI Diponegoro (corvette klas Sigma
TNI AL)
Irlandia 440(ditempatkan -
pada Juni 2011)
Italia 2,500 Pasukan darat, bertugas sebagai pasukan darat
UNIFIL sejak Februari 2007
Malaysia 360 Pasukan Administrasi (200) dan Team
Patroli/Reaksi Cepat (160; termasuk Pasukan
Komando dan Pasukan khusus)
Nepal 850 Batalyon Infanteri
Belanda 150 1 Kapal Fregat Klas Karel Doorman
Norway 100 Kapal AL mengamankan pantai Lebanon dan
mencegah penyelundupan senjata
Denmark 140 -
Portugal 140 Unit Zeni
Rusia 400 Unit Zeni Konstruksi
Serbia 41
Sri Lanka 150 Kompi Infanteri Mekanis dengan kendaraan dan
personel tempur pendukung
Slovakia 6 Team Medis
Slovenia 14 3 Perwira Staff, 8 orang Unsur Pengintai Paksa, 3
orang unsure Logistik ( sejak November 2007)
Korea Selatan 350 Mengamankan Lebanon sebagai Polisi, Bantuan
Medis dan Pertukaran budaya.
Spanyol 1500 Pembersihan ranjau dan pantai, Batalyon infanteri
mekanis (1 peleton infanteri dari El Salvador),
Skuadron Kavaleri, Zeni Tempur, Unit Helikopter
Swedia 40 1 unit Kapal Korvet Klas-Göteborg
Turki 495 Unit Zeni membantu pembangunan ulang
jembatan dan jalan yang rusak, Kapal AL Turki
berpatroli di pantai Lebanon
Qatar 205 Qatar, satu – satunya Negara Arab yang
berkontribusi pada UNIFIL, menempatkan 205
59

pasukan di Lebanon pada tahun 2007. Mereka


sebagian besar menyediakan bantuan kemanusiaan,
dan 3 Perwira Logistik bekerja di Markas Besar
UNIFIL
Total 13,817

c. Technical Fence dan Blueline

Pasca Perang 34 Hari, penentuan batas wilayah antara

Israel dan Lebanon menjadi semakin krusial karena batas – batas

wilayah tersebut digunakan sebagai pedoman apakah kedua belah

pihak melakukan pelanggaran atau tidak baik di darat maupun di

udara. Wilayah perbatasan Israel sebelah utara sepanjang 79 Km

berbatasan langsung dengan Lebanon mengikuti Garis Biru atau

Blue Line yang disepakati dalam pengawasan UNIFIL. Dalam

pemberlakuan blue line ini, Israel membangun pagar pembatas

wilayah yang disebut technical fence sejak tahun 2000. Pagar

tersebut dibangun di sepanjang perbatasan, hanya di beberapa

wilayah tertentu di tempat yang cenderung menjorok ke wilayah

Lebanon technical fence tidak dibangun. Secara umum, technical

fence merupakan susunan pagar kawat yang rapat, dialiri listrik dan

dipenuhi dengan ribuan sensor yang dipasang dengan jarak setiap

50 meter. Sehingga sangat sulit mendekati apalagi menyentuh

technical fence tersebut. Technical fence dibangun agak sedikit

menjorok ke dalam wilayah Israel dihitung dari blue line sehingga

memberikan keamanan bagi patroli IDF yang melintas. Dan bagi


60

siapapun yang mendekati technical fence, berarti secara langsung

telah melanggar blue line.

Blue line merupakan suatu garis khayal yang di peta

digambarkan dengan warna biru, garis tersebut menandai

perbatasan antara wilayah Isarel dan Lebanon yang telah disepakati

oleh kedua belah pihak. Sebuah pelanggaran perbatasan dinyatakan

apabila ada pihak yang melewati blue line ke arah wilayah pihak

yang lainnya. Terdapat 198 titik koordinat geografi yang

menentukan garis blue line dihitung secara matematis sepanjang

121 Km. Blue line yang saat ini dipedomani kedua belah pihak,

mengacu kesepakatan wilayah Lebanon antara Perancis dan Inggris

pada tahun 1920 – 1923 yang waktu itu ditandai dengan Patok BP-

1 sampai dengan BP-38, memanjang dari pantai sebelah selatan

Naquora sampai wilayah di sekitar Al-Amrah.26

Pada tahun 1949, sebagai sebuah hasil kesepakatan antara

pemerintah Lebanon dan Israel, nama perbatasan tersebut diubah

menjadi green line atau garis hijau. Pembatasan wilayah dan tanda

– tanda tidak didukung dengan pemetaan yang baik. Pada tahun

1967 setelah Perang Israel – Lebanon selama 6 hari, ada

penambahan purple line pada green line. Pasca penarikan pasukan

IDF tahun 2000, sebuah tim pemetaan dari New York didatangkan

untuk memeriksa kembali perjanjian tersebut dan menetaspkan

26
Ibid, h. 92
61

batas – batas yang sah serta dilaporkan kembali kepada kedua

belah pihak dalam bentuk verification report. Dan sampai saat ini,

UNIFIL telah pos – pos pengamat di sepanjang blue line maupun

di pedalaman – pedalaman Lebanon Selatan dengan menebarkan

15.000 personel pasukannya menempati pos – pos tersebut.

3. Tinjauan Umum Mandat Resolusi DK PBB 1701

Resolusi DK PBB 1701 merupakan jawaban atas penyelesaian

Perang 34 Hari yang memakan korban cukup banyak bagi kedua belah

pihak yang bertikai. Resolusi DK PBB 1701 ini dikeluarkan oleh DK PBB

pada 11 Agustus 2006 dan pelaksanaannya direncanakan dalam 5 Fase

yang menyesuaikan dengan perubahan kondisi yang ada. Kelima Fase

pelaksanaan resolusi tersebut adalah :

a. Fase Pertama yaitu proses pemberlakuan gencatan senjata.

b. Fase Kedua yaitu pengunduran pasukan IDF.

c. Fase Ketiga yaitu tahap ketika pasukan LAF bisa

melakukan fungsinya untuk mengontrol keamanan Lebanon.

d. Fase Keempat yaitu proses stabilisasi.

e. Fase Kelima yaitu penarikan pasukan UNIFIL.

Saat ini Resolusi DK PBB 1701 telah dilaksanakan oleh UNIFIL

sebagai badan PBB yang bertugas sejak tahun 1978 di Lebanon Selatan

dalam rangka mengawasi dan menyelesaikan konflik perbatasan Israel –

Lebanon. Menurut penilaian DK PBB, status resolusi tersebut harus terus


62

diperpanjang dihadapkan pada perkembangan hubungan Israel – Lebanon

pasca Perang 34 Hari masih saling mencurigai sementara itu fase

pelaksanaan resolusi pun diperkirakan masih belum ada kemajuan yang

berarti yakni masih tetap pada Fase Ketiga. Perpanjangan mandat terus

dilakukan dengan harapan Fase Kelima dapat dicapai oleh kedua belah

pihak khususnya Lebanon. Setiap tahun berganti, revisi atas resolusi

tersebut kerapkali dilakukan dengan berbagai penyempurnaan yang

diwarnai berbagai kesepakatan namun sampai saat ini konflik – konflik

skala kecil seringkali masih terjadi. Seperti sebuah konflik yang cukup

menonjol terjadi pada tahun 2010 di TP 37 ( salah satu titik Blue Line

dalam AOR INDOBATT ) dimana terjadi kontak tembak antara IDF dan

LAF yang mengakibatkan beberapa korban luka di pihak LAF. Dalam

konflik tersebut, sekali lagi INDOBATT menampilkan perannya dalam

upaya mediasi dan monitoring konflik di lapangan sehingga mendapat

apresiasi dari Komandan UNIFIL.

4. Tinjauan Umum INDOBATT

a. Latar Belakang Pengiriman INDOBATT ( Indonesia

Battalion ).

Dengan dikeluarkannya Resolusi DK PBB 1701, berarti

UNIFIL membutuhkan tambahan pasukan penjaga perdamaian

yang lebih banyak dari sekedar menjaga perbatasan saja. Hal ini

dikarenakan kegiatan pemeliharaan perdamaian dalam rangka


63

melaksanakan mandat Resolusi DK PBB 1701 tersebut tidak hanya

dilakukan di sepanjang perbatasan saja, tetapi juga dilaksanakan di

pedalaman wilayah Lebanon Selatan. Dalam pertemuan negara –

negara calon penyumbang tentara / TCC ( Troops Contributing

Countries ) di Markas Besar PBB di New York, beberapa negara

anggota DK PBB menawarkan penyiapan pasukan perdamaian.

Italia menawarkan 3.000 orang tentaranya, sedangkan Indonesia

menawarkan tentaranya sebanyak 1.000 orang namun terealisir

hanya 850 orang pada pengiriman awal, Malaysia menawarkan

tentaranya sebanyak 2.000 orang yang akhirnya terealisir sebanyak

350 orang. Sementara Bangladesh yang menawarkan pengiriman

1.000 personel tidak jadi terealisir dan Perancis yang menyiapkan

2.000 personel tidak sampai mengirimkan pasukan sebanyak itu.

Di awal pengiriman pasukan perdamaian PBB di Lebanon

Selatan pada tahun 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

menyatakan bahwa Indonesia menyambut baik Resolusi DK PBB

1701. Presiden menyampaikan penghargaannya bahwa beberapa

usulan Indonesia yang sebelumnya telah disampaikan kepada

Sekjen PBB dalam forum KTT Darurat OKI di Putrajaya, Malaysia

telah menjadi bagian dari isi resolusi tersebut. Atas persetujuan

DPR RI, pemerintah telah memberangkatkan pasukan perdamaian

untuk bergabung bersama pasukan UNIFIL lainnya dengan catatan

bahwa pasukan kontingen Indonesia memiliki tugas yang jelas


64

yaitu menjaga proses perdamaian dan semuanya harus berdasar

perintah resmi PBB. Walaupun sejumlah Negara khususnya Israel

dan AS menghendaki UNIFIL untuk melucuti persenjataan

Hizbullah, Sekjen PBB menegaskan sikap yang bertolak belakang

dengan menentukan tugas UNIFIL sebagai peacekeeping bukannya

sebagai peacemaking. Sehingga kehadiran pasukan kontingen

Indonesia bertindak sebagai pihak yang netral dalam pemeliharaan

perdamaian.27

Sekjen PBB saat itu, Kofi Annan, meminta kepada

Pemerintah RI untuk mengirimkan pasukannya ke Lebanon Selatan

antara lain dengan pertimbangan bahwa Indonesia sangat

berpengalaman dalam menjalankan misi perdamaian dunia di

berbagai Negara konflik di dunia sejak tahun 1957. Selanjutnya

pada tanggal 28 Agustus 2006 Pemerintah Indonesia mengeluarkan

keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2006 untuk mengirimkan

Kontingen Garuda XXIII-A/INDOBATT yang membawa misi

penjaga perdamaian di Lebanon Selatan. Pada pengiriman

Kontingen INDOBATT awal ini, Indonesia mengerahkan pasukan

perdamaian TNI sebanyak 850 personel yang terdiri dari 15

personel dari Mabes TNI, 551 personel dari TNI AD, 240 personel

dari TNI AL, dan 41 personel dari TNI AU serta 3 personel dari

27
Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI, TNI dan Misi Pemeliharaan Perdamaian ( Jakarta :
PMPP TNI, 2011 ), h. 74 - 82
65

Departemen Luar Negeri RI. Pengiriman Kontingen INDOBATT

ini dilaksanakan pada 6 Nopember 2006 dengan frekuensi

pengiriman 1 (satu) kali/tahun. Sampai dengan tahun 2012 telah

terlaksana pengiriman Kontingen Garuda ( Konga ) XXIII /

INDOBATT sebanyak 6 kali sebagai berikut :

1) Konga XXIII-A pada tahun 2006 - 2007 sebanyak

850 personel dipimpin Kolonel Inf Surawahadi.

2) Konga XXIII-B pada tahun 2007 - 2008 sebanyak

850 personel dipimpin Letkol Inf A.M. Putranto, S.Sos.

3) Konga XXIII-C pada tahun 2008 - 2009 sebanyak

850 personel dipimpin Letkol Inf R. Haryono.

4) Konga XXIII-D pada tahun 2009 - 2010 sebanyak

850 personel dipimpin Letkol Inf Andi Perdana Kahar.

5) Konga XXIII-E pada tahun 2010 - 2011 sebanyak

1.018 personel dipimpin Letkol Inf Hendi Antariksa.

6) Konga XXIII-F pada tahun 2011 - 2012 sebanyak

1.018 personel dipimpin Letkol Inf Suharto Sudarsono.28

b. Kondisi Satuan.29

Secara umum, INDOBATT merupakan sebuah satuan

Batalyon Mekanis TNI yang beranggotakan 1.018 personel yang

28
Ibid, h. 24 - 29

29
Satgas Yon Mekanis TNI Konga XXIII - E/INDOBATT, Laporan Purna Tugas Tahun 2010 –
2011 ( Lebanon : Satgas Yonmek TNI Konga XXIII-E/INDOBATT, 2011 ), h. 1 - 20
66

merupakan anggota – anggota TNI dari semua matra. Sehingga

dapat dikatakan Satgas Indobatt merupakan satuan komposit,

dimana seluruh personelnya berasal dari berbagai satuan baik dari

jajaran TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

INDOBATT terorganisir ke dalam 6 Kompi Mekanis yaitu Kimek

A, Kimek B, Kimek C, Kimek D, Kimek E dan Kompi Bantuan.

Kompi – kompi tersebut merupakan satuan yang disusun dalam

bentuk Pasukan Mekanis.30 Kompi – kompi dalam INDOBATT

diberikan tanggungjawab pengawasan berupa daerah – daerah

tertentu yang disebut AO ( Area Operation ) dan sebagian kompi

bertugas sebagai Pasukan Reaksi Cepat Batalyon / BMR

( Battalion Mobile Reaction ) dan Pasukan Reaksi Cepat Sektor

Timur / SEMR ( Sector East Mobile Reaction ). Guna mendukung

kecepatan dalam bermanuver, INDOBATT dilengkapi dengan

Kendaraan Lapis Baja berupa Ranpur jenis VAB ( Véhicule de

l'Avant Blindé ) atau kendaraan tempur front depan berlapis baja

buatan Perancis serta diperkuat dengan kendaraan lapis baja

produksi PT Pindad yakni Ranpur ANOA.

30
Pasukan Mekanis adalah satuan militer yang memiliki kemampuan mobilitas tinggi dengan
bermanuver menggunakan Kendaraan Lapis Baja Beroda Ban. INDOBATT mengadopsi satuan ini
karena tuntutan tugas peacekeeping yang mengandalkan tingkat keamanan yang tinggi untuk
pasukan selama menjalankan tugasnya sehari – hari seperti patrol, blokir, sweeping, bantuan,
penanganan insiden dan sebagainya.
67

Gambar 3. Bagan Struktur Organisasi INDOBATT ( Indonesia Battalion)31

c. Situasi Daerah Operasi.32

INDOBATT melaksanakan tugas operasi pemeliharaan

perdamaian di wilayah Lebanon Selatan yang sebagai bagian dari

wilayah operasi UNIFIL. Daerah Operasi Indobatt ditentukan

dengan batas-batas sebagai berikut :

1) Batas Utara adalah Sungai Litani.

31
Satgas Yon Mekanis TNI Konga XXIII - E/INDOBATT, Laporan Purna Tugas Tahun 2010 –
2011 ( Lebanon : Satgas Yonmek TNI Konga XXIII-E/INDOBATT, 2011 ), Lampiran A
32
Ibid, h. 15-20
68

2) Batas Timur adalah Blue Line sepanjang 7 km,

3) Batas Timur Laut adalah dengan AO Spanbatt.

4) Batas Selatan adalah dengan AO Nepbatt.

5) Batas Barat adalah dengan AO Sektor Barat (Italbatt

1 dan Franbatt).

Di dalam wilayah tanggungjawab INDOBATT, terdapat 8

desa yang harus dibina dan senantiasa dimonitor

perkembangannya. Desa – desa tersebut seluruhnya menderita

kerusakan yang sangat parah dimana hampir seluruh fasilitas dan

infrastrukturnya hancur atau rusak parah akibat Perang 34 Hari,

selain itu masyarakatnya menderita trauma yang sangat mendalam

akibat intimidasi Israel selama perang. Tugas INDOBATT yang

paling utama terhadap desa – desa tersebut adalah mengembalikan

psikologis masyarakat yang trauma akibat perang sehingga kondisi

paranoid umum masyarakat berangsur – angsur menjadi normal

kembali. Desa – desa yang menjadi tanggungjawab INDOBATT

selama 6 tahun berjalan adalah El Aadeisse, Ett Taibe, Raabat

Talame, Deir Siriane, Bani Hayyan, Al Qusayr, Adshit Al Qusayr,

Al Qantarah, As Suwwanan, Qabrikha, Tulin, Frun dan

Ghanduriyah.
69

Gambar 4. Area Operation of INDOBATT 33

Hampir seluruhnya desa – desa tersebut memiliki jumlah

penduduk yang akan bertambah 4-5 kali lipatnya saat musim panas

dan yang menjadi catatan bahwa seluruh desa yang ada di wilayah

operasi INDOBATT hampir 100 % menganut agama Islam Shiah

serta 85 % merupakan Pengikut Partai Hizbullah / Amal. Dengan

demikian, INDOBATT dihadapkan pada wilayah yang sangat

berpotensial terjadinya konflik di perbatasannya, apalagi menurut

catatan sejarah bahwa Desa Ett- Taibe yang terletak di tengah

wilayah INDOBATT merupakan salah satu desa yang paling sulit

ditembus pertahanannya oleh Israel pada Perang 34 Hari yang lalu.

33
Yonmek XXIII-E/INDOBATT, Lampiran B dalam Laporan Semester I Tahun 2011 ( Lebanon :
Yonmek XXIII-E/INDOBATT, 2011 ), h.1
70

d. Pelaksanaan Umum Operasi.

Secara umum, INDOBATT mempunyai tugas pokok yang

diemban dari Pemerintah Negara RI yakni melaksanakan tugas

operasi pemeliharaan perdamaian di wilayah Lebanon Selatan

terhitung mulai waktu bertugas sampai dengan selesai terutama di

sektor timur yang meliputi pos – pos yang dipertanggungjawabkan

kepadanya dalam rangka meyakinkan daerah operasi bebas dari

senjata ilegal serta bebas dari aktifitas bermusuhan antara pihak-

pihak yang bertikai serta memberikan bantuan kemanusiaan dan

melindungi kegiatan masyarakat di wilayah yang di

pertanggungjawabkan guna mendukung tugas Seceast,

melaksanakan operasi selanjutnya atas perintah. Tugas pokok

tersebut diberikan penekanan kembali oleh Komando Sektor Timur

dengan memberikan tugas – tugas yang lebih rinci yakni :

Menduduki posisi - posisi UN di daerah tanggung jawab yang telah

diberikan, menyiapkan Battalion Mobile Reserve dalam rangka

penanggulangan insiden dengan cepat apabila suatu saat timbul dan

bergerak atas perintah dari Seceast, membentuk dan menjaga

kemampuan penanggulangan huru-hara sesuai perintah dari

Seceast, siap menyerahterimakan posisi UN atau Compound yang

ditunjuk kepada LAF atas perintah, melaksanakan kegiatan-

kegiatan CIMIC (Civil Military Coorperation) untuk mendapatkan

keuntungan langsung bagi tugas dan perlindungan personel atau


71

satuan serta membangn hubungan dengan pejabat lokal dan tokoh

masyarakat dalam daerah tanggung jawab yang diberikan melalui

koordinasi melekat dengan staf CIMIC Komando Sektor Timur

sesuai arahan Komandan Sektor Timur, dalam perkembangan

kewaspadaan situasional berikan perhatian khusus koridor Al

Qantarah dan wilayah Blue Line.

Adapun pelaksanaan operasi secara umum diselenggarakan

dengan melaksanakan kegiatan – kegiatan yang terintegrasi dan

terkoordinasi dengan satuan UNIFIL lain maupun LAF yang

dikelompokkan ke dalam bidang – bidang tugas yakni intelijen,

operasi, pengurusan personel, logistik, penerangan, territorial,

polisi militer, kesehatan, komunikasi, perbekalan, interpreter dan

sejarah. Kegiatan – kegiatan operasional yang dilaksanakan

sebagai berikut : pengintaian, Observation Post berupa Permanent

Observation Post dan Temporary Observation Post, Foot Patrol,

Vehicle Patrol (BaP, PAP dan ADP) dan Heli Recce Patrol serta

patroli secara acak yang dilakukan siang dan malam hari bersama

LAF sesuai COAM ( Coordinate Operational Activity Matrix )

berupa Counter Rocket Lounching Operation, Check Point dan

Random Check Point.


72

e. Perkembangan Penugasan.

Selama kurun waktu 6 tahun penugasannya, INDOBATT

telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan bila

dibandingkan dengan kondisi kontingen pertama yang dikirimkan

pada Nopember 2006. Perkembangan – perkembangan yang terjadi

pada INDOBATT mencerminkan keberhasilan penugasan

Kontingen Garuda XXIII berdasarkan penilaian pimpinan UNIFIL

maupun PBB pada umumnya yang juga mendengarkan tanggapan

yang positif dari masyarakat lokal Lebanon sehingga berbagai

kepercayaan diberikan kepada Kontingen Indonesia dalam

berbagai bentuk penghargaan antara lain :34

1) Penambahan wilayah operasi ( area of operation )

yang semula hanya meliputi Desa El Aadeisse, Ettaibe,

Markaba, Rabat Talame, Dier Siriane dan Adshit Al Qusair

( 2006 ), kini bertambah lebar dengan masuknya wilayah

dan desa baru yakni : Al Qantarah dan Adz Zikiyah (2007),

Tulin, Qabrikha, Frun dan Ghanduriyah (2010) serta Kafr

Killa ( Nopember 2012 ).35

34
http://pkc-indonesia.com/index.php/pengetahuan/170-hakekat-dan-perkembangan-operasi-
pemeliharaan-perdamaian ; ( diakses pada hari Senin tanggal 29 Oktober 2012 pukul 19.05 )

35
http://itjen.kemhan.go.id/node/1298 ; ( diakses pada hari Selasa tanggal 30 Oktober 2012 pukul
13.15 )
73

2) Penambahan Macam Tugas selain sebagai Satuan

Mekanis dengan tanggungjawab suatu wilayah operasi

tertentu, sejak 2010 Kontingen INDOBATT dipercaya

untuk mengerahkan 1 kompi pasukannya sebagai Pasukan

Pelindung Markas Komando Sektor Timur / SEMR ( Sector

East Mobile Reserve ).

3) Berkaitan dengan tugas perbantuan kepada Sektor

Timur, maka diikuti pula dengan penambahan personel

yang semula 850 personel menjadi 1018 personel sejak

tahun 2010.

4) Pengembangan Kontingen yang semula hanya

INDOBATT yang merupakan Yonif Mekanis TNI, sejak

2009 bertambah menjadi beberapa Satgas baru yang

langsung di bawah Markas Besar UNIFIL seperti FHQSU

( Force Headquarter Support Unit ), FPU ( Force

Protection Unit ), Medteam ( Medical Team ), CIMIC

Team ( Civil and Military Coordination Team ), Millstaff

( Military Staff ) dan SEMPU (Seceast Military Police

Unit).

5) Di level pimpinan, keberhasilan INDOBATT juga

menjadi pertimbangan UNIFIL dalam menunjuk perwira

menengah TNI Kolonel Surawahadi untuk menduduki

jabatan Kepala Staf Sektor Timur ( Deputy Commander )


74

pada periode 2009 - 2010, bahkan PBB menunjuk Mayjen

TNI Zahari Siregar sebagai Direktur SMC ( Senior Military

Cell Director ) yang mengendalikan operasional UNIFIL

dari Markas Besar PBB di New York pada tahun 2010.36

B. Pembahasan

1. Pengawasan penghentian pertempuran

a. Patroli Wilayah Operasi.

Dalam mengimplementasikan mandat yang berkaitan

dengan Pengawasan Penghentian Pertempuran, INDOBATT secara

terkoordinasi dan terintegrasi dengan satuan – satuan UNIFIL

maupun LAF melaksanakan kegiatan Patroli Wilayah Operasi.

Selama kurun waktu 6 tahun penugasan, INDOBATT telah

melaksanakan beberapa jenis patroli wilayah operasi yaitu :

1) BaP (Battalion Patrol) adalah patroli yang

dilaksanakan di sektor area tanggungjawab masing-masing

Kompi (AOR) merupakan patroli rutin dalam rangka

memantau dan mengamati serta mencegah terjadinya aksi

permusuhan diantara kedua belah pihak yang bertikai

dengan titik berat pada daerah yang tidak terpantau oleh

patroli rutin lainnya, memonitor pada ruas-ruas jalan kelas


36
http://pertahanan-ri.blogspot.com/2009/12/perwira-tni-resmi-jabat-direktur.html ; ( diakses
pada hari Selasa tanggal 30 Oktober 2012 pukul 13.20 )
75

II ditiap-tiap desa dan tempat yang pernah digunakan oleh

AE untuk meluncurkan roket serta daerah yang dicurigai

akan digunakan sebagai tempat peluncuran roket . Patroli

ini bertujuan untuk mencegah terjadinya insiden peluncuran

roket oleh kelompok bersenjata ke arah Israel. Daerah –

daerah yang diduga dapat digunakan sebagai tempat

peluncuran roket biasanya ditentukan atas analisa satuan

intelijen INDOBATT sendiri maupun informasi dari Satuan

Pengintai Sektor Timur ( Seceast Recce Unit ). Patroli

diadakan secara marathon bergantian dalam siklus 24 jam

dengan menggunakan kendaraan tempur VAB / ANOA

berkekuatan sekitar 1 regu ( 10 – 12 personel ).

2) PAP (Patrol Around Position) adalah patroli yang

dilaksanakan dengan radius 1,5 s.d. 3 Km dari compound

dalam rangka tetap menjaga integritas dan kredibilitas

UNIFIL guna mencegah terjadinya peluncuran roket dari

sekitar UN Posn. Jenis patroli semacam ini biasanya

dilaksanakan dengan tujuan menghindarkan daerah sekitar

Pos INDOBATT dijadikan sebagai tempat penembakan

atau peluncuran roket Kelompok Bersenjata. Hal ini yang

mengacu pada kejadian hancurnya pos pengamat militer

UNIFIL di Khiam akibat hantaman rudal Israel dikarenakan

di sekitar pos Khiam dimanfaatkan Hizbullah sebagai


76

tempat penembakan roket Katyusha pada skenario Perang

34 Hari silam. Patroli ini dapat dilaksanakan dengan

berkendaraan tempur atau hanya dengan patrol berjalan

kaki.

3) ADP (Area Domination Patrol) adalah patroli yang

dilaksanakan di sektor masing-masing Kompi untuk

menunjukan tingkat kehadiran pasukan UNIFIL di lapangan

serta dominasi kita terhadap daerah operasi masing-masing

Kompi dan memonitor kegiatan AE khususnya antisipasi

terhadap peluncuran roket. Patroli jenis ini merupakan salah

satu jenis patroli yang rutin dilaksanakan. Tehnis

pelaksanaannya sama dengan patroli jenis BaP namun

sektornya melingkupi seluruh sektor yang menjadi

tanggungjawab kompi – kompi. Rute – rute patroli diatur

sedemikian rupa sehingga dapat mengcover seluruh

wilayah tanggungjawab Kompi. Adakalanya patroli melalui

desa – desa yang berpenduduk namun adakalanya melalui

daerah – daerah pegunungan yang tidak berpenduduk.

Tujuan dari Patroli jenis ini antara lain adalah untuk

menunjukkan kehadiran UNIFIL di setiap jengkal wilayah

yang menjadi daerah operasinya sehingga meniadakan niat

kelompok bersenjata untuk melakukan aksi permusuhan


77

seperti blokir jalan, pelemparan batu, penembakan,

penghadangan dan sebagainya.

b. Penanganan Insiden Fisik.

Wilayah perbatasan merupakan wilayah yang sangat rawan

bila ditinjau dari segi kemungkinan terjadinya insiden secara fisik

antara kedua belah pihak. Hal ini sangat mungkin terjadi selama

terdapat kehadiran salah satu pihak ataupun kedua belah pihak

yang muncul bersamaan. Terkadang insiden dapat terjadi bilamana

Patroli IDF berpapasan dengan Patroli LAF, atau Patroli IDF

mencurigai kegiatan – kegiatan masyarakat di perbatasan, atau

Patroli LAF memantau aktifitas IDF, bahkan masyarakat lokal

Lebanon yang sengaja melakukan tindakan yang memprovokasi

IDF. Bila insiden – insiden perbatasan terjadi, maka INDOBATT

berupaya memediasi berupa penyelesaian secara prosedural sesuai

dengan SOP yang telah ditetapkan sehingga implementasi

perannya merupakan faktor yang dominan dalam penyelesaian

konflik.

Selama 6 tahun melaksanakan penugasan, INDOBATT

telah banyak mencegah, memediasi bahkan mengalami berbagai

insiden fisik yang terjadi di perbatasan Lebanon – Israel. Insiden –

insiden tersebut antara lain berupa :


78

1) Saling memprovokasi dengan membidikkan senjata

masing – masing antara IDF dan LAF;

2) Insiden tembak menembak antara IDF dan LAF

sebagai kelanjutan dari tindakan saling mengejek /

memprovokasi.

3) Masyarakat melempar patroli IDF dengan batu dan

ditanggapi IDF dengan ancaman bersenjata;

4) Kegiatan berburu burung dengan menggunakan

senjata ringan yang dilakukan di dekat blueline sering

dianggap “tindakan mencurigakan “ oleh IDF.

5) Kegiatan – kegiatan masyarakat Lebanon yang

dilakukan baik sengaja maupun tidak sengaja yang menurut

Israel dikategorikan “ hostile activities “ seperti pemotretan

wilayah Israel, berada terlalu lama di dekat pagar

perbatasan, menghina patroli IDF dan sebagainya.

6) Kegiatan – kegiatan normal Israel yang

dikategorikan “ hostile activities “ oleh masyarakat

Lebanon seperti mengamati suatu tempat, mengalirkan

limbah ke wilayah Lebanon dan sebagainya. Namun pada

umumnya, IDF meminimalisir aksi provokasi mereka

sendiri.

Untuk menghadapi berbagai insiden tersebut di atas,

INDOBATT telah mengadopsi secara penuh sebuah prosedur


79

penanganan insiden yang dikenal dengan STIR ( Standarized

Tactical Incident Reaction ) atau Tindakan Taktis terhadap

Kejadian – kejadian yang terstandarisasi. STIR disusun

berdasarkan SOP ( Standart Operating Procedures ) atau prosedur

operasi standar maupun ROE ( rules of engangement ) atau

aturan pelibatan UNIFIL. STIR menjadi sebuah pedoman standar

dalam menangani berbagai insiden di lapangan bahkan sampai

dengan saat ini STIR telah mengidentifikasikan 18 tindakan yang

kemungkinan dihadapi oleh seluruh prajurit UNIFIL yang sedang

bertugas. INDOBATT selalu mendasarkan tindakannya pada STIR

sehingga apapun yang dilakukan INDOBATT dalam menangani

insiden tidak akan menyalahi aturan / prosedur yang telah

ditetapkan oleh PBB. Hal inilah yang menjadi dasar hukum dalam

bertindak seperti yang terjadi pada peristiwa penanganan insiden

kontak tembak antara IDF dan LAF di Blueline pada 3 Agustus

2010 dimana keseluruhan prosedur telah dijalankan oleh

INDOBATT walaupun insiden pada akhirnya tidak bisa dihindari

karena kerasnya provokasi yang terjadi. Pelaksanaan STIR yang

tepat telah menyelamatkan INDOBATT dari kesalahan prosedur

bahkan beberapa prajurit justru mendapatkan penghargaan atas

kepatuhannya memegang teguh prosedur tersebut. 37

37
http://www.tandef.net/seputar-kronologi-kontak-tembak-antara-lebanon-israel-dan-isu-larinya-
personel-indobatt ( diakses pada hari Jumat tanggal 9 Nopember 2012 pukul 00.24 )
80

2. Mendukung dan mendampingi LAF dalam penempatan

pasukan di Lebanon Selatan

a. Koordinasi Keamanan Internal.

Guna mendukung keberadaan LAF di Lebanon Selatan,

maka eksistensi LAF harus diberdayakan agar sedikit demi sedikit

lebih menonjol dibandingkan dengan Hizbullah, sehingga Tahap

III Pelaksanaan Resolusi DK PBB 1701 yakni membantu

pengembalian fungsi LAF di wilayah Lebanon dapat diselesaikan.

Oleh karena itu, setiap ada permasalahan yang melibatkan tugas –

tugas penanganan terhadap insiden harus menyertakan LAF

sebagai satuan / pihak yang akan menangani secara fisik suatu

insiden yang bersifat internal Lebanon sendiri. Dengan demikian,

peran LAF akan lebih terlihat sebagai pihak yang seharusnya

bertanggungjawab atas penyelesaian konflik / insiden internal di

wilayah Lebanon Selatan bukannya Hizbullah. Hal ini

mendapatkan pengecualian bila terjadi insiden yang melibatkan

pihak Israel, tentunya mediasi dari INDOBATT sangat

dikedepankan sampai insiden tersebut dinyatakan benar – benar

selesai. Penanganan insiden internal di awal kejadian dilakukan

oleh INDOBATT dan tindaklanjutnya diserahkan kepada LAF.

Salah satu contohnya, kegiatan sweeping kepemilikan senjata api

oleh INDOBATT akan selalu di-back up oleh LAF, sehingga


81

apabila INDOBATT menemukan masyarakat yang membawa

senjata api selanjutnya akan diserahkan kepada LAF untuk

diproses lebih lanjut. Dengan demikian, proses awal telah

dilaksanakan oleh INDOBATT yang bekerja berdampingan dengan

LAF sebagai pihak yang diutamakan dalam menegakkan aturan

dan keamanan internal Negara Lebanon. Hal demikian

mencerminkan implementasi dari peran INDOBATT secara efektif

dan efisien dilakukan dalam menegakkan Resolusi DK PBB 1701.

Koordinasi ini dilakukan dengan tujuan mengedepankan

peranan LAF dalam mengatasi konflik – konflik internal sekaligus

meniadakan dominasi peran Hizbullah yang telah sejak lama

mengontrol wilayah Lebanon Selatan. Apabila semua konflik

keamanan internal seperti sweeping senjata illegal, pelucutan

senjata, penjagaan perbatasan dan lain sebagainya telah dapat

dilakukan LAF sepenuhnya maka tahapan ketiga dari Resolusi DK

PBB 1701 sudah pasti dapat diselesaikan dengan baik dimana LAF

sudah dapat mendominasi wilayah Lebanon Selatan secara efektif.

Koordinasi dilaksanakan dalam berbagai level dimulai dari level

pimpinan dimana LAF menugaskan 1 orang Kolonel/Letkol

sebagai Perwira Penghubung ( Liaison Officer ) pada Markas

Komando INDOBATT sehingga koordinasi tingkat pimpinan dapat

dilaksanakan dengan mudah. Selain itu di level pasukan,

koordinasi dilaksanakan oleh komandan – komandan satuan LAF


82

di lapangan yang sedang bertugas dengan satuan – satuan patroli

INDOBATT yang sedang bertugas.

b. Patroli Bersama.

Patroli bersama merupakan salah satu kegiatan yang

dilaksanakan oleh INDOBATT bersama dengan LAF yang salah

satu tujuannya untuk menumbuhkan percaya diri LAF dan

meningkatkan kepercayaan publik kepada LAF sebagai tentara

nasional yang sah. Dalam pelaksanaan patroli bersama ini,

INDOBATT dan LAF mengerahkan personel masing – masing

yang tergabung dalam satu team patroli melaksanakan kegiatan

patroli terkoordinasi sesuai rute dan jadwal yang telah ditentukan.

Selama 6 tahun penugasan, INDOBATT telah

mengimplementasikan perannya untuk melaksanakan Resolusi DK

PBB 1701 dengan melaksanakan patroli bersama LAF dalam

berbagai kesempatan yang kesemuanya dibedakan menjadi 2

bentuk patroli yakni :

1) CRLO (Counter Rocket Launching Operation)

adalah patroli gabungan bersama LAF dalam rangka

mencegah kemungkinan - kemungkinan terjadinya

peluncuran roket oleh AE (Armed Element) dari Area of

Responsibility (AOR) ke wilayah Israel dengan rute yang

telah ditentukan sebelumnya yaitu rute – rute yang melalui


83

wilayah yang pernah menjadi tempat peluncuran roket di

masa Perang 34 Hari maupun wilayah – wilayah yang

diduga dapat digunakan sebagai tempat peluncuran roket

berikutnya, dalam hal ini difokuskan di daerah yang berada

dekat dengan Blue Line. Patroli bersama ini sangat

diperlukan karena LAF akan menumbuhkan percaya dirinya

untuk langsung berhadapan dengan kelompok bersenjata

semisal Hizbullah yang kemungkinan akan memanfaatkan

suatu daerah untuk mencoba meluncurkan roketnya ke arah

Israel. Di sinilah kerjasama antara INDOBATT dengan

LAF dibutuhkan serapi mungkin karena apabila terjadi

insiden percobaan peluncuran roket yang ditemui oleh

patroli maka keduanya baik INDOBATT maupun LAF

akan bertindak sesuai dengan STIR / SOP / ROE masing –

masing namun tetap saling terkoordinasi dan terintegrasi

sehingga peran INDOBATT dan LAF akan muncul

bersamaan.

2) Foot Patrol adalah patrol gabungan dengan LAF

dilaksanakan dengan sistem jalan kaki dengan jarak 1,5 s.d.

2 km di sepanjang blue line dalam rangka mencegah adanya

kemungkinan pertikaian di daerah yang rawan akan insiden,

Foot Patrol bergerak berdasarkan COAM ( Coordinated

Operational Activities Matrix ) yang dikeluarkan dari


84

Seceast. Foot Patrol yang dilaksanakan secara bersama –

sama dengan LAF memiliki tujuan yang sama sebagaimana

patroli jenis lainnya hanya saja dilakukan dengan berjalan

kaki. Dalam pelaksanaannya, INDOBATT tetap waspada

namun tidak melupakan perasaan traumatis masyarakat atas

perlakuan kejam tentara IDF yang memasuki desa mereka

dengan formasi berjalan kaki saat Perang 34 Hari

berkecamuk. Oleh karena itu, biasanya INDOBATT akan

menyandangkan senjatanya ke punggung sehingga

meniadakan kesan “ menakut – nakuti masyarakat “

layaknya pasukan tempur IDF semasa perang. Sikap ini

sangat menjadi perhatian dari para pemimpin UNIFIL

namun penekanan tentang kewaspadaan harus tetap

diberikan kepada siapapun prajurit UNIFIL yang sedang

melaksanakan tugasnya terkait ancaman yang sangat

bervariasi dari kelompok bersenjata. Foot Patrol

dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemampuan

prajurit dalam bermanuver dan keselamatannya, oleh karena

itu pelaksanaannya tidak terlalu jauh dan dilakukan di

sepanjang Blue Line saja.


85

3. Koordinasi aktifitas UNIFIL dengan Lebanon dan Israel

a. Koordinasi Penentuan Blueline.

Peran INDOBATT dalam melaksanakan mandat Resolusi

DK PBB 1701 juga dilakukan dengan kegiatan koordinasi dalam

penentuan dan pemeriksaan Blue line. Memang pada awal

penentuan blue line, INDOBATT tidak terlibat sama sekali karena

penentuan blue line itu sendiri berlangsung bertahun – tahun

sebelum penugasan pertama INDOBATT. Namun peran

INDOBATT di sini lebih cenderung pada pengawasan,

pemeriksaan dan koordinasi atas patok – patok batas blue line yang

telah ada. Di beberapa tempat dalam wilayah operasi INDOBATT,

masih terdapat patok – patok yang kurang baik kondisinya.

Sebagian besar memang telah dibangun dalam bentuk yang lebih

permanen dengan beton yang kuat, tetapi sebagian lagi masih

berupa patok kecil yang dicat warna biru dan ditulisi kode patok

yang sudah memudar. Selain itu, blue line yang pada dasarnya

merupakan garis khayal yang menghubungkan antar satu patok

dengan patok yang lain terkadang masih belum diterima oleh

sebagian besar masyarakat Lebanon Selatan karena belum

tersosialisasi dengan baik. Dengan demikian, koordinasi kegiatan

UNIFIL tentang patok dan blue line itu sendiri merupakan hal yang

sangat krusial bagi Israel dan Pemerintah Lebanon. Kadangkala,

pemeriksaan blue line dilaksanakan secara terpadu dengan satuan


86

UNIFIL yang lainnya menggunakan helicopter milik UNIFIL.

Patroli Udara yang dilakukan INDOBATT bekerjasama dengan

ITALI AIR bertujuan untuk memeriksa dan mengawasi blue line

serta mengamati perubahan – perubahan yang terjadi di sekitar

blue line yang menjadi tanggungjawab satuan masing – masing.

Patok – patok Blue line yang berada dalam wilayah INDOBATT

memang tidak terlalu bagus kondisinya namun masih bisa

digunakan untuk menunjukkan batas wilayah demarkasi Lebanon

Selatan. Di banyak lokasi, kadangkala Blue Line sama dengan

Technical Fence sehingga sangat rawan terhadap pelanggaran

ataupun upaya – upaya provokasi dari kedua belah pihak. Posisi

medan yang berpegunungan membuat Lebanon Selatan sedikit

lebih tinggi dibandingkan medan Israel yang cenderung berupa

dataran yang rata sehingga terkadang dapat dimanfaatkan oknum –

oknum yang tidak bertanggungjawab untuk saling memprovokasi

permusuhan.

b. Peninjauan Perbatasan.

Kegiatan UNIFIL yang dikoordinasikan dengan kedua

negara lainnya yakni peninjauan perbatasan ( blue line tour ).

Kegiatan Peninjauan Perbatasan ini dilaksanakan oleh UNIFIL

melibatkan seluruh Komandan – Komandan Satuan yang berada di

bawah UNIFIL dengan menyelenggarakan peninjauan blue line via


87

darat dari sisi Negara Israel. Para rombongan Komandan Satgas

berangkat dari Markas Besar UNIFIL di Naquora selanjutnya

bergerak menuju Israel dengan koordinasi yang ketat menelusuri

jalan – jalan sepanjang perbatasan Israel sambil mencocokkan

dengan peta geografis yang telah disepakati bersama. Kegiatan ini

merupakan salah satu implementasi peran INDOBATT yang

sangat penting karena Komandan Satuan dapat membandingkan

perbatasan dari kedua belah sisi Negara yang berbeda, selain itu

pula Komandan INDOBATT dapat mengenal satuan – satuan IDF

yang bertugas menjaga perbatasannya. Hal ini sangat berguna

dalam proses penyelesaian insiden perbatasan yang mungkin dapat

terjadi sehingga peninjauan perbatasan ini menjadi program rutin

yang diselenggarakan minimal 1 ( satu ) kali dalam setahun.

4. Memperluas akses bantuan kemanusiaan

a. Fasilisator Pembangunan Infrastruktur.

Dalam rangka memperluas akses bantuan kemanusiaan di

wilayah operasinya, INDOBATT mengimplementasian perannya

sedemikian hingga dapat mempermudah bagi masuknya bantuan

UNIFIL atau dari negara – negara lain ke desa – desa yang berada

di dalam wilayah INDOBATT terutama pembangunan berbagai

infrastruktur yang rusak akibat perang. Salah satu kegiatan yang


88

dilaksanakan INDOBATT untuk mempermudah akses bantuan

kemanusiaan adalah dengan bertindak sebagai fasilisator

pembangunan infrastruktur yang ada di desa – desa dalam

wilayahnya. INDOBATT mengumpulkan keterangan tentang

infrastruktur desa yang mana saja yang perlu dibangun atau

diperbaiki sehingga dapat difungsikan kembali dan digunakan oleh

masyarakat banyak. Selanjutnya, data tersebut dilaporkan dalam

bentuk Laporan Bantuan Desa ( village assessment ). Laporan –

laporan tersebut menjadi dasar UNIFIL untuk menyelenggarakan

sebuah proyek rehabilitasi berdasarkan tingkat kerusakan

infrastruktur tersebut.

Pembangunan infrastruktur ( Infrastructure building ) yang

dilakukan adalah pembangunan bangunan atau fasilitas publik

yang dapat digunakan oleh masyarakat umum lokal dalam jangka

waktu yg panjang dengan dana yg sesuai dengan anggaran yang

dimiliki oleh UNIFIL atau lembaga-lembaga lain. Fasilitas-fasilitas

yang menjadi prioritas UNIFIL saat ini adalah pembangunan

fasilitas umum, saran pendidikan, sarana kesehatan, sarana olah

raga, dan sarana pendukung keselamatan publik. Implementasi dari

kebijakan UNIFIL tersebut dilaksanakan dalam bentuk Quick

Impact Project (QIP) atau proyek pembangunan infrastruktur yang

penyelesaiannya hanya berjangka waktu 3-4 bulan. QIP ini

disesuaikan dengan jangka waktu penugasan kontingen Negara


89

Spanyol atau Negara-negara lain dari Uni Eropa yang hanya

bertugas di UNIFIL selama 4 bulan.

b. Program Sipil – Militer.

Ditinjau dari kemampuan menyelenggarakan sebuah

kegiatan kemanusiaan, maka INDOBATT juga menyelenggarakan

kegiatan – kegiatan CIMIC ( Civil and Military Coordination )

sebagai bentuk dari implementasi perannya dalam rangka

memperluas akses bantuan kemanusiaan di wilayah operasinya.

Kegiatan – kegiatan CIMIC yang dilaksanakan INDOBATT

dilaksanakan di hampir semua bidang kehidupan masyarakat yang

bertujuan untuk memulihkan kembali kondisi psikologis

masyarakat pasca perang sekaligus merupakan sarana untuk

“winning heart and mind“ masyarakat Lebanon. Masyarakat

diberikan kemampuan / keahlian agar dapat hidup mandiri dan

kegiatan sosial lainnya.

Adapun bentuk – bentuk kegiatan CIMIC yang telah

dilaksanakan oleh INDOBATT selama 6 tahun penugasannya

antara lain yaitu:

1) Mobil Pintar ( Smart Car ), berupa kegiatan

pendidikan dan pengetahuan bagi anak – anak 6 – 12 tahun.

2) Pelatihan Komputer dan Kursus Bahasa Inggeris.


90

3) Donasi / Bantuan Material ( Sandang, pangan,

perlengkapan olahraga, ATK dan sebagainya ).

4) Olah Raga Bersama masyarakat.

5) Anjangsana ke tokoh masyarakat dalam rangka

sosialisasi program INDOBATT, menghimpun saran –

saran, serta sekaligus menjadi sarana perkenalan personel

INDOBATT dengan masyarakat.

6) Kerjabakti dengan masyarakat

7) Penampilan kesenian Indonesia

8) Pelayanan kesehatan masyarakat

Grafik 1. Kegiatan CIMIC INDOBATT 38

LIASING
14
SPORTING
12 COM WORK

10 MEETING

8 MONITORIN
G PROJECT
PERESMIAN
6 PROJECT
CINEMA
4
TARI
2 CHINDREN
DAY
0 SMART
CAR
MEDICAL
ASISTANCE
NURSING

MED CHEK
UP SCHOOL

38
Yonmek XXIII-F/INDOBATT, Laporan Semester I Tahun 2012 ( Lebanon : Yonmek XXIII-
F/INDOBATT, 2012 ), h.25
91

5. Membantu LAF membangun kawasan dan menetralisir

kekuatan militer selain LAF dan UNIFIL di kawasan Garis Biru.

a. Sweeping Bersama LAF.

Pada dasarnya, INDOBATT mengimplementasikan

perannya dalam membantu LAF membangun kawasan dan

menetralisir kekuatan militer selain LAF dan UNIFIL di kawasan

Blue Line. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan untuk membantu

LAF tersebut ddilakukan antara lain dengan menyelenggarakan

Sweeping bersama LAF atas perintah dan koordinasi dari

Komando Sektor Timur. Pada pelaksanaannya, sweeping tersebut

dilaksanakan di lokasi yang telah ditentukan oleh Komando Sektor

Timur bersama dengan personel – personel LAF yang ditugaskan

khusus. Sweeping tersebut dilakukan terhadap seluruh jenis

kendaraan sipil yang melewati wilayah operasi. Sedangkan

tujuannya adalah untuk mencegah berbagai penyelundupan yang

marak terjadi di Lebanon terutama penyelundupan senjata dan

perlengkapan militer lainnya. Apabila sweeping menemukan kasus

penyelundupan, maka INDOBATT akan mencatat dan

mengkoordinasikan tindakan selanjutnya dengan personel LAF

yang berada di pos sweeping tersebut. Pelaksanaan sweeping tidak

hanya dilakukan di jalan – jalan raya sepanjang Blue line saja,


92

tetapi juga di berbagai tempat yang diperkirakan menjadi jalan –

jalan pelolosan bagi tindakan penyelundupan.

Sweeping yang dilakukan oleh INDOBATT dan LAF

bertujuan yang sama dengan kegiatan – kegiatan kerjasama lainnya

semisal Patroli Bersama yakni mencegah masuknya senjata –

senjata illegal ke wilayah Lebanon Selatan sehingga kengurangi

kemungkinan kegiatan – kegiatan permusuhan dilakukan di

wilayah tersebut. Pada pelaksanaannya, sweeping menjadi aktifitas

yang paling efektif untuk mencegah hal ini terjadi, oleh karena itu

sweeping kerapkali dilaksanakan di tempat yang berbeda – beda

agar tidak dapat diduga oleh penyelundup – penyelundup senjata

yang ingin memasok senjata ke wilayah Lebanon Selatan.

b. Pencarian Bunker Senjata.

Salah satu kegiatan INDOBATT yang membantu LAF

dalam menetralisir kekuatan bersenjata selain LAF adalah

pencarian bunker senjata milik Kelompok Bersenjata ( armed

element )39. Seperti yang diketahui, bahwa Kelompok Bersenjata

yang menguasai wilayah Lebanon Selatan ( Kelompok Hizbullah )

sejak dari awal telah menyembunyikan dan menimbun persediaan

senjatanya di tempat – tempat sekitar desa – desanya dengan sangat

39
Kelompok Bersenjata ( AE / Armed Element ) merupakan istilah yang digunakan oleh UNIFIL
untuk mengidentifikasikan personel yang bersenjata selain prajurit UNIFIL dan LAF. Hal ini
mengarah tidak hanya pada Hizbullah saja tetapi semua orang yang membawa senjata tidak resmi.
93

tersamar dan rapi. Melalui kegiatan penyelidikan dan analisa

intelijen, INDOBATT berkewajiban untuk membantu LAF

meniadakan kemampuan bersenjata Kelompok Bersenjata. Atas

dasar kesimpulan hasil penyelidikan, INDOBATT bersama LAF

mengadakan operasi – operasi pencarian bunker penimbunan

senjata secara terbatas. Namun dari beberapa kali pelaksanaan

operasi pencarian tersebut, hanya berhasil ditemukan beberapa

bunker senjata yang telah dikosongkan oleh Kelompok Bersenjata

beberapa waktu sebelumnya. Walaupun seringkali menemukan

bunker – bunker yang telah diamankan sebelumnya, tetapi kegiatan

ini telah menunjukkan bukti bahwa INDOBATT telah berupaya

mengimplementasikan perannya dalam melaksanakan mandate

Resolusi DK PBB 1701 terutama untuk membantu LAF dalam

menetralisir kekuatan bersenjata selain LAF di Lebanon Selatan

6. Membantu pemerintah Lebanon mengamankan perbatasan –

perbatasannya.

a. Penempatan Pos INDOBATT.

Untuk mengawasi wilayah operasi seluas ± 120 km,

INDOBATT menempatkan pos – pos pasukannya secara menyebar

sehingga sangat memungkinkan untuk mengadakan aktifitas

pengawasan dan pengendalian wilayah. Selain penempatan pos –


94

pos tersebut memang telah disetujui oleh UNIFIL, INDOBATT

juga memperhitungkan kecepatan manuver dalam bereaksi atas

setiap pelanggaran yang terjadi di dalam wilayah operasinya.

Penempatan Pos – Pos INDOBATT yang secara geografis dan

taktis sudah cukup baik tersebut merupakan salah satu

implementasi peran INDOBATT dalam membantu Pemerintah

Lebanon mengamankan perbatasan – perbatasannya. Saat ini,

INDOBATT telah menggelar 4 posnya yakni : UNP 7-1 terletak di

Adshit Al Qusayr, UNP 9-63 terletak di El Aadeissee, UNP 9-2

terletak di Az Ziqqiyah dan UNP 9-15 terletak di Kafr Killa.

Sebagai tindaklanjut dari penempatan pos – pos tersebut,

maka INDOBATT membantu Pemerintah Lebanon dalam

mengamankan perbatasannya terutama wilayah operasi

INDOBATT yakni dapat memonitor wilayahnya seluas ± 120 Km,

mengawasi perbatasan dan blue line sepanjang 7 Km, menjaga dan

mengawasi 3 ( tiga ) titik rawan ( TP 37, Panorama Point dan

Fatima Gate ) dan bertanggungjawab atas pengawasan 13 desa,

serta pengawasan beberapa lokasi rawan yang dicurigai sebagai

tempat yang dapat digunakan sebagai peluncuran roket dan daerah

– daerah berbahaya lainnya. Dengan demikian, penempatan pos –

pos INDOBATT sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tugas

pokoknya sekaligus mempermudah dalam pelaksanaan mandat

Resolusi DK PBB 1701. Letak pos yang dekat dengan Blue Line
95

memberikan kemudahan dalam pengawasan terhadap wilayah

Israel maupun wilayah Lebanon. Manuver yang cepat dapat

dilaksanakan dengan segera apabila terjadi insiden di sepanjang

Blue Line.

b. Observasi Pelanggaran Perbatasaan.

Mengamankan perbatasan Lebanon khususnya yang berada

di dalam Area of Operation INDOBATT dilaksanakan dengan

menggelar Pos – Pos Pengamatan ( Observation Post ) dan Titik

Pengamat Sementara ( Checkpoint ) yang ditujukan untuk

mengamati semua kegiatan yang terjadi di sepanjang perbatasan

tersebut selama 24 jam sehingga meminimalisir aktifitas

permusuhan dari kedua belah pihak yang bertikai. Observation

Post dan Check Point adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam

rangka mengamati daerah-daerah klasik yang sering digunakan

sebagai tempat peluncuran maupun persembunyian serta

pemantauan apabila ada pelintasan penyelundupan senjata illegal

oleh kelompok-kelompok yang bertikai.

Observation Post dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

1) Temporary Observation Post ( TmOP ) merupakan

Pos pemantauan selama 12 jam (Day Light Time) yang

dimiliki oleh Kompi-Kompi Mekanis diluar Compound

dalam rangka memantau dan mengamankan daerah sektor


96

pengamanan tanggung jawab Kompi Mekanis dari aksi

permusuhan ataupun kegiatan illegal yang bertentangan

dengan Resolusi DK PBB 1701 yang diperpanjang dengan

Resolusi 1937. Pelaksanaan TmOP dilakukan dengan

menempatkan 1 Regu Patroli yang menguasai sebuah lokasi

strategis dimana dari posisi tersebut dapat mengamati ke

wilayah yang cukup luas. Tujuan TmOP ini adalah

mengawasi atau mengobservasi secara langsung wilayah

operasi INDOBATT sehingga segala sesuatunya dapat

diamati dan dilaporkan dengan cepat.

2) Permanent Observation Post ( PmOP ) merupakan

Pos pemantauan selama 24 jam ( Full Day ) yang dimiliki

oleh Kompi - Kompi Mekanis diluar Compound dalam

rangka memantau dan mengamankan daerah sektor

pengamanan tanggung jawab Kompi Mekanis dari aksi

permusuhan ataupun kegiatan illegal yang bertentangan

dengan Resolusi DK PBB 1701 yang diperpanjang dengan

Resolusi 1937. Kegiatan PmOP dilaksanakan dengan

kegiatan yang hampir sama dengan TmOP, hanya saja

tempatnya cenderung lebih permanen sehingga pengawasan

dapat dilaksanakan selama 24 jam.

Selain itu pula, masih terdapat kegiatan Check Point yang

diselenggarakan di sepanjang perbatasan Negara Lebanon Selatan


97

yang menjadi batas operasi. Check Point tersebut dibedakan

mnjadi 2 macam yaitu :

1) Common Check Point merupakan kegiatan yang

menitik beratkan pada kegiatan monitoring pergerakan

masyarakat sipil guna mencegah masuknya senjata ilegal

dan memonitor wilayah klasik yang menjadikan daerah

tersebut sebagai tempat peluncuran roket dan sebagai

tempat logistic senjata ilegal. Kegiatan ini seringkali

digabungkan dengan Patroli – patroli rutin yang digelar dari

posisi – posisi Common Check Point dengan maksud

mengefektifkan maneuver.

2) Random Check Point merupakan kegiatan

operasional yang menitikberatkan pada proses pemeriksaan

bagi masyarakat sipil maupun personel UN yang

melakukan pergerakan di wilayah yang rawan penyusupan

senjata ilegal. Kegiatan Random Check Point pada

umumnya dikombinasikan dengan kegiatan sweeping

ataupun patroli sekitar pos dengan maksud yang sama

namun tehnis pelaksanaan yang berbeda. Tempat Check

Point ditentukan secara acak tergantung penilaian atau

analisa intelijen serta informasi dari Komando Atasan.


98

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik Israel – Hizbullah merupakan konflik yang abadi dan juga sebagai

kelanjutan konflik – konflik yang terjadi bertahun – tahun sebelumnya. Perang 34

Hari menjadi salah satu moment yang dahsyat mengakibatkan jatuhnya korban

harta benda dan nyawa yang tidak sedikit. Oleh karena itu, Dewan Keamanan

PBB mengoptimalkan peran UNIFIL yang sejak tahun 1978 telah tergelar di

wilayah Lebanon Selatan. Pengerahan UNIFIL pasca Perang 34 Hari diharapkan

dapat membantu penyelesaian permasalahan – permasalahan yang terjadi sebagai

akibat lanjutan dari perang tersebut. Selain itu, payung hukum penugasan UNIFIL

melalui diterbitkannya Resolusi DK PBB 1701 pada tanggal 11 Agustus 2006

menjadi lebih jelas dan mendetail sehingga PBB meingkatkan jumlah pasukan

UNIFIL menjadi 15.000 personel dari berbagai negara penyumbang pasukan

( troops contributing countries ).

Sebagai salah satu negara anggota PBB, Indonesia merasa berkewajiban

untuk turutserta dalam pelaksanaan misi pemeliharaan perdamaian

( peacekeeping) yang diselenggarakan PBB di Lebanon Selatan. Oleh karena itu,

Indonesia mengirimkan pasukan TNI yang tergabung dalam Kontingen Garuda

XXIII/INDOBATT sebagai bagian dari pasukan UNIFIL untuk melaksanakan

mandat Resolusi DK PBB 1701 tersebut. Dengan keterlibatan INDOBATT dalam


99

misi pemeliharaan perdamaian dunia yang diusung oleh UNIFIL, maka berarti

INDOBATT memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan keenam butir

pernyataan Resolusi DK PBB 1701 ke dalam bentuk kegiatan – kegiatan nyata di

lapangan yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan berbagai pihak baik satuan –

satuan di bawah komando UNIFIL sendiri, Pemerintah Lebanon dan LAF, pihak

Hizbullah dan pendukung – pendukungnya serta pihak Israel dan IDF.

Pengimplementasian peran INDOBATT dalam melaksanakan keenam

butir mandat Resolusi DK PBB 1701 tersebut ternyata dapat dilakukan oleh

INDOBATT dengan baik dalam 6 tahun penugasannya. Hal ini dapat terlihat dari

hasil pengamatan dan analisa yang dilakukan atas berbagai kegiatan lapangan

yang diselenggarakan oleh INDOBATT. Kegiatan – kegiatan tersebut telah sesuai

dengan keenam butir mandat Resolusi DK PBB 1701 sehingga peran INDOBATT

tersebut dapat mencerminkan peran UNIFIL secara umumnya di Lebanon Selatan.

Manfaat yang besar dapat diperoleh berbagai pihak khususnya bagi masyarakat

Lebanon Selatan dari keberhasilan pelaksanaan mandat ini khususnya di wilayah

operasi INDOBATT sehingga berpengaruh pada tingkat kepercayaan dunia

internasional kepada Kontingen Indonesia.

B. Rekomendasi

Penelitian tentang implementasi peran INDOBATT dalam melaksanakan

mandat Resolusi DK PBB 1701 dalam periode 2006 – 2012 di Lebanon Selatan

ini sangat bermanfaat karena dari hasil penelitian ini dapat diketahui sejauhmana
100

peran INDOBATT tersebut dilakukan dan bagaimana bentuk kegiatannya secara

fisik sedemikian hingga kegiatan – kegiatan tersebut mencerminkan penjabaran

mandat Resolusi DK PBB 1701.

Diharapkan kepada para penstudi hubungan internasional untuk

melakukan studi lanjutan tentang INDOBATT. Dianjurkan adanya penelitian

lanjutan tentang pengaruh penempatan Kompi – Kompi INDOBATT dan

efektifitas kegiatan – kegiatan yang dilakukannya terhadap masyarakat, sehingga

akan terwujud hasil evaluasi yang lebih mendetail apakah INDOBATT lebih

cocok ditempatkan di wilayah pedalaman Lebanon Selatan atau di wilayah

sepanjang Blue Line saja.

Anda mungkin juga menyukai