Anda di halaman 1dari 24

 Konflik India-Pakistan

Perang dan Konflik India-Pakistan merupakan perang-perang dan konflik-konflik


yang terjadi antara India dan Pakistan, sejak pemisahan India pada Agustus 1947.
Terdapat tiga perang utama dan satu perang kecil antara kedua negara, serta beberapa
perkelahian dan pertikaian di perbatasan. Casus belli tiap perang ini disebabkan oleh
wilayah Kashmir yang diperdebatkan, dengan pengecualian pada Perang India-
Pakistan 1971 yang disebabkan oleh masalah wilayah Pakistan Timur.

Pemisahan India muncul pada masa pasca Perang Dunia II, saat Britania Raya dan
Kemaharajaan Britania berhadapan dengan tekanan ekonomi akibat perang dan
demobilisasinya. Adalah maksud mereka, yang berharap untuk berdirinya sebuah
negara muslim khilafah, untuk datang dari Kemaharajaan Britania untuk mendapat
pemisahan yang bebas dan setara antara "Pakistan" dan "Hindustan" saat
kemerdekaan muncul.

Pemisahan tersebut, menurut politisi terkemuka seperti Muhammad Ali Jinnah


(pemimpin Liga Muslim India) dan Jawaharlal Nehru (pemimpin Kongres Nasional
India), seharusnya menghasilkan hubungan yang damai. Namun, Pemisahan
Kemaharajaan India menjadi India dan Pakistan pada tahun 1947 tidak memisahkan
dua bangsa melalui agama secara bersih. Hampir sepertiga populasi muslim
Kemaharajaan India tetap tinggal di India. Kekerasan antar-masyarakat, antara
pengikut Hindu, Sikh dan Islam, menghasilkan korban sekitar 500 ribu sampai 1 juta
jiwa.

Teritori-teritori yang diperintah Pangeran, seperti Kashmir dan Hyderabad, juga ikut
serta dalam Pemisahan. Para pangeran harus memilih antara bergabung dalam India
atau Pakistan. India dan Pakistan menaruh klaim atas Kashmir, dan kemudian
Kashmir menjadi titik utama dari konflik. Penguasa Kashmir, yang memiliki
penduduk mayoritas muslim, bergabung dengan India dengan mentandatangani
Instrumen Aksesi.
 Konflik India-China

Bentrokan yang terjadi antara India dan China di perbatasan Himalaya, beberapa waktu
lalu, memakan korban jiwa. Tercatat puluhan tentara dari kedua negara harus meregang
nyawa akibat bentrokan itu. bentrokan saat itu tidak menggunakan senjata api. Para
prajurit saling pukul disertai melempar batu. China, bahkan disebut menyerang tentara
India dengan tongkat dan pentungan yang bertabur paku.

Beijing dan Delhi saling menyalahkan karena bentrokan ini. Kawasan yang
disengketakan adalah Lembah Galwan, yang terletak diantara Ladakh yang jadi bagian
India dan Tibet yang jadi bagian China.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India, Anurag Srivastava mengatakan bentrokan
muncul karena ulah China. "Bentrokan muncul dari upaya China untuk mengubah status
quo secara sepihak di perbatasan," katanya.

Sementara dikutip dari South China Morning Post, China mengatakan India masuk ke
kawasannya secara ilegal. "Mereka dengan sengaja memprovokasi serangan," kata Juru
Bicara pasukan China yang bertugas, Zhang Shuli.
Sebenarnya, perseteruan kedua negara di wilayah itu sudah terjadi sejak 1962. Setelah
terakhir memakan korban 4 tentara India di tahun 1975, korban jiwa baru terjadi lagi
sekarang.

Sebenarnya perbatasan kedua negara sudah dibatasi oleh Garis Kontrol Aktual (LAC).
Tapi tidak ada yang mengakui ini. Ketegangan keduanya ditakutkan mempengaruhi
komoditas.

Ketegangan bahkan memicu peningkatan jumlah pasukan dan senjata oleh kedua negara
di perbatasan. China disebut mengirimkan pesawat pembom J-16 sedangkan India
menyiagakan pesawat tempur Sukhoi MSu-30MKI

Sebelumnya, Reuters juga melaporkan ratusan tenda pasukan bermunculan di sisi China.
Sedangkan di sisi India, para pejabat sudah mulai membahas secara intensif
perkembangan yang terjadi di ibu kota Ladakh, Leh, dan New Delhi.

Menurut mantan pejabat militer India, pembangunan jalan dan jalur udara oleh India
menjadi penyebab. India membangun jalan di lembah Galwan yang menghubungkannya
ke pangkalan udara Daulat Beg Oldi.

China menduga pembangunan infrastruktur yang dilakukan India di sepanjang line of


actual control (LAC) berbahaya. Terutama untuk kawasan Aksai Chin yang jadi bagian
China, yakni provinsi Xinjiang dan Tibet.

Di India, pembangunan 66 ruas jalan hingga 2022 memang menjadi fokus Perdana
Menteri Narendra Modi. Sebelumnya infrastruktur wilayah itu cukup tertinggal.

 Konflik internal yang terjadi di Negara Kongo


Sejak tahun 1996, Republik Demokrasi Kongo mengalami konflik yang tidak kunjung
usai. Diawali dengan Perang Kongo pertama yang merupakan sebuah upaya kudeta
atas rezim Mobutu yang diktator. Dilanjutkan dengan perang kongo kedua yang
merupakan upaya kudeta pula atas pemerintahan Laurent Kabila. Perang tersebut
secara resmi berakhir pada tahun 2003, setelah disepakati perjanjian damai Lusaka
dan Accord Global et Inclusif (AGI). Akan tetapi konflik dan kekerasan di DRC
masih berlangsung hingga saat ini. Disebut-sebut sebagai perang dunia pertama di
Afrika, konflik di DRC ini memakan jutaan korban jiwa dan menyebabkan jutaan
lainnya mengungsi. Dengan menggunakan konsep greed dan grievance, perang yang
tidak ingin dimenangkan, serta war economy, penelitian ini berusaha untuk
menganalisa dan menjelaskan mengapa perang di DRC menjadi berkepanjangan.
Hasilnya, konflik di DRC menjadi berkepanjangan karena war economy di DRC
menciptakan state of emergency yang menguntungkan. Sehingga menimbulkan
interaksi antara greed dan grievance yang bersifat siklikal. Dan pada gilirannya,
interaksi antara greed dan grievance ini mereproduksi konflik secara terus menerus
sehingga state of emergency, atau dengan kata lain, konflik di DRC menjadi
berkepanjangan.
 Konflik internal yang terjadi di Negara Yaman

Dalam penelitian tentang konflik internal di Yaman, pertanyaan penelitian yang akan
diajukan adalah, “Bagaimana Kondisi Umum dan Pemicu yang Menyebabkan
Terjadinya Konflik Internal di Yaman?”. Agar tercipta penelitian yang komprehensif,
penulis menggunakan teori Internal Conflict dari Michael E. Brown, yang meliputi
kondisi umum dan pemicu. Di dalam kondisi umum, akan terdapat empat kondisi,
yaitu kondisi struktural, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Sedangkan kondisi
pemicu meliputi bad leader, bad domestic problems, bad neighbors, dan bad
neighborhood. Untuk mendukung penelitian ini, maka akan digunakan penelitian
kualitatif. Artinya, berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat menuju kepada
pencarian jawaban atas pertanyaan penelitian, dan kemudian akan dicari makna yang
tersirat disana. Kemudian, pengumpulan data-data untuk penelitian ini akan dilakukan
melalui studi pustaka. Melalui analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, penulis
menghasilkan dua temuan mengenai keselarasan antara kondisi umum dan pemicu
yang menyebabkan terjadinya konflik internal di Yaman. Temuan yang pertama
adalah bahwa kondisi struktural, politik, dan ekonomi memiliki porsi yang dominan
dalam melatarbelakangi kondisi umum terjadinya konflik. Sedangkan, temuan yang
kedua adalah bahwa kondisi pemicu yang mendorong eskalasi perselisihan sampai
kepada konflik terbuka dipengaruhi oleh hilangnya legitimasi rezim Saleh, tindakan
represif pemerintah kepada masyarakat mengikuti peristiwa Arab Spring, intervensi
defensif dari Arab Saudi terhadap Kelompok Houthi, dan dampak dari peristiwa Arab
Spring yang menyebar ke seluruh wilayah di Timur Tengah.

 Konflik Palestina-Israel

Konflik antara Palestina dan Israel yang sempat menegang pada akhir-akhir ini,
sebenarnya telah berjalan dalam waktu yang lama. Konflik tersebut diakibatkan oleh
pendudukan yang dilakukan oleh Israel di wilayah Palestina. Konflik tersebut
dilatarbelakangi oleh kemunculan keinginan zionis untuk mendirikan negara khusus
untuk bangsa Yahudi. Gerakan Zionisme sendiri muncul pada 1895 yang dipimpin oleh
Theodor Herzl yang juga merupakan ketura komunitas Yahudi di Inggris.

Keberadaan bangsa Yahudi di wilayah Palestina bermula dari kesepakatan yang


dilakukan oleh Yahudi dan Inggris. Kesepakatan tersebut berisikan bahwa Yahudi akan
membantu Inggris dalam Perang Dunia I, sedangkan Inggris akan mendukung Yahudi
untuk mendirikan sebuah negara. Kesepakatan tersebut mendorong terselenggaranya
perjanjian Belfour Declaration yang secara tegas ditentang oleh Arab Palestina.
Kemudian Inggris berusaha mempertemukan Yahudi dan Palestina sehingga
menghasilkan White Paper pada 20 Okteober 1930.

Pada tanggal 29 November 1947, PBB memutuskan untuk membagi wilayah Palestina
yang sebelumnya wilayah mandat Inggris menjadi dua bagian, yakni untuk Palestina dan
Yahudi. Wilayah untuk Palestina kemudian dinamai Palestina, sedangkan wilayah Yahudi
kemudian dikenal dengan nama Israel.

Sayangnya, gerakan Yahudi Isreal tidak pernah berhenti dan terus berusaha untuk
merebut wilayah Palestina. Akibatnya, wilayah Palestina yang mulanya luas, secara
perlahan menjadi semakin sempit karena diduduki oleh Israel.

 Konflik di Negara Libya

Libya merupakan sebuah negara bekas wilayah kekuasaan Turki Utsmani yang terletak di
Afrika Utara. Libya mulai menjadi negara merdeka pada Desember 1951. Pada awal tahun
2011, muncul gerakan demokratisasi di Libya yang dipengaruhi oleh fenomena Arab Spring.
Gerakan demokratisasi ini menyebabkan konflik yang berujung pada perang saudara antara
pasukan pemerintah Libya di bawah pimpinan Muammar Khadafi dengan golongan
pergerakan National Transitional Council (Dewan Transisi Nasional). Latar belakang konflik
Libya Dalam buku Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-
Negara Timur Tengah (2011) karya Apriadi Tamburaka, konflik yang terjadi di Libya
berhubungan erat dengan corak pemerintahan otoriter presiden Muammar Khadafi yang
memimpin selama 34 tahun. Beberapa faktor yang menjadi latar belakang konflik Libya pada
2011, yaitu:  Tindakan represif militer terhadap masyarakat sipil Munculnya kekuatan
organisasi politik revolusioner Islam Pemerintah melakukan pelarangan pembentukan partai
politik Pembatasan kebebasan masyarakat sipil Jalannya konflik Dalam jurnal Agama dan
Demokrasi: Munculnya Kekuatan Politik Islam di Tunisia, Mesir dan Libya (2014) karya
Muhammad Fakhry Ghafur, konflik di Libya berakar dari gerakan perlawanan yang terpusat
di Benghazi. Gerakan perlawanan tersebut memunculkan aksi demonstrasi di sejumlah kota-
kota besar Libya untuk meruntuhkan kekuasaan rezim Khadafi. Pemerintah Khadafi
menanggapi demonstrasi tersebut dengan tindakan represif. Khadafi memerintahkan kekuatan
militer Libya untuk meredam demonstrasi dengan penggunaan senjata api yang memakan
korban.  Tindakan represif pemerintah Khadafi membuat gerakan perlawanan semakin
anarkis. Di bawah pimpinan Mustafa Abdul Jalel, NTC melakukan pemberontakan bersenjata
terhadap rezim Khadafi pada akhir Februari 2011. Pada perkembangannya, perang saudara di
Libya dicampuri oleh negara-negara barat yang tergabung dalam NATO. Amerika Serikat,
Perancis, dan Inggris sebagai pembesar NATO mendesak Dewan Keamanan PBB untuk
melakukan intervensi terhadap perang saudara Libya. Pada 19 Maret 2011, pasukan NTC dan
NATO melakukan penyerangan terhadap pusat-pusat kekuatan Khadafi di Tripoli. Serangan
tersebut memaksa Khadafi dan pasukannya keluar dari Tripoli menuju Sirte. Pada 20 Oktober
2011, pasukan NTC yang didukung NATO berhasil malumpuhkan pasukan Khadafi di Sirte.
Dalam penyerangan tersebut, Khadafi tewas dengan luka tembak di kepala.

 Konflik internal yang terjadi di Republik Afrika Tengah

Dikaruniai dengan sumber daya mineral yang melimpah, namum rakyat Republik Afrika
Tengah tetap hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Kondisi ini memicu munculnya
kelompok yang tidak puas dengan pemerintahan sehingga berusaha untuk melakukan kudeta.
Kudeta terhadap Presiden Francois Bozize tahun 2013 dapat dikatakan sebagai kudeta paling
koersif dan menimbulkan konflik bersenjata paling berkepanjangan dibandingkan yang
sebelum-sebelumnya. Pemberontakan dan kudeta kekuasaan tersebut dilakukan oleh
kelompok pemberontak Seleka yang merupakan koalisi atau gabungan dari beberapa
kelompok pemberontak dari bagian Timur dan Utara Republik Afrika Tengah. Ada pola yang
membedakan perang saudara tahun 2013 dengan konflik-konflik lain di Republik Afrika
Tengah di mana aksi kudeta kekuasaan dilakukan oleh koalisi kelompok-kelompok
pemberontak mayoritas Muslim dan justru berlanjut dengan perang saudara dan pembersihan
etnis-agama Islam oleh kelompok Kristen. Penelitian ini berusaha menjelaskan bahwa
penyebab perang saudara tersebut bukanlah perbedaan agama melainkan kegagalan
pemerintah yang memicu perebutan sumber daya dan mobilisasi kelompok.

 Perang saudara yang terjadi di Negara Somalia

sebuah perang saudara yang sedang berlangsung di Somalia. Perang ini tumbuh dari
perlawanan terhadap junta militer yang dipimpin oleh Siad Barre selama tahun 1980-an. Pada
tahun 1988 hingga 1990, Angkatan Bersenjata Somalia mulai melibatkan berbagai kelompok
pemberontak bersenjata, termasuk Front Demokratik Keselamatan Somalia di timur
laut,Gerakan Nasional Somalia di barat laut, dan Kongres Serikat Somalia di selatan.
Kelompok oposisi bersenjata berbasis klan akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan
Barre pada tahun 1991.

Berbagai faksi bersenjata mulai bersaing memperebutkan pengaruh dalam kekosongan


kekuasaan dan kekacauan yang terjadi, terutama di selatan. Pada tahun 1990 hingga 1992,
hukum adat diabaikan untuk sementara karena pertempuran. Ini memicu kedatangan
pengamat militer PBB UNOSOM I pada bulan Juli 1992, diikuti oleh pasukan pemelihara
perdamaian yang lebih besar. Pertarungan antar faksi berlanjut di selatan. Dengan tidak
adanya pemerintah pusat, Somalia menjadi "negara gagal". PBB mundur pada tahun 1995,
setelah menderita korban yang signifikan, namun belum ada otoritas pusat yang dibentuk
kembali. Setelah runtuhnya pemerintah pusat, sebagian besar wilayah mulai kembali
menerapkan hukum adat dan hukum agama mereka. Pada tahun 1991 dan 1998, dua
pemerintah daerah otonom juga dibentuk di bagian utara negara ini. Hal ini menyebabkan
intensitas pertempuran yang relatif rendah, dan SIPRI menyingkirkan Somalia dari daftar
konflik bersenjata utama untuk tahun 1997 dan 1998.

Pada tahun 2000, Pemerintah Transisi Nasional dibentuk, diikuti oleh Pemerintah Transisi
Federal (TFG) pada tahun 2004. Kecenderungan untuk mengurangi konflik terhenti pada
tahun 2005, dan konflik baru yang merusak terjadi di selatan pada tahun 2005 hingga 2007.
Namun, peristiwa tersebut memiliki skala dan intensitas yang jauh lebih rendah daripada di
awal tahun 1990-an. Pada tahun 2006, pasukan Ethiopia merebut sebagian besar wilayah
selatan dari Uni Pengadilan Islam (ICU) yang baru dibentuk. ICU kemudian terpecah
menjadi kelompok yang lebih radikal, terutama Al-Shabaab, yang sejak saat itu telah
memerangi pemerintah Somalia dan pasukan penjaga perdamaian AMISOM yang diberi
mandat untuk mengontrol negara ini. Somalia menduduki puncak Indeks Negara Gagal
tahunan selama enam tahun, antara 2008 dan 2013.

Pada bulan Oktober 2011, setelah rapat persiapan, pasukan Kenya memasuki wilayah selatan
Somalia (Operasi Linda Nchi) untuk memerangi Al-Shabaab, dan untuk membentuk zona
penyangga di Somalia. Pasukan Kenya secara formal diintegrasikan ke dalam pasukan
multinasional pada bulan Februari 2012. Pemerintah Federal Somalia kemudian didirikan
pada bulan Agustus 2012, merupakan pemerintah pusat permanen pertama di negara ini sejak
dimulainya perang saudara. Para pemangku kepentingan dan analis internasional kemudian
mulai menggambarkan Somalia sebagai "negara rapuh", yang melakukan beberapa kemajuan
menuju stabilitas.

 Konflik Irak-Iran
Peperangan ini bermula ketika pasukan Irak menerobos perbatasan Iran pada 22
September 1980 akibat masalah perbatasan yang tak kunjung usai. Masalah ini terjadi
antara kedua negara dan juga kekhawatiran Saddam Hussein, Presiden Irak, atas
perlawanan Syiah yang dibawa oleh Imam Khomeini dalam Revolusi Iran. Beberapa
faktor lain yang juga memicu terjadinya peperangan antara Irak dan Iran adalah
sebagai berikut: Adanya keinginan Irak dan Iran menguasai Sungai Shatt Al Arab.
Sungai ini adalah jalur perairan strategis yang memisahkan Irak-Iran menuju Teluk
Persia, wilayah ini merupakan jalur ekspor minyak sehingga menjadi wilayah
sengketa. Adanya keinginan Irak dan Iran menjadi penguasa kawasan Teluk, hal ini
telah diberlakukan sejak Inggris mengakhiri keterlibatan militernya di kawasan Teluk
pada 1971. Melemahnya kekuatan Iran paska revolusi tahun 1979. Saddam Hussein
yakin bahwa keadaan Irak sedang tidak stabil setelah Revolusi Iran. Peperangan
Awal mula terjadinya perang antara Irak dan Iran ini yaitu pada April 1980. Waktu
itu, sedang berlangsung acara Konferensi Ekonomi Internasional yang
diselenggarakan oleh persatuan mahasiswa Asia di Irak. Di tengah acara, tiba-tiba
sebuah bom meledak. Oleh sebab itu, Irak kemudian menganggap bahwa Iran sedang
mengibarkan bendera perang. Lima bulan setelahnya, tepatnya pada 4 September
1980, Iran tiba-tiba saja menyerang beberapa wilayah di Irak, seperti desa Khanaqin,
Muzayriah, Zurbatiyah, dan lainnya. Karena serangan ini, puluhan rakyat Irak pun
menjadi korban. Mengetahui hal tersebut, Irak tidak tinggal diam, kurang dari
sebulan, 22 September 1980, Irak memulai serangan balasan. Irak menghancurkan
pusat-pusat persenjataan berat serta pelabuhan udara Mehrabad, Teheran, Iran.
Perang ini terus berlanjut sampai pada bulan April 1983, Irak menghancurkan sumur
minyak di Norwuz yang memberi dampak besar bahkan sampai ke negara tetangga.
Beberapa negara yang terkena imbasnya adalah Qatar, Kuwait, dan Bahrain. Asal
Usul, Prosesi, Tradisi, dan Pantangan Akhir Perang antara Irak dan Iran berlangsung
selama delapan tahun yang ternyata berujung tidak membuahkan hasil apa-apa. Tidak
ada yang menang ataupun kalah, sampai akhirnya perang ini berakhir setelah Iran
bersedia menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 598 Tahun 1988. Pada
resolusi tersebut, Iran diminta untuk melaksanakan gencatan senjata. Hal ini
kemudian mengacu kepada Perjanjian Algiers yang telah dibuat sejak 1975 dan telah
disepakati oleh kedua belah pihak, Irak dan Iran. Perjanjian Algiers Perjanjian
Algiers adalah perjanjian antara Irak dan Iran yang dipelopori oleh Presiden Aljazair,
yaitu Houari Boumedienne. Perjanjian ini dilakukan di ibukota Aljazair, yaitu
Algiers. Tujuan disusunnya Perjanjian Algiers yaitu untuk meredam perselisihan
kedua negara. Dalam perjanjian ini dipertemukan petinggi dari kedua negara, yaitu
Saddam Husein, Presiden Irak dan Shah Reza, Raja Iran. Isi Perjanjian Algiers:
Kedua negara melaksanakan penentuan batas perairan pada dasar Konstantinopel
(1931) dan atas dasar jalur Thalweg yang terletak di Shatt al-Arab. Irak dan Iran
setuju memasuki suatu sistem kerja sama keamanan di sepanjang perbatasan. Kedua
negara harus bertekad melakukan pengawasan ketat dan efektif terhadap perbatasan
bersama, guna mengakhiri setiap bentuk infiltrasi dalam konteks militer. Jika terjadi
pelanggaran atau perselisihan atas Perjanjian Algeirs akan ditunjuk negara ketiga
sebagai penengah atau diselesaikan melalui Mahkamah Internasional.

 Konflik Korea Selatan-Korea utara


Dimulai pada 25 Juni 1950, ketika 75.000 Tentara Rakyat Korea Utara melintasi batas
paralel ke-38, yang memisahkan Republik Demokratik Korea di utara yang didukung
Soviet, dan Republik Korea di selatan yang pro-Barat. Satu bulan kemudian, pasukan
Amerika Serikat (AS) memasuki medan perang atas nama Korea Selatan, dengan misi
memerangi komunisme. Dalam perkembangannya, AS khawatir akan meletus Perang
Dunia III, sehingga berusaha untuk mengupayakan gencatan senjata dengan Korea
Utara. Akhirnya, pada 27 Juli 1953, Perang Korea, yang telah menewaskan lima juta
tentara dan warga sipil, resmi diakhiri. Namun, Perang Korea berakhir tanpa
perjanjian damai, sehingga secara teknis Korea Selatan dan Korea Utara sampai
sekarang masih berperang. Sejauh ini, ujung dari Perang Korea adalah gencatan
senjata dan masih dilakukan upaya untuk melakukan perjanjian damai. Lantas, apa
latar belakang terjadinya Perang Korea? Sejarah, Ekonomi, dan Pembubaran
Terpecahnya Korea Awal mula terjadinya Perang Korea tidak lepas dari penjajahan
Jepang di Semenanjung Korea pada awal 1910 hingga Perang Dunia II berakhir pada
1945. Ketika Jepang menyerah pada Sekutu, Semenanjung Korea menjadi daerah
yang saling ditarik oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pada 1948, Korea Utara dan
Korea Selatan dipisahkan oleh garis paralel ke-38, yaitu garis lintang yang melintasi
Semenanjung Korea. Dengan begitu, wilayah Semenanjung Korea kemudian dibagi
menjadi dua, Korea Utara dan Korea Selatan. Korea Utara menjadi negara sosialis
yang dipimpin Kim Il Sung dan didukung Uni Soviet, sedangkan Korea Selatan
menjadi negara kapitalis yang dipimpin oleh Syngman Rhee dan didukung AS.
Alasan mengapa Korea Utara dan Korea Selatan berpisah adalah diharapkan dapat
menyeimbangkan kekuatan di Asia Timur. Penyebab Perang Korea Setelah terpecah,
baik Korea Utara dan Korea Selatan memandang satu sama lain sebagai negara yang
tidak sah, hingga bentrokan di perbatasan sering terjadi. Pada Desember 1948
dilaksanakan sidang umum PBB, yang hasilnya menyatakan bahwa Korea Selatan
merupakan pemerintahan yang diakui secara sah di Semenanjung Korea. Keputusan
tersebut tentu membuat Korea Utara semakin marah terhadap Korea Selatan dan
Amerika Serikat. Sebelum Perang Korea meletus pada 1950, sebanyak 10.000 tentara
Korea Utara dan Korea Selatan telah menjadi korban bentrokan di perbatasan. Pada
akhirnya, Perang Korea meletus pada 27 Juni 1950. Invasi Korea Utara ke Korea
Selatan dengan pasokan tentara dan senjata dari Uni Soviet pun mengkhawatirkan AS.
AS sadar bahwa sengketa perbatasan antara Korea Utara dan Selatan bukan konflik
antara dua wilayah, tetapi langkah pertama dalam kampanye komunis untuk
mengambil alih dunia. Sehingga, saat tentara Korea Utara bergerak ke selatan, AS
juga menyiapkan pasukannya untuk berperang membantu Korea Selatan dengan
tujuan melawan komunisme. Dengan begitu, hal lain yang melatarbelakangi
terjadinya Perang Korea adalah persaingan ideologi antara Uni Soviet dan Amerika
Serikat. Tidak heran apabila Perang Korea kerap disebut juga sebagai perang "yang
dimandatkan" antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
 Konflik internal Sudan

Republik Sudan merupakan sebuah negara yang terletak di kawasan Afrika Timur.
Republik Sudan menjadi negara berdaulat pada tahun 1956 dengan bantuan dari Mesir
dan Inggris. Pasca kemerdekaan Sudan, muncul sebuah konflik antara pemerintah
Sudan yang berpusat di Utara dan kelompok pemberontak yang berpusat di Selatan.
Pasca kemerdekaannya, konflik Sundan berkembang menjadi perang saudara antara
Sudan Utara dan Sudan Selatan. Latar belakang konflik Perang saudara di Sudan
berlangsung dari tahun 1956 hingga 2011. Berikut faktor-faktor yang menjadi latar
belakang Perang saudara di Sudan: Perbedaan etnis, agama, dan budaya yang sangat
mencolok antara Sudan Utara dan Sudan Selatan. Masyarakat di kawasan Sudan
Selatan melakukan penolakan terhadap penerapan hukum Islam di Sudan.
Kesenjangan ekonomi, politik, dan pendidikan antara Sudan Utara dan Sudan Selatan.
Keinginan masyarakat Sudan Selatan untuk merdeka dan melepaskan diri dari
pengaruh Sudan Utara. Runtuhnya Rezim Muammar Khadafi Jalannya perang saudara
Dalam jurnal Krisis di Sudan: Perjuangan Rakyat Sudan Selatan Menuntut
Kemerdekaan Tahun 1956-2011 (2013) karya Humaeniah, perang saudara pertama di
Sudan berawal dari perjanjian Mesir di Sudan pada abad ke-19 Masehi. Dalam
perjanjian ini, masyarakat Sudan yang berkulit hitam sering dijadikan sebagai budak
oleh warga Arab. Hal tersebut menyebabkan kesenjangan sosial dan politik antara
warga Arab dan kelompok kulit hitam di Sudan. Pada masa transisi pemerintahan
pasca kemerdekaan, partai politik Sudan Utara mampu memenangkan pemilihan
parlemen Republik Sudan. Pemerintahan Sudan Utara cenderung bersifat
deskriminatif terhadap masyarakat Sudan Selatan. Hal ini menimbulkan gerakan
perlawanan bersenjata di kawasan Sudan Selatan. Dalam buku Sejarah Afrika (2016)
karya Darsiti Soeratman, perang saudara di Sudan mulai mereda setelah kemunculan
Southern Sudan Liberation Movement (SSLM). SSLM dibentuk oleh Joseph Lagu
pada tahun 1971 dengan tujuan mengorganisir pergerakan kemerdekaan Sudan
Selatan. Pada tahun 1972, Sudan Utara dan SSLM sepakat untuk menandatangani
Perjanjian Addis demi perdamaian Republik Sudan. Dalam perjanjian tersebut, akan
diadakan pembentukan pemerintahan otonomi di Sudan Selatan. Namun, pada
realitasnya tidak sesuai dengan harapan masyarakat Sudan Selatan. Pada tahun 1983,
muncul perang saudara Sudan kedua yang disebabkan oleh kebijakan Islamisasi
Republik Sudan oleh Ja’afar Nimeiri. Akhir perang Perang Saudara Sudan berakhir
setelah disepakatinya perjanjian damai yang menyeluruh pada tahun 2005. Perjanjian
tersebut mengatur pengadaan referendum bagi masyarakat Sudan Selatan.
Referendum tersebut menghasilkan kemerdekaan bagi Sudan Selatan. Pada tahun
2011, Republik Sudan Selatan terbentuk dan memperoleh pengakuan internasional
dari PBB.
 Konflik Nigeria
Perang Saudara Nigeria, atau disebut juga Perang Biafra, 6 Juli 1967 – 15 Januari
1970, adalah perang untuk menghambat pemisahan Biafra dari Nigeria. Biafra
mewakili aspirasi nasionalis rakyat etnis Igbo, yang pemimpinnya merasa bahwa
mereka tidak bisa lagi hidup berdampingan dengan pemerintah federal yang
didominasi orang-orang Utara. Konflik timbul karena ketengangan politik, ekonomi,
etnis, budaya, dan agama yang timbul sejak proses dekolonisasi formal dari Inggris
pada tahun 1960 hingga 1963. Penyebab langsung perang pada tahun 1966 termasuk
kudeta militer, kudeta balasan atas kudeta sebelumnya (counter coup d'etat), dan
penganiayaan/pembinasaan atas orang-orang Igbo yang tinggal di Nigeria Utara.
Kontrol atas produksi minyak bumi di Delta Niger juga berperan penting dalam
perang saudara ini.

Dalam satu tahun, Pemerintah Militer Federal mengepung Biafra, merebut fasilitas
penambangan minyak di pantai dan kota Port Harcourt. Blokade yang diberlakukan
selama kebuntuan perang selanjutnya menyebabkan kelaparan yang sengaja
ditimbulkan sebagai strategi perang.[butuh rujukan] Selama lebih dari 2,5 tahun
perang, sekitar 2 juta penduduk sipil tewas karena kelaparan dan wabah penyakit.

Bencana kelaparan menjadi perhatian dunia pada pertengahan 1968, ketika gambar
anak-anak yang kekurangan gizi dan kelaparan tiba-tiba membanjiri media massa di
negara-negara Barat. Nasib Biafra yang kelaparan menjadi cause célèbre di berbagai
negara, menyebbkan peningkatan penggalangan dana dan keterlibatan LSM yang
signifikan. Inggris dan Uni Soviet adalah pendukung utama Pemerintah Militer
Federal di Lagos, sementara Prancis dan beberapa elemen independen mendukung
Biafra. Prancis dan Israel menyuplai sejata untuk masing-masing kombatan.

 Konflik Suriah
Pada tahun 2011-2012, setelah Basyar al-Assad menolak proposal Turki untuk membangun
pipa minyak serta gas alam antara Qatar dan Turki melalui Suriah, Turki dan sekutunya pun
menjadi 'arsitek utama dari konflik Suriah'. Proposal pipa gas tersebut apabila diwujudkan
maka akan memangkas pasokan gas dari Rusia ke Eropa yang selama ini didominasi oleh
perusahaan gas Rusia Gazprom.

Dengan kondisi tersebut, Timur Tengah pun makin tercabik-cabik karena rencana pipa
minyak dan gas yang kemudian dibenturkan dengan memperuncing perbedaan keyakinan
atau agama. Situasi tersebut lantas dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menginginkan
adanya pergantian rezim, yang nantinya lebih bersedia membuka jalur pipa minyak dan gas
pada para penawaran tertinggi yang berkepentingan.

Pada tahun 2012, Amerika, Prancis, Inggris, Qatar dan Arab Saudi bersama Turki mulai
membentuk, mempersenjatai, serta mengongkosi kaum pemberontak dari Pasukan
Pembebasan Suriah (FSA) (sesuai dengan rencana lama Amerika yang ingin memecah belah
Suriah).

Negara-negara tersebut lantas sepakat untuk memecah belah Suriah lewat agama sebagai jala
untuk menggulingkan Presiden Assad. Di waktu yang sama, Suriah bersama Iran dan Irak
justru membahas pembangunan jalur pipa migas yang rencananya akan dimulai antara tahun
2014 dan 2016 dari ladang minyak Iran South Pars melalui Irak, lalu ke Suriah.
Apabila hal itu terwujud, maka jalur pipa migas tersebut akan dengan mudah diperpanjang ke
Libanon dan dengan demikian mencapai Eropa (sebagai target pasar). Dengan begitu,
persoalan akses migas inilah, bukan isu sektarian atau agama, yang menjadi akar penyebab
konflik di Suriah.

Akan tetapi yang terlibat di panggung internasional, konflik tersebut adalah perseteruan
Sunni-Syiah. Mengapa demikian? Karena apabila seluruh dunia tahu, orang-orang tak akan
mendukung kaum pemberontak seperti yang dilakukan Amerika, Saudi, dan koalisinya
selama ini.

Berbagai media asal Amerika dan Eropa pun membanjiri dunia dengan pemberitaan tentang
kekerasan dan penderitaan rakyat Suriah, dan para pengungsi di Eropa dan konflik agama.
Tetapi, berita tersebut tidak menyoroti akar konflik yang sebenarnya, yakni kepentingan
ekonomi dan politik.

 Konflik Mexico-Amerika Serikat

Perang Meksiko-Amerika
adalah konflik bersenjata antara Amerika Serikat dengan Meksiko dari tahun 1846 hingga
tahun 1848. Perang ini diakibatkan oleh sengketa wilayah.

Selain melancarkan blokade laut, tentara Amerika Serikat menyerang dan menaklukan New
Mexico, California, dan sebagian Meksiko utara. Tentara AS juga menguasai Ciudad de
Mexico dan memaksa Meksiko agar setuju menjual wilayah-wilayah utaranya kepada
Amerika Serikat. Maka ditandatanganilah Perjanjian Guadalupe Hidalgo yang mengakhiri
perang pada tahun 1848. Perjanjian itu memaksa Meksiko menyerahkan California, Nevada,
Utah, New Mexico, sebagian besar Arizona dan Colorado, dan sebagian Texas, Oklahoma,
Kansas, dan Wyoming, kepada Amerika Serikat. Sebagai gantinya, Meksiko menerima
$18.250.000 dari AS.

 Konflik Afganistan

Perang Afganistan (2001-2021) dimulai pada Oktober 2001. Setelah serangan WTC 11
September, Amerika Serikat memulai kampanye Perang Melawan Terorisme mereka di
Afganistan, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan Taliban, yang dituduh melindungi al-
Qaeda, serta untuk menangkap Osama bin Laden. Aliansi Utara Afganistan menyediakan
mayoritas pasukan, dengan dukungan dari Amerika Serikat dan negara-negara NATO antara
lain Britania Raya, Prancis, Belanda, dan Australia. Nama kode yang diberikan oleh Amerika
Serikat untuk konflik ini adalah Operasi Kebebasan Abadi (Operation Enduring Freedom)
(2001-2014) dan berubah nama menjadi Operation Freedom's Sentinel (2015-sekarang).

Presiden George W. Bush menuduh Osama bin Laden sebagai aktor utama penyerangan 11
September 2001. Osama bin Laden diduga disembunyikan oleh Taliban (Kelompok yang
menguasai Afganisthan) di Afganistan. George W. Bush meminta Taliban untuk
menyerahkan Osama bin Laden, tetapi Taliban menolak. Mereka meminta bukti-bukti yang
lebih jelas kepada Amerika Serikat, namun kali ini Amerika Serikat yang menolak dan
menganggap permintaan Taliban sebagai hal yang mengulur-ulur waktu. Kemudian, pada 7
Oktober 2001 AS memulai Operasi Kebebasan Abadi (Operation Enduring Freedom)
bersama dengan Inggris.

 Konflik Myanmar

Konflik yang terjadi di Myanmar melibatkan dua etnis yakni etnis Rohingya sebagai
minoritas dan etnis Rakhine sebagai mayoritas. Konflik ini bisa dibilang tak bisa dipisahkan
dari faktor sejarah. Kata Rohingya sendiri berasal dari Rohang, yang merupakan nama lama
dari negara bagian Arakan.

Sementara Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai
secara bergantian oleh orang Hindu, Budha, dan Muslim.

Pengaruh Islam mulai masuk ke wilayah Arakan pada tahun 1203 M, dan pada akhir 1440 M
Arakan resmi menjadi sebuah negara muslim yang ditandai dengan Perjanjian Yandabo yang
menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke wilayah British-India. Selama
350 tahun kerajaan Muslim berdiri di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang.
Namun, pada 24 September 1784 M Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan dan
menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama kali pecah. Perang ini berakhir
pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari British-India
tepatnya mulai tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula digabungkanlah Arakan
menjadi bagian British-Burma.

Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan
ingin bergabung dengan India.Hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma yang
merdeka pada Tahun 1948.

Tak seperti etnis lain yang setidaknya diakui kewarganegaraannya oleh Myanmar,
masyarakat Rohingya dianggap sebagai penduduk sementara. Dianggap sebagai "orang
asing" membuat masyarakat Rohingya tidak diperbolehkan bekerja sebagai pengajar,
perawat, abdi masyarakat atau dalam layanan masyarakat mereka dianggap sebagai orang-
orang yang tak bernegara dan tidak diakui oleh pemerintah Myanmar.

Penyebab Konflik Rohingya

Penyebab konflik di Provinsi Rakhine yang melibatkan etnis Rakhine dan Rohingya
disebabkan oleh banyak faktor di antaranya sebagai berikut:

1. Pemerkosan Ma Thida Htwe

Pemicu konflij mulai terjadi pada saat aparat pemerintah melakukan penahanan tiga
tersangka atas pembunuhan seorang gadis yang bekerja sebagai tukang jahit dari etnis
Rakhine, Ma Thuda Htwe (27 tahun), putri U Hla Tin dari perkampungan Thabyechaung,
Desa Kyauknimaw, Yanbe.

Gadis 27 tahun tersebut ditikam sampai mati disertai pemerkosaan oleh tiga orang dari etnis
Rohingya yakni Htet Htet (a) Rawshi bin U kyaw Thaung (Bengali/Muslim), Rawphi bin
Sweyuk tamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi bin Akwechay (Bengali/Muslim). Aparat
kepolisisan Rakhine melakukan penahanan ketiga tersangka tersebut secara tidak transparan
sehingga menekan amarah kedua etnis.

Adanya UU Kewarganegaraan tahun 1982 yang menjadikan warga Rohingya etnis Bengali
tidak diakui kewarganegaraannya membuat nasib mereka penuh dengan ketidakpastian
bahkan mereka sering mendapatkan perlakuan sadis dari junta militer Myanmar seperti
penjarahan, pembakaran hidup-hidup, pengrusakan tempat tinggal dan rumah ibadah,
pemerkosaan, dan pembunuhan secara sewenang-wenang melalui Operasi Nagamind tahun
1990.

3. Diskriminasi Budaya Oleh Pemerintah

Penduduk Myanmar tidak pernah mengakui warga Rohingya etnis Bengali sebagai etnis,
mereka menganggap sebagai “Muslim Arakan”, “Muslim Burma” atau “Bengal dari Burma”
adalah nama-nama yang disematkan kepada Rohingya sebagai bahan ejekan.

Tidak hanya pemerintah Burma yang mengintimidasi mereka, tetapi juga junta militer pun
menggembar-gemborkan gerakan anti Islam di kalangan masyarakat Buddha Rakhine dan
penduduk Burma sebagai bagian dari kampanye memusuhi Rohingya.

Sebagian masyarakat Rakhine dan Burma menolak untuk mengakui Rohingya sebagai
golongan etnis, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan Dewan Nasional Etnis. Etnis
Rohingya merasa menjadi golongan kelas kedua sebagai masyarakat tertindas

Anda mungkin juga menyukai