Anda di halaman 1dari 103

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Keberadaan negara Lebanon di Timur tengah dimana sepanjang Laut

tengah yang berbatasan dengan Suriah di utara dan timur, dan Israel di selatan

yang berpenduduk kurang dari 4 juta jiwa, Penduduk Lebanon diperkirakan 59%

Muslim dan 39 % Kristen serta komunitas kecil Yahudi dan Kurdi. Dengan

adanya orientasi politik untuk mendominasi pemerintahan Lebanon dari

komunitas religius tersebut berdampak pada situasi politik yang sangat sensitif.

Maka sistem politik Lebanon dengan pemikiran dimana harus ada keseimbangan

dalam semua aspek kehidupan diantara komunitas-komunitas religius, karena

apabila keseimbangan ini terganggu maka harmoni kehidupan di Lebanon dan

bahkan keutuhan Libanon sebagai sebuah negara pun dapat terganggu.1

Konflik Lebanon bukan murni sebagai perang saudara tetapi banyak

dimensi yang mewarnainya.Hal tersebut disebabkan keterlibatan pihak luar seperti

Suriah, Israel dan PLO serta pihak barat yang memanfaatkan kerapuhan Lebanon

sebagai entry point untuk intervensi Timur Tengah. Peta politik Lebanon yang

terpolarisasi juga menjadi pemicu terjadinya krisis politik.Polarisasi di Lebanon

tidak terlepas peran dan konflik dari dua kubu yang memiliki kepentingan politik
1
Kuncahyono, Trias. “Lebanon dan Warisan "Confessionalism" dalam
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0612/18/lapakhirtahun/3174318.htm. diakses tanggal 23
Juni 2017, pukul 23.22 WIB.

1
2

berbeda yang merupakan bagian dari pertarungan regional dan

internasional.Berseberangannya dua kubu terdiri dari pihak pemerintah dengan

dukungan dari negara barat dan pihak oposisi yakni Hizbullah yang mendapatkan

dukungan dari Suriah dan Iran.Persoalan Lebanon sendiri menjadi sangat rumit,

jauh melebihi kapasitas negeri yang hanya berpenduduk sekitar 4 juta jiwa itu.Dua

kubu tersebut tidak hanya terlibat konflik domestik tetapi juga di tingkat regional

dan internasional.

Konflik Lebanon yang berkepanjangan sebenarnya sudah sejak lama

mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, baik dari negara-negara Arab sendiri

maupun dari dunia internasional.Sudah banyak berbagai upaya mediasi dari pihak

ketiga khususnya Liga Arab yang mengusahakan gencatan senjata diantara pihak-

pihak yang bertikai di Lebanon.PBB melalui Dewan Keamanan PBB telah

menerbitkan berbagai Resolusi sejak awal terjadinya konflik di Lebanon dan

hampir semua resolusi bisa dikatakan dapat dijalankan kecuali resolusi tentang

pembubaran milisi Hizbullah karena sampai sekarang militan Hizbullah masih

tetap eksis di Lebanon. Upaya diplomatik regional oleh pelaku utama faksi yang

bertikai hanya menghasilkan wacana selama beberapa waktu terakhir, namun

berbagai pihak khususnya Liga Arab dan negara-negara yang memiliki pengaruh

kuat di Timur Tengah sebagai langkah mediasi terus menerus mengupayakan

adanya kompromi politik diantara pihak-pihak yang bertikai di Lebanon.

Konflik bersenjata yang terjadi di Lebanon akan menjadi perhatian bagi

dunia internasional karena konflik tersebut sudah pasti akan memberikan dampak

negatif, baik untuk negara yang bersangkutan maupun bagi negara-negara di luar
3

wilayah negara yang berkonflik. Hal ini yang kemudian menjadi inisiatif dari PBB

untuk turut serta dalam penyelesaian konflik tersebut agar dampak yang

ditimbulkan dapat diminimalisir.Pada situasi konflik, terutama konflik bersenjata,

masyarakat sipil terutama anak-anak dan perempuan, merupakan kelompok yang

paling rentan menjadi korban karena tidak memiliki senjata untuk membela diri

dari serangan lawan.Ketakutan, kebingungan dan ketidakpastian untuk mengakses

informasi keamanan sering menghantui ketika konflik terjadi.Idealnya, keamanan

dan perlindungan dari berbagai pihak menjadi prioritas utama bagi anak-anak dan

perempuan.Anak-anak adalah zona netral, bukan bagian dari permusuhan dan

bukan “peserta” perang dari pihak yang berkonflik.Konflik di Lebanon akan

selalu memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, konflik bisa menjadi sangat

destruktif ketika dihadapkan dengan kelompok-kelompok ‘musuh’, tetapi di sisi

lain konflik juga dapat bersifat positif terutama ketika memperkuat nilai-nilai

internal kelompok. Tetapi yang jelas baik di Lebanon atau dibelahan dunia

lainnya bahwa konflik akan membawa korban untuk perempuan dan anak-anak.

PBB melalui Dewan Keamanan menurunkan pasukan perdamaian untuk

menjaga situasi kondusif di Lebanon. PBB mendirikan UNIFIL (United Nations

Interim Force in Lebanon) melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 425 dan

426 pada tanggal 19 Maret 1978. Dimana tujuannya mengusir keluar Israel dari

Lebanon serta mengembalikan kedamaian dan keamanan internasional, dan

membantu pemerintah Lebanon untuk mengembalikan efektivitas otoritas di

wilayahnya. UNIFIL pertama kali diturunkan pada tanggal 23 Maret 1978,

pasukan ini merupakan pasukan yang dipindah dari operasi perdamaian PBB
4

lainnya di wilayah tersebut yaitu United Nations Emergency Force dan United

Nations Disengagement Observer Force Zone.

Peran serta Indonesia melalui TNI yang tergabung didalam UNIFIL di

Lebanon sudah berlangsung sejak lama.Pasukan perdamaian Garuda I pertama

dikirim pada 8 Januari 1957, hingga sampai saat ini.Penerimaan masyarakat

Lebanon terhadap pasukan Garuda TNI dirasa sangat baik.Keterlibatan TNI dalam

pasukan perdamaian dunia tidak terlepas dari kebijakan politik luar negeri

Indoneisa yaitu bebas aktif. Hal tersebut diatur didalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea IV menyebutkan

bahwa Pemerintah Negara Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. yang

diwujudkan melalui pengiriman Kontingen Garuda dalam Operasi Pemeliharaan

Perdamaian (OPP) di berbagai kawasan dunia.

Pelibatan TNI dalam Misi Perdamaian PBB di Lebanon merupakan

pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006

tentang Kontingen Garuda dalam Misi Perdamaian di Lebanon. Keputusan

Presiden tersebut diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

sebagaimana ditetapkan dalam Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-

Bangsa Nomor 1701 tanggal 11 Agustus 2006 tentang Penghentian Pertempuran

antara Israel dan Hizbullah, kondisi konflik di Lebanon telah memasuki tahap

gencatan senjata menuju pada perdamaian.

Atas permintaan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa kepada

Pemerintah Republik Indonesia agar Republik Indonesia dapat ikut serta dalam
5

rangka mewujudkan perdamaian di Lebanon, dan hasil pertemuan konsultasi

antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Agustus

2006, dipandang perlu mengirimkan Kontingen Garuda untuk misi perdamaian di

Lebanon maka Presiden memutuskan membentuk Kontingen Garuda untuk

bergabung dalam UNIFIL dalam rangka melaksanakan misi perdamaian di

Lebanon.

Penyiapan kekuatan TNI dan pemberangkatan sebagai Kontingen Garuda

sebagaimana dimaksud dalam Keppres RI No. 15 Tahun 2006 dilaksanakan oleh

Panglima TNI sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertahanan.

Dalam hal pengiriman Kontingen Garuda untuk misi perdamaian di Lebanon,

Menteri Luar Negeri melakukan koordinasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB), Menteri Pertahanan dan Panglima TNI berkaitan dengan Mandat Resolusi

Dewan Keamanan PBB Nomor 1701 tanggal 11 Agustus 2006.

Dalam Kontingen Garuda tersebut juga diterjunkan personel wanita dan

secara persentase masih relatif kecil kuantitasnya. Hal tersebut dapat ditunjukkan

pada tabel berikut:


6

Tabel 1.1Rekapitulasi Daftar Personel Wan TNI Dalam Misi PBB

TAHUN
NO KETERANGAN
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Milobs MONUSCO 2 2 2
2 Milstaff UNAMID 1
Milstaff UNIFIL ( HQ
3 1 1 1 1 3 2 2 3
Naqoura)
Milstaff UNIFIL (Sector
4 1 1 1 1
East)
5 Satgas UNIFIl MPU 4 2 5 3 1 5 2 5 4
6 Satgas UNIFIL FPC 1 2
7 Satgas UNIFIL Yonmek 1 10 8 8 14 10 8 18
8 Satgas UNIFIL FHQSU 4 2 2 8 7 5 4
Satgas UNIFIL Level 2
9 2 2 1 2 1
Hospital
10 Satgas UNIFIL MCOU 1 2
Satgas Helikopter
11 4
MINUSMA Mali
Satgas Yonkomposit TNI
12 2 11
UNAMID
JUMLAH 1 9 7 25 16 15 32 22 30 39
Sumber: PMPP TNI

Peran personel Wanita TNI khususnya Korps Angkatan Darat walaupun

secara kuantitas tidak besar tetapi peran yang dilakukan dan diharapkan juga

menunjukkan kontribusi secara kualitas dari Satgas Garuda dalam melakukan

tugas misi perdamaian. Secara kuantitas dari tahun ke tahun dapat digambarkan

berikut :
7

Gambar 1.1 Indonesian UN Female Peacekeepers, 2009 – 2016

Sumber: Hutabarat, Leonard F. 2017. Peningkatan Female Peacekeepers Indonesia Dalam Misi
Pemliharaan Perdamaian PBB.BPPK, Kementerian Luar Negeri RI

Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No 1325, yang

mengamanatkan peningkatan jumlah wanita di dalam proses perdamaian yaitu di

dalam misi-misi operasi perdamaian PBB. Resolusi 1325 Dewan Keamanan

dianggap sebagai suatu pernyataan yang revolusioner sebab menyebutkan secara

jelas dan gamblang upaya meningkatkan jumlah merata partisipan wanita dalam

seluruh usaha-usaha mempertahankan, mendukung perdamaian dan keamanan

dunia.Resolusi 1325 juga disebut sebagai sebuah ekspansi ketentuan-ketentuan

tentang wanita dalam operasi perdamaian PBB.

Resolusi 1325 Dewan Kemanan PBB menekankan pada pentingnya peran

wanita dalam mencegah konflik, dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah

membuat suatu catatan penting tentang ’Peran Serta Wanita: Tindakan Penuh
8

Perdamaian bagi Stabilitas Keamanan di Lebanon’ yang telah disampaikannya

pada tahun 2006, yang mana memusatkan perhatian pada pemberdayaan wanita

dalam bidang ekonomi dan solusi bagi akar penyebab utama konflik. Setelah

mengadopsi Resolusi 1325, PBB dan semua negara anggota saat ini sedang

bekerja bersama-sama untuk mencapai target dan berproses. Prosentase staf sipil

wanita dalam operasi misi perdamaian telah mencapai kurang lebih 40%.

sedangkan bagi personil berseragam atau militer dalam misi perdamaian PBB,

seperti yang selama ini dikontribusikan oleh negara-negara anggota PBB dimana

hanya 2 % dari 80.000 personil militer.2 Peran serta personel Wanita TNI tersebut

tersebar berdasarkan kegiatan operasi tempur atau juga pelaksanaan kegiatan

pembinaan teritorial (Binter).

Peran serta wanita TNI dalam misi perdamaian di Lebanon sangatlah besar

arti kehadirannya dan sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawab Satgas Garuda di Lebanon, dimana pelaksanaan peran tersebut sebagai

Peacekeeping Operation (PKO) pada daerah konflik dengan mandat PBB sebagai

pasukan pemelihara perdamaian.

Berbicara peran wanita pada PKO pada daerah konflik atau perang pernah

diteliti oleh Satwika Paramasatya dengan judul “Peran Penjaga Perdamaian

Wanita dalam Proses Bina-Damai: Studi Kasus Operasi Perdamaian Monusco”.

Dimana awalnya peran lelaki masih sangat dominan dalam setiap operasi

perdamaian.Meski begitu, kini peran wanita dalam operasi perdamaian semakin

meningkat.Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah wanita yang menjadi

2http://divisi.blogspot.co.id/2012/03/wanita-tni-dalam-misi-perdamaian-pbb.html, diakses tanggal


20 Mei 2017 pukul 12.07 WIB.
9

anggota operasi perdamaian. Penelitian dilakukan dengan tujuan membahas

sejauh mana peran wanita dalam berkontribusi terhadap proses bina-damai yang

terjadi pada operasi perdamaian MONUSCO di Kongo. Penelitian tersebut juga

menjelaskan peran wanita dalam operasi perdamaian menggunakan berbagai

parameter seperti tingkat keberhasilan pelaksanaan mandat, konsistensi

pelaksanaan Capstone Doctrine, DDR (Disarmament, Demobilization,

Reintegration), serta CIMIC (Civil-Military Cooperation). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa wanita cenderung berpengaruh secara positif terhadap proses

bina-damai dalam operasi perdamaian ditinjau dari terpenuhinya mandat dan

pelaksanaan program-program pendukung operasi perdamaian itu sendiri.

Penelitian lainnya juga yang berbicara peran wanita dilakukan oleh Rizki

Amaliah Women dengan judul “Peran United Nations Women dalam mengakhiri

diskriminasi terhadap perempuan di Afghanistan” Penelitian bertujuan untuk

mengetahui peran dari UN Women dalam menangani permasalahan perempuan di

Afghanistan.Penelitian ini menggambarkan pertama, peran dari UN Women

dalam mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan di Afghanistan.Kedua,

Dampak dari peran UN Women dalam mengakhiri diskriminasi terhadap

perempuan di Afghanistan.ketiga, kendala yang di hadapi UN Women dalam

mengakhiri diskriminasi perempuan di Afghanistan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa peran UN Womendalam mengakhiri diskriminasi terhadap

perempuan di Afghanistan tidak lepas dari berbagai macam kendala namun tetap

memiliki dampak yang cukup besar dari program-program yang dijalankan oleh
10

UN Women, terutama dalam peningkatan kesadaran mengenai pentignya peran

perempuan dalam sebuah Negara.

Tulisan lainnya juga dilakukan oleh Leonard F. Hutabarat dengan judul

“Peningkatan Female Peacekeepers Indonesia Dalam Misi Pemeliharaan

Perdamaian PBB”. Dari tulisan tersebut menjelaskan dimana PBB telah meminta

lebih banyak penggelaran female peacekeepers guna memperkuat pendekatan

“holistik” secara keseluruhan terhadap operasi-operasi pemeliharaan perdamaian

PBB saat ini.Banyak yang harus dilakukan dalam mengintegrasikan lebih banyak

female peacekeepers kedalam misi-misi PBB. Lebih banyak female peacekeepers

yang terlatih akan menjadi aset bagi masa depan operasi-operasi pemeliharaan

perdamaian.Pada bulan Oktober 2000 Dewan Keamanan PBB telah menetapkan

Resolusi 1325 mengenai Wanita, Perdamaian dan Keamanan. Resolusi tersebut

dipandang sebagai resolusi landmark dimana pertama kali, Dewan Keamanan

mengakui kontribusi wanita selama dan pasca konflik.Sejak ditetapkannya

Resolusi 1325 tersebut, perhatian terhadap perspektif gender dalam agenda

perdamaian internasional telah jelas ditempatkan dalam kerangka keamanan dan

perdamaian yang lebih luas. Artikel ini menjelaskan peningkatan kontribusi

jumlah personel female peacekeepers Indonesia pada periode 2009-2016 dan

membahas mengapa Indonesia perlu mendukung dan mempertimbangkan

mengirimkan lebih banyak female peacekeepers dalam operasi-operasi

pemeliharaan perdamaian PBB.

Dari uraian atas fenomena-fenomena yang telah dibahas sebelumnya maka

penelitian ini mencoba mengangkat Peran Wanita TNI khususnya Korps Wanita
11

Angkatan Darat dalam Peace Keeping Operation (PKO) maka penelitian ini

berjudul :Peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam Misi Perdamaian

Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan tersebut di atas,

maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana peran Korps

Wanita Angkatan Darat dalam misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di

Lebanon?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara komprehensif

mengenai peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam Misi perdamaian

Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon.Memberikan penjelasan, menelaah dan

menganalisis secara detail dan terperinci mengenaiperan Korps Wanita Angkatan

Darat melalui Satgas Garuda TNI dalam menjalankan misi perdamaian PBB.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Aspek Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan berbagai

pendekatan, teori dan konsep yang ada dalam hubungan internasional ke dalam

Peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam Misi perdamaian Perserikatan

Bangsa-Bangsa di Lebanon sehingga akan lebih memperkaya khazanah teoritis


12

tentang peran Korps Wanita Angkatan Darat dan TNI dalam kancah internasional.

Dengan melihat bahwa perlunya dukungan dan keterlibatan personel militer

dalam kancah internasional, sehingga diperlukan kerangka analisis dan perspektif

teori yang komprehensif dari peran Korps Wanita Angkatan Darat sehingga

sangat menarik untuk dibedah, ditelaah dan dianalisis secara ilmiah.

1.4.2. Aspek Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan yang

berharga bagi para pengambil kebijakan atau keputusan di pemerintahan

khususnya Dephan, TNI dan Kementerian Luar Negeri dalam pengiriman pasukan

perdamaian TNI melalui Kontingen Garuda.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peacekeeping Operation

Konflik internasional pada beberapa situasi akan memaksa negara lain

untuk menggunakan kekuatan militernya, situasi tersebut mendorong terciptanya

peacekeeping operation oleh PBB. Menurut buku The Blue Helmets: Review of

UN Peacekeeping, definisi dari peacekeeping itu sendiri adalah:

“...an operation involving military personnel but without enforcement

powers, undertaken by the United Nations to help maintain or restore

international peace and security in areas of conflict. These operations are

voluntary and are based on consent and cooperation. While they involve

the use of military personnel, they achieve their objectives not by force of

arms, thus contrasting them with the ‘enforcement action’ of the United

Nations under Article 42.”

Dari defenisi tersebut maka peacekeeping operation adalah suatu operasi

yang melibatkan personel militer tetapi tanpa kekuatan daya serang, yang

dibawahi oleh PBB untuk membantu menjaga atau memulihkan perdamaian dan

keamanan internasional di wilayah-wilayah berkonflik.Operasi ini bersifat

sukarela dan didasarkan atas kesediaan dan kerjasama.Didalam pelaksanaannya,

operasi perdamaian memang melibatkan penggunaan dari personel militer, tetapi

mereka mencapai tujuan-tujuan mereka tanpa penggunaan kekuataan senjata yang

13
14

berbeda dari pengertian enforcement PBB yang terdapat di Artikel

42.Peacekeeping operation biasanya dilakukan hanya setelah konflik

pecah.Piagam PBB mengarah kepada sistem hubungan internasional dimana

penggunaan kekuatan sebagai sarana dari kebijakan luar negeri tidak berlaku

lagi.Ini artinya PBB bergantung pada waktu yang dibutuhkan untuk mengakhiri

atau menyelesaikan suatu permasalahan konflik. Pelaksanaan PKO yang

digunakan PBB melalui metode-metode diantaranya melalui usaha-usaha

menjalin hubungan diplomatik multilateral yang dilakukan berdasarkan kerangka

kerja dari Dewan Keamanan, hubungan bilateral yang dilakukan oleh negara-

negara anggota PBB, atau melalui badan-badan PBB lainnya oleh Sekretaris-

Jenderal PBB.

PKO bersifat sementara dikarenakan dilaksanakan dalam jangka waktu

pendek. Upaya PKO dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan

didalam mandate dimungkinkan tidak pernah mampu dalam meredam dan

mengakhiri suatu konflik secara independen. Tugas utama dari suatu PKO ada

dua, yaitu; pertama, untuk menghentikan atau membendung konflik dan

membantu menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi usaha-usaha

peacemaking dapat berjalan. Kedua, mengawasi jalannya proses implementasi

dari suatu kesepakatan yang telah melewati proses negosiasi oleh para

peacemakers.

PKO merupakan salah satu operasi PBB yang cukup sulit untuk

dijalankan.Karena PBB dan Dewan Keamanan harus dapat mengumpulkan

kekuatan negara-negara anggota agar mau membantu suatu negara yang tengah
15

dilanda konflik. Kemudian menentukan langkah-langkah yang harus diambil dan

menjadikannya mandat sebagai dasar dari kegiatan yang akan dilakukan oleh para

pasukan perdamaian. Dan pada akhirnya, kelangsungan tetap berjalannya suatu

operasi perdamaian tergantung pada dana yang didapat dari negara-negara yang

menyumbang.

PKO yang dijalankan dan berada di wilayah-wilayah dengan karakteristik

didaerah konflik, memiliki cakupan tugas yang lebih kompleks, meliputi:

observasi dan monitoring; pengawasan terhadap proses gencatan senjata;

menjalankan operasi demobilisasi; conflict prevention; bantuan militer;

perlindungan terhadap kaum sipil dan melaksanakan misi-misi kemanusiaan;

menyediakan penjagaan keamanan di wilayah-wilayah yang merupakan zona

netral dan kamp-kamp pengungsian; serta pemberian sanksi.3

Misi PKO secara garis besar terbagi kedalam dua kategori: misi

monitoring dan peacekeeping forces. Dimana kedua misi ini diotorisasi dan

diarahkan langsung oleh Dewan Keamanan, berhubungan langsung dengan

pemerintahan dari negara yang bersangkutan serta kelompokkelompok yang

berseteru. Kebutuhan PKO akan pasukan militer didapat dari sumbangan negara-

negara anggota atas dasar sukarela. Pada misi monitoring, yang meliputi sebagian

besar PKO PBB, jumlah personel yang diturunkan tidak lebih dari beberapa ratus

orang saja dan mereka tidak bersenjata. Kesulitan yang dihadapi oleh tim

monitoring PBB adalah dengan tidak memiliki kekuatan bersenjata, maka mereka

hanya dapat mengandalkan komunikasi dan kesediaan kelompok-kelompok yang

3The United Nations Institute for Training and Research, Programme of Instruction in Peace-keeping
Operations. 1996. Principles for the Conduct of Peace Support Operations (PSO), United Nations Institute
for Training and Research, New York. Hal. 15.
16

bertikai agar mau duduk bersama-sama dalam suatu wadah negosiasi. Dan apabila

tim monitoring berada didalam situasi berbahaya, mereka tidak dapat membela

diri dan terpaksa mundur.

PKO, dalam pelaksanaannya, melalui tiga tahap.Pada tahap pertama,

konflik dan kekerasan masih terjadi. Tujuan yang harus dicapai disini adalah

menghentikan konflik dan kekerasan yang terjadi melalui proses peacemaking,

sebelum proses peacekeeping masuk ke dalam pasca-konflik. Tahap kedua, telah

ada negosiasi untuk gencatan senjata tetapi konflik masih berjalan.PKO di

otorisasi oleh PBB untuk membantu menekan ketegangan diantara pihak-pihak

yang bertikai agar konflik tidak meninggi lagi dan agar pembicaraan menuju

perdamaian dapat diteruskan. Pada tahap ketiga, kekerasan telah mencapai batas

minimal dan sangat kondusif bagi perdamaian untuk terus berlanjut. Di tahap ini

negara yang bersangkutan membutuhkan bantuan luar untuk mendorong

perbaikan di badan-badan pemerintah, infrastruktur, dan membangun kepercayaan

diantara satu sama lain. Karena itu dalam tahap ketiga dibutuhkan adanya proses

peacebuilding dan nationbuilding.4

Pada dasarnya, seperti yang telah dibahas di bab sebelumnya, semua PKO

memiliki karakteristik yang tidak pernah lepas, antara lain:

1) Netralitas (imparsial dan non-intervensi didalam konflik)

2) Dilengkapi dengan peralatan militer ringan

3) Menggunakan kekuatan atau kekerasan hanya untuk pembelaan diri

4) Harus mendapatkan persetujuan dari negara atau kelompok-kelompok

4James, Alan, “Peacekeeping and Ethnic Conflict: Theory and Evidence” in Peace in the Midst of Wars:
Preventing and Managing Ethnic Conflicts, Columbia, University of South Carolina Press, 1998, Hal.
165.
17

5) yang berseteru sebelum PKO ditempatkan

6) Syarat mutlak dari sebuah perjanjian gencatan senjata

7) Kontribusi yang diberikan kepada pasukan PKO didasarkan atas

sukarela.

Dalam PKO memiliki faktor-faktor mendasar agar dapat berjalan dengan

baik. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1) Adanya kesediaan negara yang berkonflik untuk diintervensi.

Ada dua hal yang menyebabkan aspek perizinan ini sangat

penting. Pertama, membantu PBB dalam proses mengambil keputusan

dalam melawan kekuatan kelompok lawan. Kedua, akan sangat

mengurangi kemungkinan para pasukan perdamaian menerima

perlawanan dari kelompok-kelompok yang berkonflik ketika sedang

menjalankan operasi perdamaian mereka. Kesulitan yang dihadapi

oleh PKO PBB adalah untuk tetap mendorong terjadinya perdamaian

ketika keinginan pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan

perseteruan secara politis telah hilang.

2) Operasi perdamaian yang dilakukan harus mendapatkan dukungan

penuh dari Dewan Keamanan.

Dukungan dari DK PBB sangat penting tidak hanya pada tahap-

tahap awal suatu PKO akan dijalankan; perencanaan budget,

membentuk kekuatan pasukan, ataupun prioritas strategis lainnya;

tetapi juga di tahap-tahap selanjutnya, seperti ada mandat yang

diperbaharui.
18

3) Negara-negara yang berpartisipasi didalam operasi perdamaian yang

dilakukan harus mampu untuk berkontribusi dalam hal penyediaan

pasukan serta mau mengambil resiko.

4) Pemberian mandat secara jelas.

5) Kekuatan menyerang dari pasukan yang dimilliki hanya untuk

digunakan sebagai pembelaan diri dan sebagai jalan terakhir. Para

pasukan perdamaian memiliki amanah kepada PBB dan komunitas

internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional,

karena itu mandat mereka dibatasi terutama dalam hal penggunaan

kekuatan persenjataan. Namun penggunaan persenjataan yang minim

dapat membawa keuntungan sendiri bagi para pasukan perdamaian.

Melihat dari rendahnya kemampuan militer, pasukan perdamaian tidak

akan merasa terancam dengan intervensi yang dilakukan.

2.2. 3D Approach

2.2.1. Defence dalam Peacekeeping Operation

Kata pertahanan berasal dari kata dasar tahan.Dalam kamus besar bahasa

Indonesia, kata tahan mempunyai arti keadaan tetap meskipun mengalami

berbagai hal.Dengan pengertian tersebut, pertahanan merupakan suatu upaya yang

dilakukan untuk menciptakan kondisi atau keadaan yang stabil.

Defense atau pertahanan merupakan usaha penciptaan keamanan untuk

menghadapi ancaman maupun serangan. Pengembangan kapabilitas pertahanan

perlu untuk dilakukan oleh negara karena kondisi sistem internasional yang
19

bersifat anarki, sehingga terjadinya serangan yang dilakukan oleh negara satu ke

negara lain untuk mencapai kepentingannya menjadi kemungkinan yang tidak

dapat dihindari.

Pertahanan adalah sebuah sistem yang harus diterapkan sebagai sebuah

kesadaran bersama antara negara, pemerintah, masyarakat, dan seluruh tatanan.

Pertahanan negara melingkupi bidang-bidang: politik, sosial, budaya, persatuan,

dan ancaman-ancaman lain terhadap keselamatan bangsa dan negara

Persoalan siapa yang harus bertanggungjawab untuk menjawab ancaman

keamanan tertentu menjadi rumit dan politis: rumit, karena perkembangan konsep

dan ketidapastian setelah berakhirnya Perang Dingin dan politikal, karena

landasan konstitusional, sejarah, maupun realita politik bisa menjadi kekuatan

inersia untuk membangun pola pembagian kerja baru. Salah satu konsekuensi

penting adalah perlunya ketentuan yang mengatur level of engagement dan

instrumen yang boleh digunakan dalam setiap bagian dari spektrum ancaman

terhadap keamanan nasional.

Pertahanan negara disebut juga pertahanan nasional adalah segala usaha

untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan

keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan

bangsa dan negara.Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan

secara dini dengan sistem pertahanan negara.Pertahanan nasional merupakan

kekuatan bersama (sipil dan militer) diselenggarakan oleh suatu negara untuk

menjamin integritas wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau menjaga

kepentingan-kepentingannya.Pertahanan nasional dikelola oleh Departemen


20

Pertahanan.Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan di beberapa

negara (misalnya Jepang), Angkatan Bela Diri.

Nation-state merupakan kesatuan politis yang memiliki

kedaulatan.Kedaulatan bergantung pada pemerintahan yang memiliki

kewenangan tertinggi dalam wilayah yang memiliki batasan yang jelas yang

mencakup sebuah populasi dan kewenangan pemerintahan tersebut diakui

legitimasinya, baik oleh penduduk yang diwadahi oleh pemerintahan tersebut

maupun oleh pemerintahan berdaulat yang lain. Dari sisi Hukum Internasioinal,

status negara-negara yang berdaulat tersebut setara serta memiliki hak dan

kewajiban dasar yang sama, salah satunya yaitu setiap negara bebas untuk

mengelola permasalahan internal berdasarkan pandangan yang dianggap terbaik

oleh pemerintahannya. Hak ini juga merupakan representasi dari kewajiban untuk

non-intervensi, yaitu kewajiban untuk tidak mencampuri urusan dalam negara-

negara lain. Menurut Hedley Bull, kedaulatan mencakup kedaulatan internal yang

berarti supremasi atas seluruh kewenangan di dalam batas wilayah dan

kependudukannya, serta kedaulatan eksternal dimana setiap negara merdeka dari

kewenangan luar.

Menurut Thomas Hobbes (1588-1679) dalam bukunya Leviathan, menilai

bahwa negara berdaulat (sovereignity state) merupakan negara yang mampu

menjaga wilayah teritorial dan beserta etnis-etnis didalamnya. Hobbes

menjabarkan negara merupakan instrumen kekuasaan yang digunakan individu-

individu untuk mencapai sebuah keadaan yang aman, dimana negara tersebut

memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan orang-orang yang berada dibawah


21

pengaturannya.Usaha-usaha yang dilakukan negara untuk mempertahankan

kedaulatan dan national interestnya masing-masing menimbulkan sebuah gejolak

dalam interaksi antar negara yang berdaulat dalam Hubungan Internasional.

Dari sudut pandang Negara, konsep pertahanan adalah segala usaha untuk

mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan

keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan

bangsa dan negara.Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan

bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak

dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Upaya Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini

dengan sistem pertahanan negara.Pertahanan negara merupakan kekuatan bersama

(sipil dan militer) diselenggarakan oleh suatu negara untuk menjamin integritas

wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau menjaga kepentingan-

kepentingannya.

Pelaksanaan pertahanan dalam konteks PKO sebagai bentuk diplomasi

pertahanan dimana diplomasi pertahanan merupakan sebuah konsep yang

dimaknai negara sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan nasionalnya. Menurut

Supriatno, terdapat 6 (enam) hal yang menjadi ciri sebuah diplomasi dapat

digolongkan menjadi kegiatan diplomasi pertahanan, yaitu (1) mempersiapkan

kekutan untuk mendukung aktivitas Kementerian atau Departemen Pertahanan,

(2) mempersiapkan kekuatan untuk mencegah perseteruan, (3) membangun dan

memelihara rasa saling percaya, (4) membantu dan mendorong pengembangan

demokrasi dan perspektif sipil, (5) membangun dan mengembangkan kemampuan


22

akuntabilitas dalam instansi angkatan bersenjata; dan (6) berkontribusi aktif pada

upaya pencegahan dan penanganan konflik (Supriyatno, 2014;168)

Jika diperluas konsep diplomasi pertahanan dengan pendekatan-

pendekatan sebagai berikut:

1) Consolidation on security and strategy with the partner

2) Focus on conflict prevention

3) Apply integrated political, foreign and defense planning; top down

politically driven;

4) Flexible inter-ministerial relations;

5) Exchange lessons learned;

6) Strengthening the capacity of the civilian-military;

7) Engange the international organizations properly;

8) Invest in supporting public diplomacy;

9) One national programme

Maka poin-poin tersebut diuraikan sebagai berikut (Supriyatno, 2014; 197):

1) Konsolidasi dalam bidang strategi dan keamanan pada daerah konflik;

yang dimaksud adalah bahwa diplomasi pertahanan harus diarahkan

pada pengembangan kebijakan keamanan yang bertujuan untuk

menciptakan suatu kondisi politik yang damai yang sangat dominan,

dan inilah yang menjadi pedoman dalam menyusun strategi.

2) Fokus kepada pencegahan terjadinya konflik, hal dimaksudkan upaya

mencegah konflik adalah lebih baik daripada memperbaiki keadaan


23

setelah terjadi konflik. Artinya apabila setelah terjadi konflik itu akan

sulit memperbaiki keadaan.

3) Menerapkan bidang-bidang politik, luar negeri dan perencanaan


pertahanan dengan dorongan politik top-down. Artinya melaksanakan
integrasi baik dalam politik, luar negeri dan perencanaan pertahanan
yang dilakukan dengan dorongan politik dari atas.
2.2.2. Development dalam Peacekeeping Operation

Dalam pelaksanaan peacekeeping operation dimana peran Kowad harus

mampu mendorong development (pembangunan) bagi warga yang terkena

dampak dari konflik.Maka perlu untuk diulas mengenai konsep dari pembangunan

itu sendiri.

Sejarah berbicara bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad sebelum

teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori

maupun praktek pembangunan sudah berada didalam alam kapitalisme. Karena

itu, tidak mengherankan jika kapitalisme sangat mewarnai teori-teori

pembangunan.

Secara sederhana pembangunan diartikan sebagai proses perubahan kearah

yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan

dalam sebuah negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (economic

development). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan

total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya peningkatan

jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan penduduk, disertai

dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara serta

pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal senada, Sumitro juga
24

menyatakan dalam Deliarnov (2006:89), bahwa proses pembangunan ekonomi

harus merupakan proses pembebasan, yaitu pembebasan rakyat banyak dari

belenggu kekuatan-kekuatan ekonomidan pembebasan negara-negara berkembang

dari belenggu tata kekuatan ekonomi dunia.

Banyak perspektif mengenai konsep pembangunan agar tidak terjadi

distorsi seperti pendekatan yang dilakukan sebelumnya.Amartya Sen

mengemukakan ada dua gagasan tentang pembangunan. Pertama, pandangan yang

melihat pembangunan sebagai proses yang keras, diwarnai cucuran darah,

keringat dan air mata, satu pandangan tanpa belas kasihan sama sekali. Kedua,

melihat pembangunan dalam pengertian proses yang bersahabat dan bertujuan

menciptakan keadilan, dimana hakikat pembangunan adalah “kemerdekaan”

(freedom).5

Menurut Arief Budiman, ada beberapa indikator yang dipergunakan untuk

mengukur pembangunan, seperti kekayaan rata-rata, pemerataan, kualitas

kehidupan, kerusakan lingkungan, keadilan sosial dan kesinambungan.6

Dalam konsep pembangunan tidak terlepas dengan adanya

motivasi.Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat

berkembang sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke

kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru.

Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari analisa Marxis, dapat

dikatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik

(majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentral dan pinggiran), dengan

5 Sen, Amartya. Kemerdekaan cara dan tujuan Pembangunan. Yogyakarta: Jurnal Wacana Insist Press. Hal.
14
6 Budiman, Arief. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hal. 2-7.
25

analisis utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem

dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan

satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.

Teori modernisasi lahir sekitar tahun 1950an di Amerika Serikat sebagai

wujud respon kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah menyebabkan

munculnya negara-negara Dunia Ketiga.Kelompok negara miskin yang ada dalam

istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas jajahan perang yang menjadi bahan

rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah mendapatkan

pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia Ketiga

berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah mereka

yaitu kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah,

rusaknya lingkungan, kebodohan, dan beberapa problem lain. Beberapa tokoh

berpendapat tentang makna modernisasi. Everett M. Rogers dalam

“Modernization Among Peasants: The 10 Impact of Communication” menyatakan

bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah dari cara hidup

tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta

cepat berubah.7

Dari beberapa definisi yang ada juga melihat modernisasi sebagai sebuah

upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya,

modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu dan

terukur. Maka teori modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan

bahwa pembangunan dapat dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang

7
http://wwwbutonutara.blogspot.co.id/2011/06/teori-teori-pembangunan.html, dikases tanggal 25
Agustus 2017, pukul 21.43 WIB.
26

digunakan oleh negara-negara berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott

Parsons mendefinisikan kualitas yang membedakan "modern" dan "tradisional"

masyarakat.Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan individu modern.

Teknologi memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini

bahwa teknologi ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju

yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci

dalam teori modernisasi adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan

bantuan dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang

untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan demikian, teori ini dibangun di

atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang sama dicapai antara

negara maju dan dikembangkan lebih rendah.

Teori Dependensi menyikapi teori modernisasi dimana teori ini

berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara

Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun

lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu.

Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah

adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di

negara Dunia Ketiga.Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di

negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan

keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan

keterbelakangan.Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan

oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada

negara Dunia Ketiga.Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini


27

harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda pembangunannya

secara mandiri.

Teori sistem dunia adalah adanya bentuk hubungan negara dalam sistem

dunia yang terbagi dalam tiga bentuk negara yaitu negara sentral, negara semi

pinggiran dan negara pinggiran. Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam

hubungan yang harmonis secara ekonomis dan kesemuanya akan bertujuan untuk

menuju pada bentuk negara sentral yang mapan secara ekonomi. Perubahan status

negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh keberhasilan

negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi

pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi

promosi dengan undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan

upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan

negara semi pinggiran melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi

modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan

kualitas.Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan

pembangunan ekonomi pada negara pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara

sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya

dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia. Negara sosialis yang

kemudian menerima dan masuk kedalam pasar kepitalis dunia adalah China,

khususnya ketika periode pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam

Suwarsono dan So, 1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global,

berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi

kapitalis yang mendunia. Kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan


28

cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah

merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya,

bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi,

dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem

ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata

dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke

tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-

perusahaan kapitalis, tetapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.

KemudianteoriArtikulasidimanateoriinimenyikapikegagalankapitalismeya

ngdilakukandi negara satelitkarena kapitalismedapatberhasildilakukandi Negara

maju.Minimaladadua alas an utama yangmenyebabkankapitalismegagalmembawa

Negara

berkembanguntukmencapaikemajuandalampembangunanyangdilakukannya.Duah

alitu adalah kegagalancaradanprosesproduksidi negara satelit.

Dalam konteks PKO dilakukan dalam wujud konkrit dari pembangunan

kembali daerah-daerah yang mengalami kehancuran akibat terjadinya konflik.

Untuk mempercepat peacebuilding dilakukan identifikasi struktur-struktur lokal

yang dapat digunakan untuk memperkuat dan mempersolid perdamaian untuk

menghindari agar tidak terjadi suatu konflik.Selanjutnya struktur lokal tersebut

dengan diperkuat oleh bantuan yang diberikan oleh PBB dipergunakan untuk

membangun kembali bidang-bidang kehidupan yang telah mengalami gangguan

akibat terjadinya konflik.Peace building merupakan fase pemulihan pasca konflik.

Hal-hal yang dilakukan pada fase peacebuilding ini meliputi pemulihan kembali
29

perekonomian, pembangunan kembali sarana pendidikan, kesehatan, jalan, dan

sarana-sarana lain yang rusak akibat perang.

Dari kontekstual pembangunan secara psikis dimana pelaksanaan PKO

harus dapat meningkatkan kepercayaan dari berbagai pihak dan mendapat

dukungan atas pelaksanaan dari PKO.Membangun kepercayaan antar pihak

diwilayah konflik sebagai salah satu upaya dalam memperlancar pelaksanaan

tugas perdamaian maka pembangunan harus disesuaikan kontekstualnya dan

menyentuh dari aspek psikis dan fisik.

2.2.3. Diplomacy dalam Peacekeeping Operation

Louise Diamond (1996; 26) berpendapat diplomasi merupakan proses

politik damai antara negara bangsa yang mengharapkan struktur yang dapat

membentuk dan mengatur hubungan sistem internasional serta mengakomodasi

kepentingan suatu negara. Dapat dijalankan melalui beberapa jenis instrument

seperti politik, ekonomi, perdagangan, bantuan, hak asasi, kontrol militer, budaya

dan peningkatan akademik/pendidikan. R.W. Sterling dalam buku Macropolitics

menjelaskan bahwa diplomasi adalah seni mengedepankan kepentingan suatu

negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam

berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk

memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan

ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Kemudian Morgenthau menyatakan dalam Politics Among Nations, ada 3

sarana diplomasi yang amat menentukan: bujukan (persuasion), kerjasama

(compromise) dan ancaman kekerasan (threat of force). Untuk mencapai tujuan


30

diplomatiknya, suatu negara menerapkan satu atau kombinasi beberapa prinsip

utama diplomasi yaitu sama (perdamaian atau negosiasi), dana (memberi hadiah

atau konsesi), danda (menciptakan perselisihan) dan bedha (mengancam atau

menggunakan.

Pelaksanaan diplomasi secara umum, ada dua metode yang biasa dipakai

di dalam diplomasi yaitu Soft Diplomacy dan Hard Diplomacy.Diplomasi cara

lunak pada umumnya diterapkan oleh negara-negara demokrasi dalam menjalin

hubungan dengan negara-negara demokrasi yang lain seperti hubungan antara

Amerika dengan sekutu-sekutunya seperti Inggris, Australia, Selandia Baru,

Korea Selatan dan lain-lain. Sedangkan diplomasi cara keras umumnya

dipraktekkan oleh pemimpin negara-negara yang (cenderung) berhaluan sosialis

atau bekas negara sosialis seperti Korea Utara, Bolivia, Venezuela, Libya, Iran

dan lain-lain, terutama dalam menghadapi negara-negara kapitalis yang diwakili

Amerika Serikat.

Dalam pelaksanaan diplomasi untuk mencapai resolusi konflik digunakan

beberapa hal dalam mendukungnya diantaranya:

1) Dialog

Dialog diartikan sebagai pembicaraan dua belah pihak atau

lebih untuk saling bertukar nilai-nilai masing-masing pihak yang

bertujuan untuk saling memberi informasi. Untuk melakukan dialog,

kedua belah pihak yang terlibat harus memperhatikan beberapa

pedoman dalam dialog, antara lain: utuh dan otentik, saling terbuka,
31

adanya pijakan yang sama atau titik temu (common enemy: social

phatology) untuk saling memahami dan materi dialog

2) Negosiasi

Secara sederhana artinya suatu perundingan untuk mendapatkan

suatu kesepakatan. Negosiasi adalah proses perundingan dua pihak

yang bertikai baik sifatnya individual maupun kelompok untuk

mencari solusi penyelesaian bersama yang saling menguntungkan.

Dengan kata lain, negosiasi adalah suatu proses struktur dimana para

pihak yang bersengketa berbicara sesama mereka mengenai persoalan

yang dipeselisihkan dalam rangka mencapai persetujuan atau

kesepakatan bersama.

Tujuan dilakukannya negosiasi adalah untuk mendapatkan

penyelesaian masalah bersama dengan mengkompromikan perbedaan

yang ada sehingga mendapatkan penyelesaian yang saling

menguntungkan (win-win solution) bukan saling merugika (lose-lose

solution) maupun menang kalah (win-lose). Oleh karena itu, dalam

proses negosiasi kedua belah pihak yang berkonflik diharapkan dapat

melakukan kompromisasi dengan baik dalam rangka mencapai tujuan

yang saling menguntungkan.

3) Mediasi

Mediasi merupakan sebuah proses dimana pihak-pihak yang

bertikai dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian.

Metode pemecahan konflik dengan cara menengahi para kelompok


32

yang saling terlibat konflik melalui bantuan pihak ketiga. Pelaku

mediasi yang bertugas sebagai penengah disebut dengan mediator

yang bertugas menjelaskan proses dan membantu kedua belah pihak

untuk menyelesaikan konflik dengan tahapan-tahapan mediasi yang

telah disiapkan.

Dalam melakukan mediasi ada tiga tahap yang harus

diperhatikan, yakni:

a. Preparation, beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini


adalah; perkenalan, representasi atau pengecekan para
pihak yang memiliki kapasitas untuk melakukan mediasi
dan kesepakatan para pihak untuk memulai proses
mediasi.
b. Mediation session, proses yang termasuk dalam tahapan
ini adalah; opening, stories, agenda, option, agreement,
dan closing.
c. Follow up, merupakan pelaksanaan hasil-hasil
kesepakatan oleh kedua belah pihak yang berkonflik dan
dituangkan secara bersama-sama dalam perjanjian tertulis.
4) Peace Building

Peace building adalah strategi atau upaya yang mencoba

mengembalikan keadaan destruktif akibat kekerasan yang terjadi

dalam konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi antar

pihak yang terlibat dalam konflik.

Bodine and Crawford (Jones dan Kmitta, 2001: 2) merumuskan beberapa

macam kemampuan yang sangat penting dalam menumbuhkan inisiatif resolusi


33

konflik yang relevan dalam peran Korps Angkatan Darat dalam pasukan

perdamaian dunia diantaranya:

1) Kemampuan orientasi.

Kemampuan orientasi dalam resolusi konflik meliputi

pemahaman individu tentang konflik dan sikap yang menunjukkan

anti kekerasan, kejujuran, keadilan, toleransi, harga diri.

2) Kemampuan persepsi

Kemampuan persepsi adalah suatu kemampuan seseorang untuk

dapat memahami bahwa tiap individu dengan individu yang lainnya

berbeda, mampu melihat situasi seperti orang lain melihatnya (empati)

dan menunda untuk menyalahkan atau memberi penilaian sepihak.

3) Kemampuan emosi

Kemampuan emosi dalam resolusi konflik mencakup

kemampuan untuk mengelola berbagai macam emosi, termasuk di

dalamnya rasa marah, takut, frustasi dan emosi negative lainnya.

4) Kemampuan komunikasi

Kemampuan komunikasi dalam resolusi konflik meliputi

kemampuan mendengarkan orang lain: memahami lawan bicara;

berbicara dengan bahasa yang mudah dipahami; dan meresume atau

menyusun ulang pernyataan yang bermuatan emosional ke dalam

pernyatan yang netral atau kurang emosional.


34

5) Kemampuan berfikir kreatif

Kemampuan berfikir kreatif dalam resolusi konflik meliputi

kemampuan memahami masalah untuk memecahkan masalah dengan

berbagi macam alternatif jalan keluar.

6) Kemampuan berfikir kritis.

Kemampuan berfikir kritis dalam resolusi konflik, yaitu suatu

kemampuan untuk memprediksi dan menganalisis situasi konflik yang

sedang dialami.

2.3 Peran Wanita dalam PKO

PKO PBB telah mengalami evolusi dengan pendekatan kemanusiaan yang

lebih luas dimana melibatkan wanita untuk berperan dan peran wanita semakin

meningkat dalam operasi pemeliharaan perdamaian PBB sejauh ini. Peningkatan

peran wanita dalam kegiatan UN peacekeeping dapat dilihat secara singkat dalam

gambar berikut ini :


35

Gambar 2.1. Infografis Wanita dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB

Sumber:http://www.un.org/en/peacekeeping/issues/women/womeninpk.shtmldiunduh
tanggal 16 September 2017

Dalam kegiatan-kegiatan operasi pemeliharaan perdamaian PBB peran

wanita memberikan dampak yang positif, baik dalam hal mendukung peran

wanita dalam “building peace” maupun “protecting women’s rights”. Dalam PKO

peran wanita dapat disejajarkan dengan mitranya pria dengan standarisasi dan

kesulitannya. Perspektif wanita dan pria melihat konflik berbeda, dengan

demikian akan berbeda juga paradigma perdamaian. Maka perbedaan tersebut


36

memunculkan gender perspectives pada semua aspek dari operasi-operasi

perdamaian PBB, hal itu juga yang mendukung keberhasilan PKO PBB.

Ada beberapa upayadari Department of Peacekeeping Operations (DPKO)

dimana isu-isu gender juga menjadi perhatian utama. Salah satu yang utama dan

penting adalah isu gender (the policy of gender mainstreaming). Hal ini akan

menjamin bahwa gender perspectives akan terintegrasi pada semua elemen

kebijakan PBB di semua sektor termasuk militer8 dari perencanaan awal hingga

evaluasi. DPKO juga melakukan analisis terhadap dampak pemeliharaan

perdamaian bagi kehidupan pria dan wanita dalam situasi-situasi pasca konflik.

Dalam konteks menjamin bahwa isu gender ini diarusutamakan dalam operasi-

operasi pemeliharaan perdamaian PBB, DPKO telah mengeluarkan “Policy on

Gender Equality in Peacekeeping Operations”.9

Blue print isu gender pada kebijakan dan pemeliharaan perdamaian dari

Department of Peacekeeping Operations (DPKO) didasarkan pada Security

Council Resolution 1325 (2000)10 yang merupakan Resolusi DK PBB pertama

yang membahas dampak konflik bersenjata (armed conflict) terhadap wanita.

Resolusi tersebut menekankan pentingnya “women’s equal and full participation”

sebagai agen yang aktif dalam pencegahan dan resolusi konflik, bina perdamaian

(peace-building) dan pemeliharaan/penjagaan (peacekeeping). Pada Resolusi

tersebut menghimbau negara anggota PBB untuk menjamin partisipasi yang sama

8“Military”, http://www.un.org/en/peacekeeping/issues/military/index.shtml, diunduh pada 16 September


2017.
9“Policy : Gender Equality in UN Peacekeeping Operations”,
http://www.un.org/en/peacekeeping/documents/gender_directive_2010.pdf, diunduh pada 16 September
2017.
10 “Resolution 1889”, http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol =S/RES/1325%282000% 29, 5

October 2009, diunduh pada 16 September 2017.


37

bagi wanita dan keterlibatan penuh dalam semua upaya dalam mempertahanakan

dan mempromosikan perdamaian dan keamanan, dan mendesak semua aktor

dalam meningkatkan partisipasi wanita dan mengintegrasikan perspektif gender

dalam semua bidang dari peace building. Sebagai tindak lanjut Resolusi DK PBB

1325, DK PBB juga menetapkan Resolusi 1889 yang meminta penguatan lebih

lanjut terhadap partisipasi wanita pada proses perdamaian dan pengembangan

indikator-indikator untuk mengukur progress dari Resolusi 1325.

Gambar 2.2UN Female Peacekeepers dalam Misi Pemeliharan Perdamaian PBB

Sumber:http://www.un.org/en/peacekeeping/issues/women/womeninpk.shtml,
diunduh tanggal 16 September 2017

Gambar diatas menggambarkan bagaimana beberapa peranan dari UN

female peacekeepers dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB. Secara peran

Female peacekeepers bertindak sebagai role models pada lingkungan setempat,


38

menginspirasi wanita dan anak perempuan dalam masyarakat yang sering

didominasi pria untuk mendorong hak-haknya dan partisipasi dalam proses

perdamaian. Peningkatan rekrutmen wanita sebagai UN peacekeepers dalam

berbagai misi pemeliharaan perdamaian PBB penting untuk:11

1) Memberdayakan wanita di host community;

2) Menangani kebutuhan-kebutuhan khusus dari female ex-combatants

selama proses demobilisasi dan integrasi kembali ke dalam kehidupan

sipil;

3) Membantu agar peacekeeping force dapat dijangkau oleh wanita

dalam komunitas;

4) Melakukan wawancara kepada survivors of gender-based violence;

5) Mentoring female cadets pada akademi militer dan kepolisian;

6) Melakukan interaksi dengan wanita dalam masyarakat dimana wanita

dilarang berkomunikasi dengan pria.

Selain berbagai hal di atas, kehadiran female peacekeepers dapat juga:

1) Membantu mengurangi konflik dan konfrontasi;

2) Meningkatkan akses dan dukungan bagi wanita setempat;

3) Menjadi role models bagi wanita dalam masyarakat;

4) Memberikan rasa aman yang lebih besar bagi penduduk setempat,

termasuk wanita dan anak-anak;

5) Memperluas keahlian dalam suatu peacekeeping mission.

11Hutabarat, Leonard F. 2017. Peningkatan Female Peacekeepers Indonesia Dalam Misi


Pemliharaan Perdamaian PBB. BPPK, Kementerian Luar Negeri RI.
39

Perdebatan mengenai female soldiers seringkali lebih pada peran mereka

dalam “combat” daripada difokuskan pada bagaimana secara baik menggunakan

kekuatan female officers dalam operasi-operasi pemeliharaan perdamaian.

Terdapat peran khusus yang sesuai dengan “female officers” dibandingkan “male

counterparts”.Peran wanita dalam PKO dapat berupa menjalin komunikasi

dengan penduduk setempat selain untuk pengumpulan intelijen, namun juga untuk

implementasi “early warning systems, conduct capacity building and build trust”.

Namun, mengingat wanita dan anak-anak adalah korban utama dari kekerasan

dalam konflik, khususnya kekerasan seksual, seringkali sulit bagi “male soldiers”

mengatasi “social and cultural boundaries” yang diperlukan guna membangun

“trust” tersebut. Hal ini yang menyebabkan “female peacekeepers” dapat mengisi

gap dengan memberikan wanita dan anak-anak perasaan aman yang lebih besar,

namun juga dapat memperkuat “trust” mereka dalam proses mengumpulkan

informasi yang berharga untuk kepentingan misi.12

2.4 Kerangka Penelitian

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan preposisi sebagai berikut :

1) Peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam Peace Keeping Operation

pada pasukan perdamaian dunia PBB dalam menjaga atau

memulihkan perdamaian di Lebanon pasca konflik.

12 Ibid, Hutabarat
40

2) Peran Korps Wanita Angkatan Darat sebagai pasukan perdamaian

dunia PBB dengan pendekatan pertahanan, development dan

diplomacy.

Gambar 2.3 Peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam Misi


perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon

KOWAD

Peacekeeping Operation 3D Approach


 Menjaga atau memulihkan  Defence
perdamaian  Development
 Menjaga keamanan  Diplomacy

Sumber: Olahan Peneliti, 2017


BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan dalam

meneliti peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam Misi Perdamaian di Lebanon.

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Istilah

’deskriptif’ berasal dari bahasa Inggris to describe, yang berarti memaparkan atau

menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kejadian, peristiwa, kegiatan dan

lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah

sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kejadian atau

peristiwa tertentu dan setelah selesai kemudian memaparkan hasilnya dalam

bentuk laporan penelitian.

Pendekatan metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang

mendalam, suatu data yang mengandung makna dan arti.Makna adalah data yang

sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak.Maka

dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi tetapi lebih

menekankan pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan

transferability, artinya hasil penelitian tersebut dapat digunakan di tempat lain,

manakala tempat tersebut memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda

(Sugiyono, 2008 : 3). Proses penelusuran dengan melakukan pengamatan, dan

pengkajian pengelolaan sistem yang sedang berjalan. Penulis didalam penelitian

41
42

ini mencoba mengungkap fenomena secara alamiah, perspektif partisipan,

membuat gambaran nyata melalui studi deskriptif.

Penelitian deskriptif ditujukan untuk : (1) mengumpulkan informasi secara

aktual dan terperinci; (2) mengidentifikasikan masalah; (3) membuat

perbandingan atau evaluasi; (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam

menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk

menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Moleong,

1998: 26).

Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif bertujuanuntuk mendapatkan fokus penelitian, memahami

makna dibalik data yang tampak, untuk memahami interaksi sosial, untuk

memahami perasaan orang, untuk memastikan kebenaran data, dan untuk

mengembangkan konsep/teori.

3.2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi kedalam dua

jenis data, yaitu data primer dan sekunder.Data primer didapat dari

wawancara.sedangkan data sekunder didapatkan dari studi dokumentasi dan

observasi:

1) Informan

Pemilihan informan dalam memberikan data mengenai peran

Korps Wanita Angkatan Darat dalam misi perdamaian Perserikatan

Bangsa-Bangsa di Lebanon menggunakan teknik snow ball sampling


43

sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam

pengumpulan data. Penentuan informan tergantung dari : 1) tepat

tidaknya pemilihan informan; 2) kompleksitas dan keragaman

fenomenasional yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi

informan terdiri dari :

a. Kemenhan (Kementrian Pertahanan)

b. Mabes TNI

c. Mabesad (Markas Besar TNI AD)

d. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)

e. Pusat Misi Pasukan Perdamaian (PMPP) TNI

f. Personel Kowad mantan anggota Satgas UNIFIL

g. Tentara pria dan Kowad yang sedang melaksanakan Satgas

UNIFIL

2) Lokasi

Lokasi penelitian ini bertempat di Jakarta sebagai pusat

pemerintahan dan TNI AD.Lokasi ini memberikan informasi dimana

peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam misi perdamaian

Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon.

3) Dokumen-dokumen

Sumber data yang diperoleh melalui bahan-bahan tertulis yang

berkaitan dengan peran Korps Wanita Angkatan Darat dalam misi

perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon berupa laporan


44

tahunan dan bahan-bahan laporan lain serta dokumentasi lain yang

relevan dengan masalah yang diteliti dari lembaga-lembaga terkait.

Dari daftar informan di atas, peneliti membuat data set penelitian sesuai

dengan kebutuhan data untuk penelitian ini yang ditampilkan dalam tabel di

bawah ini.

Tabel 3.1 Data Set Penelitian

Informan Teknik
Tema Data Rincian Data Instrumen
(Tentantif) (Tentatif)
 Pedoman
Menjaga atau  Wawancara
wawancara
memulihkan a, b, c, d dan e.  Dokumentasi
 Arsip/berkas
perdamaian  Observasi
Peacekeeping  Catatan
Operation  Pedoman
 Wawancara
Menjaga wawancara
a, b, c, d dan e.  Dokumentasi
keamanan  Arsip/berkas
 Observasi
 Catatan
Defence  Pedoman
 Wawancara
Development wawancara
3D Approach a, b, c, d dan e.  Dokumentasi
Diplomacy  Arsip/berkas
 Observasi
 Catatan
Sumber : Olahan Peneliti 2017

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam tesis ini adalah sebagai

berikut :

1) Dokumentasi/studi pustaka. Teknik pengumpulan data dengan teknik

studi kepustakaan dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang

bersumber pada literatur-literatur ilmiah, seperti buku-buku, makalah,

jurnal, majalah, surat kabar, dokumen resmi yang diterbitkan maupun


45

tidak dari sumber-sumber lain yang dianggap relevan dengan kajian

penelitian.

2) Wawancara. Pengumpulan data melalui wawancara/secara lisan

langsung dengan sumber data yaitu informan atau responden. Jawaban

responden direkam dan dirangkum sendiri oleh peneliti.

3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data atau informasi yang sudah terkumpul, diolah untuk kemudian

dianalisis. Dalam penelitian ini, teknik pengolahan dan analisis data yang

digunakan adalah pengolahan dan analisis kualitatif.Pengolahan data kualitatif

dalam penelitian akan melalui tiga kegiatan analisis yakni sebagai berikut

(Sugiyono, 1994: 31):

1) Reduksi Data

Reduksi data dapat diartikan sebagai suatu proses pemilihan

data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data, pengabstrakan

data, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Dalam kegiatan reduksi data dilakukan

pemilahan-pemilahan tentang: bagian data yang perlu diberi kode,

bagian data yang harus dibuang, dan pola yang harus dilakukan

peringkasan. Jadi dalam kegiatan reduksi data dilakukan: penajaman

data, penggolongan data, pengarahan data, pembuangan data yang

tidak perlu, pengorganisasian data untuk bahan menarik kesimpulan.

Kegiatan reduksi data ini dapat dilakukan melalui: seleksi data yang
46

ketat, pembuatan ringkasan, dan menggolongkan data menjadi suatu

pola yang lebih luas dan mudah dipahami.

2) Penyajian Data

Penyajian data dapat dijadikan sebagai kumpulan informasi

yang tersusun sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan.Penyajian yang sering

digunakan adalah dalam bentuk naratif, bentuk matriks, grafik dan

bagan.

3) Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Sejak langkah awal dalam pengumpulan data, peneliti sudah

mulai mencari arti tentang segala hal yang telah dicatat atau disusun

menjadi suatu konfigurasi tertentu. Pengolahan data kualitatif tidak

akan menarik kesimpulan secara tergesa-gesa, tetapi secara bertahap

dengan tetap memperhatikan perkembangan perolehan data.

Analisis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena

penelitian bersifat mendalam dan meneliti mengenai proses. Informasi

hasil wawancara dianalisa secara kualitatif untuk menggambarkan

fakta dengan interpretasi yang tepat sesuai pandangan dari pejabat,

personil intelijen maupun masyarakat yang diteliti.

Keabsahan data penelitian akan dilihat dari penilaian data dari

aspek validitas dan reliabilitas data penelitian. Untuk menguji

validitas penelitian dilakukan dengan metode triangulasi dimana

peneliti menemukan kesepahaman dengan subjek penelitian.Penelitian


47

ini tidak memberikan penekanan pada pengujian hipotesis,melainkan

pada usaha menjawab pertanyaan melalui cara-cara berpikir formal

dan argumentatif.

3.5. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keabsahan data penelitian

kualitatif, yaitu: nilai subyektivitas, metode pengumpulan dan sumber data

penelitian. Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena

beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam

penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan

observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan

apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang kredibel akan

mempengaruhi hasil akurasi penelitian.

Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara untuk meningkatkan keabsahan

data penelitian kualitatif (Sugiyono, 1994: 82), yaitu:

1) Memperpanjang masa pengamatan

Hal ini memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data

yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji

informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan para

responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

2) Pengamatan yang terus menerus


48

Dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang

diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

3) Triangulasi

Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data tersebut. Triangulasi juga bisa disebut sebagai teknik

pengujian yang memanfaatkan penggunaan sumber yaitu

membandingkan dan mengecek terhadap data yang diperoleh.

Triangulasi dilakukan dengan sumber data dan penelitian atau

pengamat lain. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik

pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber (wawancara

dan triangulasi) dengan sumber berarti membandingkan dengan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode

kualitatif. Triangulasi ini dilakukan dengan cara :

a. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan

apa yang dikatakan secara pribadi.

b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

saling berkaitan.

c. Mengadakan perbincangan dengan banyak pihak untuk mencapai

pemahaman tentang suatu atau berbagai hal.


49

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang ditetapkan adalah di Jakarta dan Bogor dimana

kewenangan dan kebijakan peran Kowad dalam keterlibatan misi perdamaian.

Adapun lokasi tersebut adalah :

1) Kantor Kemenhan (Kementerian Pertahanan)

2) Kantor Mabes TNI

3) Kantor Mabesad (Markas Besar TNI AD)

4) Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)

5) Kantor Pusat Misi Pasukan Perdamaian (PMPP) TNI

6) Markas Satgas Unifil di Lebanon

3.6.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang ditetapkan adalah selama 3 (tiga) bulan, yang

dimulai dari bulan Mei sampai dengan Juli 2017. Agar supaya terpetakan waktu

penelitian ini secara sistematis, runut, dan komprehensif, maka akan diuraikan

dalam bentuk tabel berikut ini :

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian


2017
No Kegiatan Bulan
3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Pra Penelitian dan Pengajuan Judul
2 Pengumpulan Data Awal
3 Masa Bimbingan Awal
4 Penyusunan Usulan Penelitian
5 Seminar Usulan Penelitian
6 Masa Penelitian dan Bimbingan
7 Penyusunan Draft dan Perbaikan
8 Sidang Akhir
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
BAB IV

KONFLIK DI LEBANON

4.1. Kondisi Umum Lebanon

4.1.1. Sejarah Lebanon

Sejarah Lebanon dimana hampir 5.000 tahun yang menerangkan bahwa

Lebanon adalah salah satu negara tertua di dunia. Lebanon pada akhir abad ke-20

dan awal abad ke-21 yang penuh dengan kekerasan.13 Penamaan Lebanon diambil

dari "Lubnān" dari bahasa Arab standar yaitu "Lebnan" atau "Lebnèn" dalam

dialek setempat dimana akar bahasanya Semit "LBN", yang memiliki keterkaitan

atau padanan kata, seperti misalya putih dan susu.Ini dianggap sebagai rujukan

kepada Gunung Lebanon yang berpuncak salju. Kata ini muncul dalam tiga dari

12 lempengan Epos Gilgames (2900 SM), teks perpustakaan Ebla (2400 SM), dan

Alkitab Kata Lebanon juga disebutkan 71 dalam Perjanjian Lama.14

4.1.2. Geografi Lebanon

Geografi Lebanon berbentuk pegunungan terletak di wilayah Timur Dekat

(Near East), di tepi Timur Laut Mediterania / Laut Tengah. Perbatasan Lebanon

pada sebelah utara dan timur dengan Syria, sebelah barat berbatasan dengan Laut

Tengah (Mediterranean Sea) dan Siprus, sedangkan pada selatan berbatasan

dengan Israel. Lebanon memiliki luas Wilayah 10.452 km2 dengan panjang pesisir

pantainya sekitar 212 km. Lebanon terdiri dari 6 wilayah / propinsi yang sebagian

13
http://nationalgeographic.co.id/berita/2017/08/ menikmati-kemilau-salah-satu-negara-tertua-di-
dunia, diakses tanggal 29 Oktober 2017, pukul 20.57 WIB.
14
https://www.scribd.com/document/344313199/LEBANON, diakses tanggal 29 Oktober 2017,
pukul 20.58 WIB.

50
51

besarnya merupakan daerah perkotaan yaitu : Beirut, Mount Lebanon, North

Lebanon, South Lebanon Sidon, South Lebanon Nabatieh, Bekaa. Iklim musim

Lebanon terbagi musim panas, gugur, dingin dan semi. Musim panas bisa

mencapai 39oC, musim dingin dapat mencapai minus pada daerah pegunungan

turun salju.15

Gambar 4.1 Wilayah Lebanon

Sumber: Google.com, diakses tanggal 10 September 2017, Pukul 01.35 WIB

4.1.3. Demografi Lebanon

Demografi Lebanon terbagi atas Arab 95%, Armenia 4%, lainnya 1%.

Warga Kristen Lebanon mengakui mereka sebagai orang Arab melainkan sebagai

keturunan orang Kanaan kuno dan lebih memilih untuk disebut Fenisia.16 Dan

populasi didasarkan agama dengan komposisi Muslim 54% (27% Sunni, 27%

15
http://dwp-kbribeirut.tripod.com/id2.html, diakses tanggal 29 Oktober 2017, pukul 20.59 WIB.
16
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/le.html, diakses tanggal 29
Oktober 2017, pukul 20.59 WIB.
52

Syiah), Kristen 40,5% (termasuk 21% Katolik Maronit, 8% Ortodoks Yunani, 5%

Katolik Yunani, 6,5% Kristen lainnya), Druze 5,6%, jumlah orang Yahudi yang

sangat kecil, Baha'adalah, Budha, Hindu, dan Mormon. Hanya 18 sekte agama

diakui (2012).17

Jumlah populasi Lebanon 6,229,794 (Juli 2017) dengan struktur umur

penduduk Lebanon sebagai berikut:18

 0-14 tahun: 24,09% (laki-laki 768,282 / perempuan 732,773)

 15-24 tahun: 16,42% (laki-laki 523.380 / perempuan 499.582)

 25-54 tahun: 44,79% (laki-laki 1,412,114 / perempuan 1,378,464)

 55-64 tahun: 7,91% (laki-laki 232.198 / perempuan 260.685)

 65 tahun ke atas: 6,78% (laki-laki 183,995 / perempuan 238,321)

(2017)

Sebagian besar penduduknya tinggal di atau dekat pantai Mediterania, dan

sebagian besar tinggal di sekitar ibu kota, Beirut; Kondisi pertumbuhan yang

menguntungkan di Lembah Bekaa, di sisi tenggara Pegunungan Libanon, telah

menarik perhatian para petani dan dengan demikian daerah tersebut menunjukkan

kepadatan penduduk yang lebih kecil.

Imigran yang ada di Lebanon lebih banyak dibanding dengan penduduk

asli dimana ada sekitar 16 juta, atau lima kali lipat dibanding jumlah penduduk

asli. Keturunan asli bangsa Lebanon yang tersebar di seluruh dunia banyak berada

di Brasil dan juga tersebar pada Argentina, Australia, Kanada, Kolombia,

Perancis, Britania Raya, Meksiko, Venezuela dan Amerika Serikat juga memiliki

17
Ibid
18
Ibid
53

komunitas Lebanon yang besar. Komposisi warga Lebanon dari 16 juta jiwa

adalah orang Kristen yang melarikan diri saat perang saudara pada tahun 1975-

1990 sebelum perang. Lebanon merupakan jumlah persentase penduduk Kristen

terbesar sebagai Negara Arab.

Pengungsi Palestina di Lebanon sebanyak 394.532 jiwa telah terdaftar di

pada United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) sejak 1948. Dengan

terjadinya perang saudara Suriah, Lebanon kebanjiran arus pengungsi Suriah

sekitar 1,5 juta jiwa dimana hanya 1.067.785 jiwa yang terdaftar. Hal ini

menjadikan Lebanon menjadikannya menampung jumlah pengungsi Suriah

terbesar kedua di dunia.

4.1.4. Ekonomi Lebanon

Lebanon memiliki ekonomi pasar bebas dan tradisi komersial laissez-faire

yang kuat. Pemerintah tidak membatasi investasi asing,namun iklim investasi

terganggu birokrasi, korupsi, keputusan perizinan sewenang-wenang, prosedur

kebiasaan yang kompleks, pajak tinggi, tarif, biaya, Undang-Undang kuno, dan

lemahnya hak kekayaan intelektual. Perekonomian Lebanon berorientasi pada

pelayanan; sektor pertumbuhan utama meliputi perbankan dan pariwisata.

Perang sipil 1975-90 telah merusak infrastruktur ekonomi Lebanon secara

serius, mengurangi separuh output nasional, dan menggagalkan posisi Lebanon

sebagai pusat investasi dan telekomunikasi Timur Tengah. Lebanon membangun

kembali sebagian besar infrastruktur fisik dan keuangan yang dilanda perang

dengan meminjam banyak, kebanyakan dari bank domestik yang membebani

pemerintah dengan beban utang yang sangat besar. Ikrar reformasi ekonomi dan
54

keuangan yang dilakukan pada konferensi donor internasional yang terpisah

selama tahun 2000 sebagian besar tidak terpenuhi termasuk yang dilakukan

selama Konferensi Donor III Paris pada tahun 2007, setelah perang Juli 2006.

Spillover dari konflik Suriah, termasuk masuknya lebih dari 1,1 juta

pengungsi Syiria yang terdaftar, telah meningkatkan ketegangan internal dan

memperlambat pertumbuhan ekonomi ke kisaran 1-2% di tahun 2011-16, setelah

empat tahun rata-rata tumbuh 8%. Pengungsi Suriah telah meningkatkan pasokan

tenaga kerja, namun disalahkan karena mendorong lebih banyak orang Lebanon

untuk menganggur. Defisit fiskal yang kronis telah meningkatkan rasio hutang

terhadap PDB Lebanon, yang tertinggi ketiga di dunia. Sebagian besar utang

dipegang secara internal oleh bank-bank Lebanon. Lemahnya pertumbuhan

ekonomi membatasi penerimaan pajak, sementara pengeluaran pemerintah

terbesar tetap membayar hutang, gaji pegawai pemerintah, dan transfer ke sektor

kelistrikan. Keterbatasan ini membatasi pengeluaran pemerintah lainnya,

membatasi kemampuannya untuk berinvestasi dalam perbaikan infrastruktur yang

diperlukan, seperti air, listrik, dan transportasi.19

Perekonomian Lebanon dari pertanian dan peternakan seperti jeruk,

anggur, tomat, apel, sayuran, kentang, buah zaitun, tembakau; domba, kambing.

Perekonomian Lebanon juga tergerakan dari perbankan, pariwisata, pengolahan

makanan, anggur, perhiasan, semen, tekstil, mineral dan produk kimia, produk

kayu dan mebel, penyulingan minyak, pabrikasi logam.20

19
Ibid
20
Ibid
55

4.1.5. Sosial Budaya Lebanon

Dilihat dari sosiologis masyarakat Lebanon dikategorikan sebagai

masyarakat dengan sistem sectarian yang didasarkan pada agama. Sektarian

tersebut juga berdampak pada urusan politik (confessionalism politic). Dengan

jumlah warga Lebanon berjumlah kurang lebih 4 juta jiwa, ditambah dengan

warga asing lainnya, (imigran/pekerja/pengungsi) kurang lebih 1,5 juta jiwa,

menyumbangkan tatanan kehidupan sosial pada penduduk Lebanon secara umum.

Setelah perang saudara di tingkat grassroot pembagian wilayah /

distriknya berdasarkan agama dan sekte.Masyarakat Lebanon ternyata cukup

terbuka dalam pergaulan, keterbukaan ini didasarkan letak geografis Lebanon di

wilayah persimpangan kebudayaan Eropa dan Asia/Arab dikarenakan arus para

pendatang sejak dulu. Warga Lebanon cenderung lebih berpendidikan dan lebih

moderat dibandingkan dengan warga Arab disekitarnya.

Di Lebanon ikatan kekeluargaan masih penting tetapi tetap menghargai

kebebasan individu, tetapi. Pola hidup modern, terbuka, dinamis dan konsumtif

juga dianut oleh warga Lebanon. Di Lebanon simbol keberhasilan diukur dari

memiliki pengaruh dan kekayaan maka banyak warga Lebanon berjuang untuk

itu. Keterbukaan pergaulan antara laki-laki dan perempuan pada warga Lebanon

juga lebih baik dari negara Arab lainnya. Kesetaraan pendidikan antara wanita dan

laki-laki juga berimbang dengan baik.

Keberagaman warga Lebanon memiliki daya tarik tersendiri diantara

negara-negara Arab. Dominasi dua agama yaitu Kristen dan Islam juga terjadi di

Lebanon. Dalam dua agama besar tersebut masing-masing warga Lebanon juga
56

terbagi-bagi didalam sekte-sekte. Seperti warga yang beragama Islam tidak hanya

beraliran Sunni, tapi juga sekte Shiah, Druze dan Alawite. Sama halnya dengan

Kristen, ada yang menganut Kristen Maronite, Katolik, Protestan, Orthodox,

Anglican dan Armenian. Bahkan ada yang menganut agama Yahudi meskipun

sebagian besar sudah berhijrah ke Israel. Lebanon contoh harmonis hidup berbeda

agama walaupun itu juga salah satu pemicu konflik.

Di Lebanon penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi selain itu juga

dipakai bahasa Perancis dan Inggris. Para pejabat pemerintah dan masyarakat

menengah ke atas biasanya menggunakan bahasa Perancis sedangkan Bahasa

Inggris sudah biasa dipakai terutama dalam bidang bisnis dan pendidikan. Selain

itu juga digunakan bahasa lainnya seperti bahasa Armenia.

4.1.6. Politik Lebanon

Sistem ketatanegaraan Lebanon adalah republik demokratis parlementer,

yang memberlakukan sebuah sistem khusus yang dikenal sebagai

konfesionalisme. Sistem republik demokratis parlementer dimaksudkan untuk

menjamin bahwa konflik sektarian akan dapat dihindari dengan distribusi secara

demografis berdasarkan aliran keagamaan pada pemerintahan. Maka posisi

jabatan pada pemerintahan diatur sedemikian rupa seperti Presiden Lebanon dari

seorang Kristen Katolik Maronit, Perdana Menteri seorang Muslim Sunni, Wakil

Perdana Menteri seorang Kristen Ortodoks, dan Ketua Parlemen seorang Muslim

Syi’ah. Pembagian jabatan ini hasil dari persetujuan tidak tertulis tahun 1943

antara Presiden (Maronit) dan Perdana Menteri waktu itu (Sunni) dan baru

diformalkan dengan konstitusi pada tahun 1990.


57

Kemudian pada kursi di parlemen dimana distribusi ke-128 kursi parlemen

yang dibagi dua antara Muslim dan Kristen. Sebelum 1990 perbandingannya

adalah 6 : 5 hal ini menunjukkan keuntungan pada pihak Kristen. Setelah perang

saudara 1975-1990 berakhir maka penyesuaian perbandingan secara adil dari

kedua pemeluk agama tersebut dilakukan.

Masa jabatan Presiden enam tahun dan dipilih oleh Parlemen dan tidak

dapat dipilih kembali lagi sampai enam tahun sejak akhir masa jabatan

pertama. Presiden menunjuk Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri setelah

berkonsultasi dengan Parlemen. Berdasarkan kesepakatan tahun 1943 maka

Presiden harus berasal dari agama Maronit, Perdana Menteri Sunni, dan

Ketua Parlemen Syiah. Sistem konfesional ini berdasarkan pada data sensus 1932

yang menunjukkan Kristen Maronit menjadi agama mayoritas. Dan untuk

mengamankan posisi konsesus tersbut pemerintah Lebanon terus menolak untuk

melakukan sensus baru.

Legislatif Lebanon disebut Majelis Perwakilan atau Majlis al-Nuwab,

dalam bahasa Arab. Berdasarkan reformasi Perjanjian Ta'if 1989 dengan jumlah

kursi sama antara Kristen dan Islam maka sejak pemilu tahun 1992 Parlemen

mempunyai 128 anggota. Anggota parlemen memiliki masa jabatan empat tahun,

kemudian telah diperpanjang sampai lima tahun. Kursi di Parlemen

didistribusikan berdasarkan agama tetapi dipilih secara langsung dengan hak pilih

universal. Mereka tidak hanya mewakili warga yang seagama, tetapi, semua calon

di suatu daerah pemilihan, terlepas dari afiliasi agama, harus menerima jumlah

suara yang cukup, termasuk pengikut dari semua agama. Sistem ini dirancang
58

untuk meminimalkan kompetisi antar sektarian dan memaksimalkan kerjasama

antar agama. Calon hanya akan berhadapan dengan yang seagama, tetapi harus

mencari dukungan dari luar agamanya untuk terpilih. Partai oposisi, Perkumpulan

Qornet Shehwan, sebuah kelompok yang menentang pemerintahan pro-Suriah

terdahulu, mengklaim bahwa daerah pemilihan yang dibuat memungkinkan

Muslim Syiah dipilih dari daerah pemilihan mayoritas Syi'ah (dimana Hizbullah

berkuasa), sedangkan banyak Kristen ditempatkan di daerah pemilihan mayoritas

Muslim, memaksa para calon dari Kristen untuk mewakili kepentingan Muslim.

(Tuduhan serupa, tetapi sebaliknya, terjadi pada pemerintahan Chamoun di tahun

1950-an).

Yudikatif Lebanon berdasarkan pada hukum sipil. Yudikatif Lebanon

terdiri dari: Pengadilan Biasa yaitu Pengadilan Kasasi, Pengadilan Banding (di

pusat kegubernuran) dan Pengadilan tingkat Pertama. Kemudian Pengadilan

Khusus yaitu Dewan Konstitusional untuk membahas konstitusionalitas undang-

undang, Dewan tertinggi mendengar tuduhan terhadap presiden dan perdana

menteri. Pengadilan militer yang juga memiliki yurisdiksi atas warga sipil untuk

kejahatan spionase, pengkhianatan dan kejahatan lainnya yang dianggap berkaitan

dengan keamanan.

4.2. Konflik di Lebanon

Golongan Kristen Maronit menjadi golongan tertua di Lebanon sejak abad

ke-7. Kristen Maronit pada prinsipnya sama dengan Katolik Roma, golongan ini

menggunakan bahasa Syria dan Arab dalam upacara keagamaan. Sementara itu,
59

golongan Syiah Ismailiyah, dan Druze (salah satu sekte dari Ismailiyah) Lebanon

pada abad ke-11, tepatnya pasca keruntuhan Dinasti Fatimiyah. Golongan Sunni

memasuki Lebanon pada tahun 1289 bersamaan dengan dinasti Mamluk

memasuki Lebanon.

Sunni menjadi golongan dominan di Lebanon pada masa dinasti Mamluk

dan pasca takluknya dinasti Mamluk oleh Turki Utsman posisi Sunni dominan

tergeser oleh golongan Druze. Dominasi perpolitikan Druze hingga awal abad ke-

17. Dengan semakin kuatnya pemerintahan Druze ketika di bawah pimpinan Amir

Fakruddin II, maka Utsmani terpaksa menyingkirkan golongan Druze. Utsmani

membagi Lebanon Utara kepada keluarga Hamadeh (Syiah), sementara Lebanon

Selatan berada dalam pengawasan gubernur Utsmani yang berkedudukan di

Sidom. Kondisi ini bertahan hingga akhir abad ke-17, karena pada tahun 1697

keamiran Lebanon berada di keluarga Syihab. Pada tahun 1756, keluarga Syihab

memeluk Kristen Maronit, sekaligus menandai kebangkitan Maronit sebagai

kekuatan politik yang paling dominan di Lebanon. Sebaliknya, pada periode ini

cukup banyak orang Druze yang mengungsi ke pegunungan Hawran di Suriah,

pegunungan ini sekarang dikenal dengan nama Jabal Druz (Gunung Druze).

Awal abad ke-19, tercatat golongan Maronit, dan Druze merupakan

golongan yang paling sering berkonflik. Pada tahun 1820, terjadi pemberontakan

petani melawan kelas tuan tanah feodal. Gerakan Maronit, juga menyebabkan

meningkatnya ketegangan dengan warga Druze, yang dalam merespon tekanan

dari Maronit, melakukan pengorganisasian, dan penyatuan kelompok. Sejumlah

kebijakan Bashir II (1788-1840), raja Lebanon, mempolarisasikan situasi ini.


60

Bashir berusaha memusatkan kekuasaanya, dan menekan rival-rivalnya, utamanya

para pemuka suku Druze. Bashir menghancurkan kekuatan Druze pada 1825

kemudian berafiliasi dalam invasi Muhammad Ali terhadap Suriah dan Lebanon

pada tahun 1831. Kemudian pada tahun 1840 pihak Inggris dan Perancis

berkepentingan mengusir Mesir, dan mendukung perlawanan Maronit terhadap

kediktatoran Bashir dan terhadap otoritas Mesir. Ketika Bashir diturunkan dari

kekuasaanya, Maronit dan Druze tetap dalam keadaan berkonflik, sehingga negara

tidak terkendalikan dan kekacauan terus berlangsung.

Keterlibatan Perancis dalam peperangan yang ada di Lebanon dimana

adanya jalinan hubungan baik sejak Kristen Maronit membantu pasukan Prancis

pada perang Salib abad ke-12. Dengan dukungan Prancis pemerintahan baru

Lebanon yang disebut Sanjaq atau Mutassarifiyah (pemerintah provinsi) dapat

terbentuk. Pembentukan Sanjaq ini secara resmi mengakhiri dominasi Druze dan

menjadikan Maronit sebagai kelompok paling dominan karena penguasa Utsmani

menempatkan seorang Turki Kristen untuk menduduki jabatan gubernur sesuai

dengan kesepakatan antara Utmani dan Prancis.

Konflik yang berkepanjangan sebelum abad ke-19 memberikan gambaran

dimana Lebanon menjadi salah satu daerah Timur Tengah yang rawan konflik dan

konflik berlanjut kemudian pada abad 21.21 Kemudian pada abad-20 ketika

Lebanon masuk sebagai wilayah administrasi Perancis terjadi perluasan wilayah

Lebanon dimana awalnya mencakup daerah pegunungan yang didominasi orang-

orang Maronit, dan Druze. Wilayah Lebanon yang luas ikut menambah variasi

21
http://wawasansejarah.com/sejarah-konflik-di-lebanon/, diakses tanggal 10 September 2017,
Pukul 1.05 WIB.
61

kelompok di Lebanon. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi seperti lembah

Biqa didominasi oleh orang-orang Syi’ah dan Katolik Yunani, daerah-daerah

pesisir pantai didominasi oleh orang-orang Sunni dan Ortodoks Yunani, daerah

selatan dihuni orang-orang Syiah serta daerah utara di mana orang-orang Sunni

menjadi mayoritas. Distribusi ini juga berdampak dengan tidak adanya dominasi

kelompok sebagai contoh Maronit sebagai kelompok terbesar di Lebanon hanya

mencakup 30% dari jumlah penduduk Lebanon secara keseluruhan.

Perluasan wilayah Lebanon oleh Perancis tidak terlepas pada faktor

ekonomi. Sebelum perluasan geografis Lebanon yang hanya terdiri atas daerah

pegunungan, daerah tersebut kurang memliki prospek dalam ekonomi. Prancis

melihat daerah pesisir mempunyai potensi ekonomi lebih besar, untuk

menghasilkan sumber devisa.

Penggabungan daerah pegunungan dan daerah pantai yang dilakukan oleh

Prancis justru telah menanamkan benih-benih perpecahan yang lebih kompleks

dibandingkan konflik-konflik sebelumnya. Walaupun keinginan golongan

Maronit sebagai kelompok mayoritas telah terpenuhi, Prancis tetap mendorong

Maronit sebagai kekuatan sosial-politik yang paling dominan dan didukung

dengan Pakta Nasional (al-Mitsaq al-Wathani) tahun 1943.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa Pakta Nasional 1943

mengatur bahwa presiden harus berasal dari golongan Kristen Maronit, perdana

menteri dari golongan Sunni, dan ketua parlemen dari golongan Syi’ah. Parlemen

beranggotakan 99 orang, yang terdiri dari 30 Maronit, 20 Sunni, 19 Syi’ah, 11

Ortodoks Yunani, 6 Druze, 6 Katolik Yunani, 5 Armenia, dan 2 golongan Kristen


62

lain. Pakta ini disponsori oleh Prancis dan disetujui pimpinan Maronit, Bisyara al-

Khuri, dan pimpinan Sunni, Riyad al-Sulih. Pakta ini membuat kelompok Maronit

mendominasi perpolitikan Lebanon, tanpa melihat dampak yang akan ditimbulkan

pada masa yang akan datang.

Pakta Nasional 1943 sendiri dibuat berdasarkan sensus yang diadakan

pada tahun 1932, yang juga diselenggarakan oleh Prancis. Sensus tersebut

menghasilkan komposisi demografi Lebanon sebagai berikut:

Tabel 4.1 Komposisi Demografi Lebanon

Golongan Jumlah Persentase


Maronit 261.043 30 %
Sunni 182.842 21 %
Syi’ah 158.425 18 %
Ortodoks Yunani 90.275 10 %
Druze 56.812 6.5 %
Katolik Yunani 52.602 6%
Armenia 34.296 4%
Yahudi 10.469 1%
Lain-lain 27.117 3.5
Sumber:http://wawasansejarah.com/sejarah-konflik-di-lebanon/, diakses
tanggal 10 September 2017, Pukul 1.05 WIB

Prancis tidak memprediksi dampak Pakta 1943 atas pembagian tersebut

justru menyeret Lebanon kedalam pusaran konflik antar kelompok dengan

kompleksitas lebih tinggi jika dibandingkan konflik-konflik sebelumnya. Dengan

merdekanya Lebanon pada 22 November 1943, otomatis rakyat Lebanon mulai

mengatur pemerintahan mereka secara mandiri. Dengan posisi di tepi Laut

Tengah, mengakibatkan Lebanon menjadi transit arus lalu lintas perdagangan dari

tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa dan hal tersebut memiliki nilai strategis.

Posisi tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Lebanon pasca merdeka.


63

Selain perdagangan sebagai penyumbang devisa terbesar Lebanon, perbankan

menjadi penyumbang utama devisa negara dengan sumbangan dua pertiga GNP.

Maka Lebanon selain dikenal sebagai pusat perdagangan penting Timur Tengah,

juga dikenal sebagai pusat perbankan.Sektor-sektor ekonomi Lebanon lainnya

adalah industri, pertanian dan pariwisata. Kemajuan di Lebanon membuat Beirut

sebagai ibu kota mendapat julukan sebagai permata Timur Mediterania.

Perekonomian Lebanon yang pesat selain kesejahteraan segelintir orang

juga menunjukkan ketimpangan sosial yang mencolok. Dimana hanya sekitar 4%

penduduk yang termasuk golongan sangat kaya, 14% penduduk termasuk

golongan kaya, 32% penduduk merupakan golongan sedang dan 50% penduduk

lainnya hidup dalam kemiskinan (tahun 1960).

Ketimpangan sosial tersebut menjadi salah satu penyebab utama konflik

Lebanon karena golongan kaya pada umumnya terdiri atas golongan Maronit,

sementara muslim khususnya Syi’ah dan Druze pada umumnya masuk ke dalam

50% penduduk miskin. Golongan Syi’ah, dan Druze menempati pemukiman

kumuh di kawasan Jabal’amil (Lebanon Selatan), Lembah Biqa, sekitar kota

Balbek dan Hirmil, dan di pinggiran Beirut. Hal tersebut menjadikan Syia’ah

menjadi golongan yang terdiskriminasi baik dari segi ekonomi, dan politik.

Dengan masuknya pengungsi Palestina ke wilayah Lebanon menambah

konflik. Perang Arab-Israel di Palestina yang berkecamuk pada tahun 1956.1967,

dan 1973, mengakibatkan datangnya gelombang pengungsi Palestina ke Lebanon.

Pada tahun 1980-an diperkirakan terdapat 300.000 penduduk Palestina di

Lebanon. Jika mengacu pada sensus penduduk Lebanon 1975, yang berjumlah
64

3.140.000 orang, ini menandakan jumlah orang Palestina mendekati 10% dari

keseluruhan penduduk Lebanon dan angka ini relatif besar.

Paruh kedua abad ke-20, factor-faktor penyebab konflik menjadi konflik

yang nyata di Lebanon. Masih ada realitas atas penolakan Pakta Nasional 1943

disebabkan keterpaksaan pada saat itu karena hegemoni Prancis sebagai penguasa

administratif di Lebanon. Golongan Islam menginginkan perubahan mendasar

dalam sistem politik Lebanon, yaitu sistem politik yang tidak lagi dikaitkan

dengan komunitas keagamaan. Gagasan yang ditawarkan muslim tidak mendapat

sambutan baik oleh golongan Kristen.

Kondisi yang ada akhirnya memunculkan suatu polarisasi antara pihak

yang ingin mempertahankan status quo (Maronit dan sekutunya), dan pihak yang

menghendaki perubahan. Sehingga konflik terhadap status ini menjadi peperangan

kemudian perang saudara Lebanon akhirnya pecah pada tahun 1958. Perang

tersebut dilatarbelakangi perpanjangan masa jabatan oleh usaha Presiden

Chamaoun dengan mengubah konstitusi. Tindakan Chamaoun tersebut didukung

oleh golongan Kristen dan mendapat protes keras dari golongan Islam. Akibatnya

perang saudara timbul selama enam bulan, diperkirakan sekitar 1300-2000 orang

meninggal akibat perang ini. Keterlibatan Amerika Serikat dalam peperangan

mengakhiri peperangan dan keterlibatan Amerika Serikat atas permintaan

Presiden Chamaoun.

Kemudian Chamaoun akhirnya bersedia memenuhi tuntutan golongan

Islam. Akhirnya Jenderal Fuad Syihab (1958-1964) mantan Panglima bersenjata

Lebanon menggantikan Chamaoun. Di bawah pemerintahan Fuad Syihab dan


65

penggantinya Charles Helou (1964-1970) situasi Lebanon cenderung kondusif

meskipun konflik bersenjata sesekali masih terjadi. Peran serta Mesir di bawah

kepimpinan Gamal Abdul Nasser menjadi pihak yang membantu tercapainya

situasi kondusif jangka pendek di Lebanon, dengan menjadi mediator perdamaian

orang-orang Palestina dan Lebanon. Persetujuan ini dinamakan persetujuan Kairo,

yang dicetuskan pada 2 November 1969. Palestina diwakili Yassir Arafat,

sementara Lebanon diwakili Jenderal Emile Bustani.

Usaha pembunuhan terhadap pemimpin Partai Phalangis (Maronit), Pierre

Gemayel memicu perang saudara kedua Lebanon yang terjadi pada tanggal 13

April 1975 dan dilakukan oleh gerilyawan Palestina. Pihak Maronit membalasnya

dengan melakukan pembantaian terhadap sekelompok muslim Palestina yang

berada di sebuah bis. Kedua peristiwa tersebut dengan cepat memicu perang besar

antara golongan Islam dan golongan Kristen. Pada konfrontasi tersebut golongan

Islam mendapat dukungan kekuatan dari gerilyawan Palestina. Pemerintahan

Sulayman Franjieh (1970-1976) tidak mampu meredakan situasi. Meskipun pada

bulan Januari 1976, delegasi dari Suriah atas mandat Liga Arab mencoba

mengadakan perundingan dengan kelompok yang terlibat dalam peperangan.

Usaha tersebut hanya berbuah pada kegagalan karena usulan perdamaian ditolah

oleh pihak-pihak yang berperang.

Pada pemerintahan Sarkis September 1976 mencoba membangun

angkatan bersenjata Lebanon yang terpecah dengan mengeluarkan kebijakan

bahwa angkatan bersenjata harus lepas dari kepentingan pihak-pihak yang

berkonflik tetapi kebijakan tersebut tidak banyak membuahkan hasil. Pada


66

pemerintahan Sarkis situasi Lebanon justru semakin kacau, dan rumit.

Kompleksitas peperangan yang awalnya hanya terjadi antara golongan Islam

melawan Kristen berkembang menjadi antar kelompok, baik sesama Islam dan

sesama Kristen.

Dengan terjadinya antar kelompok semakin kompleks pada Maret 1978,

Israel mencoba memanfaatkan situasi dengan untuk melakukan invasi ke

Lebanon. Invasi Israel bertujuan untuk melemahkan basis gerilyawan Palestina

yang mendukung pembentukan negara Lebanon Merdeka di kawasan Lebanon

Selatan, dimana sejak tahun 1970-an aktif melancarkan serangan ke wilayah

Israel. Pembentukan Lebanon Merdeka itu mendapat reaksi keras dari golongan

Syi’ah dan Palestina yang memang mendominasi wilayah Lebanon Selatan.

Pasukan Israel ditarik mundur setelah pasukan perdamian PBB datang.

Kemudian pada Juni 1982, Israel melancarkan serangan ke Lebanon

Selatan. Serangan Israel kali ini, dinamakan Operasi Damai untuk Galilee dimana

invasi ini sama alasannya pada invasi tahun 1978. Dengan didukung 3500 tank

serta sejumlah pesawat tempur F-15 dan F-16, Israel menggempur Lebanon.Israel

tidak hanya menyerang gerilyawan Palestina, tetapi juga menyerang kedudukan

pasukan Suriah di Lembah Biqa sehingga dapat dikatakan Israel pada waktu itu

menghadapi kekuatan gabungan Palestina-Islam dan Lebanon-pasukan Suriah.

Dalam pertempuran ini diperkirakan ribuan orang Lebanon tewas dan dari pihak

Israel sendiri 350 sampai 400 pasukannya tewas.22

22
http://wawasansejarah.com/sejarah-konflik-di-lebanon/, diakses tanggal 10 September 2017,
Pukul 1.05 WIB.
67

4.3. Korps Wanita Angkatan Darat

Sejarah Korps Wanita Angkatan Darat23 tidak terlepas dari perjalanan

sejarah perjuangan bangsa khususnya sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia

yang ikut berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan

kaum wanita Indonesia dipelopori oleh pejuang pergerakan emansipasi wanita

Indonesia yaitu R.A Kartini dan pejuang-pejuang wanita Indonesia lainnya seperti

Laksamana Malahayati, Martina Martatiahahu, Cut Nyak Dien dan lain-lain.

Kaum wanita Indonesia pada masa itu mengorganisir diri dalam kelaskaran wanita

untuk berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajahan, baik di garis depan

maupun di garis belakang dengan tugas menyelenggarakan dapur umum,

kesehatan/PMI, kurir/penghubung dan menyelenggarakan latihan-latihan serta

tugas tempur bila diperlukan. Dengan latar belakang sejarah peranan wanita dalam

perjuangan fisik membela tanah air tersebut, maka timbul ide untuk

memanfaatkan tenaga-tenaga wanita dalam organisasi Angkatan Darat yang

disesuaikan dengan harkat dan kodrat kewanitaan dalam pelaksanaan tugasnya

dengan membentuk Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD).

Pada masa pengembangan dan penyempurnaan Organisasi Angkatan

Darat, terasalah adanya bidang-bidang penugasan yang akan lebih tepat kalau

dilakukan oleh wanita, antara lain bidang-bidang yang membutuhkan ketelitian,

ketekunan , kesabaran dan sifat-sifat keibuan yang menjadi kodrat wanita. Dengan

memberikan tugas-tugas tersebut kepada wanita diharapkan akan tercapai hasil

guna dan daya guna yang lebih besar. Penggunaan tenaga wanita bukanlah suatu
23
Keputusan Dankodiklat TNI AD Nomor Kep/ /XI/2011 tanggal November 2011 tentang
Sejarah Korps Wanita Angkatan Darat.
68

kemunduran atau kelemahan dan juga mengikutsertakan tenaga Militer Wanita

yang mahir, terampil dan terlatih bersama dengan tenaga pria diharapkan akan

tecapai efisiensi dalam organisasi. Gagasan tersebut diperkuat dengan pengalaman

dalam perang kemerdekaan dimana kaum Wanita Indonesia telah ikutserta

memberikan Dharma Bhaktinya berdasarkan kesadaran sendiri, baik digaris depan

maupun digaris belakang.

Gagasan Pembentukan Kowad muncul dari Kolonel dr. Sumarno yang

pada saat itu menjabat sebagai Asisten–3/Personil Kasad sangat menginginkan

tenaga wanita dalam bidang tertentu. Pengalaman beliau sebagai seorang dokter

dimasa perang kemerdekaan menyatakan bahwa peranan para perawat wanita

sangat besar dalam mendukung dan membantu tugas beliau, mereka bukan militer

tetapi disaat damai mereka adalah anggota/pegawai Rumah Sakit Angkatan Darat,

alangkah lebih efisiennya apabila mereka dijadikan sebagai anggota militer.

Gagasan untuk menggunakan tenaga wanita dalam organisasi Angkatan Darat

ternyata tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada bahkan dalam

Undang-undang Dasar 1945 pasal 30 tercantum bahwa setiap warga negara

berhak dan wajib ikutserta dalam usaha pembelaan negara. Disamping itu dalam

Undang-Undang No.29/1945 juga dinyatakan bahwa tidak seorang warga

negarapun dapat dihindarkan untuk turut serta dalam pertahanan negara.

Kemudian dalam memori penjelasan dimuat antara lain keyakinan pemerintah

tentang bagian-bagian yang terdapat didalam angkatan perang, disamping tenaga

pria dapat juga digunakan tenaga wanita. Bahkan mungkin pula terdapat bagian-

bagian yang lebih efisien bila dikerjakan oleh wanita, dengan demikian akan
69

tercapai efisiensi dalam organisasi Angkatan Darat. Selain ketentuan-ketentuan

yang ada membenarkan dibentuknya Korps Wanita Angkatan Darat, pimpinan

pada waktu itu menyadari bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang baru dalam

Sejarah Perjuangan Wanita Indonesia. Dengan demikian gagasan tersebut perlu

dikemukakan pada organisasi wanita untuk menghasilkan ide-ide, saran serta

dukungan moril dari wanita sendiri. Dalam pertemuan pertama yang dipimpin

oleh Deputy II Kasad Kolonel A.Yani dihadiri oleh 24 orang Perwira Angkatan

Darat dan 26 orang tokoh wanita dari berbagai organisasi menghasilkan mendapat

dukungan dari kaum wanita, karena itu berarti suatu kemajuan dalam sejarah

bangsa Indonesia pada umumnya dan Wanita Indonesia pada khususnya.

Disamping memberikan dukungan bagi terbentuknya Korps Wanita Angkatan

Darat pada saat itu juga disampaikan saran bahwa dalam penugasan yang

diberikan kepada Kowad tidak untuk tempur (non combat) dan tetap diperhatikan

sifat-sifat kewanitaannya.Korps Wanita Angkatan Darat ditetapkan pada tanggal

21 Desember 1960 namun hari Kowad ditetapkan jatuh pada tanggal 22 Desember

1960.

Berbicara peran Kowad dalam misi perdamaian PBB di Lebanon tidak

terlepas pada konsep peran itu sendiri.Pada konsep dan defenisi militer dapat

diartikan sebagai kelompok yang memegang senjata dan merupakan organisasi

kekerasan fisik yang sah untuk mengamankan negara dari ancaman luar negeri

maupun dalam negeri. Militer juga dapat didefinisikan sebagai sebuah organisasi

yang diberi wewenang oleh negara untuk menggunakan kekuatan termasuk

menggunakan senjata dalam mempertahankan bangsanya ataupun untuk


70

menyerang negara lain. Dari pengertian yang dikemukakan diatas dapat dikatan

bahwa pengertian militer secara universal adalah institusi bukan sipil yang

mempunyai tugas dalam bidang pertahanan dan keamanan, dalam hal ini militer

merupakan suatu lembaga, bukan individu yang menduduki posisi dalam

organisasi militer.

Dalam konteks penelitian ini melihat militer Korps Wanita Angkatan

Darat (Kowad) dalam menjalankan Peace Keeping Operation sebagai pasukan

perdamaian PBB yang bertugas dalam menangani konflik di Lebanon.

4.4. Kebijakan Pengiriman Kowad dalam PKO

Indonesia telah berperan aktif, dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB

sejak 1957. Bahkan saat ini Indonesia jadi salah satu negara pengirim personel

terbesar dari Asia Pasifik dengan total 35 ribu personil peacekeepers yang pernah

dikirim Indonesia. Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sesuai

dengan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 senantiasa diwujudkan malalui partisipasi dan kontribusi aktif

Indonesia di dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB (UN Peacekeeping

Operations/UN PKO).

Dalam konteks internasional, partisipasi tersebut merupakan indikator

penting dan konkrit dari peran Indonesia dalam memberikan kontribusi dalam

menjaga perdamaian dan keamanan internasional.Sedangkan dalam konteks

nasional, keterlibatan tersebut merupakan sarana peningkatan profesionalisme


71

individu dan organisasi yang terlibat secara langsung dalam penggelaran operasi

internasional.

Jumlah personel Indonesia yang tengah bertugas dalam berbagai UN PKO

(sesuai data United Nations Department of Peacekeeping Operations per 31

Agustus 2017) adalah sejumlah 2.713 personel, dan menempatkan Indonesia di

urutan ke-12 dari 124 Troops/Police Contributing Countries (T/PCC). Personel

dan Pasukan Kontingen Garuda tersebut bertugas di 10 (sepuluh) MPP PBB, yaitu

UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur,Sudan), MINUSCA (Repubik Afrika

Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali),

MINURSO (Sahara Barat), MINUSTAH (Haiti), UNMIL (Liberia), UNMISS

(Sudan Selatan), dan UNISFA (Abyei, Sudan). Indonesia adalah negara

penyumbang personel pasukan terbanyak pada misi UNIFIL (Lebanon) dengan

jumlah 1,289 personel dimana Wan TNI nya berjumlah 29 orang. 24

Guna mendukung kelancaran dan mendorong peningkatan partisipasi

Indonesia pada MPP PBB, telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Pembentukan Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian

(TKMPP) melalui Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2011.

2) PenetapanVision 4,000 Peacekeepers yang telah dibakukan dalam

suatu peta jalan (Roadmap)guna menempatkan Indonesia pada jajaran

10 besarnegara penyumbang personel pada MPP PBB melalui

kontribusi hingga 4.000 personel di tahun 2019. Untuk itu, Menteri

Luar Negeri RI selaku Ketua TKMPP telah menerbitkan Peraturan

24
PMPP TNI. 2017. Paparan Mayjen.Imam. Operasi Perdamaian Dunia, Peacekeeping Mission.
Mabes TNI.
72

Menteri Luar Negeri RI No. 5 Tahun 2015 Tentang Peta Jalan Visi

4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019sebagai acuan

strategis dalam mewujudkan Vision 4,000 Peacekeepers tersebut;

3) Pendirian Pusat Misi Pemeliharaan perdamaian (PMPP) TNI sebagai

pusat pelatihan personel TNI yang akan dikirimkan ke MPP PBB,

sekaligus hub bagi pusat pelatihan serupa di kawasan. Kedepannya

Kepolisian RI juga akan membangun pusat pelatihan bagi personel

Polri yang akan dikirimkan ke MPP PBB;

4) Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015 tentang

Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian. Perpres ini menjadi

landasan hukum payung bagi pengiriman personel dan pasukan

Indonesia pada berbagai MPP, baik yang digelar oleh PBB maupun

organisasi regional.

Pemerintah dalam kebijakannya mengirim Wanita TNI dalam PKO selain

menargetkan angka tetapi juga kualitas.Sejauh ini sudah ada 20 personel wanita

yang dikirimkan Indonesia, dalam pasukan perdamaian PBB. Tapi jumlahnya

ditargetkan akan meningkat jadi lebih dari 100 personel. 25

Peran wanita female peacekeepers terkadang masih diremehkan karena

dianggap bahwa perempuan itu tidak mampu, pasif, emosional, lemah dan terlalu

sensitif sehingga tidak mungkin dapat bersikap tegas dan berhati tangguh dalam

menjalankan tugas di daerah konflik. Sedangkan ada anggapan bahwa laki-laki

lebih agresif, objektif, logis dan mampu menjalankan semua tugas kemiliteran

25
http://www.viva.co.id/berita/dunia/653689-ri-kirim-wanita-jadi-pasukan-perdamaian-pbb,
diakses tanggal 16 Oktober 2017, pukul 23.37 WIB.
73

tanpa bantuan perempuan, karena menganggap bahwa perempuan yang terlibat

dalam proses resolusi konflik akan menjadi batu sandungan bagi keberhasilan

penciptaan proses perdamaian. Tetapi hal-hal tersebut terbantahkan sebab,

perempuan memiliki potensi yang luar biasa sebagai negosiator untuk membantu

pasukan perdamaian dalam menyelesaikan konflik dan menjembatani perbedaan

antara pihak-pihak yang berkonflik, sehingga partisipasi perempuan dalam misi

pemeliharaan perdamaian harus ditingkatkan.

Wanita juga berhak atas adanya kesetaraan kesempatan dan membuka

peluang bagi integrasi perempuan pada pembuatan kebijakan luar negeri dan

peranan aktifnya dalam militer.Female peacekeepers sangat penting peranannya

mengingat tugas yang diemban oleh peacekeeping forces semakin kompleks dari

waktu ke waktu, antara lain tidak hanya mengawasi gencatan senjata (yang

merupakan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatan kemiliteran), melainkan

juga tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatan non militer, seperti

menumbuhkan fungsi administrasi sipil, memfasilitasi proses politik seperti

menjalankan pemilihan umum, mempromosikan HAM, menjaga tatanan dan

hukum sipil, serta mendukung usaha rekonstruksi pasca konflik. Upaya

rekonstruksi pasca konflik seperti di Lebanon harus dijalankan dengan perhatian

yang lebih besar, mengingat masyarakat di negara yang berkonflik seperti

Lebanon masih menyimpan trauma dan sensitifitas yang tinggi atas memori yang

terekam dalam kepala mereka selama konflik berlangsung.Disinilah female

peacekeepers berperan penting untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat

dan secara perlahan membantu membangun kepercayaan masyarakat bahwa


74

mereka juga memiliki kesempatan besar untuk merasakan kehidupan yang penuh

kedamaian.Hal ini dibuktikan dengan peran Kowad yang tergabung pada UNIFIL

di Lebanon.

Menitikberatkan dampak perang adalah wanita dan anak-anak menjadi

argumentatif yang cukup kuat dalam peningkatan secara persentase keterlibatan

wanita dalam PKO.Banyak korban perempuan dan anak gadis yang lebih nyaman

untuk menceritakan masalahnya kepada perempuan dibandingkan kepada laki-laki

yang berbeda secara psikologis.Apalagi, dalam sebuah konflik, perempuan selalu

berada dalam situasi yang dirugikan.Padahal, sejumlah ahli psikologi

perkembangan perempuan mengatakan bahwa perempuan itu pada dasarnya

mencintai perdamaian, mampu untuk mengatakan, mengajarkan dan melestarikan

perdamaian serta tidak menyukai tindakan-tindakan yang berbau kekerasan. Maka

sudah saatnya dunia mewujudkan kesetaraan gender dan memasukkan lebih

banyak peranan perempuan dalam misi perdamaian secara persentase.

Secara signifikan juga PBB menyadari bahwa keberadaan female

peacekeepers sangat penting dalam misi perdamaian, bukan hanya isu kesetaraan

gender tetapi tentara wanita memiliki potensi besar untuk melahirkan perdamaian.

Maka DK-PBB berperan dengan mengeluarkan Resolusi No. 1325 pada tahun

2000 (Security Council Resolution on Women, Peace and Security) yang

merupakan resolusi pertama yang dilahirkan DK-PBB yang membahas

signifikansi peranan perempuan dalam menciptakan perdamaian. Kesadaran DK-

PBB juga harusnya diikuti oleh negara-negara anggotanya dalam melihat

sejauhmana signifkan dan efektivitas pelaksanaan tugas.


75

Relevansi data, fakta dan solusi atas penyelesaian dampak konflik pada

wilayah-wilayah yang dilanda perang maka Resolusi 1325 menjadi kerangka yang

membuat perempuan dan perspektif gender menjadi relevan dengan proses

perdamaian, melakukan negosiasi dalam pembicaraan damai, restorasi bagi

masyarakat yang porak poranda akibat konflik serta rekonstruksi pasca perang.

Artinya Resolusi 1325 bisa mengubah pandangan terhadap perempuan yang

dulunya sebagai korban konflik, bergeser menjadi negosiator dan pelaku

perdamaian. Dalam mendukung pelaksanaan Resolusi 1325, maka pada tahun

2006, Department of Peacekeeping Operations (DPKO) PBB mengeluarkan

kebijakan mengenai Gender Equality in UN Peacekeeping Operations dan merilis

Global Action Plan 1325 yang menyatakan perlunya peningkatan peran

perempuan dalam misi perdamaian PBB. Disaat yang sama, anggota PBB juga

diwajibkan untuk membuat agenda nasional bagi penerapan Resolusi 1325,

termasuk rekrutmen perempuan dalam operasi perdamaian. Tuntutan untuk

penerapan Resolusi 1325 akan berdampak pada peran perempuan dalam

pencegahan dan penyelesaian konflik, perlindungan HAM perempuan dalam

konflik, dan kesetaraan gender dalam setiap proses perdamaian. Indonesia mulai

mengupayakan hal tersebut pada saat ini.

Isu gender juga harus sudah mulai mengikis opini yang selama ini dalam

pelaksanaan PKO dimana kemampuan tentara perempuan masih kalah jauh

dibandingkan tentara laki-laki. Hal ini diyakini bukan karena sifat perempuan

yang lebih lemah daripada laki-laki, melainkan karena para perempuan belum

banyak diberi kesempatan dan peluang untuk menunjukkan kemampuan sebagai


76

prajurit yang tangguh. Dalam hal kemiliteran, perempuan harus ditempa pada titik

maksimal, tetapi sebaliknya juga harus dididik dengan keras agar terbentuk

mental pejuang yang jika dikirimkan ke medan konflik akan dapat menjalankan

tugasnya dengan baik.Maka pembekalan untuk meningkatkan kemampuan tentara

perempuan secara akademis dan praktek harus juga ditingkatkan.

Pengiriman Wan TNI termasuk Kowad untuk misi pemeliharaan

perdamaian, teori feminisme tidak bisa dipraktekkan di lapangan, setidaknya

dalam kemiliteran di Indonesia dan di negara berkembang lainnya.Yang dapat

dimaksimalkan adalah banyaknya jumlah personel yang dikirimkan (kecuali

personel perempuan yang terbatas). Pemerintah Indonesia tidak boleh hanya

dibutakan untuk memenuhi azas keterwakilan secara persentase semata untuk

mengirim Wan TNI yang akhirnya justru melupakan keselamatan tentara

perempuan dan kepentingan nasional Indonesia, serta melupakan apa esensi

perdamaian itu sendiri yaitu untuk meminimalisasi korban dan mencegah

pecahnya konflik berkelanjutan. PBB dan pemerintah Indonesia harus mendukung

operasi pemeliharaan perdamaian yang menjunjung tinggi kesetaraan gender

(gender-responsive peacekeeping),serta membuat rencana aksi nasional untuk

melaksanakan Resolusi DK-PBB 1325 dengan cara memberikan pelatihan bagi

Wan TNI sehingga mampu menjalankan tugas sebagaimana tentara laki-laki. PBB

dan pemerintah Indonesia harus memberikan fasilitas dan infrastruktur yang

memadai bagi Wan TNI karena tidak bisa dibantah bahwa fasilitas untuk

perempuan dan laki-laki tidaklah sama khususnya ketika tentara perempuan

diterjunkan langsung ke medan konflik.


77

Tujuan utama pengiriman pasukan PBB adalah perdamaian tetapi

perdamaian itu akan lebih cepat tercapai apabila Wan TNI yang mempunyai

kemampuan berperang, bernegosiasi dan bersosialisasi juga semakin ditambah

keterlibatannya dalam misi perdamaian. Konflik bersenjata akan tetap menjadi

ancaman bagi perdamaian umat manusia dimasa mendatang dan operasi

pemeliharaan perdamaian akan tetap dibutuhkan untuk mengurangi atau

menghilangkan ancaman terhadap perdamaian tersebut. Tetapi perdamaian bukan

hanya tercipta ketika konflik selesai melainkan merupakan suatu proses

berkesinambungan yang bisa tercapai jika ada sistem demokrasi yang kuat,

masyarakat yang bersatu dan pembangunan sosial ekonomi yang baik dan

berkembang.
BAB V

PERAN KOWAD DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON

5.1. Kowad dalam Peacekeeping Operationdi Lebanon

Misi yang diemban Kowad dalam PKO adalah misi kebijakan luar negeri

Indonesia yaitu aktif dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia.Misi teknis

Kowad dalam pelaksanaan PKO berdasarkan mandat dari PBB. Sesuai dengan

mandat konstitusi NKRI yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bahwa

Indonesia ikut berkontribusi dalam perdamaian dunia dan bahwa sesuai dengan

UN Security Council Resolution 1325 maka peran Wanita TNI terutama Kowad

sangat besar terutama dalam hal Prevention, Participation, Protection, Relief and

Recovery Effort utamanya dalam Gender Mainstreaming Issues pada pelaksanaan

Peace Keeping Operation dan Peace Making.

Cetak biru kebijakan gender dan pemeliharaan perdamaian dari

Department of Peacekeeping Operations (DPKO) didasarkan pada Security

Council Resolution 1325 (2000)14 yang merupakan Resolusi DK PBB pertama

yang membahas dampak konflik bersenjata (armed conflict) terhadap wanita.

Resolusi tersebut menekankan pentingnya “women’s equal and full participation”

sebagai agen yang aktif dalam pencegahan dan resolusi konflik, bina perdamaian

(peace-building) dan pemeliharaan/penjagaan (peacekeeping). Resolusi tersebut

menghimbau negara anggota PBB untuk menjamin partisipasi yang sama bagi

78
79

wanita dan keterlibatan penuh dalam semua upaya dalam mempertahanakan dan

mempromosikan perdamaian dan keamanan, dan mendesak semua aktor dalam

meningkatkan partisipasi wanita dan mengintegrasikan perspektif gender dalam

semua bidang daripeace building. Sebagai tindak lanjut Resolusi DK PBB 1325,

DK PBB juga menetapkan Resolusi 188915 yang meminta penguatan lebih lanjut

terhadap partisipasi wanita pada proses perdamaian dan pengembangan indikator-

indikator untuk mengukur progress dari Resolusi 1325.26

Peran serta Kowad sendiri melaksanakan tugas sesuai fungsi dan jabatan

yang telah tercantum dalam mandat dan MoU yang telah disepakati antara PBB,

negara yang sedang konflik dan Indonesia sebagai TCC, baik yang bertugas

sebagai Military Staff/Staff Officer maupun sebagai bagian dari Satuan Tugas

FHQSU, MP Unit, Cimic, MCOU, Medical Unit dan Indobatt.PKO itu sendiri

bersikap imparsial atau tidak memihak kepada semua pihak yang bertikai atau

tetap berpedoman pada mandat UNIFIL dalam setiap konflik yang terjadi

didaerah misi.Keterlibatan Kowad tidak terwujud dalam bentuk nyata fisik yang

terkategori menghalau pertikaian konflik dilapangan atau berpatroli. Tetapi

Kowad bisa turut serta membantu melaksanakan kegiatan Cimic ( kemanusiaan )

yang mendukung tercapainya perdamaian di Lebanon.

Peran Kowad dalam membantu menciptakan kondisi yang memungkinkan

bagi usaha-usaha peacemaking dapat berjalan di Lebanon bisa dilakukan dengan

memberikan penyuluhan peacemaking terhadap warga, bantuan kesehatan lewat

26Op cit, Hutabarat, Leonard F. Hal. 70.


80

kegiatan Medical Camp atau Nursing ke rumah warga, event olah raga bersama

dankegiatan seni budaya.

Pelaksanaan PKO dalam hal ini UNIFIL banyak kegiatan yang sangat

terbantu dengan hadirnya Kowad ditengah-tengah masyarakat misalnya

pengamanan Danyon ketika keluar dari Compound/Batalyon.Pengamanan Danyon

harus menyertakan Wanita TNI termasuk salah satunya Kowad dengan tujuan

untuk melindungi Danyon dari ancaman atau gangguan penduduk karena Wanita

TNI (Kowad) dipercaya lebih flexibel dan ramah dalam berkomunikasi dengan

penduduk lokal.

Selain itu Kowad sebagai Women Peacekeeper (perempuan penjaga

perdamaian) melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan jabatan yang diembannya

dan tugas sebagai duta bangsa diantaranya aktif dalam culture exchange,

kunjungan kepada pemuka agama, tokoh dan masyarakat Lebanon dan kegiatan

lainnya baik yang difasilitasi oleh UNIFIL maupun yang diselenggarakan oleh

Satgas Indonesia.

Kowad juga mengkampanyekan dan mensosialisasikan pentingnya sikap

tidak saling bermusuhan dan menjelaskan nilai positif sebuah negara yang stabil

keamanannya.Jik negara aman maka pembangunan dibidang ekonomi dan SDM

dapat berjalan baik.

Peran Kowad dalam mengawasi jalannya proses implementasi dari suatu

kesepakatan yang telah melewati proses negosiasi oleh para peacemakers di

Lebanon dimana tergabungsebagai bagian dari staf operasi atau tergabung dalam

kegiatan Cimic.Kowad juga merencanakan dan mejalankan berbagai kegiatan dan


81

diskusi yang melibatkan penduduk lokal, kontingen lain, dan juga UN HQ

maupun sektor agar misi yang dilaksanakan dapat dilakukan dengan baik.

Selain itu juga Kowad senantiasa memberikan sosialisasi kepada

masyarakat lokal akan pentingnya menghormati kesepakatan yang telah dibuat

oleh para pemimpin kedua belah pihak yang bertikai. Dalam pelaksanaan tugas

senantiasa berpedoman pada Mandat dan menjungjung tinggi profesionalisme

serta berperan aktif dalam usaha dan kegiatan yang diselenggarakan oleh UNIFIL

beserta unit-unitnya.

Peran Kowad dalam PKO menjelaskan bahwa ada perkembangan dinamis

dilapangan akan peran tersebut, dimana awalnya peran Kowad sebagai isu gender

dan korban terhadap anak-anak. Perkembangan tersebut dalam bentuk pendekatan

multidimensional membahas masalah-masalah yang relevan dengan perdamaian

antara lain melindungi populasi lokal melalui peningkatan pemahaman budaya

lokal, agama, adat istiadat dan cara hidup. Pendekatan humanis seperti

memfasilitasi pelaksanaan kebijakan keamanan baru yang responsif sangat

dibutuhkan guna mengakomodir kebutuhan dan masalah yang berbeda. Dalam

konsep baru PKO, telah ada pengakuan bahwa pendekatan gender yang memadai

sangat penting untuk menanggapi kebutuhan wanita, pria, anak laki-laki dan

wanita yang hidupnya telah dipengaruhi oleh konflik.

Peranan wanita sebagai women inpeacekeepingdengan melihat isu gender

dari PKO multidimensional adalah integrasi efektif bagi wanita dalam operasi

perdamaian. Department for Peacekeeping Operation (DPKO) telah

mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menekankan pentingnya wanita untuk


82

memiliki mandat dari operasi penjaga perdamaian meliputi akses untuk bekerja

dengan kelompok rentan terutama para korban kekerasan seksual dan kekerasan

berbasis gender atau sexual and gender based violence (SGBV).

Jika asumsi pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian PBB dengan

salah satu obyek tugas adalah warga sebagai korban dimana wanita dan anak-anak

sebagian besar, maka dukungan peran wanita dalam menjalin komunikasi dengan

penduduk setempat sangat vital.Hal tersebut tidak hanya untuk pengumpulan

informasi dan data intelijen, namun juga untuk implementasi “early warning

systems, conduct capacity building and build trust”. Maka titik berat fungsional

peran female peacekeepers termasuk Kowad dapat mengisi gap dengan

memberikan wanita dan anak-anak perasaan aman yang lebih besar, namun juga

dapat memperkuat “trust” mereka dalam proses mengumpulkan informasi yang

berharga untuk kepentingan misi.

Peran wanita didalam PKO seperti Kowad juga dilihat dari sisi

efektivitasnya maka keterwakilan wanita dilihat dari sisi argumentasi :

1) Keterwakilan wanita menciptakan kumpulan sumber daya manusia

yang lebih besar untuk memilih prajurit. Dengan demikian, militer

bisa lebih bijaksana dalam memilih personilnya, yang pada giliran nya

meningkatkan kemampuannya.

2) Keterwakilan wanita meningkatkan dasar keterampilan potensial,

dengan memanfaatkan keterampilan intelektual, praktis/teknis dan

sosial yang lebih mungkin dimiliki para wanita.


83

Peran wanita dalam PKO memang tidak menitik beratkan pada “combat”

dan difokuskan pada penggunaan kekuatan female officers dalam operasi-operasi

pemeliharaan perdamaian. Terdapat peran khusus yang sesuai dengan “female

officers” dibandingkan “male counterparts”.Salah satu keuntungan penting dari

female peacekeepers adalah dalam penugasannya di Afghanistan, dapat

mengakses 100% populasi, tidak hanya 50%.27

Perkembangan dalam pelaksanaan tugasnya juga, wanita TNI tidak sebatas

sebagai female officer tetapi juga penugasan pada medan operasi. Wanita TNI

dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas yang sama dengan para prajurit TNI

pria. Hal ini terlihat ketika wanita TNI melaksanakan Speeding Check di

lapangan, selain itu juga melakukan patrol.Mereka dapat melaksanakan tugasnya

dengan tangkas dan profesional.

5.2.1. Peran Kowad Dalam Misi Perdamaian Aspek Keamanan

Peran Kowad dalam mempertahankan kedaulatan Lebanon sebagai bangsa

dan negara dengan berperan aktif dalam ikut menjaga keamanan dan kedaulatan

Lebanon sesuai dengan tugas misi yang ditugaskan salah satunya adalah dengan

cara melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjukan eksistensi negara

Lebanon diantaranya melaksanakan kegiatan yang berkolaborasi dengan

masyarakat lokal. Hal nyata juga dilakukan dengan mengikuti adat istiadat

setempat yang disesuaikan dengan adat istiadat di Indonesia.Artinya, Kowad

dalam mewakili Indonesia mengakui eksistensi Lebanon melalui adat istiadat.

27Hutabarat, Leonard F. 2017. Peningkatan Female Peacekeepers Indonesia Dalam Misi Pemeliharaan
Perdamaian PBB. Jurnal Pertahanan dan Bela Negara: Volumen 7 Nomor 2. Jakarta. Hal. 73.
84

Kowad menyadari bahwa salah satu poinnya dalam PKO adalah eksistensi

Lebanon sebagai bangsa dan negara.Maka Kowad melaksanakan tugas sesuai

fungsi dan jabatan yang diemban sesuai dengan Mandate PBB untuk UNIFIL dan

Resolusi PBB 1325 tentang Women, Peace and Security.Selain itu juga Kowad

menjelaskan kepada pihak luar bahwa Lebanon adalah negara merdeka dan

berdaulat serta berhak mempertahankan diri apabila mendapatkan ancaman agresi

dari pihak luar.

Peran Kowad dalam menjaga keutuhan Lebanon sebagai bangsa dan

negara dilakukan dengan penyesuaian tugas yang di mandatkan oleh PBB dimana

tugas tersebut adalah menjaga keutuhan Lebanon dengan membantu

masyarakatnya.Sebagai contoh adalah memberikan kursus computer, assistensi

kesehatan kepada penduduk lokal dan lain-lain. Kowad juga ikut aktif dan

berperan serta dalam penyelenggaraan kegiatan yang dilaksanakan oleh UNIFIL

bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat setempat baik dalam kegiatan

kebudayaan, keagamaan, bakti sosial dan lain-lain. Kowad juga menjelaskan

kepada penduduk lokal tentang peran menyeluruh UN di Lebanon, salah satunya

adalah mendukung pemerintah yang sah dalam menjalankan roda pemerintahan

untuk kestabilan keamanan Lebanon sebagai sebuah bangsa dan negara yang

berdaulat. Maka Kowad dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai porsi,

jabatan dan tanggung jawab sebagai seorang Peacekeepers yang tertuang dalam

SOP.

Peran Kowad dalam menjaga keselamatan bangsa atau rakyat Lebanon

dengan membantu masyarakat dalam mengamankan wilayah konflik.Hal ini


85

ditunjukkan dengan keterlibatan langsung Wan TNI khususnya

Kowad.Diantaranya adalah melakukan Patroli setingkat Batalyon maupun Patroli

Gabungan atau Joint Patrol jika diminta.Selain itu memberikan informasi atau

melaporkan kepada komando atas apabila melihat atau menyaksikan ada

kelompok atau pihak tertentu yang berpotensi mengganggu keselamatan

penduduk Lebanon ataupun personel peacekeepers.

Secara berkesinambungan juga Kowad melaksanakan kegiatan yang telah

direncanakan oleh Satgas Indonesia diantaranya kegiatan Cimic Unit berupa

kunjungan dan pengobatan serta konsultasi kesehatan bagi masyarakat setempat di

sekitar kamp Satgas Indonesia dan kegiatan lainnya.

Jadi peran Kowad dari aspek keamanan di Lebanon dapat dirasakan oleh

warga Lebanon dalam pelaksanaan PKO.Keamanan tersebut dirasakan karena

tugas misi Kowad dalam Satgas PBB sebagai pasukan pemeliharaan

keamanan.Keamanan juga dirasakan oleh warga Lebanon ketika terjadi interaksi

dan kebersamaan kegiatan dengan Kowad.

5.2.2. Peran Misi Perdamaian Kowad Dalam Pembangunan di Lebanon

Peran Kowad dalam meningkatkan taraf kehidupan Rakyat Lebanon

sebagai CIMIC officer salah satu tugas adalah membuat perencanaan dan

mengkomunikasikan kebutuhan masyarakat Lebanon untuk mendapatkan bantuan

baik dari PBB, kontingen Indonesia, maupun kontingen negara lainnya.Misalnya,

dibutuhkan Solar Lamp, air bersih, pengolahan sampah dan limbahdi tempat

tertentu untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat.Kowad membuat


86

pengajuan ke PBB agar dapat ditindak lanjuti dan dibantu agar taraf hidup

masyarakat dapat meningkat.

Dari sisi kualitas sumber daya manusia dimana Kowad yang bertugas di

bidang MCOU (Mission Outreach Unit) dapat mengambil bagian dalam

membantu peningkatan SDM masyarakat Lebanon khususnya dalam bidang

pendidikan dasar di sekolah-sekolah dan ikut serta dalam kegiatan yang

dilaksanakan oleh UNIFIL dan Unit terkait, bekerja sama dengan pemerintah

Lebanon sangat beragam, diantaranya kegiatan untuk meningkatkan keterampilan

diantaranya (keterampilan membuat kue, membuat anggur, jahit menjahit dan

lain-lain) bagi masyarakat Lebanon yang tinggal di sekitar daerah tanggung jawab

UNIFIL (area of responsibility)

Dari sisi kebutuhan pangan peran Kowad memberikan bantuan konsumsi

yang diselenggarakan oleh bidang CIMIC dalam mendukung kegiatan hari besar

yang ada di Lebanon melalui memperkenalkan makanan khas yang berasal dari

Indonesia.Sedangkan dari sisi kesehatan kegiatan Kowad sebagian besar adalah

mengikuti kegiatan kemanusiaan seperti nursing ke rumah warga yang

membutuhkan atau dengan kegiatan medical camp di klinik-klinik desa.

Secara administratif dalam melihat perkembangan taraf hidup masyarakat

Lebanon dilakukan laporan harian, mingguan, bulanan dan triwulan.Laporan

dibuat untuk laporkan secara langsung ke PBB melalui email, dan setiap bulan

ditindak lanjuti dengan adanya rapat sektor untuk membahas peningkatan taraf

hidup masyarakat Lebanon.


87

Kegiatan pemerataan akan akses-akses ekonomi dan sosial untuk rakyat

Lebanon peran Kowad dapat dilihat pada peran aktif dan ikut serta dalam

memberikan fasilitas bantuan di setiap wilayah secara merata, salah satunya

membantu mendirikan sarana bermain untuk anak-anak sekolah, sesuai tanggung

jawab wilayah operasi. Sehingga hal tersebut secara tidak langsung dapat

membantu memberikan fasilitas yang lebih memadai untuk rakyat Lebanon.

Kowad juga bersosialisasi terbatas dan berkomunikasi dengan masyarakat

lokal, misalnya berbelanja kebutuhan pribadi/kontingen di pasar-pasar

local.Selain itu secara rutin melaksanakan survei dan membahas permasalahan

yang ada disekitar UNIFIL area of responsibility seperti pembangunan

infrastruktur yang harus dilaksanakan secara komprehensif.

Peran Kowad dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia rakyat

Lebanon dengan wujud partisipasi dalam bidang pendidikan, diantaranya

meningkatkan pengetahuan umum masyarakat lokal lewat penjelasan tentang

geografi Indonesia, budaya dan masyarakatnya.Kowad juga mengikuti kegiatan

acara pendidikan yang diadakan di sekolah-sekolah (SD sampai dengan tingkat

SMP) dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan gigi/mulut, pentingnya

mencuci tangan, atau dengan mengajarkan permainan yang biasa dimainkan di

Indonesia.Selain itu meningkatkan minat baca anak-anak masayarakat Lebanon

melalui dukungan belajar yang diselenggarakan melalui kegiatan CIMIC dengan

kegiatan perpustakaan keliling dengan sarana smart car.

Perwira CIMIC Indonesia utamanya memiliki tugas untuk merencanakan

kursus-kursus maupun kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan yang dapat


88

diikuiti oleh masyarakat Lebanon terutama anak-anak.Misalnya, kursus computer,

olah raga bersama, perayaan hari-hari besar, sampai dengan memberikan bantuan

berupa baju, buku dan lain-lain.

Dalam hal menjaga kerusakan lingkungan Lebanon, Kowad melakukan

beberapa kegiatan diantaranya mengikuti SOP bidang lingkungan yang ditetapkan

oleh UNIFIL dan semua tempat tinggal kontingen.Aplikasinya adalah menjaga

kebersihan lingkungan dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kelestarian

lingkungan alam daerah misi salah satunya adalah melaksanakan penghijauan

penanaman pohon disaat summer.Lebanon memiliki 4 iklim yang mana iklim

tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi kerusakan lingkungan di

sekitar wilayah Lebanon. Kowad juga melaksanakan latihan penggulangan

kebakaran yaitu Fire Fighter short course yang diselenggarakan oleh Environment

Officermelalui kegiatan environment Exercise. Hal ini menunjukkan ikut berperan

aktif dalam pencegahan dan penanganan kebakaran karena Lebanon sangat rentan

terhadap bahaya kebakaran pada musim panas.Selan itu ikut serta dan berperan

aktif dalam kampanye lingkungan dan kegiatan yang diselenggarakan UNIFIL

dan unitnya yaitu Environment Unit.

Pada sisi kehidupan soial, peran Kowad dapat tergambar dengan menjaga

komunikasi lewat kegiatan kemanusiaan dan seni budaya.Kowad juga ikut

berperan aktif dalam setiap kegiatan pelayanan terhadap masyarakat setempat,

terutama dalam memberikan bantuan kesehatan. Hal tersebut melalui pelaksanaan

Medical Assistant Home to Home dan Medical Camp sebagai upaya mendekatkan

diri terhadap penduduk lokal apabila terdapat pasien wanita, khususnya yang
89

memberikan pelayan dalam menjaga sosial kehidupan adalah Wan TNI sehingga

hal tersebut secara tidak langsung dapat membantu taraf sosial masyarakat. Disisi

lain peran Kowad juga intens melaksanakan kegiatan CIMIC dengan mengunjungi

kegiatan anak-anak sekolah, hari-hari besar Lebanon dan sebagainya, yang mana

masyarakat sangat antusias dalam memberikan respon positif. Selain itu juga

dalam menjaga hubungan sosial dengan penduduk lokal diantaranya adalah

dengan cara melakukan kunjungan-kunungan terhadap orang-orang

berpengaruh/Key Leader, dan juga penduduk secara umum. Interaksi sosial

Kowad juga ditunjukkan dengan berusaha menyapa dan bersikap ramah terhadap

masyarakat lokal.Mendemonstrasikan sikap kontingen Garuda yang toleran dan

bersahabat.

Kowad berprinsip get in touch secara langsug dengan penduduk lokal

dalam menjaga kesinambungan peningkatan di Lebanon. Dalam hal kegiatan

pembangunan, Kowad mendukung dengan pelibatan langsung atau perbantuan

sehingga Kowad berusaha mengetahui dan memahami setiap perkembangan yang

terjadi di daerah misi dan meningkatkan kualitas hubungan sosial dengan semua

staf UNIFIL dan masyarakat secara terbatas.

Jika dilihat dari konteks pembangunan dalam PKO menunjukkan adanya

proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara

terencana sebagai konsep pembangunan. Jika pembangunan dikaitkan dengan

pembangunan ekonomi (economic development) maka telah terjadi denyut

ekonomi baik dalam bentuk pedagangan atau menggali potensi lokal.Wujud

pelaksanaanya secara sederhana adalah kegiatan bazaar atau pasar lokal.


90

Jika dikaitkan dengan beberapa indikator yang dipergunakan untuk

mengukur pembangunan dalam peran Kowad melalui pembangunan telah

terpenuhinya indikator peningkatan kualitas kehidupan warga Lebanon dimana

pada saat terjadi konflik kualitas kehidupan warga berada pada posisi

terendah.Pasca konflik juga mulai dilakukan perbaikan terhadap kerusakan

lingkungan, mulai terwujudnya keadilan sosial bagi warga Lebanon dan adanya

kesinambungan peningkatan dari perubahan kehidupan kearah yang lebih baik.

Peran Kowad dalam PKO dimana wujud konkrit dari pembangunan

kembali daerah-daerah yang mengalami kehancuran akibat terjadinya konflik.

Untuk mempercepat peacebuilding Kowad melakukan identifikasi struktur-

struktur lokal yang dapat digunakan untuk memperkuat dan mempersolid

perdamaian untuk menghindari agar tidak terjadi konflik kembali.Peace building

yang dilakukan oleh Kowad tersebut merupakan fase pemulihan pasca konflik.

Hal-hal yang dilakukan pada fase peacebuilding ini meliputi pemulihan kembali

perekonomian, pembangunan kembali sarana pendidikan, kesehatan, jalan dan

sarana-sarana lain yang rusak akibat perang.

Dilihat dari sisi pembangunan secara psikis Kowad, dapat meningkatkan

kepercayaan dari berbagai pihak dan mendapat dukungan atas pelaksanaan dari

PKO yang dilakukan. Kepercayaan akan peran tersebut didapat dari warga dan

PBB sebagai pemberi mandate. Membangun kepercayaan antar pihak di wilayah

konflik sebagai salah satu upaya dalam memperlancar pelaksanaan tugas

perdamaian maka pembangunan harus memenuhi dari aspek psikis dan fisik.
91

Peran Kowad dalam membangun kualitas warga Lebanon terwujud dalam

bentuk pelaksanaan pendidikan baik dari sisi infrastruktur maupun kegiatan

pendidikan itu sendiri seperti belajar mengajar.

Kegiatan-kegiatan Kowad bersama warga mulai dari ekonomi, pendidikan

dansosial.Semua hal tersebut sebagai daya dukungan pembangunan dimana

berbicara peningkatan atau perubahan akan kualitas hidup warga Lebanon kearah

yang lebih baik dari sebelumnya.

5.2.3. Peran Kowad Dalam Diplomasi di Lebanon

Kowad tidak terlibat dalam patroli, berhadapan langsung dengan pihak

yang berkonflik.Ini artinya secara persuasi dengan pihak-pihak yang bertikai

Kowad tidak terjun langsung, tetapi dalam pelaksanaan Peace Keeping ketika ada

gesekan pada pihak-pihak yang bertikai maka tindakan yang dilakukan adalah

pengamanan dan pelaporan.Dalam hal ini Kowad tidak dapat mengambil tindakan

langsung kecuali terdapat kegiatan yang mengancam jiwa Peacekeeper.

Kowad melakukan langkah persuasive terhadap masyarakat karena pihak-

pihak yang bertikai adalah salah satu keluarga dari warga. Hal tersebut dilakukan

dengan berusaha memberikan pengertian pentingnya cara-cara penyelesaian

masalah melalui perundingan daripada cara kekerasan. Langkah lain dengan

menjalankan tugas secara professional dan sesuai mandat PBB serta

memperhatikan dan menghormati rule and regulation yang diterapkan oleh

Lebanon serta senantiasa menjaga konduktivitas pelaksanaan tugas dengan tidak

bertindak diluar ketentuan tersebut yang dapat memancing konflik kedua negara.
92

,Kowad membangun hubungan kerja profesional dengan kontingen lain

dalam pelaksanaan tugas, seperti staf sipil UNIFIL baik lokal maupun

internasional serta masyarakat Lebanon dengan berpedoman pada etika kerja

standar. Hal tersebut dilakukan dengan berkomunikasi secara terus menerus baik

dengan penduduk lokal, kontingen lain, maupun staf-staf yang berada dibawah

PBB maupun NGO agar keberlangsungan misi dapat dilakukan dengan baik, salah

satunyan dengan mengikuti kegiatan Cimic.Dalam pelaksanaan kerjasama tersebut

Kowad senantiasa mengedepankan profesionalisme dan berperan aktif dalam

bertugas serta sesuai dengan mandat PBB dan ketentuan-ketentuan yang berlaku

sehingga tidak terjadi salah pengertian dan untuk menjaga kehormatan pasukan

perdamaian PBB dan negara Indonesia.

Kowad dalam menyikapi atau menghadapi ancaman kekerasan sebagai

langkah menuju perdamaian di Lebanon dimana dalam bertugas senantiasa

memperhatikan faktor keamanan sesuai dengan mandat PBB, protap serta

ketentuan dan peraturan yang berlaku baik yang ditetapkan oleh UNIFIL maupun

yang berlaku di masyarakat setempat, tidak bertindak sendiri dan menjunjung

tinggi profesionalime terutama security awareness yang diberlakukan. Jika

menghadapi potensi ancaman seperti kekerasan maka melaporkan dan koordinasi

dengan staf yang terkait dalam setiap kejadian pada kesempatan pertama.

Dalam pelaksanaan PKO dimana peran Kowad melakukan diplomasi,

berbicara seni mengedepankan kepentingan Lebanon melalui negosiasi dengan

cara-cara damai dengan negara lain. Wujud diplomasi yang dilakukan oleh Kowad

baik langsung atau tidak langsung diantaranya:


93

1) Dialog

Kowad berdialog dengan warga masyarakat melalui kegiatan-

kegiatan yang dilaksanakan. Dialog antara Kowad dan warga Lebanon

tersebut utuh dan otentik, saling terbuka, adanya pijakan yang sama

atau titik temu (common enemy : social phatology), untuk saling

memahami materi dialog

2) Negosiasi

Untuk poin negosiasi Kowad tidak berperan langsung tetapi

memberi kontribusi sebagai bahan negosiasi karena negosiasi secara

konsep adalah suatu perundingan untuk mendapatkan suatu

kesepakatan. Walapun sejauh ini konflik telah terjadi dan berada pada

pasca konflik tetapi negosiasi akan kesepatan dalam perdamaian yang

hakiki tetap menjadi harapan.

Kowad berharap negosiasi dilakukan untuk mendapatkan

penyelesaian konflik dengan mengkompromikan perbedaan yang ada

sehingga mendapatkan penyelesaian yang saling menguntungkan

(win-win solution) bukan saling merugikan (lose-lose solution)

maupun menang kalah (win-lose). Kowad juga mengharapkan dalam

proses negosiasi kedua belah pihak yang berkonflik dapat melakukan

kompromisasi dengan baik dalam rangka mencapai tujuan yaitu

perdamaian.
94

3) Mediasi

Kowad juga melakukan mediasi secara tidak langsung dengan

metode pemecahan konflik dengan cara menengahi para kelompok

yang saling terlibat konflik melalui bantuan pihak ketiga. Kowad

bertugas sebagai penengah disebut dengan mediator yang bertugas

menjelaskan proses dan membantu kedua belah pihak untuk

menyelesaikan konflik dengan tahapan-tahapan mediasi yang telah

disiapkan. Karena Kowad hanya berada pada satu pihak yakni

Lebanon maka wujud mediasi adalah meneruskan kesepakatan yang

ada dan meyakini warga Lebanon untuk membangun kepercayaan

untuk pencapaian perdamaian yang abadi.

4) Peace Building

Berbicara Peacebuilding peran Kowad melakukan dan

membangun kepercayaan dan harapan dari warga Lebanon,

mengembalikan keadaan destruktif akibat kekerasan yang terjadi

dalam konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi antar

pihak yang terlibat dalam konflik.

Dalam pelaksanaan PKO yang dilihat dari sisi diplomasi dimana

berorientasi resolusi konflik maka Kowad menunjukkan beberapa kemampuan

diantaranya:

1) Kemampuan orientasi
95

Kemampuan orientasi ini berbicara pemahaman tentang konflik

di Lebanon dan pelaksanaan mandat PBB sebagai upaya

pemeliharaan perdamaian pasca konflik.

2) Kemampuan persepsi

Kemampuan persepsi ditunjukkan oleh Kowad dapat memahami

bahwa tiap individu dengan individu yang lainnya berbeda, mampu

melihat situasi seperti orang lain melihatnya (empati) dan menunda

untuk menyalahkan atau memberi penilaian sepihak.Hal ini tertuang

dalam pelaksanaan tugas Cimic dan lainnya.Rasa empati tersebut

dapat sambutan hangat balik dari warga Lebanon.

3) Kemampuan emosi

Kemampuan emosi juga ditunjukkan oleh Kowad dalam rangka

resolusi konflik. Kemampuan emosi tentunya disadari penunjang

pelaksanaan tugas yang baik karena emosi yang bergejolak tidak

menentu akan menggangu fungsi pemelihara perdamaian PBB melalui

UNIFIL.

4) Kemampuan komunikasi

Kowad menunjukkan kemampuan komunikasi dalam

pelaksanaan PKO. Hal tersebut terlihat pada kegiatan yang interaksi

dengan masyarakat atau pihak lain.

Jika kontekstual pelaksanaan peran Kowad sebagai diplomasi pertahanan

maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah memenuhi unsur dimana

diantaranya:
96

1) Adanya konsolidasi dalam bidang strategi dan keamanan pada daerah

konflik. Hal ini dilakukan dengan kontribusi informasi kegiatan yang

dilakukan bersama masyarakat. Artinya adanya masukan selama

kegiatan tersebut berlangsung dan menjadi pengembangan kebijakan

yang bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi politik yang damai

dan ini menjadi masukan dalam menyusun strategi.

2) Sosialisasi dan interaksi dengan warga untuk pencegahan terjadinya

konflik karena mencegah konflik adalah lebih baik daripada

memperbaiki keadaan setelah terjadi konflik. Artinya apabila setelah

terjadi konflik itu maka cost dan kehancurannya lebih besar.

3) Meyakinkan kedaulatan sebagai bangsa Lebanon akan terjaga dengan

terlibatnya pasukan pemelihara perdamaian PBB. Kepercayaan disini

menjadi unsur penting bagi masyarakat Lebanon dan dalam

pelaksanaan PKO.

Pelaksanaan diplomasi yang dilakukan oleh Kowad juga sebagai bentuk

promosi Indonesia disalah satu belahan dunia seperti Lebanon.Bangsa Lebanon

mendapat gambaran tentang keramahtamahan Indonesia dengan ditunjukkan oleh

sikap Kowad dan Satgas.Hal tersebut terwujud dengan komunikasi dan kegiatan

yang dilakukan oleh Kowad dengan warga Lebanon.

Pelaksanaan interaksi antara Kowad dan warga mulai dari berkomunikasi

dan berinteraksi sebagai langkah diplomasi. Artinya keterwakilan Indonesia

melalui Kowad dalam berdiplomasi yang baik melalui kegiatan dan tugas
97

akanberdampak positif terhadap pencitraan Indonesia dimata warga Lebanon dan

dunia internasional.

5.3. Isu Gender PKO

Isu gender dengan konotasi negatif apalagi ketika berbicara tentang dunia

militer semakin terkikis. Kemampuan Kowad untuk menunjukkan kapabilitasnya

telah dibuktikan oleh beberapa orang yang menduduki top level manajemen dalam

satuan-satuan TNI AD. Artinya pengakuan peran Kowad dalam posisi-posisi

strategis sudah tidak diragukan lagi, maka hal ini juga berlaku untuk kancah

internasional melalui pasukan pemeliharaperdamaian.Kowad juga sudah mulai

dan mampu menunjukkan eksistensinya walaupun awalnya posisi Kowad yang

ada sebagai female officer dan kegiatan kemanusiaan.

Pada tahun 1993, jumlah wanita yang tergabung dalam operasi perdamaian

baru 1% dari seluruh jumlah personel yang diturunkan. Pada 2012, dari sekitar

125.000 pasukan operasi perdamaian, jumlah anggota wanita mencapai 3% dari

seluruh jumlah personil militer dan 10% dari jumlah personil polisi dalam misi

perdamaian PBB. PBB telah mendorong dan mendukung penyebaran wanita

dalam operasi perdamaian, sementara tanggung jawab penyebaran wanita di

kepolisian dan militer terletak pada komitmen negara-negara anggota.28Untuk hal

ini Indonesia melihat dukungan yang signifikan dari peran Wan TNI dalam

mendukung PKO maka komitmen dan perwujudan peningkatan kuantitas Wan

TNI yang ditargetkan pada PKO berikutnya.

28Paramasatya, Satwika. 2015. Peran Penjaga Perdamaian Wanita dalam Proses Bina-Damai: Studi Kasus
Operasi Perdamaian Monusco. Indonesian Journal of International Studies (IJIS).IJIS Vol.2, No.1, Juni 2015.
Semarang. Hal.53
98

Untuk pertama kalinya Dewan Keamanan mengakui bahwa wanita dan

anak perempuan dipengaruhi dan korban dari konflik dengan cara yang berbeda

dari laki-laki dan anak laki-laki sehingga penting bagi wanita untuk terlibat dalam

proses perdamaian partisipatif. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat

menyetujui Resolusi Nomor 1325 tentang Wanita, Perdamaian dan Keamanan

pada Oktober 2000. Resolusi 1325 menjadi tonggak menuju integrasi yang lebih

baik bagi perspektif wanita dalam proses perdamaian. Resolusi 1325 menekankan

pentingnya partisipasi wanita dalam semua langkah dari proses perdamaian, mulai

dari negosiasi penandatanganan kesepakatan damai, pelatihan kesadaran gender

dan kekerasan seksual dan eksploitasi (SEA) untuk semua anggota militer, polisi

dan staf sipil yang dikerahkan untuk misi terkait.

Isu gender melalui peran wanita dalam misi pemeliharaan perdamaian

PBB diimplementasikan pada program-program seperti pelucutan senjata, inisiatif

demobilisasi dan reintegrasi atau disarmament, demobilization, and reintegration

(DDR); mengorganisir pelatihan gender dan menyusun kebijakan yang peka

gender menyebarluaskan informasi Resolusi 1325; menanggapi eksploitasi dan

kejahatan seksual; serta keadilan dan hak asasi manusia. Semua kegiatan ini hanya

dapat dilakukan jika semua komponen dari misi penjaga perdamaian, termasuk

militer, polisi dan sipil berkolaborasi secara lintas sektoral serta berperan menurut

porsi dan kewenangannya masing-masing.

Jika dalam pelaksanaan peacemaking yang menjadi korban sebagian besar

adalah wanita dan anak-anak maka pada tahun 2006, DPKO di bawah PBB

mengeluarkan Policy Directive tentang "Kesetaraan Gender dalam Operasi


99

Penjaga Perdamaian". Kebijakan tersebut mengamanatkan perlunya perspektif

gender dalam semua kebijakan, program dan kegiatan dalam misi operasi penjaga

perdamaian dan meminta agar gender diperhitungkan dalam struktur, sumber

daya, dan anggaran misi. Policy Directive dipraktekkan melalui DPKO Action

Plan SCR 1325 (2006) dan satu set pedoman gender yang dikembangkan untuk

isu substantif yang berbeda seperti Urusan Politik, Polisi, Militer dan Penasehat

Gender. Sebanyak 10 pedoman telah dikembangkan oleh DPKO antara tahun

2006-2010 berdasarkan masukan dan partisipasi aktif dari staf misi lapangan.29

Pengutamaan gender tidak semata-mata tentang advokasi untuk hak

wanita, tetapi juga mengenai analisis semua tantangan dan peluang bagi reformasi

dan rekonstruksi terhadap peran dan ketidaksetaraan gender yang ada. Perjanjian

perdamaian yang buta gender hanya menjamin sebagian rasa damai dalam

masyarakat yang dilanda perang dan program yang dijalankan berdasarkan

perjanjian (seperti disarmament, demobilization, rehabilitation, and reintegration

atau DDRR) dianggap tidak inklusif. Resiko dari absennya perspektif gender

mengakibatkan misi akan abai terhadap isu-isu keamanan inklusif yang penting

dan akan membahayakan perjanjian damai sehingga perdamaian menjadi rapuh.

Dengan menerapkan pengutamaan gender di tingkat misi, konsensus yang lebih

luas dapat tercapai dengan mengakomodir berbagai pendekatan dan sudut

pandang baru.30

Dengan melihat mandat Resolusi PBB 1701 dapat diemban pula dengan

penuh tanggung jawab oleh Women Peacekeepers.Khususnya oleh wanita militer

29Ibid, Hal. 54.


30 Ibid
100

seperti Kowad atau wanita yang berseragam di UNIFIL dengan peran tugas yang

majemuk.Keterlibatan wanita didalam UNIFIL di Lebanon dapat dilihat dalam

jumlah cukup besar dan hal ini menghilangkan stereotip ini adalah pekerjaan

pria.Hal tersebut tertuang dalam peranan mulai dari menyediakan layanan

kesehatan dan berinteraksi dengan masyarakat hingga mengemudikan kendaraan

bersenjata.Terlibat dalam operasi penjinakan ranjau yang tentunya beresiko

tinggi.Semuanya membuktikan peranan penting yang mereka mainkan untuk

membawa perdamaian dan stabilitas di Lebanon Selatan.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Peran Kowad dalam misi perdamaian PBB di Lebanon yang tergabung

dalam Satgas UNIFIL telah menunjukkan pelaksanaan yang baik. Hal ini dapat

dilihat dari pelaksanaan PKO dalam FHQSU, MP Unit, Cimic, MCOU, Medical

Unit dan Indobatt, yang mana peran Kowad difokuskan pada penggunaan

kekuatan female officers dalam operasi-operasi pemeliharaan perdamaian. Peran

Kowad dalam membantu menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi usaha-

usaha peacekeeping dan peacemaking.Peran yang telah baik tersebut didukung

karakter Kowad yang flexibel dan ramah dalam berkomunikasi dengan penduduk

lokal.

Peran Kowad dari aspek keamanan menunjukkan kontribusi yang cukup

baik, pendekatan dan karakter dapat diterima masyarakat setempat sehingga

terjadinya komunikasi dan interaksi yang cukup intens membuat rasa aman warga

Lebanon khusunya wanita dan anak-anak karena kecenderungan yang menjadi

korban dari konflik adalah wanita dan anak-anak.

Dari aspek pembangunan dimana peran Kowad memberikan kontribusi

yang cukup baik.Hal ini berbicara peningkatan kualitas hidup melalui dukungan

kegiatan kesehatan, ekonomi dan pendidikan.

101
102

Dari sisi diplomasi, peran Kowad juga menunjukkan peran yang baik.Hal

ini dilihat dari sosialisasi dan menjaga stabilitas keamanan di Lebanon dalam

menjaga kondisi aman yang ada saat ini.Selain kegiatan diplomasi tersebut juga

membuat citra baik Indonesia di mata warga Lebanon dan internasional.

Peran Kowad di Lebanon menunjukkan pengakuan akan kapabilitas

wanita yang setara dengan peran Laki-laki. Isu gender dengan melihat peran

Kowad di Lebanon menunjukkan kesetaraan didasarkan kemampuan dan

pengakuan.

6.2. Saran

Dengan melihat peran Kowad di Lebanon yang telah dan sedang

dilaksanakan maka membuka peluang akan peningkatan jumlah personel wanita

TNI khususnya Kowad untuk terlibat dalam Satgas misi pemelihara perdamaian

PBB. Hal ini untuk meningkatkan signifikan dan efektivitas tugas dilihat dari

fleksibel dan karakter kewanitaan dihadapkan pada korban konflik yaitu wanita

dan anak-anak.Peningkatan jumlah wanita yang berpartisipasi dalam PKO adalah

atas saran PBB dan kebijakannya dikembalikan kepada negara-negara kontributor

DK-PBB masing-masing.

Sudah saatnya dibuka lebar peluang-peluang tugas lain yang tidak hanya

bersifat officer atau kegiatan Cimic semata. Artinya kesempatan di bidang-bidang

atau satuan tugas yang lain dengan harapan signifikan dan efektivitas tugas

menjadi lebih tinggi. Jika penugasan atau satuan yang selama ini minim
103

keberadaan wanita diharapkan menjadi lebih baik ketika adanya keterlibatan

wanita didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai