Anda di halaman 1dari 9

BAHASA POLITIK KETATANEGARAAN DALAM AL-QUR’AN

A. Pendahuluan

Fiqh siyasah merupakan tarkib idhofi yang tersusun dari dua kata, yaitu fih
dan siyasah. Secara etimologi, fiqh berarti pemahaman, sedangkan secara
terminology berarti pengetahuan tentang hukum syar’I mengenai amal perbuatan
yang diperoleh dari dalil terperinci. Kata siyasah berasal dari kata sasa, yang
berarti mengatur, mengurus dan memerintah. Istilah siyasah juga bermakna
mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada
kemaslahatan. Fiqh siyasah adalah ilmu tentang urusan umat dan negara dengan
segala bentuk hukum, pengaturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang
kekuasaan yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran syariat untuk mewujdkan
kemaslahatan umat.

Objek kajian fiqh siyasah menurut Abdul Wahab Khallaf terdapat dua, yaitu
mengenai sistem atau prinsip-prinsip perundang-undangan yang diperlukan untuk
penyelenggaraan negara, serta bagaimana melihatnya dari sisi apakah sistem
tersebut sejalan atau tidak dengan prinsip pokok agama yang sejalan dengan
kemaslahatan dan kebutuhan manusia.

Tujuan akhir dari diterapkannya konsep siyasah dalam pelaksanaan suatu


pemerintahan tidak lain adalah terwujudnya kemaslahatan umat. Umat dalam hal
ini merupakan masyarakat atau public yang terdiri dari berbagai macam kalangan.
Fiqh siyasah membagi public ke dalam beberapa segmentasi public politik atau
disebut juga dengan istilah piramida politik public, yang terdiri dari al-mulk, al-
mala, al-qaum dan an-nas.

Al-
Mulk

Al-Mala

Al-Qaum

An-Nas
Kitab suci al-Quran menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam
melaksanakan segala urusannya. Di dalam al-Quran terkandung banyak hukum
yang didesain oleh Allah SWT demi kemaslahatan umat, baik itu berkenaan
tentang akhlak, hukum, sosial budaya, tatanegara bahkan masalah politik.
Pembahasan mengenai politik tidak disebutkan secara implisit di dalam al-Quran,
tetapi disebutkan melalui istilah yang berkaitan dengan khilafah, imamah, wilayah
dan sebagainya.

Dalam tulisan ini, penulis berusaha menyajikan pembahasan mengenai


istilah-istilah yang berkaitan dengan politik ketatanegaraan Islam yang tercantum
di dalam al-Quran.

B. Struktur Ketatanegaraan dalam Al-Quran


1. Nilai Dasar Fiqh Siyasah dalam Al-Quran

Berkenaan dengan kehidupan bernegara, al-Quran dalam batas-batas


tertentu tidak memberikan pemerian, hanya memaktubkan tata nilai. Berikut
beberapa nilai siyasah yang terdapat di dalam al-Quran, yaitu:

 Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat. (Q.S. Al-


Mu’minun: 52 dan Q.S. Al-Anfal: 46).
 Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan dan menyelenggarakan
masalah yang bersifat ijtihadiyah. Al-Quran mengisyaratkan bahwa umat
Islam dalam menyelesaikan masalah dilakukan dengan jalan musyawarah.
(Q.S. Asy-Syu’ara: 38 dan Q.S. Ali Imran: 159).
 Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil. (Q.S.
An-Nisa: 58).
 Kemestian menaati Allah dan Rasulullah, dan Ulil Amri atau pemegang
kekuasaan. (Q.S. An-Nisa: 59).
 Kemestian mendamaikan konflik antarkelompok dalam masyarakat Islam.
(Q.S. Al-Hujurat: 9).
 Kemestian mempertahankan kedaulatan negara, dan larangan melakukan
agresi dan invasi. (Q.S. Al-Baqarah: 19).
 Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan. (Q.S. Al-
Anfal: 61).
 Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan
keamanan. (Q.S. Al-Anfal: 60).
 Keharusan menepati janji. (Q.S. An-Nahl: 91).
 Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa. (Q.S. Al-Hujurat;
13).
 Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat. (Q.S. Al-
Hasyr: 7).
2. Asas Pemerintahan menurut Al-Quran

Al-Quran yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan segala aspek


kehidupan bagi umat Islam, di dalamnya juga menyebutkan mengenai asas-asas
pemerintahan. Asas-asas pemerintahan yang terdapat dalam al-Quran di antaranya
yaitu sebagai berikut.

1) Negara didirikan atas dasar persaudaraan

Menurut Muhamad Asad, persyaratan yang tidak dapat ditinggalkan


negara adalah mengembangkan perasaan persaudaraan yang kuat di antara
komunitas umat. Hal ini sebagaimana diperkuat dengan dalil Q.S. al-
Hujurat: 10.

2) Negara bertujuan untuk amar ma’ruf nahi munkar


Al-Quran surat Ali Imran: 110 menyebutkan bahwa, “Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Alhi Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.”
3) Negara bertugas memaksakan hukum-hukum syari’ah dalam wlayah
yurisdiksinya.
Menurut Muhamad Asad, hal ini sesuai dengan Q.S. al-Maidah: 47,
dengan demikian tidak ada negara yang betul-betul Islami kecuali
mengandung ketetapan-ketetapan yang diambil dari hukum-hukum
syari’ah yang berbicara tentang masalah-masalah public.
4) Negara diperbolehkan membuat hukum-hukum temporal dan dapat
diamandemen selama tidak bertentangan dengan hukum syari’
Hukum syari’ah merupakan dasar dalam strutur dan mekanisme Negara
Islam, tetapi tidak dapat mensuplai semua hukum yang diperlukan untuk
tujuan administrasi, sehingga diperlukan adanya hukum temporal yang
tidak bertentangan dengan hukum syari’ah. Asas ini dapat dikaitkan
dengan dalil Q.S. al-Ahzab ayat 36.
5) Rakyat taat kepada pemerintah dalam rangka mentaati Allah SWT dan
Rasul-Nya
Asas ini selalu dikaitkan dengan mengutip Q.S. an-Nisa ayat 59, yang
artinya: “Taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan orang-orang yang punya
otoritas di antara kamu (yaitu dari antara kaum muslim).”
3. Struktur Umum Negara

Pada umumnya, suatu negara terdiri atas dasar negara, wilayah, bentuk
negara, dan bentuk pemerintahan. Dalam ketatanegaraan Islam pembahasan
mengenai struktur ketatanegaraan masuk ke dalam disiplin ilmu fiqh siyasah,
tepatnya siyasah dusturiyah.

a) Dasar Negara

Dasar-dasar falsafah kenegaraan dalam Islam menurut Syekh Mahmoud


Syaltout dirumuskan dalam asasud daulah fil Islam, yang terdiri dari al-Ukhuwah
ad-Diniyah, at-Takaful al-Ijtima’I, asy-Syura, dan al-‘Adl. Dalam sumber yang
lain, Mahmud Syaltout juga menyebutkan bahwa al-Quran adalah dustur ‘am
yang kekal tidak berubah, beliau mengatakan bahwa hubungan yang kuat yang
mengikat umat. Berdasarkan dua sumber tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa
dasar negara dalam ajaran Islam menurut Syekh Mamhud Syaltout yaitu
pengakuan kepada Allah SWT, perikemanusiaan, ukhuwah Islamiyah, tanggung
jawab sosial, dan keadilan.

Hasbi ash-Shiddieqy dalam buku Asas-asas Hukum Tata Negara menurut


Syariat Islam, menjabarkan dua ayat dalam surat an-Nisa yaitu ayat 58 dan ayat
59 menjadi “Pancadasar Pemerintahan Islam”, yang terdiri dari:

1. Menunaikan amanah.
2. Menegakkan keadilan.
3. Menaati Allah dan Rasul-Nya.
4. Menegakkan kedaulatan rakyat dengan jalan mengadakan
permusyawaratan atau perwakilan rakyat dan mengangkat kepala negara
menurut kehendak rakyat.
5. Menjalankan hukum-hukum dan undang-undang dengan sebai-baiknya
dan sejujur-jujurnya.
b) Wilayah Negara

Ajaran Isam bersifat universal, yang secara praktis bersifat regional. Tidak
semua orang percaya terhadap syari’at Islam, maka pelaksaannya tergantung
kepada kaum muslimin. Semakin luas daerah kekuasaan kaum muslim, semakin
luas pula wilayah berlakunya syari’at Islam.

c) Bentuk Negara
Ketatanegaraan pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin
dipraktikkan sebagai bentuk negara kesatuan. Di mana kekuasaan terletak pada
pemerintahan pusat, gubernur-gubernur dan panglima-panglima diangkat serta
diberhentikan oleh khalifah yang berlangsung sampai jatuhnya Daulah Umawiyah
di Damaskus.
d) Bentuk Pemerintahan
Banyak kalangan yang mengira bahwa bentuk pemerintahan dalam Islam
adalah republic bukan kerajaan. Pada dasarnya, terdapat kesamaan antara republic
dengan bentuk pemerintahan di dalam sejarah Islam, yaitu dalam hal dipilihnya
kepala negara. Perbedaannya adalah Islam tidak menentukan jangka waktu
tertentu yang disebut dengan masa jabatan untuk seorang kepala negara. Hal ini
bukan berarti bahwa seorang kepala negara tidak dapat diganti, tetapi dasar
penggantiannya bukan pada periode habis masa jabatan. Kepala negara dalam
sejarah Islam tetap pada masa jabatannya selama masih dirasa maslahat dan
mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
4. Segmentasi Publik Politik
a. An-Nas
Kata an-Nas disebutkan sebanyak 241 kali di dalam al-Quran dan tersebar
dalam 55 surat.dalam al-Quran keterangan yang jelas menyebutkan pada jenis
keturunan Nabi Adam AS. Kata an-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk
sosial dan kebanyakan digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang
sering melakukan mafsadat atau kerusakan.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dari pada
ciptaan Allah yang lainnya. Al-Quran menyebutkan bahwa sumber daya manusia
merupakan potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk melaksanakan
tugasnya dengan baik menjadi khalifah Allah SWT. Manusia diberi potensi oleh
Allah berupa beragama sejak manusia itu dilahirkan, potensi ini disebut fitrah
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. ar-Ruum ayat 30, yang artinya:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus ke depan kepada agama Allah,


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Al-Quran menjelaskan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai


khalifah di bumi, serta sebagai makhluk semi samawi dan semi duniawi yang di
dalamnya ditanamkan sifat-sifat mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, dan rasa
tanggung jawab.
b. Al-Qaum
Al-qaum memiliki dua makna dasar, yaitu kelompok manusia dan berdiri
tegak atau tekad. Secara leksikal qaum adalah kelompok manusia yang dihimpun
oleh suatu hubungan atau ikatan yang mereka tegakkan di tempat qaum tersebut
berada. berdasarkan dua makna tersebut, kata qaum berkonotasu sebagai
kelompok manusia yang mengurusi suatu urusan tertentu, atau lebih konkret lagi.
Kata ini menunjukkan kelompok manusia yang bangkit untuk berperang
membelah sesuatu. Kata ini pada mulanya hanya digunakan untuk kelompok laki-
laki dengan merujuk penggunaannya dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 11. Kata qaum
dalam al-Quran secara berulang digunakan 383 kali.
c. Al-Mala’
Kata al-Mala merujuk pada konteks masyarakat elit dan dalam al-Quran
disebutkan sebanyak 30 kali yang tersebar dalam 12 surat. Dari tiga puluh kali
penyebutan kata al-mala’ dalam al-Quran, hanya sekali saja disebutkan dalam
surat madaniah yaitu pada Q.S. Al-Baqarah ayat 246, selebihnya terdapat pada
surat Makiyah. Hal ini menjadi indikasi kuat bahwa kontak umat Islam dengan
kelompok al-mala’ lebih intensif terjadi di Makkah dari pada di Madinah.
Al-mala’ diartikan sebagai para pemimpin dan tokoh dalam suatu
masyarakat. Sosok al-mala’ dalam kisah al-Quran adalah orang-orang yang
memiliki keunggulan baik secara ekonomi, politik, intelektual dan sosial-budaya.
Ada tiga nilai inti yang merupakan pelajaran berharga dari hasil elaborasi
antropologis terhadap kisah al-mala dalam al-Quran. Kisah itu mengajarkan
urgensi posisi kaum elite dalam tatanan peradaban, menunjukkan kecenderungan
umum dari mereka, dan pentingnya kaderisasi elite secara baik.
d. Ulil Amri
Kata ulil amri dalam al-Quran disebutkan disebutkan sebanyak dua kali
dalam dua ayat. Pada Q.S. an-Nisa ayat 59, kata ulil amri diartikan sebagai
pemegang kekuasaan, adapun pada ayat 83 kata ulil amri diartikan sebagai
tokokh-totoh sahabat Rasulullah SAW. Secara umum, ulul amri bermakna
pemimpin yang harus ditaati kemudian tentang kemanan atau ketakutan yang
menjadi tanggung jawab ulil amri.
e. Al-Mulk
Al-Quran membicarakan kata al-Mulk dan derivasinya sebanyak 206 kali
dalam 120 ayat makiyah dan 86 ayat madaniyah. Kata al-mulk berarti milik atau
kekuasaan, raja, dan kerajaan. Al-mulk diterjemahkan dengan kepemilikan ada
dalam bentuk kepemilikan Allah SWT dan manusia, sebagaimana dalam
penjelasan al-mulk yang berarti raja, kerajaan atau kekuasaan. Selain itu, kata al-
mulk juga disebut dalam kata malaikat yang artinya memiliki kuasa dan
pemeliharaan.
Kata al-mulk memiliki keserasian makna dengan kata khalifah, sulthan,
waliy atau auliya, dan kata ra’in. Kata khalifah digunakan oleh al-Quran untuk
siapa yang diberi kekuasaan mengelola wilayah, sedangkan kata sulthan diartikan
sebagai kekuasaan, kerajaan, dan pemerintahan atau kekuatan yang memaksa. Di
dalam al-Quran kata wali atau auliya menunjukkan makna kedekatan,
kekerabatan, persahabatan, perlindungan, cinta, persekutuan, bantuan serta kasih
sayang. Kata ini juga dimaknai sebagai pemimpin yang berarti memiliki kekuatan
atau hak kuasa. Keserasian yang terakhir dengan kata ra’in yang diartikan sebagai
pemimpin, karena pemimpin memiliki tugas untuk memelihara, mengawasi dan
melindungi. Empat kata tersebut serasi dengan makna yang dimiliki al-mulk yang
erat kaitannya dengan kekuasan.

C. Penutup
Kitab suci al-Quran menjadi pedoman utama dalam berbagai aspek
kehidupan bagi umat muslim di seluruh dunia. Dalam hal ketatanegaraan al-Quran
tidak menyebutkan secara eksplisit bagaimana umat muslim harus membentuk
suatu kekuasaan, akan tetapi al-Quran memberikan nilai-nilai yang harus
trkandung dalam menjalankan kehidupan bernegara. Nilai-nilai tersebt di
antaranya yaitu musyawarah, persatuan dan kesatuan, keadilan, kebebasaan,
persamaan manusia serta perdamaian.
Asas pemerintahan menurut al-Quran mengharuskan negara didirikan atas
dasar persaudaraan, bertujuan untuk amar ma’ruf nahi munkar, bertugas
memaksakan hukum-hukum syari’ah dalam wlayah yurisdiksinya, membuat
hukum-hukum temporal dan dapat diamandemen selama tidak bertentangan
dengan hukum syari’, dan ketaatan rakyat pada pemerintah sebagai salah satu
bentuk menaati Allah SWT dan Rasul-Nya. Secara umum suatu negara memiliki
struktur kenegaraan berupa dasar negara, wilayah negara, bentuk negara dan
bentuk pemerintahan.
Pembagian masyarakat dalam suatu negara terbagi menjadi lima, yaitu an-
Nas masyarakat dunia secara luas, al-qaum yang merujuk pada suatu umat atau
kelompok manusia tertentu, al-mala’ yang berarti kelompok pemuka atau
golongan masyarakat elit, ulil amri yaitu pemimpin yang memiliki hak untuk
ditaati berdasarkan tanggung jawab yang dimilikinya, serta al-mulk yang memiliki
makna kepemilikan, kekuasaan dan kerajaan.

Anda mungkin juga menyukai