Anda di halaman 1dari 4

Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam

Pada Kesempatan kali ini kami akan membahas hak asasi manusia dan demokrasi dalam islam
yang pertama adalah
A. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan
yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Hak diartikan sebagai
kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Adapun asasi
bermakna segala sesuatu yang bersifat dasar, prinsip dan fundamental yang selalu melekat pada
obyeknya. Sedangkan manusia diartikan sebagai makhluk yang berakal budi. Maka secara harfiah dapat
dipahami bahwa hak asasi manusia adalah sesuatu yang senantiasa melekat dan paling fundamental bagi
manusia. Dengan ungkapan lain, hak asasi manusia adalah suatu hak dasar yang melekat pada diri tiap
manusia

Jika dibandingkan antara hak asasi manusia dari sudut pandang Barat dan Islam, maka terdapat
perbedaan. Hak asasi manusia menurut pemikiran Barat semata mata bersifat antroposentris, artinya,
segala sesuatu berpusat pada manusia. Adapun hak asasi manusia dilihat dari sudut pandang Islam
bersifat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Ini bermakna bahwa dalam Islam,
manusia pertama-pertama harus meyakini ajaran pokok Islam yang dirumuskan dalam dua kalimat
syahadat yakni pengakuan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Barulah setelah
itu manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, menurut isi keyakinannya itu.

Lebih jauh, setidaknya ada dua hal yang menjadi dasar hak-hak asasi manusia dalam al-Qur’an. Dasar
pertama, yakni Allah menjadikan manusia sebagai mustakhlif di muka bumi. Ini berarti manusia resmi
diberi amanat. Ini berarti manusia resmi diberi amanat sebagai refresentasi Tuhan (khalifah) di muka
bumi. Dalam menjalankan amanat sebagai khalifah, tugas pokok dan fungsional yang harus diemban
manusia adalah melaksanakan hukum Tuhan di muka bumi dengan cara yang benar. Implikasinya adalah
terdapat hak-hak civil berupa hak-hak politik (siyasi) pada diri setiap individu. Dasar kedua, bahwa Allah
menjadikan manusia sebagai musta’mir di muka bumi. Ini sekaligus menunjukkan tugas manusia sebagai
pembangun bumui. Ini sekaligus menunjukkan tugas manusia sebagai pemakmur/pembangun bumi. Ini
berimplikasi bahwa manusia memiliki hak-hak asasi. Hak-hak asasi manusia dalam Islam dikelompokkan
dalam dua kategori. Pertama hak-hak Allah (huququllah), yaitu hak-hak manusia terhadap Allah swt
yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah. Kedua, hak-hak manusia (huququl’ibad), yaitu
kewajiban- kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya.
Termasuk hak ini adalah hak al-Istiqrar, yaitu hak untuk menetap dan berdiam dimuka bumi dan hak hak
al-Istimta, yaitu hak untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di muka bumi sebagai rezeki Tuhan. Secara
detail, dalam WAMY Series on Islam memerinci hak-hak asasi manusia di Negara Islam, yaitu:
1). Perlindungan harta dan jiwa, ini sebagaimana ditegaskan dalam
pesan Nabi saat haji wada’, “Harta dan jiwamu haram bagi yang lain hingga hari
kebangkitan;
2). Perlindungan atas kehormatan, dalilnya adalah surat Al-Hujurat (49): 11-
12;
3). Kesucian dan jaminan atas kehidupan dan rahasia pribadi;
4). Perlindungan atas
kemerdekaan pribadi;
5). Hak menyanggah penguasa yang zalim;
6). Kebebasan
menyatakan pendapat;
Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam

7). Kebebasan berserikat;


8). Kebebasan menganut agama,
sebagaimana bunyi surat Al-Baqarah (2) ayat 256;
9). Perlindungan atas perasaan
keagamaan;
10). Perlindungan dari tindakan penahanan yang sewenang-wenang, hal ini
ditegaskan dalam surat Al-An’am (6): 164; dan 11). Hak atas pemenuhan hidup, dalilnya
dalam surat Adz-Dzariyat (51): 1

Demokrasi dalam Islam

Demokrasi secara etimologi berasal dari kata Yunani, demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti
kekuasaan/berkuasa. Sehingga secara asal katanya demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government or
rule by the people). Adapun secara istilah, maka dikenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang
dinamakan demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi
Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya. Demokrasi secara
harafiah merupakan sistem pemerintahan yang sangat membuka pintu lebar-lebar kepada arus
akuntabilitas publik. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan penekanan pada fungsi
kontrol atau dengan kata lain check and balance dari semua pos-pos kekuasaan yang ada. Dari sini
diharapkan akan lahir keadilan (justice) yang secara mekanistik memberikan kebaikan kepada seluruh
elemen masyarakat. Hal ini mengakibatkan bahwa demokrasi merupakan system pemerintahan yang
anti otoritarianisme dan kemungkinan kolusi/konspirasi yang sangat mungkin muncul dalam sistem
monarki dan oligarkhi.
Berdasarkan Wikipedia Indonesia yang mendefenisikan Demokrasi Islam sebagai ideologi politik
yang bertujuan untuk menerapkan prinsip- prinsip agama Islam ke dalam kebijakan publik. Ideologi ini
muncul pada awal perjuangan pembebasan atas daerah di mandat Britania atas Palestina kemudian
menyebar akan tetapi di sejumlah negara-negara dalam pratiknya telah mencair dengan Gerakan
sekularisas
terkait politik Islam dengan sistem kenegaraan atau pemerintahan dalam Islam harus dibedakan antara
teori dan praktek. Maksud teori adalah konsep- konsep yang ditulis dalam nash (Al-qur,an dan sunnah
Nabi Muhammad SAW.) sementara dalam praktek adalah adalah praktek yang dilakukan kaum
muslimnin sepanjang sejarah muslim. Perbedaan ini penting dipahami terlebih dahulu, sebab dalam
banyak kasus, sistem pemerintahan yang berlaku dalam sejarah muslim adalah tidak sejalan dengan
teori yang ingin dibangun Islam (teoritis). Karena itu tulisan ini berlandaskan teori, bahwa ketika
membahas sistempemerintahan Iislam harus ada perbedaan antara teori dan praktek. Sejalan dengan
itu, pembahsan berikut merupakan pelacakan terhadap teori sistem pemerintahan Iislam yang ada
dalam nash (al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW), bukan praktek Muslim.
Hasil pelacakan dari kedua sumber tersebut adalah, ada beberapa nash yang berbicara tentang
prinsip-prinsip dan sistem pemerintahan/ kenegaraann. Diantaranya adalah:

َ ‫استَ َجابُوا لِ َربِّ ِهمۡ َواَقَا ُم ۡوا الص َّٰلو ۖةَ َواَمۡ ُرهُمۡ ُش ۡو ٰرى بَ ۡينَهُمۡ ۖ َو ِم َّما‬
ۡ ‫الَّ ِذ ۡي َن‬
‌َ ‫َر َز ۡق ٰنهُمۡ ي ُۡنفِقُ ۡو‬
ۚ‫ن‬
Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam

Artinya : Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S Asy – Syura ayat 38)

Dari ayat al-Qur’an tersebut dapat ditegaskan beberapa prinsip:

1. Kedaulatan adalah di tangan rakyat (umat),


2. Bentuk pemerintahan adalah berdasarkan musyawarah (shura);
3. Kepala pemerintah adalah imam atau khalifah, yaitu pelaksana shari’ah
(ajaran agama);
4. Kepala pemerintahan diangkat dan diberhentikan oleh rakyat (umat).

Namun ditegaskan bahwa Islam mementingkan perdamaian daripada peperangan,


dan harus selalu siap berperang agar tidak diserang. Prinsip ini tersirat dalam al-Anfal (8): 61:

  ‫َواِ ْن َجنَح ُْوا لِلس َّْل ِم فَاجْ نَحْ لَهَا َوتَ َو َّكلْ َعلَى هّٰللا ِ ۗاِنَّهٗ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬
Artinya“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dari dalil (nash) ini tersirat prinsip pemerintahan, yaitu harus selalu menepati janji dan tidak
mengkhianatinya. Sedangkan sumber sunnah Nabi Muhammad, misalnya:
1. Adanya larangan komersialisasi jabatan,
2. Rasulullah SAW selalu bermusyawarah dengan para sahabat dalam urusan- urusan politik, militer dan
keuangan.
Dari sejumlah nash di atas, para ilmuwan menyimpulkan tiga prinsip umum
ketatanegaraan atau pemerintahan Islam yaitu:
1. Prinsip musyawarah (shura);
2. Prinsip keadilan (al-‘adl);
3. Prinsip egaliteranisme (musawah).

Lalu bagaimana Pemindahan Kepemimpinan Kepala Negara/Pemerintahan (suksesi )Pada Kekuasaan


Nabi Muhammad SAW?

Bentuk suksesi yang terjadi dari kekuasaan Nabi Muhammad SAW kepada Abu Bakar al-Shiddiq sebagai
khalifah pertama adalah hasil musyawarah kaum muslimin, yang ketika itu terdiri dari kelompok Anshar
dan Muhajirin di Saqifah Bani Sa’adah. Kemudian peralihan dari Abu Bakar al-Shiddiq kepada ‘Umar bin
al-Khattab sebagai khalifah kedua adalah dengan penunjukkan oleh khalifah sebelumnya dengan
persetujuan kaum muslimin. Bentuk lain yang muncul Ketika peralihan dari ‘Umar bin al-Khattab kepada
‘Usman bin ‘Affan sebagai khalifah ketiga dengan sistem formatur (). Adapun peralihan dari‘Usman bin
‘Affan kepada Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat adalah dengan jalan aklamasi. Setelah itu
sejarah Muslimin diwarnai dengan sistem pemerintahan moarki. Bahkan sampai sekarang pun pada
umumnya Negara Arab sistem ini yang berlaku

Dapat dikatakan, bahwa praktek suksesi kepemimpinan yang dilakukan keempat khaliffah pertama
(khulafa al-rashidin) masih sejalan dengan prinsip demokrasi (shura) yang diajarkan Islam. Sebab
Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Islam

dalil/nash hanya memberikan prinsip, sementara bentuk dapat dipraktekkan dalam sejumlah variasi
sepanjang prinsip musyawarah ada di dalamnya

Anda mungkin juga menyukai