Anda di halaman 1dari 8

A.

NEGARA MENURUT ISLAM

Mengutip Abdul Qadim Zalum, definisi negara menurut alMawardi adalah alat atau
sarana untuk menciptakan dan memelihara kemaslahatan. Karena Islam sudah menjadi
ideologi politik bagi masyarakat dalam kerangka yang lebih konkret, bahwa Islam
memerintahkan kaum Muslimin untuk menegakkan negara dan menerapkan aturan
berdasarkan hukum-hukum Islam. Masalah politik, ekonomi, sipil, militer, pidana, dan
perdata diatur jelas oleh Islam. Hal itu membuktikan bahwa Islam merupakan sistem bagi
negara dan pemerintahan, serta untuk mengatur masyarakat, umat, dan individu-individu.

Banyak para pemikir merumuskan definisi dan bentuk negara menurut perspektif
Islam. Roger F. Soltau melihat bahwa negara merupakan sarana atau alat mengimplementasi
kehendak dan cita-cita warga negaranya, karena tujuan setiap negara adalah mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.

Dalam pandangan al-Mawardi, sebuah negara membutuhkan enam sendi utama untuk berdiri;

a. menjadikan agama sebagai pedoman. Agama diperlukan sebagai pengendali hawa


nafsu dan pembimbing hati nurani manusia. Agama merupakan fondasi yang kokoh
untuk menciptakan kesejahteraan dan ketenangan negara.
b. pemimpin yang bijak dan memiliki otoritas yang melekat dalam dirinya dengan
kekuasaannya. Dengan kriteria ini seorang pemimpin dapat mengompromikan
beberapa aspirasi yang berbeda, sehingga dapat membangun negara mencapai tujuan.
c. keadilan yang menyeluruh yang dengannya akan tercipta kedamaian, kerukunan, rasa
hormat, ketaatan pada pemimpin, dan meningkatkan gairah rakyat untuk berprestasi.
Keadilan itu bermula dari sikap adil pada diri sendiri, kemudian kepada orang lain.
Keadilan kepada orang lain dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu;
1) adil kepada bawahan (subordinat), seperti keadilan kepala negara kepada wakil
atau pejabat eksekutif bawahannya,
2) adil kepada atasan (superior), yaitu keadilan yang dilakukan oleh rakyat kepada
kepala negara, untuk patuh, loyal dan siap membantu negara, dan
3) adil kepada sejawat (peer), yaitu keadilan kepada orang yang setara, dengan cara
menghormati sikap mereka, tidak mempermalukan dan menyerangnya.
d. keamanan semesta, yang akan memberi inner peace (kedamaian batin) kepada rakyat,
dan pada akhirnya mendorong rakyat berinisiatif dan kreatif dalam membangun
negara.
e. kesuburan tanah air yang berkesinambungan, yang akan menguatkan inisiatif rakyat
untuk menyediakan kebutuhan pangan dan kebutuhan ekonomis lainnya sehingga
konflik antarpenduduk dapat dikurangi dan teratasi.
f. harapan bertahan dan mengembangkan kehidupan. Kehidupan manusia melahirkan
generasi-generasi masa depan. Generasi sekarang harus mempersiapkan sarana dan
prasarana, struktur dan infrastruktur bagi generasi mendatang. Orang yangtidak
mempunyai harapan bertahan (hope of survival) maka ia tidak mempunyai semangat
dan usaha untuk hidup mapan.
Dari sendi pertama di atas, diketahui bahwa dalam konsep negara, posisi agama
sangat penting. Sebagaimana diketahui, terdapat dua corak pemikiran yang keduanya
bersebrangan antara satu dengan yang lain terkait negara dan agama (Islam). Sebagian
pemikir menganggap bahwa Islam dan negara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, sedangkan yang lain berpendapat bahwa keduanya harus dipisahkan. Al-Mawardi
cenderung pada corak pertama, bahwa agama dan negara saling membutuhkan. Agama
membutuhkan negara, karena dengan negara maka agama dapat berkembang. Sebaliknya,
negara memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam
bimbingan etika dan moral. Al-Mawardi mengatakan, “Kekuasaan dengan dibarengi agama
akan kekal, dan agama dibarengi dengan kekuasaan akan kuat”. Pada bagian awal dari
karyanya yang terkenal al-Ahkâm al-Sult } âniyyah } , al-Mawardi menegaskan bahwa
pemimpinan negara merupakan instrumen untuk meneruskan misi kenabian guna memelihara
agama dan mengatur dunia. Pemeliharaan agama dan pengaturan dunia merupakan dua jenis
aktivitas yang berbeda, namun berhubungan secara simbiotis. Keduanya merupakan dua
dimensi dari misi kenabian. Allah mengangkat untuk umat-Nya seorang pemimpin pengganti
(khalifah) Nabi SAW, untuk mengamankan negara disertai dengan mandat politik. Dengan
demikian, seorang khalifah atau imam adalah pemimpin agama di suatu pihak dan menjadi
pemimpin politik di lain pihak. Al-Mawardi tidak mendikotomikan antara pemimpin politik
dan pemimpin agama. Negara merupakan lembaga politik dengan sanksi-sanksi keagamaan.
Sejarah juga telah menunjukkan bahwa Nabi SAW ketika memimpin Negara Madinah, selain
sebagai pembawa ajaran Allah juga sebagai pemimpin negara. Al-Mawardi sendiri tidak
menjelaskan tentang definisi negara Islam secara rinci. Namun menurutnya bentuk sebuah
negara adalah khilâfah. Pemikiran ini dipengaruhi bahwa al-Mawardi hidup dalam sistem
pemerintahan khilâfah yang berlaku pada saat itu. Baginya, khilâfah mendekati sistem
demokrasi tidak langsung. Hal itu bisa dilihat dari pengangkatan khalifah atau imam, kriteria-
kriteria atau syarat menjadi khalifah, dan tata cara pemilihannya.

B.  SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM

Adapun system pemerintahan yang pernah diperaktekan dalam islam,sangat terkait


dengan kondisi kontekstual yang dialami oleh masing-masing ummat.Dalam rentang waktu
yang sangat panjang  sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang, ummat islam pernah
mempraktekkan beberapa system pemerintahan yang meliputi system pemerintahan khilafah
(Khalifah berdasarkan syurra dan khalifah berdasarkan Monarrki), imamah, monarki dan
demokrasi.

1.      SISTEM PEMERINTAHAN KHILAFAH

Khilafah adalah pemerintahan islam yang tidak dibatasi oleh wilayah


teritorial,sehingga kekhalifahan islam meliputi berbagai suku dan bangsa.Ikatan yang
mmempersatukan kekhalifahan adalah islam sebagai agama. Pada intinya, kekhalifahan
adalah kepeminpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi
SAW.Dalam bahasa Ibn Khaldun, kekhalifahan adalah kepeminpinan umum bagai kaum
muslimin  diseluruh penjuru dunia untuk menegakkan hokum-hukum syari’at silam dan
memikul da’wah islam keseluruh dunia.Menegakkan khalifah adalah kewajiban bagi seluruh
kaum muslimin diseluruh penjuru dunia.Dan menjalankan kewajiban yang demikian itu,sama
dengan menjalankan kewajiban yang diwajibkan Allah bagi setiap kaum muslimin.

Berdasarkan Ijma’ Sahabat, wajib hukumnya mendirikan kekhalifahan.Setelah


Rasulullah SAW wafat,mereka sepakat untuk mendirikan kekhalifahan untuk Abu Bakar,
kemudian Umar, Ustman dan Ali, sesudah masing-masung dari ketiganya wafat. Para sahabat
telah bersepakat sepanjang hidup mereka atas kewajiban untuk mendirikan kekhalifahan,
meski mereka berbeda pendapat tentang orang yang akan dipilih sebagai khalifah, tetapi
mereka tidak berbeda pendapat secara mutlak mengenai berdirinya kekhalifahan. Oleh karena
itu, kekhalifahan (khilafah) adalah penegak agama dan sebagai pengatur soal-soal duniawi
dipandang dari segi agama.

Jabatan ini merupakan penggati nabi Muhhammad SAW, dengan tugas yang sama,
yakni memppertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan dunia. Lembaga ini disebut
khilafah (kekhalifahan). Orang yang menjalankan tugas itu disebut Khalifah.

2.      KHILAFAH BERDASARKAN SYURA

Sistem pemerintahan islam berdasarka syura pernah dipraktekkan pada masa al-
Khulafa al-Rasyidun ketika mereka memerintah islam dibeberapa kawasan yang didasarkan
pada system musyawarah sebagai paradigm dasar kekuasaan.Abu Bakar Al-Shiddiq, umar
bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib telah menjalankan system
pemerintahan yang dilandasi oleh semnagat musyawarah.

Ciri yang menonjol dari system pemerintahan yang mereka jalankan terletak pada
mekanisme musyawarah, bukan dengan system keturunan.Tidak ada satupun dari empat
khalifah tersebut yang menurunkan kekuasaanya kepada sanak kerabatnya. Musyawarah
menjadi jalan yang ditempuh dalam menjalankan kekuasaan sesuai dengan apa yang
dijalankan Rasulullah SAW.

3.      KHILAFAH  MONARKI

Pasca berakhirnya al-Khulafa al-Rasyidun, kekhalifahan dilanjutkan oleh khalifah


bani Umaiyah dengan Muawiyah bin Abu Sofyan sebagai khalifah pertama.Sejak saat itulah
khilafah Islamiyah yang sudah berdasarkan syura digantikan dengan system keturunan,
menjadi Negara kerajaan (monarki) mengikuti system yang diperlakukan di Persia dan
Romawi.

Sisrem khilafah monarki disebut oleh Antony Black dengan Khilafah


Patrimonial.Patrimonialiisme yang dimaksud disini adalah system pemerintahan yang
member hak kepada pemimpin untuk menganggap Negara sebagai miliknya dan bias
diwariskan kepada keluarganya (turun temurun) sementara rakyat dipandang sebagai
bawahan yang berada dibawah perlindungan dan dukunganya.

Sistem monarki adalah system waris (putra mahkota) dimana singsana kerajaan akan
diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang tuanya. Sistem monarki juga merupakan
system pemerintahan yang menjadikan raja sebagai sentral kekuasan, seorang raja berhak
menetapkan aturan bagi rakyatnya .Perkataan raja adalah undang-undang tertinggi yang harus
ditaati.Raja memiliki hak khusus yang tidak dimiliki oleh rakyyat,raja memiliki kekebalan
terhadap hokum, dan kekuasaan kenegaraanya tak terbatas.

Berubahnya khilafah berdasarkan syura menjadi monarki ini terjadi ketika Muawiyah
melantik putranya Yazid sebagai khalifah atas dasar Mughirah bin Syu’bah.Sistem khilafah
monarki terus berlanjut hingga kerajaan islam dipegang oleh Turki Ustmani yang timbul di
Istambul pada 699 H/ 1299 M yang dipimpin oleh Ustman l yang kemudian dikenal sebagai
dinasti Utsmaniyah. Dinasti ini memerintah hingga 1342H/1924M dengan khalifah terakhir
Abdul Hamid ll. Tak pelak lagi sejak Dinasji Umaiyyah hingga Dinasti Utsmani, system
pemerintahan Islam sudah sangat jauh dari kekhalifahan yang berbasisi syura menjadi
khilafah monarki.

4.      IMAMAH

Kunci utama Imamah dalam politik syi’ah adalah terletak pada posisi imam. Karena
status politik dari para imam adalah bagian yang esensial dalam mazhab Syi’ah
Imamiyah.Mereka dianggap penerus yang dari nabi Muhammad SAW dan mereka percaya
bahwa setiap penerus harus ditunjuk oleh Allah SWT melalui nabinya.Para Imam dianggap
sebagai penerus nabi dan pewaris yang sah dari otoritasnya.Hal ini bukan dikarenakan
mereka dari keluarganya ,tetapi karena mereka merupakan orang-orang yang shaleh taat
kepada Allah dan mempunyai karakteristik yang menjadi prasyarat untuk mengemban tingkat
kepemimpinan politik agama. Demikian juga mereka tidak ditunjuk mmelalui consensus
rakyat. Imamah adalah Institusi yang dilantik secara ilahiyah,hanya Allah yang paling tau
kualitas-kualitas yang diperlukan untuk memenuhi tugas ini,oleh karena itu hanya Dia-lah
yang mampu menunjuk mereka. Syi’ah menganggap bahwa Imamah seperti  kenabian,
menjadi keperccayaan yang pundamental, dan ketaatan kepada otoritas imam adalah sebuah
kewajiban agama. Meski para Imam tidak menerima wahyu ilahi, namun para imam
mempunyai kulitas,tugas, dan otoritas dari nabi. Bimbingan politi dan agama dari mereka dan
mereka adalah wali bagi pengikut mereka. 

Konsep politik Syi’ah yang berpusat pada Imam (yang kemudian diterjemahkan
menjadi wilayat al- afqih) diterjemahkan dalam periode modern dalam bentuk negarra Irean.
Iran menjadi penjelmaan politik Syi’ah setelah revolusi Islam Iran tahun 1979 yang dipimpin
oleh Imam Khomeini.

5.      DEMOKARASI

Kata Demokrasi memiliki berbagai makna. Tetapi pada dunia modern ini
penggunaanya mengandung arti kekuasaan tertinggi dalam urusan politik adalah hak rakyat.
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan penting
pemerintah, atau garis kebijakanaan dibelakang keputusan-keputusan  tersebut secara
langsung atau tidak langsung, hanya dapat berlangsung jika disetujui secara bebas oleh
mayoritas masyarakat dewasa yang berada dalam posisi pemerintahan.
Paling tidak ada tiga mavam bentuk demokrasi yaitu , demokarasi formal, permukaan, dan
substantive.

a. Demokrasi Formal

Demokrasi formal ditaandai dengan pemilihan umum yang teratur, bebas, adil,
dan kompetitif.Biasanya ditandai dengan tidak digunakanya paksaan secara
berlebihan oleh Negara terhadap terhadap masyarakat, ada kebebasan sipil dan politik
yang cukup untuk menjamin kompetisi dalam pemilihan umum.

b. Demokrasi Permukaan

Demokarasi Permukaan merupakan demokrasi yang umum ditetapkan di dunia


ketiga. Tampak luarnya memang demokrasi tapi sama sekali tidak memiliki substansi
demokrasi. Dahulu demokrasi ini lazim terdapat di Amerika latin, Timur tengah,
misalnya Presiden Saddam Hussein (Iraq), Hafez al-Assad (Syria), dan Husni
Mubarak (Mesir) dimana rezim penguasa tidak menginginkan demokrasi yang
sebenarnya.

c. Demokrasi Substantif

Demokarasi macam ini memperluas ide demokarasi diluar mekanisme formal,


ia mengintensifkan konsef dengan memasukan penekanan pada kebebasan dan
diwakilinya kepentingan melalui forum public yang dipilih dan dengan partisipasi
kelompok.

6.      MONARKI DAN MONARKI KONSTITUSIONAL

Monarki adalah system pemerintahan yang berbentuk kerajaan, dimana yang berhak
menggantikan raja adalah keturunanya. Rakyat tidak memiliki hak untuk mengggatikan
kekuasaan. Titah raja harus diikuti oleh rakyatnya , sehingga ada ketundukan peneuh dari
rakyat yang diperintahnya. Tetapi ada bentuk lain dari monarki, yaitu monarki Konstitusional
yang secara jelas dalam konstitusinya disebutkan sebagai Negara kerajaan. Maroko dan
Jordania adalah contoh nyata dari monarki konsttitusiaonal

C. NEGARA ISLAM PERTAMA (MADINAH)

Sebagai sebuah agama besar Islam mencatatkan sejarah tersendiri yang mewarnai


perjalanan peradaban umat manusia. Untuk memudahkan mamahami catatan sejarah Islam
para sejarawan membagi rangkaian sejarah Islam dalam beberapa pase. Harun Nasution
membagi tahapan sejarah Islam menjadi:

1.Periode Klasik: 650-1250M

Periode ini dibagi lagi menjadi duaperiode, yaitu masa kemajuan Islam (650-1000 M)
dan masa disintegrasi (1000-1250 M)
2.Periode Pertengahan: 1250-1800

Priodeini dibagi menjadi periode kemunduran I (1250-1500 M) dan masa tiga


kerajaan besar (1500-1800 M).

3.Periode Moderen : 1800 sampai seterusnya

Masa-masa awal Islam masuk kedalam periode klasik yang diawali dari proses
turunnya wahyu, masa kenabian, masa khulafaurrasyidin, masa Dinasti Bani Umayyah, dan
masa Dinasni Bani Abbas.Berdasarkan itulah kebanyakan para sejarawan Indonesia membagi
periodeisasi sejarah Islam dengan pembabakan: Masa Nabi, Masa Khafilah yang Empat,
masa Dinasti Bani Umayyah dan masa Dinasti Bani Abbas.

Membangun Negara Madinah

Adalah masa sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi melalui proses turunnya
wahyu sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW.Ada dua periode yang dilalui Nabi, periode
Makkah yaitu sejak turunnya wahyu pertama sampai dengan hijrah atau berpindahnya beliau
bersama para pengikutnya ke Madina , dan periode Madinah, yaitu sejak peristiwa hijrah
sampai dengan wafatnya Nabi.

Pada periode Makkah Nabi menyampaikan misi kenabian memperkenalkan ajaran


Islam yang mengajarkjan ajaran tauhid. Misi Nabi ini mendapat tentangan keras dari
penduduk Makkah yang dipelopori orah tokoh-tokoh suku Quarais, mereka bukan saja tidak
menerima ajaran Tauhid yang ditawarkan Nabi, mereka menentang secara keras bahkan
memberikan ancaman fisik kepada nabi dan orang-orang yang mengikutinya. Nabi tetap
melaksanakan misinya di makkah sampai dengan 10 tahun. Kemudian dengan petunjuk dari
Allah dan atas pertimbangan situasi social yang sangat tidak mendukung misi kenabiannya di
makkah serta dengan mempertimbangakn kondisi yang lebih kondusip di Madinah maka
Nabi Muhammad bersama pengikutnya melaksanakan Hijrah. Yaitu sebuah proses
migrasidari kota Makkah ke kota Madina.

Sejak itu dimulailah babak baru dalam masa kenabian. Berbeda dengan apa yang
dialamai pada saat di kota Makkah, di Madinah Nabi dan para pengikutnya mendapat
sambutan yang baik oleh penduduk Madinah. Sesara social masyarakat Madinah ketika itu
terdiri dari beberapa kelompok, kelompok-kelompok yang tergolong besar dan berpengaruh
adalah kelompok Yahudi dan Arab. Kelompok Arab sendiri terdiri dari suku “Aus dan
Khosroj. Masing-masing kelompok ini dalam rentang waktu yang cukup panjang selalu
terlibat dalam pertikaian, mereka saling bertikai untuk memperebutkan kepemimpinan di
antara mereka. Karena masing-masing mereka tidak ada yang mau mengalah, maka akibatnya
Madinah masa itu menjadi kosong kepemimpinan.

Di sisi lain mereka sudah berada dalam titik jenuh selalu bertengkar, mereka sudah
merindukan suasana damai, akan tetapi mereka tidak mempunyai figure yang dapat
mempersatukan mereka. Beberapa tokoh diantara mereka akhirnya menemukan figure itu ada
pada pribadi Nabi Muhammad SAW. Karena itulah kehadiran nabi dan para pengikutnya di
Madinah mendapat sambutan hangat bahkan Nabi dinobatkan sebagai pemimpin diantara
mereka.

Dengan diterima dan diangkatnya nabi sebagai pemimpin di Madinah, maka


dimulailah sebuah babak baru dalam catatan sejarah Islam. Subah babak dimana Islam
mempunyai cikal-bakal dalam kehidupan politik. Nabi Muhammad bukan hanya sebagai
pemimpin agama, tetapi beliau juga mempunyai kekuasaan politik, dimana penduduk
Madinah menjadi Rakyatnya.

Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Nabi adalah bahwa dalam Negara
madinah itu dibangun dengan kondisi social penduduknya heterogen. Etnis Arab dengan
beraneka suku, dan juga berbagai jenis keyakinan, Yahusi dengan beberapa sektenya, Nasrani
serta masyarakat suku paganism yang belum mempunyai agama, serta Islam sendiri.
Keanekaragaman ini dapat dipersatukan dalam suatu sitem politik yang dibangun oleh Nabi.
Pada masa kenabian tidak ada lagi perang antar suku, tidak juga ada superioritas kelompok
tertentu atas yang lain. Semua dapat hidup damai, saling menghormati satu dengan lain.
Hasilnya adalah Madinah yang awalnya adalah cikl bakal sebuah Negara, akhirnya menjelma
menjadi sebuah kekuatan Negara baru. Sebuah Negara dengan konsep kebersamaan hak
warga Negara, tidak membedakan ras, suku dan agama.

Cara bernegara yang dipraktekkan oleh Nabi itulah sebenarnya konsep dan praktek ajaran
islam yang benar. KOnsep-konsep dasar yang dibangun oleh Nabi adalah 

1) memfungsikan masjid sebagai pemersatu antar kaum Muslimin. Masjid tidak hanay
difungsikan sebagai tempat ibadah, tetapi juga difungsikan sebagai wdah uktuk
kegiatan social yangdapat mempererat rasa persaudaraan anatara sesame umat Islam.
2) adalah ukhuwah islamiyah, yaitu membangun persaudaraan antara sesame muslim.
Nabi mempersaudarakan antara umat islam yang hijtah (muhajirin) dengan penduduk
Madinah yang sudah muslim (anshor). Dengan demikian persaudaraan lebih kuat
diamping ada persaudaraan berdasarkan keturunan juga ada ikatan antara sesame
Islam.
3) hubungan persahabatan antara umat islam dengan penduduk non muslim. Hubungan
persahabatan ini dituangkan dalam sebuah piagam yang isinya memberikan jaminan
kemerdekaan beragama kepada umat Yahudi. Setiap warga Negara memiliki hak
tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Seluruh warga Negara mempunyai
kewajiban yang sama uttuk membela keamanan negeri dari serangan luar. Dalam
bidang social Nabi juga meletakkan dasar persamaan antar sesame manusia.
Perjanjian ini dalam pandangan ketata negaraan sekarangdisebut dengan konstitusi
Madina.
DAFTAR PUSTAKA

Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam – Doktrin, Sejarah dan Realitas


Empirik (terjemahan), Al Izzah, Bangil, 1997

file:///C:/Users/SAMSUNG/Downloads/Al-
Mawardi_dan_Konsep_Kenegaraan_dalam_Islam.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/6809/3/BAB%20II.pdf

https://www.kompasiana.com/syafran/5500b725a333115d6f511d65/islam-periode-awal-
negara-madinah

Anda mungkin juga menyukai