Artinya: 1) Katakanlah: Hai orang-orang kafir. 2) Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. 3) Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. 4) Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. 5) Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6)
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Dalam hal ini. Tuhan telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk
beragama sesuai dengan pilihannya, sesuai dengan keyakinan dan pandangannya.
Ada hak asasi dari Tuhan untuk setiap orang dalam memeluk agama, tanpa
mempermasalahkan. Esensi mengenai pilihan, hak azasi, dan kebebasan itulah,
yang ingin ditekankan kembali dari novel Lauh Mahfuz. Jalan menuju Tuhan
adalah sebanyak jumlah ciptaan-Nya. Masyarakat modern dengan pandangan
rasionalisasi yang kaku telah melakukan kekeliruan dalam menginterpretasikan
teks agama yang suci dan sakral. Mereka memandang interpretasi sebagai satu-
satunya kebenaran jawaban atas zaman, padahal mereka adalah manusia: tempat
salah dan lupa. Konsep rasionalitas dipahami dan diterapkan bagi umat secara
mutlak, dan yang tidak mengikuti adalah salah. Interpretasi itu pun menjadi
belenggu bagi kita semua. Kita perlu sadar, bahwa memeluk agama perlu
dilandasi oleh spiritualitas dari hati si pemeluk itu sendiri. Ketika Sachiko Murata
melakukan studi naskah klasik di Cina, dia menemukan bahwa esensi religiusitas
yang dibangun oleh Tao, Budhism, Konfusian, dan Islam terbentuk dari hati tiap-
tiap pemeluknya itu sendiri. Memeluk agama perlu dilandasi keikhlasan dalam
bingkai spiritualitas, tanpa paksaan, tanpa ancaman, tanpa tekanan ataupun tanpa
kekangan dari pihak manapun.
9
Setiap orang memiliki keyakinan masing-masing, dengan spiritualitas
yang terkandung di dalam hatinya. Tokoh Menik dan Menuk dalam novel Lauh
Mahfuz diceritakan sebagai saudara kembar, namun pilihan atas agama dan
keyakinan mereka berbeda. Dan mereka tidak dipaksakan, tanpa ancaman, tanpa
9
Sachiko Murata. Kearifan Sufi Cina (Chinese Gleams of Sufi Light; Wang Tai-yus
Great Learning of the Pure anda Real and Liu Chihs Displaying the Concealment of the Real
Realm) diterj. oleh Susilo Adi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003
101
tekanan ataupun tanpa kekangan dari pihak manapun dalam memeluk agama.
Lebih karena kesadaran diri yang mendorong untuk memahami hidup dengan
konsep iman.
Menik sempat terkesima, kemudian tersadarkan bahwa dia tak
perlu ragu-ragu menyambur tawaran penampakan itu.
Itukah Bunda Maria? Dia tidak tahu. Yang jelas wajahnya
begitu lembut dan memukau. Kesan tulus dengan kasih dan cinta
terlihat memancar dari raut mukanya. Tak kuasa Menik menolak
uluran tangannya. Maka bergegaslah dia menghampiri gereja itu.
Dalam perjalanan menuju gereja, Menik tak henti-henti
merasa takjub akan pengalaman spiritual yang baru saja dia
rasakan. Ketakjuban itu membasuk dirinya dengan sebuah
kesejukan jiwa, yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Yang
membuat dia melangkah lebih ringan, menatappenuh percaya diri,
dan membuahkan harapan bahwa hidupnya takkan sia-sia, bahkan
berguna nantinya. Bahwa pada suatu saat, ketika nanti
diamelangkah ke alam kekal, pasti perempuan yang ada dalam
penampakannya tadi, akan menjemputnya. Bukankah itu esensi
kehidupan, sebuah perjalanan meraih kebahagiaan. Kebahagiaan
yang lahir bukan dari benda, atau dari sebuah ideology, tetapi
kebahagiaan yang lahir dalam perasaan seorang hamba dari Yang
Mahakuasa.
10
Dari kutipan tersebut, dapat dicermati bahwa tokoh Menik mendapat
bimbingan spiritual dari roh Bunda Maria. Kegalauan dan kekalutan dalam
ketaksadaran atas masa lalu tokoh Menik yang menyertai dirinya, kemudian
mendapat petunjuk dan ketenangan jiwa hingga tergerak menuju gereja.
Instrument ini karena dorongan dalam batin yang begitu kuat sehingga
menggerakan seluruh tubuh secara operasional. Tentang peranan jiwa dan
spiritualitas, Imam ar-Razi mengatakan mengenai pengaruhnya pada tubuh, ia
mengharuskan adanya dominasi jiwa atas tubuh dan tampilnya emansipasi di
dalamnya.
11
Maka itu, lain halnya dengan tokoh Menuk yang menyatukan keseluruhan
jiwa secara komprehensif, yakni ketika mendapatkan pengetahuan dari Syekh Abu
Salaf sebagai petunjuk, seperti yang ada dalam kutipan di bawah ini.
Akhirnya Menuk Memohon, Syekh, boleh aku mengikuti
jejak Syekh, memeluk Islam. Rasanya aku ingin lebih memahami
rahasia alam serta kehidupan yang digelar Tuhan dan bersikap serta
berprilaku sebagaimana yang Dia kehendaki.
10
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 42
11
Ar-Razi, Imam. Ruh dan Jiwa; Tinjauan Filosofis dalam Prespektif Islam (Imam Razis
Ilm al-Akhlaq) diterj. oleh H. Mochtar Zoerni dan Joko S Kahhar. Surabaya: Risalah Gusti, 2000,
hlm 105
102
Syekh Abu Salaf langsung menjawab, Ucapkanlah Syahadat!
Itu petanda engkau telah menjadi seorang muslim. Karena itu,
merupakan Rukun Islam yang pertama
12
Dalam kutipan tersebut, petunjuk yang datang pada tokoh Menuk adalah
pengetahuan yang diresapi, dihayati, dan dipersepsi dengan pikiran. Ranah ini
membuka instrument mengenai manifestasi jalan jiwa untuk menelusuri ranah-
ranah yang lain. Pada konteks seperti itu, menurut Imam ar-Razi bahwa:
semakin tumbuh berkembang pengetahuan jiwa, semakin sempurna keadaan
untuk sadar. Tidak mengherankan, dalam kondisi semacam itu menjadikan
seseorang memiliki penyatuan dan internalisasi nilai-nilai dengan agama dapat
mengkristal dengan cepat.
Kendati tokoh Menik dan Menuk adalah saudara kembar, tumbuh dalam
lingkaran ideologi komunis, namun petunjuk bagi datangnya iman berada dalam
jalan yang berbeda. Jiwa menjadi tempat tinggal spiritualitas manusia, dan dari
situlah keyakinan mengenai benar dan salah muncul. Tokoh Menik mendapatkan
petunjuk dalam goncangan mental dan berada dalam ketaksadaran sehingga
spiritualitas keberagamannya adalah laku. Sedangkan tokoh Menuk mendapatkan
petunjuk dengan pengetahuan terus-menerus dengan cara mendengar sehingga
transformasinya terwujud dalam tindakan kreatif. Namun, perlu untuk dipahami,
bahwa kedua tokoh tersebut telah mendapatkan keyakinan berdasar pada
pengetahuan masing-masing. Dari pengetahuan itulah, mereka memiliki
kesadaran praktis (sistem nilai) terhadap realitas: dengan segenap struktur sosial-
budaya yang melingkari. Keyakinan seseorang terbentuk tanpa paksaan, tanpa
tekanan, dan tanpa ancaman, yakni lebih melalui kesadaran tiap-tiap diri untuk
beriktikad dan bertindak dalam dorongan jiwa yang bijak dan suci.
Keyakinan dan kekuatan spiritual untuk mendalami agama sebagai pilihan
juga dimiliki oleh tokoh Panji tanpa ada paksaan dari siapapun, seperti yang
tertera dalam kutipan di bawah ini.
Apa yang ingin kamu lakukan di sini, Panji? Menuk
membuka pembicaraan.
Aku tidak tahu. Aku hanya memiliki kerinduan untuk
bertemu nabi besar junjunganumat Islam, Muhammad sallallahu
alaihi wasalam, kalau diizinkan.
Kerinduan itu yang mungki membawamu ke sini. Tetapi
bertemu Nabi adalah sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Beliau
berada di tingkatan langit yang tak dapat dikunjungi oleh manusia,
sesuci apa pun. Kecuali beliau sendiri yang mengndangnya, itu
mungkin .
13
Dari kutipan itu, kita dapat mencermati bahwa yang dilakukan oleh tokoh
Panji adalah pilihan hidup. Segala yang termanifestasi di dalam dirinya adalah
12
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 66
13
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 52
103
embun yang sangat halus, yang mengurai kekosongan dalam setiap waktu.
Beragama yang baik adalah dengan menjaga kehalusan budi, menjalin kerukunan
dengan sesama manusia, dan menjadi pemimpin yang baik bagi alam semesta.
Dalam pandangan Muhammad Iqbal sesungguhnya cara yang dipakai al-Quran
dengan kata wahyu menunjukkan, bahwa al-Quran memandangnya sebagai
sesuatu milik universal, yakni ditujukan untuk keselamatan dan kesejahteraan
umat. Nabi Muhammad Saw menyarankan pada umatnya bahwa apabila mereka
ingin selamat, berpeganglah pada dua tuntunan, yakni al-Quran dan Hadis.
Adapun yang banyak terjadi setelah Nabi Muhammad Saw wafat, justru al-
Quran dan Hadis menjadi perdebatan di kalangan pemikir, intelektual, pengkaji,
maupun pengkritik dengan klaim kebenaran subjektif atas interpretasi masing-
masing. Jika hal ini berlanjut terus-menerus, akan dapat memicu perpecahan di
dalam Islam, bahkan kehancuran, hanya disebabkan oleh perbedaan tafsir
semata.
14
Kebenaran Absolut, Peperangan
Setiap orang meyakini kebenaran berdasarkan pengetahuan yang
dimilikinya. Menurut Muhammad, besarnya kekuasaan manusia dalam
menguasai alam telah memberikan suatu kepercayaan baru dan menimbulkan
perasaan lebih tinggi di atas semua kekuatan yang membentuk lingkungannya.
15
Begitulah sebuah pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, yang berpotensi
membentuk kekuasaan. Yang menjadi masalah adalah manakala ejek-mengejak
terjadi atau salah satu pihak menyerang (menantang perang). Dalam novel Lauh
Mahfuz, perebuatan untuk menjadi yang paling benar dimunculkan dalam konflik
antara dua tokoh dalam satu agama, yang diwakili oleh Syekh Abu Salaf dan
Syekh Ibnu Khalaf, seperti yang ada dalam kutipan berikut ini.
Ketika Syekh Abu Salaf berbalik arah menghampiri, Syekh
Ibnu Khalaf menegur sambil mengangkat punggung Panji.
Pandu, apa dosa anak ini?
Jangan Tanya saya. Tanya anak murtad itu. Berikan hukuman
yang pantas untuknya. Dia telah menodai misi suci yang kita
persiapkan untuk menyelamatkan umat kita dari bencana. Dengan
berbohong dan menentang perintah yang ditegaskan Kitab Suci, dia
telah melawan kehendak Tuhan! Kamu ingat Pandu, dalam
Alquran dinyatakan, laknat Allah itu ditimpakanatas orang-
orang dusta.
Pandu, jangan membawa nama Tuhan untuk memperdaya
seseorang. Tuhan bukanlah monster atau berhala yang bayang-
14
Muhammad Iqbal. Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam (The Reconstruction of
Religious Thought in Islam diterj. oleh Ali Audah, Taufik Ismail, dan Goenawan Mohamad.
Yogyakarta: Jalasutra, 2002, hlm. 206
15
Ibid., hlm. 34
104
bayangnya dapat kau pakai menakut-nakuti dan dijadikan alasan
untuk sewenang-wenang menghakimi.
Pandito, ketentuan Tuhan yang tertuang dalam Alquran tidak
kupaka untuk menakut-nakuti atau menghakimi, tetapi untuk
ditegakkan mengatur kehidupan agar umat menapak jalan yang
diridai.
16
Perdebatan dua tokoh besar itu dimulai dengan adanya salah paham dan
perbedaan sudut pandang mengenai kebenaran. Mereka sama-sama berdasar pada
al-Quran sebagai dasar. Namun, esensi al-Quran yang mereka gunakan hanya
sebagai pembenaran atas pendapat subjektif mereka saja. Pertaruangan antara
ilmu dan agama hampir tidak sebatas pada intelektualitas belaka, tetapi pada cara-
cara menafsirkan dunia di sekitar kita.
17
Pertarungan itu adalah pertarungan
subjektif, dengan mewacanakan ideologi masing-masing untuk kepentingan
golongan, dan keterakuian sebagai pemenang atas capaian kebenaran.
Klaim kebenaran terhadap teks agama selolah-olah membuka cakrawala
manusia untuk mendapatkan nilai-nilai intrinsik yang lebih banyak, yang semua
itu, tentunya, didukung dengan dalil-dalil sebagai pembenaran agar cukup
meyakinkan. Tentu saja, dalam ranah ini, siapapun yang mampu menjangkau
dataran rasionalitas secara profesional, maka dialah yang mampu meyakinkan
pihaknya, dan akan mendapat dukungan lebih banyak untuk diikuti. Doktrin
mengenai agama selalu menuju etika. Begitulah yang sering digembar-
gemborkan dalam ceramah. Dalam pandangan Jurgen Habermas, ranah itu berada
dalam wilayah nilai yang menjadi induk bagi ide-ide yang berpengaruh secara
sosial dan terbangun dalam struktur norma tindakan. Di balik itu, ada
dinamika kepentingan. Nah, pada saat itulah itulah, perselisihan tidak terelakan
lagi.
18
Tokoh Syekh Abu Salaf dan Syekh Ibnu Khalaf dalam novel Lauh
Mahfuz karya Nugroho Suksmanto adalah kode dari kaum salaf dan khalaf. Salaf
diartikan sebagai ulama yang hidup pada masa tiga abad pertama setelah Nabi
hijrah, sedangkan Khalaf adalah ulama yang hidup sesudahnya, ketika orang
mulai kehilangan kefasihan berbahasa Arab. Mereka sering berdebat tentang
kebenaran di dalam Islam. Mereka sering berdebat ikhwal al-Quran dan Hadis,
maupun pandangan-pandangan dalam kisah-kisah religius. Tidak jarang pula, dua
pandangan itu saling mengejek dengan mengambil al-Quran dam Hadis sebagai
sumber. Sebenarnya, adanya perbedaan itu wajar, namun, sifat pengetahuan
manusia adalah konseptual, dan dengan bersenjatakan koseptual inilah manusia
berkenalan dengan aspek kebenaran yang bisa diselidiki.
19
Cara meereka dalam
16
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 447-448
17
Skolimowski, Henryk.2004. Filsafat Lingkungan. Yogyakarta: Bentang, hlm. 60
18
Jurgen Habermas. Teori Tindakan Komunikatif I: Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat
(Theorie des Kommunikativen Handelns, Band I: Handlungsrationalitat und Gesellschaftliche
Ratioonalisierung) diterj. oleh Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007, hlm. 239
19
Muhammad Iqbal. Rekonstruksi, hlm. 42
105
menyikapi kebenaran itulah, yang seharusnya diluruskan agar tidak bertentangan
dengan hak orang lain: dalam memahami kebenaran secara subjektif. Hal ini
karena di dalam keyakinan terhadap kebenaran akan memuncul kuasa pada pihak
lain. Terlebih lagi, ketika dalam menyampaikan kebenaran itu menyinggung
perasaan dari salah satu pihak, maka perselisihan hanya ikhwal penentuan lebaran
atau ikhwal tata cara shalat Subuh saja dapat menjadi konflik. Pedebatan itu
banyak yang sepele, namun dalam emosi yang labil (dipenuhi amarah), setan
senantiasa berbisik:
Seketika setan punya celah untuk menghasut. Dia
menggunakan sosok wanita, Ummu Zinnirah, ibu kandung Syaikh
Ibnu Khalaf.
Dengan halus ia menyampaikan bisikan, Pandito, sekarang
saatnya kamu membalaskan kepedihan Ibu, yang merasakan betapa
sakit hati seorang istri tatkala dimadu. Bunuh dia Pandito, lempar
mayatnya ke pangkuan ibunya yang telah merampas kebahagiaan
Ibu.
Syekh Ibnu Khalaf membalas dengan menghunus replika
pedang Nabi Al-Rashub di pinggangnya. Muncul suasana seteruan
yang menjadi semakin sengit ketika setan lain melontarkan
hasutan.
Menggunakan sosok Hajar Marwah, ibu kandung Syekh Abu
Salaf, iblis mengembuskan bisikan, Pandu, kini saatnya kamu
membalas cercaan dan hinaan yang selalu Ibu terima sebagai istri
kedua. Habisi nyawanya, lempar jenazahnya ke hadapan ibunya!
Terjadilah pertempuran dua pendekar mahasakti dan
digdaya.
20
Kita dapat mencermati bahwa era legitimasi dan gengsi selalu muncul
pada setiap orang, tak terkecuali orang yang beriman sekalipun. Dinamika
kepentingan bergerak dalam arus bawah sadar. Benturan ideologi dari sebuah
penafsiran itu pun menjadi konflik, yang dalam ranah lebih jauh dapat memicu
perpecahan. Novel Lauh Mahfuz karya Nugroho Suksmanto mewacanakan
tentang pentingnya kesadaran atas konflik yang berlatarbelakang agama (terutama
yang seagama, dalam hal ini Islam), yakni dengan melalui strategi umpan balik.
Tepatnya, dengan himah di bailk kisah itu. Hikmah yang muncul dari
pertengkaran Syekh Abu Salaf dan Syekh Ibnu Khalaf adalah kesadaran diri
untuk: mengajarkan bahwa Tuhan itu tunggal, tetapi keagungan-Nya terletak dari
keberagaman ciptaan-Nya.
21
Pertikaian mengenai perbedaan sudut pandang dan penafsiran, dalam hal
ini, dapat diselesaikan dengan pandangan luhur, dengan tetap tenang dan tidak
terbawa emosi sehingga jalan tengah dapat diambil. Tokoh yang mampu
menjalankan itu adalah Pak Ranuwisid, yakni kode dari orang yang masih
memegang pada tradisi dan budaya, dengan ajaran kebatinan Islam. Dengan
20
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 450-451
21
Ibid., hlm 452
106
memahami hubungan antara manusia dengan manusia, dia membawa pesan
kenabian (profetik), yang dikenakan sebagai jubah. Jubah adalah pakaian, yang
dapat kita pahami sebagai sesuatu yang melingkari (menutup) tubuh. Jubah adalah
simbol dari aura, sesuatu yang memancar ke luar dan mengelilingi tubuh. Aura
muncul dari jiwa. Aura muncul berdasarkan pada amal perbuatan seseorang.
Memakai jubah nabi berarti menjalankan perintah nabi. Dari rangkaian itu, kita
bisa memaknai bahwa dengan memahami hakikat Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw adalah kedamaian. Mencintai sesama manusia berada dalam
puncak kebaikan, sebagaimana arti dari Islam itu sendiri, yakni selamat. Agar
seseorang tetap berada dalam kebaikan, ia harus senantiasa sadar diri dengan
sekitarnya.
Kesadaran berada di dalam hati. Maka itu, hati perlu untuk dijernihkan.
Rendra, pernah mengatakan bahwa lumut rasa iri dan benci di dalam jiwa, apabila
disinari kesadaran, bisa berubah menjadi padang rumput cinta kasih yang segar
dan darmawan.
22
Untuk melatih kesadaran tentunya dengan menahan (baca:
bersabar) atas fenomena yang muncul dalam realitas. Dalam sebuah sajak,
Rendra menegaskan Kesadaran adalah matahari/Kesabaran adalah bumi.
Bersabar yang dimaksudkan di sini, bukan berarti diam tanpa memberikan
perlawanan. Tentu adakalanya melawan. Pada masa Nabi Muhammad Saw,
dilakukannya berperang adalah untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.
Berikut ini, paparan dari Sachiko Murata dan William C. Chittick tentang agama
dan pesan kedamaian:
23
Titik balik datang pda tahun 622 M. satu delegasi datang
kepada Muhammad dari kota Yastrib, sekitas dua ratus mil utara
Mekkah. Mereka mencari juru damai untuk menghentikan
perselisihan internalnya, dan mereka mendengar hal-hal baik
tentang kebijaksanaan Muhammad.
Konsolidasi Islam yang berlangsung selam periode Madinah
berarti fokus ayat-ayat al-Quran yang diwahyukan berubah dari
ancaman kesengsaraan dan janji keselamatan menjadi instruksi
konkrit bagaimana hidup semestinya dijalani dalam upaya mendapat
perlindungan dari Allah. Muhammad bertindak sebagai nabi, raja,
hakim, dan pembimbing spiritual bagi seluruh masyarakat. Oleh
karena beliau merupakan penerima pesan ilahi, beliau
menyampaikan perintah mengenai masalah politik dan sosial,
menyelesaikan dan memberi hukuman atau ampunan bagi para
22
Rendra. 1999. Memberi Makna pada Hidup yang Fana. Jakarta: Pabelan Jayakarta,
hlm. 104
23
Murata, Sachiko dan William C. Chittick. 2005. The Vision of Islam diterj. oleh
Suharsono. Yogyakarta: Suluh Press, 2005, hlm. xxvii-xxviii
107
pelanggar hukum Allah, dan beliau menasihati dalam upaya
personalnya untuk mencapai kedekatan dengan Allah.
Nabi Muahammad Saw. telah memberikan contoh tentang esensi ajaran
Islam yang disebarkan untuk keselamatan dan perdamaian umat manusia.
Pesan-pesan kedamaian dalam novel Lauh Mahfuz karya Nugroho
Suksmanto ditampilkan dalam indeksial. Misalnya, kita dapat membaca bahwa
setelah tokoh Panji menunaikan tugas dalam mengapai langit demi langit menuju
Lauh Mahfuz dengan mengunakan senjata yang diberi Syekh Abu Salaf, maka
senjata itu dihancurkan ke langit. Dari kronologi ini, fragmen narasi ingin
member penekanan bahwa senjata hanya digunakan seperlunya saja, yakni untuk
membela diri, bukan untuk membunuh. Begitulah pesan penting yang hendak
disuarakan pada bangsa Indonesia, yang dalam akhir-akhir ini bermunculan
konflik antarumat beragama maupun konflik dalam seagama.
Dari pesan itu. perlu kita catat, dalam hal ini, novel tidak hanya sekadar
bahasa tulis yang berimajinatif, tetapi novel memuat suara dan sudut pandang
yang telah diperhitungkan. Umpan balik moral ini untuk dipahami sebagai
wacana yang akan bergerak ke dalam praktik sosial. Kritik sentralnya, terutama
tertuju pada benturan di dalam Islam yang dapat memicu perpecahan, yakni antara
kaum Salaf dan Khalaf, dengan klaim-klaim kebenaran atas teks-teks suci
dan sakral, baik paa al-Quran maupun Hadis. Dalam sebuah dialog antara tokoh
Panji dengan Gus Dur, muncul wacana menarik sebagai tawaran solusi atas
benturan sosial tersebut, yang dapat dicermati dalam petikan berikut ini.
Benturan ini mungkin bisa dihindari bilamana kaum
pembaharu yang menamakan diri kaum khalaf, sebelum
melakukantafsir, menyuguhkan konsep (dengan kehati-hatian
tentunya) namun tetap menjalin silaturahmi dengan ulama-ulam
besar salafis. Sebenarnya bisa dirancang bayangan atau gambaran
seperti apa menurut persepsi atau penghayatan mereka akan
dihadirkan, sehingga perbedaan tafsir isa disikapi sebagai sebuah
perbedaan pendekatan semata, tanpa mengurangi kesakralan sebuah
teks. Juga tetap memberikan kesempatan kaum salaf berpijak pada
keyakinan tafsir mereka, tanpa memaksakan perubahan tafsir yang
lebih didasari oleh kepentingan berpikir secara logis yang
menghilangkan aspek romantismeinstingtif dan intuitif yang
berlandaskan pada nash agama.
Ini dirasakan penting bagi pemenuhan kebutuhan spiritual
mereka. Kaum salaf lebih mengandalkan kedalaman hati dalam
mengamalkan ajaran agama dan transendensinya.
Dengan semangat persaudaraan dan menghilangkan segala
bentuk prasangka, kehadiran dua kubu atau aliran yang dilandasi
perbedaan pendekatan itu akan melahirkan kesadaran bahwa Tuhan
memang ternyata sengaja memberikan opsi atau pilihan menjadi
salaf atau khalaf. Dan ini, dari karakter dominasi salah satu bagian
108
otak manusia saja, sangat dimungkinkan. Belum lagi aspek
penetingan lain.
24
Dengan adanya tawaran untuk perdamaian semacam itu adalah
terciptanya kerukunan dan harmonisasi dalam beragama. Kita perlu menunjung
tinggi sikap saling menghargai, saling menghormati, tenggang rasa, dan toleransi
dalam beragama. Perbedaan yang ada di muka bumi bukan untuk diperdebatkan,
melainkan adanya perbedaan adalah untuk melengkapi kekurangan dari yang
lainnya. Begitulah keagungan dan kebesaran Tuhan dalam membuat sistem di
alam semesta melalui perbedaan. Pada kaitan ini, perlu kiranya saya ambil
pendapat dari Yusuf Qardhawi, bahwa cinta kasih adalah ruh kehidupan dan pilar
bagi lestarinya umat manusia.
25
Dalam jalinan cinta kasih yang tumbuh dari hati
itulah, kedamaian dapat tercipta. Relasi manusia dengan manusia adalah saudara,
apapun jenis ras, suku, bangsa, maupun agamanya. Setiap manusia adalah
bersaudara, yakni sebagai keturunan Adam yang diperintahkan untuk menjadi
khalifah bagi alam semesta.
Harmonisasi Keberagaman
Wacana mengenai harmonisasi dalam keberagaman, dan kerukunan telah
dipersiapkan dengan baik oleh pengarang. Dia awal cerita (di bagian I Gelisah)
dari novel Lauh Mahfuz telah dipaparkan sederet fragmen tentang kekisruhan
yang membuat manusia tidak berdosa harus menjadi korban. Dari kasus G 30 S
yang menelan korban kira-kira 2.000.000 orang, kasus Gedung Menara Kembar
(World Trade Center) di Amerika yang kemudian memicu peperangan dan
menelan banyak sekali korban. Fenomena itu menjadi akar wacana mengenai hak
setiap manusia untuk hidup layak sebagaimana mestinya. Bahkan, hak untuk
hidup layak tidak hanya dimiliki oleh manusia saja, tetapi juga semua makhluk
hidup sebagai ciptaan Tuhan. Bahkan, iktikad dari tokoh Panji menggapai Lauh
Mahfuz bertujuan untuk merubah suratan takdir agar bencana tidak terjadi. Takdir
tetaplah takdir. Bencana tetap terjadi, hanya berpindah tempat, yakni di Lautan
Pasifik mendekat ke Kepulauan Jepang dan di Laut Atlantik dekat Teluk
Meksiko. Dalam kedustaan semacam itu, sebenarnya yang hendak diwacanakan
lebih pada keselamatan umat manusia. Hanya saja, cara yang dipakai oleh
pengarang dalam berwacana melalui mutasi-realitas, yakni dengan memindahkan
realitas yang fakta menjadi fiktif (rekaan di dalam novel).
Dalam pembacaan seperti ini, kita harus cermat dan tidak boleh
memahami yang tersurat. Kita memang harus membaca tanda yang berada di
balik peristiwa itu. Di dalam novel ini, sengaja ditekankan bahwa pencapaian
spiritualitas tokoh Panji dari tahap ke tahap menuju Lauh Mahfuz, semata-mata
24
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 259
25
Yusuf Qardhawi. Merasakan Kehadiran Tuhan. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005, hlm.
149
109
karena perbuatan baik kepada makhluk hidup di dunia ini. Moralitas para
peghuni langit adalah moralitas yang mengedepankan hak asasi manusia dan
kesejahteraan sosial (human right and social welfare morality).
26
Selain itu,
dikatakannya bahwa: Moralitas para peghuni langit adalah prinsip-prinsip etika
universal (universal ethical principles). Kita dapat melihat dari perbuatan baik
yang dilakukan tokoh Panji dan terhubung pada alam lain dalam tabel berikut ini.
Tabel Kebaikan
No.
Tokoh yang
Ditolong
Jenis Perbuatan Hikmah
1. Kucing Penebus kesalahan karena
tak sengaja meracuninya
Mempertemukan Tokoh Panji
dengan tokoh Menuk
2. Menik Menolong dari sergapan
warga yang ingin
melenyapkan PKI hingga
ke anak cucunya
Kembaran dari tokoh Menik, yaitu
tokoh Menuk menjadi pendamping
spiritual dalam menuju Lauh
Mahfuz
3. Anjing (Nyuk-
Nyuk)
Menolong saat terluka
parah di jalan karena
tertabrak kendaraan, yang
kemudian dipelihara
yang membujuk Malaikat
Hafazhah agar Panji mendaki
langit pertama menuju Lauh
Mahfuz
4. Pak Somad
(tukang becak)
Menolong saat terlindas
truk di Jalan Indraprasta
orang yang mengusulkan kepada
Malaikat Hafazhah agar tokoh
Panji untuk mendaki langit kedua
menuju Lauh Mahfuz
5. Jauhari Memberi makan saat jadi
teman masih kecil,
menolong keluarganya
saat Jauhari meninggal.
orang yang meminta kepada
Malaikat Hafazhah agar tokoh
Panji mendaki langit ketiga
menuju Lauh Mahfuz
6. Pamanya Membebaskan menjalani
karma karena sering
menembak burung-burung
di atas kuburan
orang yang meminta kepada
Malaikat Hafazhah agar tokoh
Panji mendaki langit keempat
menuju Lauh Mahfuz
7. Kakek dan
Nenek
Melalui permainan catur,
tokoh Panji yang menjalin
hubungan kakek nenek
yang terpisah.
orang yang mengusulkan kepada
Malaikat Hafazhah agar tokoh
Panji mendaki langit kelima
menuju Lauh Mahfuz
8. Siregar dan Mengasuh (membesarkan) Siregar yang mengusulkan kepada
26
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 273
110
Anak Yatim anak yatim, dan
membahagiakan orang-
orang miskin saat lebaran
Malaikat Hafazhah agar tokoh
Panji mendaki langit keenam
menuju Lauh Mahfuz
9. Ibunya Berbakti, dan memenuhi
permintaan terakhirnya
sebelum meninggal dunia
Tokoh ibu yang menyampaikan
permohonan kepada Malaikat
Hafazhah agar tokoh Panji
disetujui menggapai Lauh Mahfuz
Perjalanan melewati tujuh langit menuju Lauh Mahfuz adalah alegori
yang cukup sulit untuk ditebak. Setiap langit memiliki gambaran peristiwa
sendiri-sendiri, dengan penghubung yang berbeda berdasarkan pada amal
perbuatan tokoh Panji. Tingkat pertolongan yang paling rendah adalah menolong
bintang (sekalipun binatang itu najis), sendangkan tingkat pertolongan paling
tinggi adalah berbakti pada ibu kandung. Nilai-nilai semacam itu mulai memudar
pada masyarakat perkotaan yang individual, yang mana orang-orang lebih
percaya pada sistem abstrak buah perkembangan dari teknologi. Keadaan
menyedihkan lain, tergambar dalam ras, suku, dan agama yang primordialisme
akibat penolakan interaksi dengan budaya dari luar. Ini menekankan bahwa
interaksi kita dalam ranah sosial harus dibangun dalam kerangka persaudaraan
dan dalam balutan cinta kasih, tanpa harus membeda-bedakan. Dengan nada yang
polisemik, kiranya perlu adanya sifat terbuka, sopan santun bersosialisasi, dan
toleran kepada orang lain secara berdampingan.
Untuk bisa bersosialisasi dengan baik agar tercipta kerukunan perlu ada
iman kepada Tuhan. Dengan beriman, mata akan terbuka pada nilai-nilai,
bentangan alam semesta, gejala alam yang dipahami sebagai keberadaan Tuhan.
Nilai-nilai luhur transendental perlu untuk dipegang untuk mewujudkan konsep
muamalah secara kaffah. Transendensi menjadi dasar bagi humanisasi dan
liberasi. Dalam kerangka itu, kita dapat mewujudkan amar makruf dan nahi
mungkar, agar mewujud perbuatan baik kepada sesama manusia, alam semesta
dan Tuhan sehingga dapat mencegah kemungkaran.
Sebenarnya, bila dicermati dengan seksama, wacana yang diusung dalam
novel Lauh Mahfuz hampir senafas dengan konsep sastra profetik yang pernah
dituliskan oleh Kuntowijoyo, dengan humanisme, liberasi, dan transendensi.
Tautologies yang dibangun oleh Kuntowijoyo di dalam karya-karyanya lebih
mengedapankan eksistensi diri: manusia untuk menemukan jati diri di tengah
realitas. Sedangkan transformasi yang diusung Nugroho Suksmanto lebih
mengupayakan humanisasi dalam menyikapi pluralisme agar konsep muamalah
berjalan dengan baik. Pesan dari novel Lauh Mahfuz agar terjadinya kerukunan
dalam keberbedaan, yang dimunculkan pada hak setiap individu untuk bebas
memilih.
111
Ketika Romo Warih Permadi, Syekh Ibu Klahaf Al-Ahmad,
Pak Ranuwisid, Bu Rekso Bergowo, Panji dan Menuk berada
dalam satu meja untuk menikmati hidangan pesta perkawinan,
Romo Warih membuka pembicaraan, Bu Rekso, putrid-putri Ibu
sekarang sudah memiliki keyakinan. Menik memilih Katolik,
sedang Menuk memeluk Islam. Tinggal Ibu yang belum
menentukan, ikut bergabung dengan Romo Warih atau bergabung
dengan Syekh Ibnu Khalaf.
Apakah itu suatu keharusan? Bu Rekso mempertanyakan.
Oh, tidak. Agama lain juga ada. Hanya bangsa kita telah
menetapkan Pancasila sebagai falsafah Negara. Mengacu pada sila
pertamanya, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, setiap warga Negara
diharuskan memeluk agama sebagai manifestasi percaya adanya
Tuhan, jawab Romo Warih Permadi
27
Dalam kutipan tersebut, setiap tokoh mengekspresikan kebenaran dalam
cara pandang masing-masing, namun mereka menerima dengan terbuka. Tak ada
kemarahan. Kebenaran dari tiap-tiap tokoh sama-sama sah. Semua agama
memiliki kebenarannya sendiri-sendiri. Tidak untuk dipaksakan kepada agama
lain. Begitulah, yang seharusnya dipahami dalam realitas yang penuh dengan
perbedaan. Adapun tingkat keimanan dalam menjalani agama diukur pada cara
menghayati spiritualitas masing-masing. Dengan kata lain, beribadah adalah
konsekuensi manusia dengan Tuhan yang tak perlu dipamerkan ataupun sebagai
yang paling benar, sementara itu dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus siap
dengan berbagai macam keberbedaan pada masyarakat global.
Wacana mengenai harmonisasi keberagaman, juga dimunculkan dalam
bagian Dialog Mantan Presiden. Dalam cerita itu, Presiden Soekarno, Soeharto,
dan Gus Dur saling berdialog tentang masa lalu ketika hidup di dunia. Mereka
saling meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat, dengan mengakui
kesalahan masing-masing. Mereka memaafkan. Soeharto meminta maaf karena
telah karena telah menggulingkan Soekarno dengan rasa kesepian di penjara
setelah turun jabatan dan mengalami depresi bera. Sedangkan Soekarno juga
meminta maaf karena lengsernya Soeharto juga ada Peran Megawati (putri
Soekarno). Mereka berdua berdialog dengan saling menyesal telah
menyengsarakan rakyat Indonesia. Kendati cerita tersebut seperti anekdot, tetapi
lebih dari itu, makna muncul dalam representasi: yakni suasana perdamaian yang
harmonis. Kesan itulah yang ingin ditampilkan.
Dan dialog mereka diakhiri dengan sebuah kesimpulan dari Gus Dur
Jilbab, dengan demikian merupakan pilihan bagi wanita muslim yang
pemakaiannya dilandasi keyakinan masing-masing penggunanya. Gitu aja kok
repot! yang menandakan bahwa sesunguhnya dalam perbedaan itu ada pilihan
bagi setiap orang. Pilihan itu sendiri didasari oleh keyakinan dari setiap individu.
27
Nugroho Suksmanto. Lauh Mahfuz, hlm 472
112
Perbedaan bukan untuk diperdebatkan karena merupakan keyakinan dari setiap
orang, dan setiap keyakinan dalam diri adalah hak asasi yang paling hakiki, yang
dimiliki oleh manusia.
Dalam satu titik pertalian dari novel Lauh Mahfuz, hendak
mempertanyakan konsep humanisme, yang kemudian ditawarkan melalui
pemahaman agama untuk bisa menghargai hak-hak setiap individu: ada pesan
kedamaian yang bermukim dalam kode-kode. Pesan itu dimaksudkan sebagai
respons terhadap fenomena pada belakangan ini kita sering melihat berita di layar
kaca maupun dalam bentuk tulisan mengenai berbagai fenomena perselisihan
antarumat beragama mapupun perselisihan di kalangan intern umat beragama itu
sendiri. Api menyala dan darah mengalir dari jiwa yang tak berdosa, yang dipicu
dari permasalah kecil. Permasalahanya hanya satu, yakni terkait pada pandangan
benar dan salah antarpemimpin. Keseimbangan dari bhineka tunggal ika
menjadi tergoyahkan melalui konflik yang beradar dari perbedaan cara pandang.
Imbasnya dapat perpecahan, dan memudarnya nilai-nilai kemanusiaan. Ranah
itulah yang harus dibenahi agar pandangan terhadap agama tidak menjadi
paradok dan belenggu bagi kemajuan peradaban.
Tentu saja, dalam relasi sosial yang semakin terbukamenjadi
globalisasidengan perambahan pada teknologi dan informasi yang begitu cepat,
kita akan berhadap-hadapan dengan begitu banyak perbedaan di muka bumi,
manusia yang makin individual, dan akan muncul begitu banyak interpretasi pada
kebenaran. Pemujaan pada kebenaran tanpa perenungan yang mendalam akan
membuat jiwa tertutup, dan terbatas pada komersialisasi eksistensi. Novel Lauh
Mahfuz membuka mata kita pada seberkas cahaya pagi untuk menyikapi
perbedaan, mewujudkan harapan kedamaian, dan mendapatkan hak-hak asasi
tanpa kekangan ataupun tekanan.
Penutup
Demikian, kiranya, sebuah teks memuat kode-kode kultural secara
konotatif. Novel Lauh Mahfuz dipenuhi dengan kode yang dapat kita telusuri
jejaknya sebagai entitas. Nugroho Suksmanto memilih bernarasi dalam bentuk
alegoris, dan berwacana melalui mutasi-realitas. Dari penelusuran kode itulah,
terungkap wacana yang terhubung dengan beberapa praktik sosial. Pertama,
agama sebagai sebuah pilihan untuk dijalani dengan kedalaman spiritualitas yang
dicapai melalui tahap-tahap tertentu berdasarkan amal dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua, peranan agama bukan untuk diyakini sebagai
kebenaran absolut yang lebih benar daripada agama lain, tetapi agama dipahami
dan dijalani untuk kedamaian dan keselarasan bagi setiap umat. Ketiga, hakikat
adanya perbedaan di muka bumi ini bukan untuk diperdebatkan ataupun
diunggul-unggulkan salah satu pihak, namun keberagaman lebih merupakan
keagungan dan kebesaran Tuhan atas ciptaanya. Keempat, keberbedaan
hendaknya dipahami secara plural agar setiap individu mendapatkan hak-haknya
113
sebagai manusia dan tercipta harmonisasi hidup dengan sikap saling menghargai
dan toleransi. Kelima, dalam keberagaman, Tuhan adalah satu-satunya Kebenaran.
Daftra Pustaka
Al-Fayyadl, Muhammad. 2005. Derrida. Yogyakarta: LKiS.
Al-Quran dan Terjemahannya. 1983/1984. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci
al-Quran Departemen Agama RI.
Ar-Razi, Imam. 2000. Ruh dan Jiwa; Tinjauan Filosofis dalam Prespektif Islam
(Imam Razis Ilm al-Akhlaq) diterj. oleh H. Mochtar Zoerni dan Joko S
Kahhar. Surabaya: Risalah Gusti.
Barker, Chris. 2008. Cultural Studies: Teori dan Praktik (Cultural Studies:
Theory and Practic) diterj. oleh Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Barthes, Roland 2006. Mitologi (Mythologies) diterj. oleh Nurhadi dan A. Sihabul
Milah. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
. 2010. Imaji, Musik, Teks (Image/Music/Text, Essay Selected and
Translated by Stephe Heath diterj. oleh Agustinus Hartono. Yogyakarta:
Jalasutra.
Faruk. 2001. Beyond Imagination: Sastra Mutakhir dan Ideologi. Yogyakarta:
Gama Media.
Foucault, Micheal. 1971. What Is An Author? Cambridge, Eng.: Cambridge
University Press
. 2002. Power/Knowledge: Wacana Kuasa/Pengetahuan
(POWER/KNOWLEDGE Selected Interview and Other Writing 1972-
1977) diterj. oleh Yudi Santosa. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Habermas, Jurgen. 2007. Teori Tindakan Komunikatif I: Rasio dan Rasionalisasi
Masyarakat (Theorie des Kommunikativen Handelns, Band I:
Handlungsrationalitat und Gesellschaftliche Ratioonalisierung) diterj.
oleh Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
114
Iqbal, Muhammad. 2002. Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam (The
Reconstruction of Religious Thought in Islam diterj. oleh Ali Audah,
Taufik Ismail, dan Goenawan Mohamad. Yogyakarta: Jalasutra.
Kuntowijoyo. 2005. Maklumat Sastra Profetik: Kaidah, Etika, dan Struktur
Sastra, dalam Majalah Horison, No. 5, Mei 2005, hal. 8.
Murata, Sachiko. 2003. Kearifan Sufi Cina (Chinese Gleams of Sufi Light; Wang
Tai-yus Great Learning of the Pure anda Real and Liu Chihs Displaying
the Concealment of the Real Realm) diterj. oleh Susilo Adi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Murata, Sachiko dan William C. Chittick. 2005. The Vision of Islam diterj. oleh
Suharsono. Yogyakarta: Suluh Press.
Qardhawi, Yusuf. 2005. Merasakan Kehadiran Tuhan. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Rendra. 1999. Memberi Makna pada Hidup yang Fana. Jakarta: Pabelan
Jayakarta.
Riceour, Paul. 2006. Hermeneutika Ilmu Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Skolimowski, Henryk.2004. Filsafat Lingkungan. Yogyakarta: Bentang.
Suksmanto, Nugroho. 2012. Lauh Mahfuz. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
115
Kesenian Sintren dalam tarikan Tradisi dan Modernitas
Puji Dwi Darmoko
1
Abstrak
Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya
adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya.
Salah satunya adalah kesenian daerah Sintren yang berkembang di sepanjang
wilayah Pantura Jawa Tengah bagian barat khususnya di Kabupaten Pemalang.
Kesenian Sintren diawali dari cerita rakyat/legenda yang dipercaya oleh
masyarakat tentang kisah percintaan Sulasih dan R. Sulandono, seorang putra
Bupati Mataram Joko Bahu atau dikenal dengan nama Bahurekso dan Rr.
Rantamsari.
Kesenian tari Sintren dianggap unik, karena banyak yang mengatakan
gerakannya di luar kesadaran akal sehat, diiringi lagu dan beberapa alat musik
sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman sintren sebagai suatu seni
adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas.
Bentuk-bentuk modernitas, misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat
modern antara lain: bioskop, caf, karaoke, mall, dan sebagainya menggusur
keberadaan kesenian sebagai alternativ hiburan yang mengandung unsur-unsur
pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian tradisional.
Kesenian Sintren kehilangan pamornya antara lain karena masyarakat
sendiri sudah tidak peduli pada kesenian Sintren. Mereka beranggapan,
pementasan kesenian Sintren sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Namun demikian keberdayaan seni Sintren tetap eksis karena adanya
semangat para pelaku seni Sintren yang berusaha menghidupkan kesenian Sintren
lebih dari sebuah "pengabdian" untuk melestarikan budaya warisan nenek
moyang, atau ingin mempertahankan nilai-nilai kearifan yang tersimpan di
dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh anggota Paguyuban Sintren Slamet
Rahayu Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa.
Kata kunci : sintren, modernitas, keberdayaan
A. Pendahuluan
Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscyaan dan
tidak dapat dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis berubah dari
satu keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan
1
Puji Dwi Darmoko, M.Hum adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Pemalang
(STIT) Pemalang
116
ini dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan
lingkungannya.
Diakui atau tidak suatu masyarakat tidak akan pernah terbebas dari gejala
perubahan yang berjalan sangat pesat, sehingga justru membingungkan
manusia itu sendiri. Gejala perubahan yang terjadi memiliki intensitas kuat
memunculkan kekhawatiran bagaimana ketangguhan daya tangkal nilai-nilai
masyarakat yang telah mapan menjadi goyah dan perlahan-lahan mengalami
pemudaran.
Namun demikian adanya dinamika masyarakat memberikan kesempatan
kebudayaan untuk berkembang, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan
sebagai wadah pendukungnya.
Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya
adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya,
salah satunya adalah kesenian daerah Sintren yang berkembang di sepanjang
wilayah pantura Jawa Tengah bagian barat khususnya di Kabupaten Pemalang.
Sintrenpun sebagai salah satu kesenian daerah Kabupaten Pemalang tidak
bebas dari pengaruh modernitas. Keberadaannya kini semakin langka ditekan
derasnya modernisasi.
B. Kesenian Sintren
Dari segi asal usul bahasa (etimologi) Sintren merupakan gabungan dua
suku kata Si dan tren. Si dalam bahasa Jawa berarti ia atau dia dan tren
berarti tri atau panggilan dari kata putri. Sehingga Sintren adalah Si putri
yang menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional Sintren.
2
Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa Tengah di
wilayah pantai utara, khususnya di Pemalang. Kesenian ini terkenal di pesisir
utara Jawa Tengah dan Jawa Barat, antara lain di Pemalang, Pekalongan, Brebes,
Banyumas, Kuningan, Cirebon, Indramayu, dan Jatibarang. Kesenian Sintren
dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta
kasih Sulasih dengan Sulandono.
Herusatoto mengemukakan bahwa Sintren adalah seni pertunjukan rakyat
Jawa-Sunda; seni tari yang bersifat mistis, memiliki ritus magis tradisional
tertentu yang mencengangkan.
3
1. Legenda Sintren
Kesenian Sintren diawali dari cerita rakyat/legenda yang dipercaya oleh
masyarakat dan memiliki dua versi, Pertama, berdasar pada legenda cerita
percintaan Sulasih dan R. Sulandono seorang putra Bupati di Mataram Joko Bahu
2
Sugiarto, A ; et al.. Naskah deskripsi Tari Sintren.(Semarang : Proyek Pembinaan
Kesenian Jawa Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989), hlm. 15.
3
Budiono Herusatoto, Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak, (Yogyakarta:
LKiS Pelangi Aksara, 2008), hlm. 207.
117
atau dikenal dengan nama Bahurekso dan Rr. Rantamsari. Percintaan Sulasih dan
R. Sulandono tidak direstui oleh orang tua R. Sulandono. Sehingga R. Sulandono
diperintahkan ibundanya untuk bertapa dan diberikan selembar kain (sapu
tangan) sebagai sarana kelak untuk bertemu dengan Sulasih setelah masa
bertapanya selesai. Sedangkan Sulasih diperintahkan untuk menjadi penari pada
setiap acara bersih desa diadakan sebagai syarat dapat bertemu R. Sulandono.
Tepat pada saat bulan purnama diadakan upacara bersih desa diadakan
berbagai pertunjukan rakyat, pada saat itulah Sulasih menari sebagai bagian
pertunjukan, dan R. Sulandono turun dari pertapaannya secara sembunyi-
sembunyi dengan membawa sapu tangan pemberian ibunya. Sulasih yang menari
kemudian dimasuki kekuatan spirit Rr. Rantamsari sehingga mengalami "trance"
dan saat itu pula R. Sulandono melemparkan sapu tangannya sehingga Sulasih
pingsan. Saat sulasih "trance/kemasukan roh halus/kesurupan" ini yang disebut
"Sintren", dan pada saat R. Sulandono melempar sapu tangannya disebut sebagai
"balangan". Dengan ilmu yang dimiliki R. Sulandono maka Sulasih akhirnya
dapat dibawa kabur dan keduanya dapat mewujudkan cita-citanya untuk bersatu
dalam mahligai rumahtangga.
Kedua, Sintren dilatar belakangi kisah percintaan Ki Joko Bahu
(Bahurekso) dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung Raja
Mataram. Untuk memisahkan cinta keduanya, Sultan Agung memerintahkan
Bahurekso menyerang VOC di Batavia. Bahurekso melaksanakan titah Raja
berangkat ke VOC dengan menggunakan perahu Kaladita (Kala-Adi-Duta). Saat
berpisah dengan Rantamsari itulah, Bahurekso memberikan sapu tangan sebagai
tanda cinta.
Tak lama terbetik kabar bahwa Bahurekso gugur dalam medan
peperangan, sehingga Rantamsari begitu sedihnya mendengar orang yang dicintai
dan dikasihi sudah mati. Terdorong rasa cintanya yang begitu besar dan tulus,
maka Rantamsari berusaha melacak jejak gugurnya Bahurekso. Melalui perjalan
sepanjang wilayah pantai utara Rantamsari menyamar menjadi seorang penari
Sintren dengan nama Dewi Sulasih. Dengan bantuan sapu tangan pemberian
Ki Bahurekso akhirnya Dewi Rantamsari dapat bertemu Ki Bahurekso yang
sebenarnya masih hidup.
Karena kegagalan Bahurekso menyerang Batavia dan pasukannya banyak
yang gugur, maka Bahurekso tidak berani kembali ke Mataram, melainkan pulang
ke Pekalongan bersama Dewi Rantamsari dengan maksud melanjutkan
pertapaannya untuk menambah kesaktian dan kekuatannya guna menyerang
Batavia lain waktu. Sejak itu Dewi Rantamsari dapat hidup bersama dengan Ki
Bahurekso hingga akhir hayatnya.
2. Bentuk Penyajian Sintren
Sebelum pertunjukan, biasanya diawali dengan tabuhan gamelan sebagai
tanda akan dimulainya pertunjukan kesenian Sintren dan dimaksudkan untuk
mengumpulkan massa atau penonton. Penonton biasanya datang bergelombang
118
dan menempatkan diri dengan mengelilingi arena, disambut dengan koor lagu-
lagu dolanan anak-anak Jawa, seperti lir-ilir, Cublek-cublek suweng, Padang
Rembulan dan sebagainya.
4
Setelah itu dilakukan pembakaran dupa, yaitu acara berdoa bersama-
sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara
bahaya. Bahkan sebelumnya perlu dilakukan acara ritual selama 40 hari terhadap
penari Sintren untuk mencapai kesempurnaan penampilannya.
5
Berikutnya adalah tahapan menjadikan Sintren yang akan dilakukan oleh
Pawang dengan membawa calon penari Sintren bersama dengan empat orang
pemain. Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang puluh) sebagai
cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan
berpakain biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Pawang segera menjadikan
penari Sintren secara bertahap, melalui tiga tahapan. Tahap Pertama, pawang
memegang kedua tangan calon penari Sintren, kemudian diletakkan di atas asap
kemenyan sambil mengucapkan mantra, selanjutnya mengikat calon penari
Sintren dengan tali melilit ke seluruh tubuh. Tahap Kedua, calon penari Sintren
dimasukkan ke dalam sangkar (kurungan) ayam bersama busana Sintren dan
perlengkapan merias wajah. Beberapa saat kemudian kurungan dibuka, Sintren
sudah berdandan dalam keadaan terikat tali, lalu Sintren ditutup kurungan
kembali. Tahap Ketiga, setelah ada tanda-tanda Sintren sudah jadi (biasanya
ditandai kurungan bergetar/bergoyang) kurungan dibuka, Sintren sudah lepas dari
ikatan tali dan siap menari. Selain menari adakalanya Sintren melakukan
akrobatik diantaranya ada yang berdiri diatas kurungan sambil menari. Selama
pertunjukan Sintren berlangsung, pembakaran kemenyan tidak boleh berhenti.
Kesenian Sintren disajikan secara komunikatif antara seniman dan
seniwati dengan penonton menyatu dalam satu arena pertunjukan.
6
Tetapi ada
juga yang menuturkan bahwa asal usul Sintren adalah upacara pemanggilan ruh.
Ini jika dilihat dari lagu-lgunya yang masih memiliki sifat magis religius dengan
adanya adegan kesurupan (trance) yang dialami seorang pemain intren. Juga
dilihat dari sifat permainannya yang masih dipimpin oleh seorang pawang
sebagai shaman atau dukun.
Keunikan dalam pertunjukan Sintren adalah penari yang berpakaian biasa
dalam keadaan tubuh dan tangan terikat mampu menjelma di dalam kurungan
ayam jago yang di dalamnya telah disediakan berbagai alat rias seperti cermin,
bedak, gincu, seperangat pakaian tari dan kaca mata hitam menjadi gadis cantik
dan mengenakan pakaian indah dengan hiasan wajah yang begitu sempurna dan
4
Ibid
5
Wawancara dengan bapak Basuki, ketua Rt. 08 Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa,
penasehat Paguyuban Sintren Slamet Rahayu.
6
Hasil observasi melihat langsung pertunjukan Sintren hari Sabtu, tanggal 19 Mei 2012 di
halaman seorang penduduk di Dusun VI Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang).
119
memakai kacamata hitam. Setelah beberapa waktu kurang lebih antara 20 menit
sampai 60 menit penari keluar dari kurungan sudah dalam tampilan yang berbeda
saat masuknya. Kaca mata hitam yang dimaksudkan untuk menutupi posisi biji
mata sewaktu trance/kesurupan.
7
3. Balangan atau Temohan
Balangan yaitu pada saat penari Sintren sedang menari maka dari arah
penonton ada yang melempar (Jawa : mbalang) sesuatu ke arah penari Sintren.
Setiap penari terkena lemparan maka Sintren akan jatuh pingsan (bila mengenai
kepala). Pada saat itu, pawang dengan menggunakan mantra-mantra tertentu
kedua tangan penari Sintren diasapi dengan kemenyan dan diteruskan dengan
mengusap wajah penari Sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi
sehingga penari Sintren dapat melanjutkan menari lagi.
Sedangkan temohan adalah penari Sintren dengan nyiru/tampah atau
nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala
kadarnya.
Lagu-lagu yang dilantunkan dalam pertunjukan seni Sintren umumnya
bersifat memanggil bidadari, kekuatan ruh yang dipercayai dapat mendatangkan
kekuatan tertentu, seperti tercermin dalam lagu yang penulis masih ingat yaitu
Turun Sintren, yang kurang lebih syairnya sebagai berikut:
Turun-turun Sintren, turune widodari
nemu kembang neng ayunan, kembange wijaya endah
podho temuruno neng sukmo, ono Sintren jejogetan
bul-bul kemenyan, widodari kang sukmo, podho temuruno
podho sinuyudhan, podho lenggak-lenggok surake keprok rame-
rame
sing nonton podho mbalang lendang karo Sintrenne, njaluk bayar
saweran sa lilane.
Arti dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut:
Turun-turunnya Sintren, turunnya bidadari
Menemukan bunga di depan rumah, bunganya bunga Wijaya indah
Semua turun ke jiwa, ada Sintren menari-nari
Asap-asap kemenyan membumbung, bidadari yang merasuk ke jiwa,
semua turunlah
Semua bekerjasama, semua menari bersama, tepuk tangan bersama
dengan ramai sekali
Semua yang melihat melempar selendang kepada Sintren, Sintrennya
meminta dibayar seikhlasnya
Tarian Sintren sangat unik, karena banyak yang mengatakan gerakannya
di luar kesadaran akal sehat, diiringi lagu dan beberapa alat musik sederhana
7
Wawancara dengan Ibu Hj. Tunut, anggota paguyuban Sintren Slamet Rahayu, sebagai
cantrik sang Sintren.
120
yaitu ; buyung, lodong bambu, kecrek (terbuat dari sapulidi), dan hihid (kipas).
Sekarang hihid diganti dengan karet bahan sandal., namun menggugah selera
untuk terus menari. Tua muda melihatnya penuh antusias mengikuti, semua mata
tertuju pada gerakan yang melambangkan kesederhanaan.
4. Tahap Pemulihan Sintren
Tahap pertama, penari Sintren dimasukkan ke dalam kurungan bersama
pakain biasa (pakaian sehari-hari). Tahap kedua, pawang membawa anglo berisi
bakaran kemenyan mengelilingi kurungan sambil membaca mantra sampai
dengan busana Sintren dikeluarkan. Tahap ketiga, kurungan dibuka, penari
Sintren sudah berpakain biasa dalam keadaan tidak sadar. Selanjutnya pawang
memegang kedua tangan penari Sintren dan meletakkan di atas asap kemenyan
sambil membaca mantra sampai Sintren sadar kembali, pertunjukan Sintren
selesai.
Dahulu pertunjukan Sintren sering dilakukan oleh para juragan padi sesaat
setelah panen, sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan pertaniannya atau
pada musim kemarau untuk meminta hujan, maka dalam pertunjukannya akan
dilantunkan lagu yang syairnya memohon agar diturunkan hujan. Namun kini
pertunjukan Sintren sangat jarang. Penulis teringat saat kecil pada periode waktu
tahun 1975-1990-an masih sering menjumpai di desa dan desa tetangga banyak
dijumpai warga yang menanggap pertunjukan Sintren, kini sangat sulit
menjumpainya. Pertunjukan Sintren kini dilakukan secara berkeliling dari satu
tempat ke tempat lain oleh pelaku seni Sintren.
Bahkan berdasar pengetahuan penulis, saat ini hanya ada satu desa yang
masih mempunyai grup kesenian Sintren yang tetap eksis yaitu di dusun Sirau
Kelurahan Paduraksa dan Kabupaten Pemalang yaitu Paguyuban Sintren
Lintang Kemukus dan Paguyuban Sintren Slamet Rahayu yang diketuai oleh
Radin Anom dengan jumlah pengurus 15 orang, selain itu kesenian sintren dapat
juga dijumpai di Desa Banjarmulya Kecamatan Pemalang.
C. Modernisasi
Dalam tulisan ini akan dikaji bagaimana keberdayaan seni daerah Sintren
dalam tarikan antara tradisi dan modernitas melalui pendekatan fenomologi
dengan menggunakan teori modernisasi dan fungsional. Hal tersebut berdasar
asumsi bahwa setiap unsur budaya tidak akan pernah terbebas dari perubahan
yang disebaban oleh arus modernisasi.
Di mana salah satu teori yang muncul dalam menjawab perubahan sosial
masyaraat menuju modern adalah teori modernisasi. Teori ini mendasarkan pada
konsep evolusionisme. Teori modernisasi ini dipelopori oleh Karl Marx, Max
Weber dan Emile Durkhiem.
8
8
Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, (Surakarta: UNS Press, 2011), hlm.139
121
Secara historis makna modernitas mengacu pada transformasi sosial,
politik, ekonomi, cultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke-16 dan
mencapai puncaknya pada abad 19 dan 20.
9
Dari sudut pandang ini
perkembangan masyarakat terjadi melalui proses peralihan dari masyarakat
tradisional ke masyarakat modern.
Dalam teori modernisasi klasik masih berasumsi bahwa negara Dunia
ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisionalnya.
Sementara negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) dilihat sebagai
negara modern, sehingga gejala dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat
diukur menurut pandangan Barat dalam menentukan tingkat modernitas. Tidak
salah jika Gramsci mengatakan telah terjadi hegemoni budaya terhadap negara
Dunia ketiga. Masyarakat kemudian lebih banyak mengadaptasi nilai-nilai gaya
hidup Barat sebagai identitas modern, kecenderungan ini dilihat sebagai
westernisasi.
Paling tidak pengertian umum tentang modernisasi adalah proses sejarah
pada transformasi perubahan besar-besaran dari pertanian tradisional ke
masyarakat industri modern sejak masa revolusi industri abad XVIII. Proses
modernisasi berlangsung revolusioner, kompleks, sistematik, global, jangka
panjang dan progresiv, sehingga akan menghasilkan kristalisasi dan difusi
modernitas klasik.
Teori ini memandang bahwa perubahan bergerak secara linear dari
masyarakat primitif menuju masyarakat maju. Sedangkan teori fungsionalisme
memandang bahwa masyarakat sebagai sebuah sistem selalu berada dalam
keseimbangan dinamis. Perubahan yang terjadi dalam unsur sistem itu akan
diikuti oleh unsur sistem lainnya dan membentuk keseimbangan baru. Perubahan
sosial dalam pandangan modernisasi klasik, menitikberatkan kemajuan
masyarakat modern terbentuk melalui suatu proses yang sama.
Aliran baru teori modernisasi tersebut mengandung pemikiran bahwa nilai
tradisional dapat berubah oleh karena dalam dirinya mengalami proses perubahan
yang digerakkan oleh perkembangan berbagai faktor kondisi setempat misalnya,
faktor pertumbuhan penduduk, teknik, dan apresiasi nilai budaya.
D. Pembahasan
1. Antara tradisi dan modernitas
Sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang
terkena imbas arus modernitas, yang tidak tersaring secara ketat menyebabkan
proses akulturasi budaya berjalan lancar. Bentuk-bentuk modernitas, misalnya
tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, caf, karaoke,
mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternativ hiburan
9
Piotr Sztomka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2008), hlm. 149
122
yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian
tradisional.
Modernitas dalam bentuk teknologi hiburan, besar pengaruhnya terhadap
kesenian tradisional. Kesenian tradisional membutuhkan proses yang lama dalam
memahami dan menampilkan, berbeda dengan teknologi hiburan modern yang
bersifat instant. Di sinilah akan terjadi cultural lag dalam kebudayaan berkaitan
dengan keberadaan kesenian tradisional. Menurut Koentjaraningrat, bahwa
cultural lag adalah perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam
kebudayaan suatu masyarakat. Artinya ketinggalan kebudayaan, yaitu selang
waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu
diterima secara umum sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap
benda tersebut.
Dalam kasus ini, benda yang dimaksud di atas dapat diterapkan sebagai
kesenian tradisional. Suatu culture lag terjadi apabila irama perubahan dari dua
unsur perubahan (mungkin lebih) memiliki korelasi yang tidak sebanding
sehingga unsur yang satu tertinggal oleh unsur lainnya.
Dari fakta tersebut menjadikan kesenian tradisional sebagai bentuk yang
ketinggalan zaman. Salah satu bentuk kesenian tradisional yang kentara terkena
imbasnya adalah kesenian tradisional Sintren.
Para pekerja seni Sintren sebagai aset sumber daya manusia harus
berjuang melawan modernitas, sebagai kaum minoritas yang menyampaikan
nilai-nilai egalitarian dalam pementasannya, mereka telah ikut andil dengan
caranya dalam pelaksanaan mengisi pembangunan, baik fisik maupun non
fisik/sosial demi kelangsungan hidup para seniman Sintren tersebut.
Dalam pertunjukan Sintren para penonton yang datang bukan hanya dari
desa setempat saja. Dari luar desapun banyak yang berdatangan untuk sekadar
menonton ataupun menginginkan romantisme lama atau ada juga yang
menghendaki supaya budaya setempat langgeng sampai anak cucu.
Dalam perspektif lain sebenarnya kehadiran Sintren justru dapat menjadi
alternatif bagi pelaku seni sintren maupun masyarakat yang terlibat di dalam
pertunjukan kesenian tersebut, untuk pemberdayaan ekonomi mikro, ditengah
himpitan modernitas dan globalisasi yang secara masif menghimpit rakyat kecil,
pementasan sintren menjadi sesuatu yang mendatangkan manfaat secara
ekonomi. Dibalik kesederhanaan, keikhlasan, kepolosan, seorang gadis penari
sintren ternyata sedikit banyak mampu mendongkrak susana sepi menjadi
keramaian penuh optimis penduduk suatu desa. Di mana sebagian penduduk
dapat memberdayakan eonomi skala mikro melalui usaha dagang seperti; krupuk
sambal, tahu aci, mainan anak-anak, pecel, serundeng lumping kerbau dan lain-
lain, yang dilakukan dengan selalu mengikuti pertunjukan keliling sintren dari
satu desa ke desa lain.
123
2. Keberdayaan kesenian tari Sintren
Opini masyarakat Pemalang terhadap kesenian Sintren sedikitnya ada tiga
kategori yang mewakili berbagai aliran opini yang berkembang di masyarakat.
Pertama, kelompok masyarakat yang secara tegas (tanpa kompromi)
menolak eksistensi kesenian Sintren karena berasumsi bahwa kesenian Sintren
tidak sejalan dengan nalar keagamaan (penuh nuansa mistis). Kedua, kelompok
yang mengakui eksistensi kesenian Sintren dan berusaha melestarikannya.
Kelompok ini terwakili oleh para seniman dan pemerhati seni etnik. Ketiga,
kelompok yang masa bodoh dan tidak ambil pusing tentang Sintren dan masa
depannya nanti.
Faktor yang membuat kesenian Sintren kehilangan pamornya antara lain
karena masyarakat sendiri yang sudah tidak peduli pada kesenian Sintren. Mereka
beranggapan, pementasan kesenian Sintren sudah tidak relevan dengan
perkembangan zaman.
Selain itu juga tidak adanya wadah (sanggar) tempat bertemu sesama
anggota dan para pemerhati seni tradisional. Lemahnya manajemen grup Sintren,
ditengarai juga ikut memengaruhi citra kesenian Sintren. Dahulu, kesenian
Sintren hanya dikelola secara musiman dan baru bergerak jika ada undangan
pentas ataupun festival namun kini pertunjukan Sintren dilakukan secara
berkeliling dari satu tempat ke tempat lain.
Dalam pandangan masyarakat pelaku seni tradisional. menghidupkan
kesenian Sintren seakan tidak lebih dari sebuah "pengabdian" untuk melestarikan
budaya warisan nenek moyang, atau hanya sekedar ingin mempertahankan nilai-
nilai kearifan yang tersimpan di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh
anggota Paguyuban Sintren Slamet Rahayu dusun Sirau Kelurahan Paduraksa.
Jadi, mempertahankan nilai-nilai seni budaya itulah agaknya yang
dijadikan pertimbangan. Memutuskan menjadi penari Sintren barangkali
merupakan sebuah keberanian dan secara moral patut dihargai sebagai bentuk
ketulusan menjaga nilai-nilai kesucian. Dalam prosesi pementasan Sintren ada
semacam persyaratan khusus, si penari harus benar-benar masih perawan (suci)
lahir batin, dalam arti secara fisik masih gadis (perawan) dan secara psikologis
belum terhegemoni oleh pengaruh modernitas (masih lugu). Karena itu umumnya
penari sintren berasal dari kalangan gadis cilik usia sekolah setingkat kelas 5 atau
6 Sekolah Dasar. Syarat lainnya hanya berkaitan dengan teknis, tentunya harus
bisa menari.
Kini Sintren di Pemalang sebagai sebuah tradisi disebabkan tekanan
modernitas hampir menjadi sepenggal kenangan sejarah. Meski masih ada pihak
yang berusaha melestarikannya, terbukti di salah satu desa masih terdapat group
Sintren yang tampil secara keliling. Sebagaimana paguyuban seni Sintren Slamet
Rahayu di dusun Sirau Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang.
124
E. Kesimpulan
Dari uraian tentang bagaimana pertunjukan Sintren di atas, dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa makna yang terdapat di balik pertunjukan
Sintren, antara lain: pertama, makna mistis yang memiliki hubungan dengan
perolehan secara magis simpatetik. Ini tercermin lewat lagu-lagu yang dilantunkan
dengan monoton tapi sederhana dan mampu memberikan kekuatan tertentu,
sehingga pemain Sintren dari kondisi terikat kuat dapat lepas dan berpakaian
dalam hitungan menit. Kedua, makna teatrikal. Makna teatrikal ini digambarkan
dengan tampilnya pawang dengan pemain Sintren dan kurungan secara simultan.
Lalu Sintren berganti rupa dalam penampilannya sejak diikat dan dimasukkan ke
dalam kurungan dan keluar lagi serta masuk lagi dalam kurungan. Pertunjukan
semacam itu merupakan adegan teatrikal yang menarik bagi siapa pun yang
melihatnya. Ketiga, makna simbolik. Makna simbolik ini ditunjukan bahwa
pertunjukan Sintren dahulu hampir slalu ditampilkan pada saat selesai panen. Ini
menunjukan rasa syukur atas keberhasilan panen yang dimiliki oleh para petani
yang ingin berbagi kebahagiaan dan kebersamaan dengan warga sekitarnya, oleh
karena itu dalam pertunjukan Sintren juga dihidangkan berbagai macam makanan.
Dalam masa kinipun, seni sintren menunjukan pesan egalitarian dan
hubungan antara pencipta dengan yang dicipta. Pesan egalitarian, karena untuk
pertunjukkannya, segenap warga yang ditempati pertunjukan sintren melakukan
gotong royong mengumpulkan uang untuk menjamu dan sekedar memberi
transport anggota paguyuban sintren. Hubungan pencipta dan yang dicipta,
karena dalam pertunjukan sintren terdapat lagu-lagu yang berisi permohonan
kepada Sang Pencipta, kini bahkan dinyanyikan shalawat nabi.
Meski tekanan modernitas begitu kuat, tetapi sebagai seni tradisional
keberdayaan seni Sintren tetap eksis karena adanya semangat para pelaku seni
Sintren yang berusaha menghidupkan kesenian Sintren lebih dari sebuah
"pengabdian" untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang, atau adanya
keinginan kuat mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang tersimpan di
dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh salah satunya adalah anggota
Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa.
Pertunjukan Sintren juga bisa menjadi alternatif membangkitkan ekonomi
mikro rakyat kecil dalam mencari pengahasilan tambahan ekonomi rumah tangga
atas desakan kebutuhan ekonomi dan sebagai upaya mencoba bertahan hidup
sambil nguri-uri budaya sendiri.
125
DAFTAR PUSTAKA
Buku Deskripsi Kesenian Daerah terbitan Pemerintah Kabupaten Pemalang Tahun
2010.
Herusatoto, Budiono, Banyumas: sejarah, budaya, bahasa, dan watak,
Yogyakarta:LKiS Pelangi Aksara, 2008.
Karsidi, Ravik, Sosiologi Pendidikan, Surakarta: UNS Press, 2011.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1985.
Sugiarto, A ; et al., Naskah deskripsi Tari Sintren. Semarang : Proyek Pembinaan
Kesenian Jawa Tengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989.
Sztomka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2008
Internet :
http://www.Pekalongankab.go.id. Diunduh tanggal 19 Mei 2012.
Sumber Data:
Observarsi dengan menonton langsung pertunjukan Seni Sintren oleh Paguyuban
Sintren Slamet Rahayu Sirau di Dusun VI Desa Banjaran Kecamatan
Taman Kabupaten Pemalang, tanggal 17 & 19 Mei 2012.
Wawancara dengan bapak Basuki, selaku RT. 08 Dusun Sirau Kelurahan
Paduraksa, hari Sabtu tanggal 19 Mei 2012.
Wawancara dengan Ibu Hj. Tunut, anggota Pengurus Paguyuban Seni Sintren
Slamet Rahayu Paduraksa. hari Sabtu tanggal 19 Mei 2012
126
KARAKTER PENDIDIKAN ISLAM DAN PROBLEMATIKANYA
Oleh Wahyudin
1
Abstrak
Dewasa ini khususnya di Indonesia system pendidikan yang diterapkan di
sekolah-sekolah merupakan bentuk adopsi sistematik dari system pendidikan
Barat. Adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis di
berbagai bidang dalam sinaran dan terintegrasi dalam Islam, merupakan kata
kunci yang harus di percepat prosesnya, baik pada dataran teoritis maupun
praktis.
Pendidikan Islam yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari
ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya,
yaitu Alquran dan Sunnah. Pendidikan Islam dapat juga dipahami sebagai proses
pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat Islam
dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.
Pendidikan Islam dituntut untuk menerapkan pendekatan dan orientasi baru
yang relevan dengann tuntutan zaman berprinsip dan nilai absolutisme yang
bersifat mengarahkan tren perubahan sosio-kultural.
Problem yang sering dihadapi oleh dunia pendidikan terutama pendidikan
Islam adalah masih berbaurnya unsur Barat,mulai dari lembaga pendidikan
hingga system pendidikannya, untuk itu sangat diperlukan sekali campur tangan
dari masyarakat Muslim menjadi agen perubahan social dengan mendorong
produktivitas intelektual yang kreativ dan dinamis dalam semua bidang usaha
yang terintegrasi dengan Islam.
Kata Kunci : Pendidikan Islam, Problematika dan Produktivitas
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai perubahan tentu sudah dapat terbayangkan terjadinya
dari hal yang positif ke negatif atau sebaliknya dari negative ke positif,namun itu
semua tidak mudah tentunya akan mendapatkan hambatan dan sebuah tantangan.
Dalam konteks untuk menemukan konsep pendidikan Islam ideal, maka
menjadi tanggung jawab moral bagi setiap pakar muslim untuk membangun teori
Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan. Islam sebagai paradigma pendidikan
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan paradigma-paradigma lainnya
yang mendasari konsep-konsep pendidikan.
1
Wahyudin adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu tarbiyah (STIT) pemalang
127
Dewasa ini khususnya di Indonesia system pendidikan yang diterapkan di
sekolah-sekolah merupakan bentuk adopsi sistematik dari system pendidikan
Baratsekuler2
Diantara belitan berbagai persoalan besar,ia dihadapkan pula pada
berbagai persoalan tantangan dan prospek ke depan. Mampukah Pendidikan
Islam keluar dari belitan permasalahn tersebut dan ikut ambil bagian secara aktif
dalam hiruk-pikuknya lalu-lintas perubahan intelektual dan Socio Cultural
Global Village dewasa ini. Adalah pengembangan wawasan intelektual yang
kreatif dan dinamis di berbagai bidang dalam sinaran dan terintegrasi dengan
Islam,merupakan kata kunci yang harus di percepat prosesnya,baik pada dataran
teoritis maupun praktis.Berbicara tentang Pendidikan Islam atau pendidikan yang
ada dan berkembang di Negara-negara Muslim pada abad XXI,baik
system,tujuan sampai pada dataran operasionalnya masih menjadi bahan kajian
di kalangan para ahli pendidikan Islam.
Ada beberapa faktor yang ditengarai menjadi penyebab munculnya silang
pemikiran tersebut.ialah:
1. Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan Islam yang sekarang
dikembangkan baik system maupun substansinya adalah cenderung diadopsi
dari Barat. Kalaupun muncul gagasan-gagasan baru yang lahir dari pemikir-
pemikir Muslim, hal tersebut dianggap hanya bersifat penutup belaka.
Dengan kata lain, melepaskan diri sama sekali dari pengaruh Barat
adalah suatu hal tidak mungkin.Harus diakui bahwa sebagia besar Negara
Islam masihmerupakan Negara Dunia ketiga (miskin atau masih
berkembang),yang saat ini masih tertinggal beberapa langkah dari kemajuan
yang dicapai oleh Negara-negara Barat,yang mau tidak mau jalur tersebut
harus dilalui oleh Negara Muslim.
2. Karya-karya klasik pada masa kejayaan Islam yang merupakan pemikiran
pendidikan Islam yang komprehensif cukup jarang dijumpai.
3
B. Permasalahan
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa permasalahan, yakni:
1. Pengertian pendidikan Islam dan situasi social cultural saat ini
2. Problem-problem yang mewarnai dunia pendidikan Islam
3. Pengertian tantangan dan prospek
C. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang
mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Bagi mereka yang akan terjun ke
2
Ismail SM,,et al,Paradigma Pendidikan Islam,(Semarang:Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo,2001) hal,3
3
Ibid,hal.275
128
dalam bidang pendidikan Islam harus memiliki kemampuan untuk
mengembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (cara,hal,dan
sebagainya) mendidik,dan bererti pula pengetahuan tentang mendidik atau
pemeliharaan badan,bathin dan sebagainya,
Dalam bahasa Arab,para pakar pendidikan pada umumnya menggunakan
kata tarbiyah untuk arti pendidikan. Adapun pengertian pendidikan menurut
istilah dapat merujuk kepada beerbagai sumber yang diberikan para ahli
pendidikan.Dalam undang-undang tentang System Pendidikan Nasional (UU RI
No.2 Th.1989) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran,dan latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang.
Selanjutnya,Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara,
mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan
pertumbuhan budi pekerti (kekuatan bathin,karakter),pikiran (intellect) dan tubuh
anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup,yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita
didik selaras dengan dunianya.
Dari dua definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah
merupakan suatu usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kwalitas
sumber daya manusia seutuhya agar dia dapat melakukan perannya dalam
kehidupan secara fungsional dan optimal.
Dengan demikian,pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat
menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan
manusia.
Adapun Islam berasal dari bahasa Arab aslama, yuslimu, islaman yang
berarti berserah diri, patuh dan tunduk. Kata aslama tersebut pada mulanya
berasal dari salima, yang berarti selamat, sentosa dan damai. Pengertian Islam
dari segi kebahasaan ini sudah mengacu kepada misi Islam itu sendiri yaitu
mengajak manusia agar hidup aman,damai dan selamat dunia akhirat dengan
cara patuh dan tunduk kepada Allah, yang selanjutnya upaya ini disebut ibadah.
Selanjutnya, jika pendidikan dan Islam disatukan menjadi Pendidikan
Islam, artinya secara sederhana adalah pendidikan yang berdasrkan ajaran Islam
dengan ciri-cirinya, yaitu memiliki ajaran tauhid dan persatuan,memuliakan
manusia,memandang hukum alam sebagai ketentuan Tuhan.
4
Secara sederhana,istilah pendidikan Islam dapat dipahami dalam
beberapa pengertia,yaitu:
1. Pendidikan menurut Islam atau Pendidikan Islami, yakni pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya,yaitu Alquran dan Sunnah. Dalam
4
Abuddin Nata,Metodologi Studi Islam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1998),hal.333-339
129
pengertian yang pertama ini pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan
teori pendidikan yang dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber
dasar tersebut.
Dalam realitasnya,pendidikan yang dibangun dan dikembangkan dari
kedua sumber tersebut terdapat beberapa visi,yaitu
a. Pemikiran,teori dan penyelenggaraannya melepaskan diri dan/atau
kurang mempertimbangkan situasi konkrit dinamika pergumulan
masyarakat muslim yang mengitarinya;
b. Pemikiran,teori dan praktikpenyelenggaraanya hanya mempertimbangkan
pengalaman dan khazanah intelektual ulama klasik;
c. Pemikiran teori dan praktik penyelenggaraannya hanya
mempertimbangkan situasi sosio-historis dan cultural masyarakat
kontemporer,dan melepaskan diri dari pengalam dan khazanah intelektual
ulama klasik;
d. Pemikiran,teori dan praktik penyelenggaraannya mempertimbangkan
pengalaman dan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati
situasi sosio-historis dan cultural masyarakat kontemporer.
2. Pendidikan keislaman atau Pendidikan Agama Islam, yakni upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya,agar menjadi
pandangan dan sikap hidup seseorang.Dalam pengertian yang kedua ini
pendidikan Islam dapat berwujud:
a. Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk
membantu seorang atau kelompok peserta didik dalam menanamkan dan
menumbuhkembangan ajaran Islam dan nilai-nilainya;
b. Segenap fenomena atau peritiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih
yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuh kembangnya ajaran
Islam dan nilai-nilainya pada slah satu atau beberapa pihak.
3. Pendidikan dalam Islam,atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
Dalam arti proses bertumbuhkembangnya Islam dan umatnya, baik Islam
sebagai agama, ajaran maupun system budaya dan peradaban, sejak zaman
Nabi Muhammad saw sampai sekarang. Jadi, dalam pengertian yang ketiga
ini istilah Pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses pembudayaan
dan pewarisan ajaran agama,budaya dan peradaban umat Islam dari generasi
ke generasi sepanjang sejarahnya.
Walaupun istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami secara
berbeda, namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan mewujud secara
operasional dalam satu sistem yang utuh,dengan demikian dapat dipahami bahwa
130
hakikat pendidikan Islam tersebut konsep dasarnya dapat dipahami dan dianalisis
serta dikembangkan dari Alquran dan As-sunnah.
5
Dan tujuan utama dari pendidikan Islam itu sendiri ialah untuk
memebentuk akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang
yang bermoral, laki-laki maupun wanita, jiwa yang bersih,kemauan yang keras,
cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan
pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk
dengan baik, memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghin dari
suatu perbuatan yang tercela karena ia tercela,dan mengingat Tuhan dalam setiap
pekerjaannya yang dilakukan.
6
D. Situasi Socio-Kultural
Situasi dunia secara umum dapat digambarkan bahwa, muncul
perjuangan-perjuangan dan konflik dalam masyarakat dunia kita yang
mengambil bentuk-bentuk regional pada semua level, baik ekonomi, politik dan
budaya. Konflik yang secara luas terjadi antara budaya barat yang dominan
dengan trdisi ilmu pengetahuan dan teknologi,dengan kultur non-Barat yang
masih bersifat per-industrial, yang masih rendah tingkat penguasaannya terhadap
alam. Bagaikan obat pahit yang menyembuhkan,namun banyak yang tidak mau
menelannya. Karena itu diperlukan system dan metode yang menarik.
Dalam menghadapi pergeseran nilai-nilai cultural yang transisional dari
dunia kehidupan, belum menemukan pemukiman mapan. Pendidikan Islam
dituntut untuk menerapkan pendekatan dan orientasi baru yang relevan dengann
tuntutan zaman. Justru pendidikan Islam membawakan prinsip dan nilai
absolutisme yang bersifat mengarahkan tren perubahan sosio-kultural.
7
E. Problem-problem yang mewarnai Pendidikan
Beberapa problem utama yang mewarnai atmosfer dunia pendidikan
Islam pada umumnya dapat diklasifikasikan dalam lima hal. Jika di analisis,
maka dapat disimpulkan bahwa problem-problem tersebut merupakan rangkaian
yang saling terkait dan berjalan secara bersama. Persoalan-persoalan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Dichotomic
Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah dichotomy
dalam beberapa aspek yaitu;antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum,antara
Wahyu dengan Akal serta antara Wahyu dengan Alam
5
Muhaimin,M.A,et.al,Paradigma Pendidikan Islam (Bandung:PT Remaja Rosda
Karya,2001)hal.29-30
6
M.Athiyah Al-abrasyi,Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jkarta:Bulan
Bintang,1969) hal.103
7
Muzayyin Arifin,Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumu Aksara,2003),hal.7
131
Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya dikembangkan
dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan
jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya diletakkan pada aspek
kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Munculnya masalah dikhotomi dengan segala perdebatannya telah
berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini sudah mulai tampak pada
masa-masa pertengahan.
8
Pada periode pertengahan,lembaga pendidikan Islam
(terutama Madrasah sebagai pendidikan tinggi) tidak pernah menjadi universitas
yang di fungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi penyelidikan
bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdikan kepada ilmu-ilmu agama dengan
penekanan pada fiqh,tafsir dan hadist. Sementara ilmu-ilmu non agama
(keduniaan),terutama ilmu-ilmu alam dan eksakta sebagai akar pengembangan
sains dan teknologi, sejak awal perkembangan Madrasah dan al-Jamiah sudah
berada dalam posisi marginal.
Islam memang tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan
ilmu umum (keduniaan), dan/atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu
pengetahuan. Namun demikian, dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih
diberikan pada ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan. Untuk
itu dikhotomi dalam pendidikan Islam perlu dihapuskan, sebab dengan menerima
prinsip ini, maka pendidikan Islam hanya akan melahirkan manusia-manusia
Muslim yang terpecah kepribadiannya, di masjid atau di langgar mereka bersikap
alim, sementara di pasar, di pabrik dan di masyarakat luas mereka tampil sebagai
orang asing yang tidak punya orientasi moral,kepedulian social,kasih saying,
kejujuran dan tanggung jawab.
Menurut Maarif diterimanya prinsip dikhotomi antara ilmu-ilmu agama
dan ilmu-ilmu agama sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Keduanya amat diperlukan dalam rangka penunaian tugas dan
peran manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Di sisi lain,
Islam adalah serangkaian pengetahuan yang dianugerahkan kepada manusia oleh
Allah sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan.
9
Ketika membandingkan pendidikan Islam dengan pendidikan umum,Azra
menyebutkan ada tujuh karakteristik yang dimiliki pendidikan Islam :
a. Penguasaan ilmu pengetahuan Ajaran Islam mewajibkan umatnya mencari
ilmu pengetahuan
b. Pengembangan ilmu pengetahuan,ilmu yang telah dikuasai harus diberikan
dan dikembangkan kepada orang lain.
8
Op.cit.hal.278-279
9
Muhaimin,M.A,et.al Paradigma Pendidikan Islam,, (Bandung:PT.Remaja Rosda
Karya,2001),hal,41
132
c. Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan
ilmu pengetahuan tersebut itu hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan
kemaslahatan umum.
d. Penyesuaian pada perkembangan anak
e. Pengembangan kepribadian,pengembangan aspek ini berkaitan dengan
seluruh nilai dan system Islam sehingga peserta didik diarhkan untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam.
f. Penekanan pada amal saleh dantanggung jawab.Setiap peserta didik
diberikan semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmunya sehingga
benar-benar bemanfaat bagi diri,keluarga dam masyarakat secara
keseluruhan.
10
2. To General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat
pengetahuannya yang masih terlalu general atau umum dan kurang
memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah. Syed H. Alatas
menyatakan bahwa kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/atau
pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar
dari kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan ciri yang terpenting yang
membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemauan untuk berfikir
dan ketidakmampauan untuk melihat konsekuensinya.
3. Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi faktor penghambat kemajuan dunia
pendidikan Islam adalah rendahnya semangat untuk melakukan penelitian.
Pendidikan model Barat di masa kolonial merupakan suatu bentuk imitasi dari
Westernisasi. Dalam masyarakat Muslim dimana lembaga-lembaga pendidikan
tinggi memiliki akar kuat terhadap cara-cara belajar hafalan, isi ( content) dan
sains-sains positif yang diadopsi dari Eropa tetap diajarkan dengan model
hafalan.
4. Memorisasi
Kemerosotan secara gradual (perlahan) dari standar-standar akademis yang
berlansung selama berabad-abad tentunya terletak pada bahwa,karena jumlah
buku yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan
untuk belajar juga terlau singkat bagi siswa-siswa untuk dapat menguasai materi
yang seringkali sulit untuk dimengerti. Hal ini menimbulkan dorongan untuk
10
Muqowim,Jurnal Pendidikan Islam Tadib (Palembang:IAIN Raden Fatah
Press,2001)hal.100
133
belajar dengan system hafalan (memorizing) daripada pemahaman yang
sebenarnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad pertengahan yang akhir yang
menghasilkan jumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-karya yang
pada dasarnya orisinil. Fenomena ini berkembang secara fundamental dari
kebiasaan-kebiasaan berkonsentrasipada buku dan bukan pada pelajaran.
5. Certificate Oriented
Diantara semua atau masyarakat,orang-orang Islam memiliki keunikan
dalam mengembangkan sains (ilm) terhadap penyebarluasan tradisi keagamaan
(hadith). Bagi muslim yang saleh ilmu hadith telah menjadi ilmu yang par
excelence.Hal tersebut menjadi sesuatu yang mendasari tugas bagi mereka yang
disebut ilmuwan,dalam merespon salah satu hadist nabi yang cukup
kondang (Carilah ilmu walaupun di negeri Cina) menempuh
perjalanan jauh dan melelahkan hingga ke luar wilayah kekhalifahan.
Perjalanan tersebut memiliki derajat yang tinggi diantara perbuatan-
perbuatan yang saleh,barang siapa yang mati dalam perjalanan mencari ilmu
adalah seperti mereka yang mati syahid di medan perang suci.Semangat inilah
yang menjadi pola yang diterapkan dan dikembangkan pada masa-masa awal
Islam dalam pencarian,pengumpulan dan penyeleksian Hadith menjadi suatu
disiplin yang memenuhi kriteria-kriteria ilmiah.
11
F. Tantangan dan Prospek
1. Tantangan
Pendidikan diyakini merupakan salah satu agen perubahan social.
Pada satu segi pendidikan dipandang sebagai suatu variable modernisasi
atau pembangunan. Tanpa pendidikan yang memadai akan sulit bagi
masyarakat manapun untuk mencapai kemajuan.
Karena itu banyak ahli pendidikan yang berpandangan bahwa
pendidikan merupakan kunci yang membuka pintu kearah modernisasi.
Tetapi pada segi lain,pendidikan sering dianggap sebagai obyek modernisasi
atau pembangunan. Dalam konteks ini, pendidikan di Negara-negara yang
telah menjalankan program modernisasi pada umumnya dipandang masih
terbelakang dalam berbagai hal, dan arena itu sulit diharapkan bisa
memenuhi dan mendukung program pembangunan.
12
Pada era globalisasi proses pendidikan Islam semakin mendapat
tantangan yang cukup berat, terutama jika dikaitkan dengan situasi
masyarakat majemuk yang menuntut adanya kedewasaan berpikir dan saling
menghargai pendapat orang. Tampaknya jika pendidikan Islam ingin
11
Loc.cit,hal.282-286
12
Ismail SM,et.al,Paradigma Pendidikan Islam (Semarang:Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo,2001) hal.287
134
kontekstual dengan perkembangan zaman, maka paradigma pendidikan yang
selama ini dikembangkan harus dirubah.
Menurut Mastuhu,perubahan paradigma yang dimaksud adalah
mengubah cara belajar dari model warisan menjadi cara belajar pemecahan
masalah,dari hafalan ke dialog, dari strategi menguasai materi sebanyak-
banyaknya menjadi menguasai metodologi, dari mekanis ke kreatif, dari
memandang dan menerima ilmu dalam dimensi proses dan fungsi
pendidikan bukan hanya mengasah dan mengembangkan akal, namun
mengolah dan mengembangkan hati (moral) dan ketrampilan .
Pendidikan Islam dengan nuansa moral diharapkan mampu atau paling
tidak memenuhi harapan-harapan seperti berikut,
a. Pendidikan Islam harus menanamkan nilai-nilai agama kepada anak didik
dan membimbing peran sosialnya untuk membendung nilai-nilai budaya
luar yang mengarah kepada dehumanisasi.
b. Pendidikan Islam idealnya mampu memberikan pemahaman terhadap ide
pengintegrasian antara budaya agamis dan budaya duniawi.
c. Pendidikan Islam hendaknya mampu menjadikan tauhid sebagai titik
tumpu dari suatu wawasan yang mengintegrasikan pengetahuan umum
dan agama.
d. Pendidikan Islam harus mampu menjadi pilar dari perkembangan dan
perubahan social,
e. Pendidikan Islam hendaknya tidak memandang berbeda antara ilmu
agama dan ilmu umum
f. Pendidikan Islam harus mengarahkan peserta didik untuk memiliki etos
kerja yang tangguh berdasarkan semangat keimanan.
Ketika proses pendidikan Islam sudah diarahkan untuk membentuk
individu muslim yang mempunyai kesalehan individual dan kesalehan
social,maka berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam relative mudah
dipecahkan dan kompleksitas persoalan modern beserta masyarakat majemuknya
dapat dijadikan sebagai sebuah potensi yang harus dikelola dengan baik.Tentu
semua ini sepenuhnya kembali pada umat Islam sendiri,mau tidak merubah pola
pikir yang selama ini sudah mentradisi turun temurun.
13
Karena itulah pendidikan harus diperbaharui,dibangun kembali atu
dimodernisasi sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan
kepadanya.Menurut 5 tokoh Muslim yaitu: Sayyid Ahmad Khan,Sayyid
AmirAli,Jamaluddin al-Afghani, Namik Kemal dan Muhammad Abduh
terhadap krisis yang melanda dunia pendidikan Islam. Bagian-bagian integral
dari penalaran mereka adalah:
a. Bahwa tumbuh suburnya perkembangan sains dan semangat ilmiah dari
semangat ilmiah dari abad kesembilan hingga kesepuluh di kalangan kaum
13
Muqowim,Jurnal Pendidikan Islam Tadib (Palembang:Raden Fatah
Press,2001)
135
Muslimin adalah buah dari usaha memenuhi seruan Alquran agar manusia
mengkaji alam semesta hasil karya Tuhan,yang diciptakan baginya.
b. Bahwa pada abad-abad pertengahan yang akhir semangat penyelidikan
ilmiah telah merosot dan karenanya masyarakat Muslim mengalami
kemerosotan
c. Bahwa Barat telah meggalakkan kajian-kajian ilmiah yang sebagian besarnya
telah dipinjamnya dari kaum Muslimin dan karenanya mereka mencap[ai
kemakmuran,bahkan selanjutnya menjajah negeri-negeri Muslim.
d. Bahwa karenanya kaum Muslim,dalam mempelajari kembali sains dari Barat
yang berkembang,berarti menemukan kembali masa lalu mereka dan
memenuhi kembali perintah Al-quran yang telah terabaikan.Pandangan ini
nampaknya dapat merekomendasikan menjadi semangat utama untuk
mengejar ketertinggalan kaum Muslimin.
Hal terpenting dan paling mendesak dari sudut pandang ini adalah
melepaskan kaitan secara mental dengan Barat serta menanamkan suatu sikap
yang independent namun penuh pengertian terhadapnya, sebagaimana terhadap
peradapan lain, meskipun lebih dikhususkan kepda Barat karena ia merupakan
sumber dari banyak perubahan social di seluruh dunia. Selama kaum Muslimin
tetap terbelenggu kepada Barat secara mental, bagaimanapun mereka tidak akan
mampu untuk bertindak secara independent dan otonom
Pokok permasalahan dari seluruh masalah modernisasi pendidikan, yang
diharapkan mampu menjadi agen perubahan social adalah membuatnya mampu
mencetak produk-produktivitas intelektual yang kreativ dan dinamis dalam
semua bidang usaha intelektual yang terintegrasi dengan Islam.
Sikap anti Barat yang berlebihan dan tidak realistis justru menggiring
dunia pendidikan Islam mengalami kemerosotan.Sikap tersebut terimplementasi
ke dalam penolakan ilmu-ilmu sekuler yang disinyalir merupakan produk
Barat,sehingga dari sinilah pangkal tolak munculnya dikotomi.Berpangkal dari
dikotomi inilah masalah terus bergulir bagaikan bola salju yang kian lama kian
membesar.
Upaya lain yang tak kalah penting untuk mendapatkan penanganan serius
adalah pembenahan lembaga-lembaga pendidikan Islam.Problem yang
menyelimuti pendidikan Islam adalah kesenjangan diantara jenjang
pendidikan.Pendidikan ditingkat dasar dan menengah kurang atau tidak mampu
menyediakan calon-calon mahasiswa yang memenuhi standar kualifikasi yang
diharapkan,untuk menempuh studi di perguruan tinggi.
Dan kasus lainnya bagi para mahasiswa baik dari negeri Muslim atau
berkembang lainnya yang menamatkan pendidikan di luar negeri, seringkali
tidak dapat diakomodir sekembali ketanah air. Supra struktur dalam hal ini
lapangan pekerjaan maupun untuk pengembangan keilmuan yang telah mereka
dapatkan seringkali mengalami kesulitan.Inilah pekerjaan rumah bagi
Pendidikan Islam untuk membenahi kelembagaannya,dengan satu penekanan
bahwa pembanahan itu tidak bias dilakukan secara sepenggal-sepenggal.
136
2. Prospek
Kaum Muslimin merupakan komunitas terbesar kedua yang ada di
bumi ini.Tentu merupakan sebuah potensi yang sangat besar bila hal itu
mampu digarap secara baik,dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Lebih
dari itu, jika dilihat,sebagian besar Negara Muslim merupakan Negara yang
memiliki potensi alam yang sangat kaya. Sehingga dua potensi,yaitu sumber
daya manusia dan sumber daya alam,jika mampu dipadukan secara simultan,
maka akan menjadi sebuah kekuatan besar di dunia ini.
Semakin terbukanya cakrawala pemikiran di antara sebagian intelektual
Muslim,salah satunya ditandai dengan semakin banyaknya pelajar atau
sarjana Muslim yang belajar di Barat merupakan angin segar bagi upaya
menemukan kejayaan masa lalu yang hilang.
G. Kesimpulan
Dalam menghadapi sebuah perubahan pastilah akan terdapat beberapa
masalah atau problematika,untuk itu diperlukan peran aktif dari semua
pihak.Begitu juga dengan Pendidikan Islam dalam menapak sebuah
perubahan,banyak sekali mengalami kendala dan tantangan.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengajarkan tentang nilai-nilai
agama,di mana dia mempunyai tujuan tersendiri yaitu megajarkan manusia
tentang budi pekerti,makhluk yang saling mengasihi dll.
Problem yang sering dihadapi oleh dunia pendidikan terutama pendidikan
Islam adalah masih berbaurnya unsur Barat,mulai dari lembaga pendidikan
hingga system pendidikannya,untuk itu sangat diperlukan sekali campur tangan
dari masyarakat Muslim untuk membenahinya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi,Athiyah,Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Jakarta:Bulan
Bintang,1969.
Arifin,Muzayyin,Kapita Selekta Pendidikan Islam,Jakarta:Bumi Aksara,2003
Ismail,et.al.Paradigma Pendidikan Islam,Semarang:Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo,2001
Muhaimin,et.al,Paradigma Pendidikan Islam,Bandung:PT.Remaja Rosda
Karya,2001
Muqowim,Jurnal Pendidikan Islam Tadib,Palembang:IAIN Raden Fatah
Press,2001
Nata,Abuddin,Metodologi Studi Islam,Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1998
137
TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) PADA LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
Jasuri
1
Absrtak
Total Quality Management (TQM) menjadi signifikan diterapkan sebagai
solusi alternatif bagi peningkatan dan penjaminan mutu lembaga pendidikan.
Total Quality Management, yang juga dinamai Manajemen Mutu Terpadu,
merupakan paradigma tentang perbaikan secara terus menerus yang dapat
memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam
memenuhi kebutuhan dan harapan para pelanggannya pada masa kini dan masa
yang akan datang.
2
Dalam konteks keprihatinan dan upaya membangkitkan kondisi dunia
pendidikan di Indonesia pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya,
terdapat fenomena nasional yang menarik dikaji dengan bersinarnya sebuah
lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Kelebihan sistem manajemen mutu ini terletak pada sistem perencanaan
yang matang, realistis dan terukur, dan pada tahap pelaksanaan sudah memiliki
pola kerja yang mengacu kepada prosedur-prosedur terbaik yang dipilih oleh
organisasi, sedangkan evaluasi dana pemantauan terhadap perbaikan
berkelanjutan dilakukan pada setiap tahap dan setiap lini proses organisasi untuk
menjamin mutu demi kepuasan pelanggan. Tulisan ini mencoba menawarkan
konsep TQM untuk diterapkan pada lembaga pendidikan Islam, baik lembaga
formal maupun non formal.
Kata kunci: Implementsi, Total Quality Management (TQM), Lembaga
Pendidikan Islam.
Pendahuluan
TQM atau Total Quality Management (manajemen kualitas menyeluruh)
merupakan strategi yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada
semua proses dalam organisasi. Suatu pendekatan menejemen di lembaga yang
terfokus pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan
untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi
keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat. Di
1
Jasuri adalah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang.
2
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, terj. Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurrozi (Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), hlm. 73.
138
Indonesia penggunaan TQM di lembaga pendidikan Islam memang masih jarang
yang menerapkan konsep tersebut. TQM cukup populer di sektor swasta, diawali
penerapannya pada perusahaan-perusahaan terkemuka dan perusahaan milik
negara, sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan daya kompetitif yang
mengedepankan kualitas.
Dikarenakan TQM dianggap sebuah pendekatan yang cukup tepat, maka
lembaga pendidikan Islam mencoba mengadopsi dan mulai beradaptasi dengan
konsep ini, sebagai langkah strategis guna meningkatkan pelayanan maksimal
pada pelanggannya. Menurut hemat penulis, TQM perlu diterapkan pada setiap
satuan pendidikan Islam guna mendorong kualitas pelayanan prima kepada
stakeholders. Sebab, dalam dunia persaingan global yang sangat ketat saat ini,
orang lebih mengutamakan mutu, dengan pekerjaan yang menghasilkan produk
dan/atau jasa.
Suatu hasil dibuat karena ada yang membutuhkan, dan kebutuhan tersebut
berkembang seiring dengan tuntutan mutu penggunanya. Dunia pendidikan juga
tidak dapat terlepas dari sistem manajemen ini. Pada ranah pendidikan terdapat
beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia,
antara lain yaitu bidang manajemen yang mencakup dimensi proses dan
substansi. Pada tataran proses, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat dan benar. Pada tataran
substantif, seperti personalia, keuangan, sarana dan prasarana, instrument
pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya, tidak hanya
substansinya belum komprehensif, melainkan kriteria keberhasilan untuk masing-
masingnya belum ditetapkan secara taat asas.
3
Agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol,
maka harus ada standar yang diatur dan disepakati untuk dijadikan indikator
evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya titik acuan standar).
Maka bagaimanakah agar lembaga pendidikan Islam secara kualitas dapat terjaga
dan bagaimanakah cara mengaplikasikan TQM pada lembaga pendidikan Islam.
Pengertian Total Quality management (TQM)
Terdapat tiga konsepsi mutu yang paling populer yang telah dikembangkan
oleh tiga pakar mutu tingkat internasional, yaitu W. Edwards Deming, Philip B.
Crosby, dan Joseph M. Juran.
4
Deming mendefinisikan mutu adalah apapun yang
menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Crosby mendefinisikan mutu adalah
sebagai kesesuaian terhadap persyaratan. Sedangkan Juran mendefinisikan
mutu adalah kesesuaian terhadap spesifikasi. Meskipun ketiga pakar tersebut
berbeda dalam mempersepsikan mutu, tetapi ketiganya kemudian menjadi dasar
pemikiran dalam sistem manajemen mutu yang merupakan isu sentral dalam
3
Sudarwan, Danim. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hlm. 6
4
Zulian Yamit, Manajemen Kualitas: Produk dan Jasa (Yogyakarta: Ekonisia, 2001), hlm.
142.
139
aktivitas bisnis saat ini. Oleh karena itu, banyak perusahaan secara progresif
mencari sistem manajemen tidak terkecuali manajemen pendidikan untuk
menyiasati mutu dalam era globalisasi.
Edward Sallis mengatakan, total quality management is a philosophy of
continuous improvement, which can provide any educational institution with a set
of practical tools for meeting and exceeding present and future customers needs,
wants, and expectations.
5
TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara
terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap
institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan para
pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Definisi lain, TQM is the integration of all functions and processes within
an organization in order to achieve continuous improvement of the quality of
goods and services. The goal is customer satisfaction.
6
TQM adalah integrasi
segenap fungsi dan proses dalam suatu organisasi demi meraih perbaikan mutu
barang dan jasa secara terus menerus. Tujuannya ialah kepuasan pelanggan.
Lebih lanjut, the essence of Total Quality Management is a common sense
dedication to understanding what the customer wants and then using people and
science to set up systems to deliver products and services that delight the
customer.
7
Esensi Total Quality Management adalah dedikasi penuh
pertimbangan untuk memahami apa yang diinginkan pelanggan dan kemudian
memanfaatkan orang maupun ilmu untuk membentuk sistem penyampaian produk
dan pelayanan yang menyenangkan pelanggan.
Penjabaran lain terkait definisi Total Quality Management dapat
memperhatikan pernyataan yang dikutip dari Witcher (1990) berikut. Total
Quality Management terdiri dari tiga istilah:
a. Total: meaning that every person is involved including customer and
suppliers. Istilah pertama ini berarti bahwa setiap orang dilibatkan, termasuk
pelanggan dan penyedia (layanan).
b. Quality: implying that customer requirements are met in accordance to
specification. Kualitas/mutu mengimplikasikan bahwa kebutuhan pelanggan
dipenuhi menurut spesifikasinya.
c. Management: indicating that senior executives are committed. Istilah ketiga
ini mengindikasikan bahwa pelaksana senior memiliki suatu komitmen.
8
5
Edward Sallis, Op Cit., hlm. 34.
6
Diambil dari http://www.au.edu.pk/qec/minutes/admin-TQM.ppt, diakses pada 29 Maret
2013.
7
Diambil dari http://www3.nd.edu/~kmatta/BAMG30700/Lectures/Lect-4-TQM-Basic-
Tenets.ppt, diakses pada 29 Maret 2013.
8
Sola Aina & Oyeyemi Kayode, Application of Total Quality Management in the Classroom,
British Journal of Arts and Social Sciences, Vol.11 No.I (2012), dari
http://www.bjournal.co.uk/paper/BJASS_11_1/BJASS_11_01_02.pdf, diakses pada 30 Maret
2013.
140
Selanjutnya Kanji (1990), sebagaimana diungkapkan kembali oleh Shari
M. Yusof dan Elaine Aspinwall, menerangkan bahwa TQM is the way of life of an
organisation committed to customer satisfaction through continuous
improvement. This way of life varies from organisation to organisation and from
one country to another but has certain principles which can be implemented to
secure market share, increase profits and reduce costs.
9
Total Quallity
Management didefinisikan sebagai cara hidup organisasi yang diupayakan untuk
kepuasan pelanggan melalui perbaikan terus menerus. Cara tersebut berbeda
antara organisasi satu dengan yang lain, antara negara satu dengan negara lain,
tetapi memiliki prinsip-prinsip tertentu yang dapat diterapkan untuk menjamin
penguasaan pasar, meningkatkan laba, dan mengurangi biaya (produksi).
Dari pemaparan di atas, dapat disarikan kemudian bahwa Total Quality
Management merupakan upaya memadukan segenap fungsi dan proses dalam
suatu organisasi untuk mencapai perbaikan mutu barang, jasa, ataupun layanan
secara terus menerus yang dilakukan demi kepuasan pelanggan berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu.
Perbaikan terus menerus sebagai upaya pengembangan diri dilandasi oleh
kesadaran bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengubah keadaannya
menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-
Radu ayat 11, Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
10
Implementasi TQM dalam Pendidikan Islam
Penerapan Total Quality Management dalam pendidikan diharapkan dapat
memperkecil jurang kesenjangan mutu di segala lini dan mampu mencapai tujuan
meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terus-menerus, dan
terpadu.
11
Upaya peningkatan mutu pendidikan yang dimaksud berdasarkan pada
setiap komponen pendidikan yang dapat diwujudkan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut.
a. Fokus pada pelanggan (costumer focus)
Kunci keberhasilan budaya mutu terpadu yakni adanya suatu hubungan
efektif, baik secara internal maupun eksternal, antara pelanggan dengan
supplier. Semua jaringan dan komunikasi vertikal maupun horizontal perlu
dioptimalkan untuk membentuk iklim kondusif terciptanya budaya
komunikasi dengan memanfaatkan semua media secara multi arah dan secara
9
Shari M. usof dan Elaine Aspinwall, TQM implementation issues: review and case
study, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 20 No. 6, 2000, pp.
634-655, dari http://www.fkm.utm.my/~shari/download/paper5.pdf, diakses pada 29 Maret 2013.
10
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya Juz 1-30
(Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 370.
11
Marno dan Triyo Supriyanto, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2008), hlm. 112.
141
harmonis yang setiap saat diperlukan untuk mengimplementasikan manajemen
terpadu dalam bidang pendidikan. Jadi kepuasan pelanggan merupakan faktor
penting dalam manajemen terpadu.
12
b. Peningkatan proses (process improvement)
Peningkatan kualitas pada proses merujuk pada peningkatan terus
menerus (kontinyu) yang dibangun atas dasar pekerjaan yang akan
menghasilkan serangkaian tahapan interelasi dan aktivitas yang pada akhirnya
akan menghasilkan output (keluaran).
c. Total Quality Management Keterlibatan total (total involvement).
13
Pelibatan semua komponen pendidikan dimulai dari aktifnya pemimpin
(kepala sekolah) hingga para guru dan tenaga kependidikan. Mereka harus
dilibatkan untuk mencapai keuntungan kompetitif di lingkungan pengguna
yang luas.
Prinsip-prinsip di atas senantiasa erat hubungannya dengan fungsi dan
tujuan. Pada dasarnya, Total Qualit Management berfungsi efektif dalam berbagai
organisasi, yakni sebagai sistem manajemen peningkatan kualitas produk atau
outcome sehingga dapat diterima oleh pelanggan dan dapat diarahkan untuk
menghindari timbulnya kesalahan fatal. Sementara tujuan Total Quality
Management adalah demi memberikan kepuasan terhadap pelanggan terkait
kebutuhannya seefisien mungkin.
14
Secara lebih detail, implementasi Total Quality Management dalam dunia
pendidikan dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penanaman falsafah kualitas
Dalam hal ini manajemen dan karyawan harus mengerti sepenuhnya dan
yakin mengapa organisasi akan mencapai total quality, yaitu untuk menjamin
kelangsungan hidup organisasi dalam iklim kompetitif.
15
Setiap anggota dalam
organisasi perlu mempunyai pengertian yang sama terhadap istilah-istilah TQ,
seperti kualitas, kerusakan (defect), pelayanan yang baik, pelayanan yang
merugikan, customer dan lain-lainya.
16
Setiap organisasi harus dapat
memberikan apresiasi, mengantisipasi dan apabila perlu menerima sejumlah
pengorbanan pada tahap-tahap awal pengimplementasian Total Quality
Management.
b. Kepemimpinan pendidikan
Kepemimpinan merupakan salah satu penentu keberhasilan organisasi
dalam mewujudkan tujuannya. Kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh
suatu organisasi akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi tersebut
12
Ibid., hlm. 114.
13
Ibid., hlm. 117.
14
Umi Hanik, Implementasi Total Quality Management dalam Peningkatan Kualitas
Pendidikan (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm. 14.
15
Soewarso Hardjosoedarmo, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi Offset, 2004),
hlm 39.
16
Ibid., hlm 40.
142
dalam kiprahnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki
visi kedepan untuk kemajuan lembaga.
Berdasarkan falsafah mutu yang diterima pada langkah pertama,
manajemen puncak terutama CEO (Chief Executive Officer) harus mengambil
inisiatif dalam menunjukkan kepemimpinan yang teguh dalam gerakan mutu.
Manajemen puncak harus memberikan contoh dalam hal pola sikap, pola fikir
dan pola tindak yang mencerminkan falsafah mutu yang telah ditanamkan.
Dengan kata lain, manajemen puncak harus bersikap, berfikir dan bertindak
tentang mutu dalam semua keputusan dan aktivitasnya. Ini berarti bahwa
manajemen puncak harus bersedia menerima siapapun dalam organisasi yang
akan memberikan kontribusi dalam perbaikan mutu produk dan jasa
organisasinya.
17
c. Peningkatan secara terus-menerus
Total Quality Management adalah sebuah pendekatan praktis,
namun strategis dalam menjalankan roda organisasi yang memfokuskan
diri pada kebutuhan pelanggan dan kliennya.
18
Tujuannya adalah untuk
mencari hasil yang lebih baik. Total Quality Management bukan merupakan
sekumpulan slogan, namun merupakan suatu pendekatan sistematis dan hati-
hati untuk mencapai tingkatan kualitas yang tepat dengan cara yang konsisten
dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Total Quality
Management dapat dipahami sebagai filosofi perbaikan tanpa henti hingga
tujuan organisasi dapat dicapai dan dengan melibatkan segenap komponen
dalam organisasi tersebut.
Sebagai sebuah pendekatan, Total Quality Management mencari sebuah
perubahan permanen dalam tujuan sebuah organisasi, dari tujuan kelayakan
jangka pendek menuju tujuan perbaikan mutu jangka panjang. Institusi yang
melakukan inovasi secara konstan, melakukan perbaikan dan perubahan secara
terarah, dan mempraktekkan Total Quality Management, akan mengalami
siklus perbaikan secara terus-menerus. Semangat tersebut akan menciptakan
sebuah upaya sadar untuk menganalisa apa yang sedang dikerjakan dan
merencanakan perbaikannya. Untuk menciptakan kultur perbaikan terus-menerus,
seorang manajer harus mempercayai stafnya dan mendelegasikan keputusan pada
tingkatan-tingkatan yang tepat.
19
Hal tersebut bertujuan untuk memberikan staf
sebuah tanggung jawab untuk menyampaikan mutu dalam lingkungan mereka.
Staf membutuhkan kebebasan kerja dalam kerangka kerja yang sudah jelas dan
tujuan organisasi yang sudah diketahui.
d. Organisasi ke atas, samping-bawah
Kunci keberhasilan budaya Total Quality Management adanya suatu
hubungan efektif, baik secara internal maupun secara eksternal, antara pelanggan
17
Ibid.
18
Edward Sallis, Op. Cit., hlm. 76.
19
Edward Sallis, Op.Cit., hlm. 77.
143
dengan suplier. Semua jaringan dan komunikasi baik secara vertikal maupun
horizontal perlu dioptimalkan. Hal ini sangat diperlukan untuk membentuk iklim
kondusif bagi terciptanya budaya kualitas yang diharapkan. Oleh karena itu,
pimpinan perlu menciptakan budaya komunikasi dengan memanfaatkan semua
media secara multi arah secara harmonis setiap saat diperlukan untuk menerapkan
Total Quality Management dalam bidang pendidikan. Jika hal ini dapat dilakukan
dan disambut dengan baik berarti organisasi ini sudah siap memasuki abad
komunikasi dan informasi.
20
e. Perubahan kultur
Total Quality Management memerlukan perubahan kultur. Ini terkenal sulit
untuk diwujudkan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Total Quality
Management membutuhkan perubahan sikap dan metode. Staf dalam institusi
harus memahami dan pelaksanakan pesan moral Total Quality Management agar
bisa membawa dampak. Bagaimanapun juga, perubahan kultur tidak hanya bicara
tentang merubah perilaku staf, tapi juga memerlukan perubahan dalam metode
mengarahkan sebuah institusi.
21
Perubahan metode tersebut ditandai dengan sebuah pemahaman bahwa
orang menghasilkan mutu. Ada dua hal penting yang diperlukan staf untuk
menghasilkan mutu.
22
Pertama, staf membutuhkan sebuah lingkungan yang
cocok untuk bekerja. Mereka membutuhkan alat-alat keterampilan dan
mereka harus bekerja dengan sistem dan prosedur yang sederhana dan
membantu pekerjaan mereka. Lingkungan yang mengelilingi staf memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap kemampuan mereka dalam mengerjakan
pekerjaannya secara tepat dan efektif. Di antara ciri-ciri lingkungan yang
membantu tersebut adalah sistem dan prosedur dalam suatu organisasi
memotivasi dan meningkatkan kerja mereka. Prosedur yang baik dan motivatif
memang tidak serta-merta akan menghasilkan mutu, namun prosedur yang tidak
baik dan salah-asuh justru akan membuat mutu menjadi sulit dicapai.
Kedua, untuk melakukan pekerjaan dengan baik, staf memerlukan
lingkungan yang mendukung dan menghargai kesuksesan dan prestasi yang
mereka raih. Mereka memerlukan pemimpiri yang dapat menghargai prestasi
mereka dan membimbing mereka untuk meraih sukses yang lebih besar. Motivasi
untuk melakukan pekeijaan yang baik adalah basil dari sebuah gaya kepemimpinan
dan dari atmosfir.
f. Peningkatan kualitas guru dan karyawan
Dengan telah diciptakannya lingkungan kerja yang kondusif sebagai
hasil perubahan budaya, seluruh anggota organisasi, termasuk para manajer,
harus siap mengikuti program pendidikan dan pelatihan mengenai Total
Quality. Program diklat ini merupakan langkah-langkah persiapan bagi
20
Marno & Triyo Supriyatno, Op. Cit., hlm. 118.
21
Edward Sallis, Op.Cit., hlm. 78.
22
Ibid., hlm. 79.
144
pemberdayaan kepada seluruh guru dan karyawan. Dalam pemberdayaan ini
seluruh guru dan karyawan diberi keprcayaan, tugas, wewenang dan tanggung
jawab untuk mengorganisasikan diri kedalam self-managing teams guna
memperbaiki proses dalam mencapai mutu prodek dan jasa.
23
g. Profesionalisme dan fokus pada pelanggan
Ada dimensi lain tentang tenaga kerja profesional dalam pendidikan yang
secara tradisional melihat diri mereka sendiri sebagai pelindung dari mutu dan
standar institusi. Penekanan Total Quality Management pada kedaulatan pelanggan
dapat menyebabkan konflik dengan konsep-konsep profesional tradisional. Ini
merupakan masalah yang rumit, dan menjadi sesuatu yang perlu dipertimbangkan
oleh institusi pendidikan yang menggunakan prosedur mutu terpadu.
24
Pelatihan guru dalam konsep-konsep mutu merupakan elemen penting dalam
upaya merubah kultur. Staf harus paham bagaimana mereka dan muridnya
dapat memperoleh manfaat dari fokus terhadap pelanggan. Mutu terpadu
bukan sekedar membuat pelanggan senang dan tersenyum. Mutu terpadu
adalah mendengarkan dan berdialog tentang kekhawatiran dan aspirasi
pelanggan. Aspek terbaik dari peran profesional adalah perhatian serta
standar akademi dan kejuruan yang tinggi. Memadukan aspek terbaik dari
profesionalisme dengan mutu terpadu merupakan hal yang esensial untuk
mencapai sukses.
25
h. Pengelolaan kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang
memegang peranan penting dalam menentukan ke arah mana sasaran dan
tujuan peserta didik akan dibawa serta kemampuan minimal dan keahlian apa
yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah selesai mengikuti program
pendidikan. Atas dasar itu, maka Perubahan yang menuntut adanya
penyesuaian-penyesuaian tertentu dalam bidang pendidikan merupakan suatu
hal yang harus dilakukan, sebagai upaya memperbaiki dan mengembangkan
kualitas pendidikan, menuju terciptanya kehidupan yang cerdas, damai,
terbuka, demokratis, dan mampu bersaing, baik tingkat nasional maupun
internasional. Dalam konteks pendidikan madrasah, agar lulusannya memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif, maka kurikulum dikembangkan
dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini dilakukan agar pendidikan
secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan
desentralisasi.
26
23
Soewarso Hardjosoedarmo, Op.Cit., hlm. 41.
24
Edward Sallis, Op.Cit., hlm. 85.
25
Ibid., hlm 86.
26
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 43.
145
i. Menjaga hubungan dengan pelanggan
Misi utama Total Qualit Management dalam lembaga adalah untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Lembaga yang unggul akan selalu menjaga
kedekatan dengan pelanggan serta memiliki ketertarikan (obsesi) terhadap
kualitas. Oleh karena itu, pimpinan lembaga pendidikan perlu mengembangkan
paradigma baru bahwa yang semula kecenderungannya acuh dengan
pelanggan, di masa mendatang harus memprioritaskan dan memuaskan
pelanggan. Hal ini didasarkan pada ciri utama penentu kualitas versi Total
Quality Management bahwa pelangganlah yang akhirnya menentukan kualitas.
Agar transformasi Total Quality Management dalam dunia pendidikan
bisa tercapai, maka antara lembaga pendidikan dan pihak pengajar harus
bekerjasama, dengan kata lain semua yang berkaitan dengan lembaga
pendidikan harus bekerjasama dan benar-benar berupaya untuk mengadakan
perbaikan mutu pendidikan. Apabila penerapan Total Quality Management
tidak dibarengi dengan usaha yang memaksimalkan diri seluruh pihak
pengelola pendidikan (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan
masyarakat), maka upaya transformasi Total Quality Management tidak
terwujud dengan baik. Dengan mengacu pada organisasi industri, maka
instrumen Total Quality Management dalam pendidikan meliputi produk,
customer, model-model mutu, mutu pembelajaran, standar mutu dan
kepemimpinan pendidikan.
27
Masalahnya, ketika Total Quality Management masuk ke dalam ranah
pendidikan, istilah seperti learning dan curriculum, sebagaimana
diungkapkan oleh Fred C. Lunenburg, tidak ditemukan dalam 14 prinsip
Total Quality Management-nya Deming. Sebagian istilah harus
diterjemahkan menurut konteks persekolahan. Misalnya, pengawas dan
kepala sekolah dianggap sebagai manajemen. Guru sebagai majikan
atau manajer-nya para siswa. Sedangkan siswa sendiri adalah sebagai
karyawan, dan pengetahuan yang mereka cari dikatakan sebagai
produk. Selanjutnya orangtua atau masyarakat disebut sebagai
pelanggan.
28
Keempat belas prinsip yang dimaksud tersebut meliputi:
a) Create constancy of purpose for improvement of product and service
(ciptakan keteguhan tujuan demi kemajuan produk dan layanan). Dengan
kata lain, miliki tekad yang kuat dan terus menerus untuk memperbaiki
mutu produk dan jasa.
27
Khamim Zarkasih Putro dan M. Mahlan, Pendekatan Total Quality Management (TQM)
dalam Pendidikan, dari http://mahalaniraya.wordpress.com/2008/03/01, diakses pada 27 Maret
2013.
28
Fred C. Lunenburg, Total Quality Management Applied to Schools, Schooling, Volume
1, Number 1, 2010, hlm. 1, dari http://www.nationalforum.com/Electronic-Journal-
Volumes/Lunenburg,-Fred-C.-Total-Quality-Management-Applied-to-Schools-Schooling-V1-N1-
2010.pdf, diakses pada 27 Maret 2013.
146
b) Adopt the new philosophy (adopsi filosofi baru). Artinya, gunakan filosofi
yang tidak bisa menerima keterlambatan, kesalahan, cacat materi, dan
cacat pekerjaan.
c) Cease dependence on inspection to achieve quality (hentikan
ketergantungan terhadap pemeriksaan untuk mencapai mutu). Maksudnya,
ganti dengan adanya proses yang baik sejak awal hingga akhir guna
mendapatkan hasil bermutu.
d) End the practice of awarding business on the basis of price alone (akhiri
praktik bisnis berhadiah). Sederhananya, jangan terkecoh oleh besarnya
biaya saja. Yang mahal dan yang mudah belum pasti baik, dan sebaliknya.
e) Improve constantly and forever every activity in the organization, to
improve quality and productivity (lakukan perbaikan secara terus-menerus
baik kualitas maupun produktivitas).
f) Institute training on the job (adakan pelatihan) bagi semua orang, baik
pimpinan maupun staf, agar masing-masing dapat meningkatkan kualitas
kerjanya.
g) Institute leadership (bangun kepemimpinan) sehingga dapat membantu
memperbaiki kinerja.
h) Drive out fear (hilangkan ketakutan).
i) Break down barriers among staff areas (hadapi rintangan), termasuk
hambatan komunikasi antar individu.
j) Eliminate slogans, exhortations, and targets that demand zero defects and
new levels of productivity (hilangkan slogan, peringatan, dan target yang
menuntut kerusakan nol dan level produktivitas baru).
k) Eliminate numerical quotas for the staff and goals for management
(hilangkan kuota numerik staf dan tujuan demi kepentingan manajemen).
l) Remove barriers that rob people of pride in their work and remove the
barriers that rob people in leadership of their right to pride in their work
(hilangkan rintangan yang mengganggu kebanggaan kerja dan hak-hak
individu).
m) Institute a vigorous program of education and retraining for everyone
(adakan program penyemangat demi pengembangan diri).
n) Put everyone in the organization to work to accomplish the transformation
(ajak setiap orang untuk menyempurnakan perubahan).
29
Metode Total Quality Management
a. Metode W. Edwards Deming
W. E. Deming dinilai sebagai bapak gerakan Total Quality Management.
Metodenya dikenal dengan Deming Cycle (Siklus Deming). Siklus ini model
perbaikan berkesinambungan, terdiri atas empat komponen yang saling
29
Ibid., hlm. 2-5.
147
berkaitan, yakni plan-do-check-act (PDCA). Keempat elemen tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
Siklus Deming
1. Mengembangkan rencana perbaikan (plan)
Rencana ini disusun berdasarkan prinsip 5W 1H (what, why, who,
when, where, dan how) yang dibuat secara jelas dan terperinci, serta
menetapkan sasaran maupun target yang musti dicapai.
2. Melaksanakan rencana (do)
Rencana yang telah tersusun dilaksanakan secara bertahap, mulai
dari skala kecil, dan pembagian tugas secara merata sesuai kapasitas dan
kemampuan dari setiap personil. Selama proses pelaksanaan harus ada
pengendalian, sebagai upaya agar seluruh rencana dilaksanakan dengan
sebaik mungkin dan sasarannya dapat dicapai.
3. Memeriksa hasil yang dicapai (check)
Elemen ini mengacu kepada penetapan apakah pelaksanaan Total
Quality Management berada pada jalur yang ditetapkan, sesuai dengan
rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Alat atau
perlengkapan yang dapat digunakan dalam memeriksa yaitu diagram,
histogram, dan diagram kontrol.
4. Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (action)
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, didasarkan pada hasil
analisis. Penyesuaian berkenaan dengan standardisasi prosedur baru guna
menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan
sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.
30
b. Metode Joseph M. Juran
Juran mengemukakan ada empat konsep dalam metode Total Quality
Management yaitu meliputi:
1. Jurans three basic steps to progress
Terkait konsep ini, Juran mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
antara kualitas dengan daya saing. Tiga langkah yang dimaksudkan adalah: (a)
mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan mendesak; (b) mengadakan
30
Umi Hanik, Op. Cit., hlm. 22-23.
148
program pelatihan secara luas; dan (c) membentuk komitmen dan
kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
2. Jurans ten steps to quality improvement
Pada konsep kedua ini, dikemukakan sepuluh langkah untuk
memperbaiki kualitas, yakni: (a) membentuk kesadaran terhadap kebutuhan
perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan; (b) menetapkan tujuan
perbaikan; (c) mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan; (d)
menyediakan pelatihan; (e) melaksanakan proyek-proyek untuk memecahkan
masalah; (f) melaporkan perkembangan; (g) memberikan penghargaan; (h)
mengomunikasikan hal-hal yang dicapai; (i) menyimpan dan mempertahankan
hasil yang dicapai; dan (j) memelihara momentum dengan melakukan
perbaikan dalam sistem reguler organisasi atau perusahaan.
3. The pareto principle
Juran, dalam konsep ini, menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh
Pareto, yakni organisasi harus memusatkan energi pada penyisihan sumber
masalah yang sedikit namun vital (vital few sources) yang menyebabkan
sebagian besar masalah.
4. The Juran trilogy
Menurut konsep keempat ini, terdapat tiga fungsi utama manajerial, yaitu: (a)
perencanaan kualitas; (b) pengendalian kualitas; dan (c) perbaikan kualitas.
31
Kesimpulan
Pada dasarnya TQM adalah evaluasi untuk menemukan berbagai informasi
tentang perencanaan dan pengendalian mutu suatu lembaga. Juga tentang produk
yang dihasilkan, sehingga dapat dilakukan peningkatan mutu ataupun terobosan
baru dalam usaha perbaikan mutu. Diranah inilah TQM sebagai pendekatan yang
digunakan untuk mengembangkan kualitas lembaga pendidikan Islam yang
berorientasi pada kualitas proses dan hasil. Sehingga berbagai alat dan
instrumennya dapat diterapkan dalam membangun mutu manajemen pendidikan
Islam.
Aplikasi TQM dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan Islam
diseluruh jenjang dituntut untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan
pelanggannya, melibatkan secara total semua komponen. Dengan mengadakan
pengukuran dan evaluasi diri atas kemajuan lembaga pendidikan yang
dikelolanya, peningkatan atau perbaikan mutu pendidikan melalui instrumen-
komponen/sub-sub sistem lembaga. Selalu mengadakan perbaikan mutu
pendidikan secara berkesinambungan untuk menjawab setiap tuntutan
perkembangan situasi jaman sesuai cita-cita, keinginan dan kebutuhan pengguna.
31
Ibid., hlm. 24-26.
149
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama Republik Indonesia. (1989). Al-Quran dan Terjemahnya Juz
1-30. Semarang: CV. Toha Putra.
Depdiknas. (2004). Isu-isu Pendidikan: Lima Isu Pendidikan Triwulan Kedua.
Jakarta: Balitbang Diknas.
Danim, Sudarwan. (2003). Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Hanik, Umi. (2011). Implementasi Total Quality Management dalam Peningkatan
Kualitas Pendidikan. Semarang: RaSAIL Media Group.
Huberman, A. Michael & Milles, Mattew B. (1984). Data Management and
Analysis Methods. Amerika: New York Press.
Marno & Supriyanto, Triyo. (2008). Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan
Islam. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sallis, Edward. (2006). Total Quality Management in Education, terj. Ahmad Ali
Riyadi dan Fahrurrozi. Jogjakarta: IRCiSoD.
Sukmadinata. (2004). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Tim Penyusun. (2006). UURI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Bandung:
Citra Umbara.
Yamit, Zulian. (2001). Manajemen Kualitas (Produk dan Jasa). Yogyakarta:
Ekonisia.
Internet
Aina, Sola & Kayode, Oyeyemi. Application of Total Quality Management in the
Classroom, British Journal of Arts and Social Sciences, Vol.11 No.I, dari
http://www.bjournal.co.uk/paper/BJASS_11_1/BJASS_11_01_02.pdf,
diakses pada 30 Maret 2013.
http://www.au.edu.pk/qec/minutes/admin-TQM.ppt, diakses pada 29 Maret 2013.
http://www.ban-sm.or.id, diakses pada 27 Maret 2013.
http://www3.nd.edu/~kmatta/BAMG30700/Lectures/Lect-4-TQM-Basic-
Tenets.ppt, diakses pada 29 Maret 2013.
150
Lunenburg, Fred C. (2010). Total Quality Management Applied to Schools,
Schooling, Volume 1, Number 1, dari
http://www.nationalforum.com/Electronic-Journal-Volumes/Lunenburg,-
Fred-C.-Total-Quality-Management-Applied-to-Schools-Schooling-V1-N1-
2010.pdf, diakses pada 27 Maret 2013.
Nurbayani K., Siti. Program Percepatan Kelas (Akselerasi) bagi Siswa yang
Memiliki Kemampuan Unggul: Sebuah Inovasi dalam pelaksanaan
pendidikan di persekolahan,
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/197007111994032_SITI_NU
RBAYANI_K/Karya/Inovasi_dalam_pelaksanaan_pendidikan.pdf, diakses
pada 27 Maret 2013.
Putro, Khamim Zarkasih dan Mahlan, M. (2008). Pendekatan Total Quality
Management (TQM) dalam Pendidikan, dari
http://mahalaniraya.wordpress.com/2008/03/01, diakses pada 27 Maret
2013.
Saud, Udin S. Manajemen Mutu Terpadu/Total Quality Management dalam
Rangka Sukses UAN di Madrasah [Hand-out seminar], Banten: 2004,
diambil dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/19
5306121981031-
UDIN_SAEFUDIN_SAUD/TQM_Pontren_Serang_2004.pdf, diakses
pada 1 September 2013.
Yusof, Shari M. & Aspinwall, Elaine. (2000). TQM implementation issues:
review and case study, International Journal of Operations & Production
Management, Vol. 20 No. 6, 2000, pp. 634-655, diambil dari
http://www.fkm.utm.my/~shari/download/paper5.pdf, diakses pada 29
Maret 2013.