Anda di halaman 1dari 17

NASIONALISME DALAM ALQURAN

(Pendekatan Tafsir Maqosidi terhadap

Ayat-Ayat Cinta Tanah Air)

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Tafsir Maqosidi

Oleh :
MOCHAMAD ROIS (E93217121)
RIMA FATIMATUZ ZAHROH (E93217089)
SITTY LAILANIE A. (E93217094)

Dosen Pengampu:
MOH. YARDHO, M. Th. I

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama


manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai
dari tumbuhnya kesadaran untuk untuk menentukan nasib sendiri di
kalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, termasuk
Indonesia, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas
menentukan masa depanya sendiri. Dalam situasi perjuangan merebut
kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai pembenaran rasional dari
tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat
keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Atas dasar
pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham
ideologi kebangsaan yang disebut dengan nasionalisme (cinta tanah air).

A. Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation yang dipadankan dengan
bangsa-bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian antropologis,
sosiologis, dan politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis,
bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup
yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup
tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat
istiadat. Sedangkan yang dimaksud bangsa dalam pengertian politik adalah
masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk pada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi.1
Nasionalisme dapat dikatakan juga sebagai sebuah situasi kejiwaan
di mana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada
negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Sedangkan menurut Mustari,
nasionalisme adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa,
lingkungan, fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsanya.

1 Mufaizin, NASIONALISME DALAM PERSPEKTIF ALQURAN DAN HADITS , Jurnal Al-


Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 5, No. 1, Maret 2019, hal. 43
Seseorang yang berjiwa nasional akan selalu ikhlas untuk berjuang dan
berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya. Keikhlasan tersebut
berasal dari cinta yang melekat pada setiap orang. Umat Islam
mengenalnya dengan istilah hubbul wathani minal iman (cinta tanah air
adalah bagian dari iman). Karena itu, landasan nasionalisme dibangun oleh
kesadaran sejarah, cinta tanah air dan cita politik. 2
Jika dilihat dari dimensi kesejarahan, nasionalisme dalam
perspektif Islam klasik selalu merujuk pada lahirnya Piagam Madinah
yang oleh para ahli politik Islam dianggap sebagai cikal bakal
terbentuknya negara nasional dan menempatkan Nabi Muhammad Saw
tidak sekedar sebagai pemimpin agama, tetapi juga pemimpin negara.
Oleh karena itu, seacra umum para ulama’ beranggapan bahwa
nasionalisme terkait dengan teks Piagam Madinah tersebut. Saat itu,
Madinah tidak hanya dihuni oleh umat Islam saja, tetapi Madinah juga
dihuni oleh golongan lain dan juga umat dari agama lain, seperti Yahudi,
Nasrani dan bahkan mereka yang masih menyembah berhala, serta mereka
yang memiliki kepercayaan lainnya, seperti kaum penyembah api (majusi).
Mereka semua disatukan dengan sentimen kepemilikan bersama, yaitu
bagaimana mempertahankan Madinah dari segenap ancaman yang datang
dari luar.3
Pada dasarnya, kata Nasionalisme/ cinta tanah air dalam Alquran
tidak disebutkan secara langsung. Namun nilai-nilai kandungan Alquran
banyak ditemukan dalam Alquran. Berbagai nilai cinta tanah air dalam
perspektif Alquran di antaranya sikap nasionalisme dan rela berkorban.
Cinta tanah air menjadi salah satu bagian dari nilai-nilai Alquran yang
luhur. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para nabi dan rasul yang telah

2 Afrizal El Adzim Syahputra, NASIONALISME NABI IBRAHIM DALAM AL QUR’AN: Nilai


Cinta Tanah Air dalam Doa Nabi Ibrahim, Jurnal Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial
Keagamaan Volume 19, Nomor 01, Juli 2019, hal. 72
3 Ibid, hal. 73
memberikan isyarat berbagai fenomena dan peristiwa yang terjadi sebagai
pelajaran berharga dalam menghadapi setiap perubahan masa.4
Sedangkan istilah dan konsep nasionalisme muncul pada abad ke-
17 bersamaan dengan lahirnya konsep negara bangsa. Di Eropa,
nasionalisme muncul sebagai salah satu perwujudan perlawanan terhadap
feodalisme (kekuasaan absolut yang dimiliki oleh pemuka agama dan
bangsawan). Seiring munculnya negara bangsa, timbullah berbagai
pemikiran tentang nasionalisme sebagai basis filosofis terbentuknya
negara bangsa tersebut. Jamaluddin mengatakan bahwa suatu bangsa
terbentuk karena adanya unsur-unsur dan akar-akar sejarah yang
membentuknya. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran bahwa pengabdian
tertinggi seorang manusia untuk bangsa dan negara disebut dengan
nasionalisme.5
B. Nasionalisme dalam Islam
Mengaitkan Islam dengan kebangsaan dapat dijelaskan dalam dua
perspektif. Pertama, dari perspektif pluralisme dalam persatuan, Islam dan
nasionalisme mempunyai hubungan positif. Islam mempunyai pengalaman
panjang dan bahkan pionir terbentuknya nasionalisme yang melahirkan
negara bangsa. Negara Madinah yang didirikan Nabi Muhammad adalah
negara bangsa pertama di dunia. Kedua, dari perspektif universalisme,
menurut Mansur, kebangsaan bertentangan dengan Islam. Sebagai agama
universal, Islam tidak membatasi peruntukan bagi wilayah geografis dan
etnis tertentu. Namun demikian, Islam tidak menafikan kenyataan bahwa
setiap orang mempunyai afiliasi terhadap tanah air tertentu. Maka pepatah
yang mengatakan “cinta tanah air sebagian dari iman”, seperti dikatakan
sebelumnya, sangat mempengaruhi pandangan kaum muslimin pada
umumnya. Maka benarkah Mansur bahwa memang Islam tidak bertanah
air, tetapi kaum musliminnya bertanah air. Dan umat Islam berkewajiban
menjaga, mencintai, dan membela tanah airnya.

4 M. Alifudin Ikhsan, NILAI - NILAI CINTA TANAH AIR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 2, Nomor 2, Desember 2017, hal.
111
5 Afrizal El Adzim Syahputra, NASIONALISME...,hal. 73
Realitas kebangsaan dalam tubuh umat Islam merupakan
implementasi dari misi “rahmatan lil alamin” sehingga eksklusivitas
mereka harus diminimalkan. Sikap kebangsaan bagi mereka juga cermin
dari faham monoteisme yang menjadi fundamental keyakinannya, di mana
semua realitas itu termasuk eksklusivitas dan individualitas haruslah
dinegasikan dan hanya Allah yang menjadi esensi sesungguhnya, “la ilaha
illallah”. Norma tersebut kemudian diaplikasikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam membangun masyarakat Madinah di bawah panji “Piagam
Madinah”. Dalam perjanjian luhur yang mengikat Yahudi, Kristen,
Muslim dan Paganisme tersebut kata Islam dan Alquran sama sekali tidak
pernah ditampilkan. Karakter ini diperkuat dengan risalah terakhir dalam
Islam yang disampaikan Nabi saw. Dalam Haji Wada’. Dalam satu-
satunya ibadah haji yang pernah dilakukan Rasulullah semasa hidup
tersebut, beliau berpesan kepada seluruh umat manusia untuk selalu
menghormati kehormatan dan hak-hak seseorang, mengangkat kehormatan
wanita, menghindarkan pertumpahan darah dan seterusnya. 6
Untuk melihat tujuan nasionalisme, maka perlu diperhatikan
konsep-konsep yang mendasari paham kebangsaan tersebut. Konsep-
konsep yang dimaksud di antaranya adalah; unsur kesatuan/ persatuan,
asal keturunan, bahasa, adat istiadat, sejarah, dan cinta tanah air.7
1. persatuan dan kesatuan
Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam menyerukan persatuan dan
kesatuan. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Anbiya 21:92 dan Al-Mu’minn
23:52. “sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu”.
Semangat nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang
hendak membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan
kesetiakawanan yang besar, mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus
menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan menciptakan keadilan dan
kebersamaan. Nasionalisme ini, misalnya membentuk persepsi dan
konsepsi identitas sosial kaum pergerakan Indonesia sebagai suatu

6 Azman, NASIONALISME DALAM ISLAM, Jurnal AL-DAULAH, vol. 6, no. 2, Desember 2017,
hal. 270-271
7 Ibid, hal. 271
kekuatan politik yang tidak bisa dinegasikan oleh penguasa kolonial.
Tujuan nasionalisme ini adalah pembebasan dari penjajahan dan
menciptakan masyarakat/negara yang adil, di mana tidak ada lagi
penindasan manusia oleh manusia. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah
2:279 yang artinya sebagai berikut “...Kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”.8
2. Keturunan.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat tentang unsur “persamaan
keturunan” dalam hal kebangsaan, bahkan dengan melihat kenyataan
bahwa tidak ada satu bangsa yang hidup pada masa sekarang di mana
seluruh anggota masyarakatnya berasal dari satu keturunan yang sama.
Alquran menegaskan bahwa Allah swt. Menciptakan manusia dari satu
keturunan dan bersuku-suku (demikian juga rumpun dan ras manusia),
agar mereka saling mengenal potensi masing-masing dan
memanfaatkannya semaksimal
mungkin. Ini mengisyaratkan bahwa Islam mendukung pengelompokan
berdasarkan keturunan, selama tidak menimbulkan perpecahan. Hal ini
dibenarkan dalam QS. Al-A’raf 7:160, yang artinya sebagai berikut:
“Dan mereka kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya
berjumlah besar dan kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya
meminta air kepadanya: Pukullah batu itu dengan tongkatmu!. Maka
memancarlah dari padanya dua belas mata air...”9
3. Bahasa.
Dalam hal bahasa- sebagai unsur kebangsaan- QS. Al-Rum 30:22
menegaskan sebagai berikut:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu...”
Alquran begitu menghargai bahasa dan keragamannya, hingga mengakui
pemakaian bahasa lisan yang beragam. Pada hakikatnya, bahasa memang
bukan digunakan sekedar untuk menyampaikan tujuan pembicaraan dan

8 Ibid, hal. 271


9 Ibid, hal. 271-272
yang diucapkan oleh lidah. Bahasa merupakan jembatan penyalur perasaan
dan pikiran. 10

4. Adat Istiadat
Pikiran dan perasaan satu kelompok/umat tercermin antara lain
dalam adat istiadatnya. Hal ini dinyatakan dalam QS. Ali-‘Imran 3:104,
“Dan hendaklah ada di antara kamu golongan umat yang menyeru kepada
kebajikan ma’ruf dan mencegah dari yang munkar”
“199. Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang bodoh”.11
Penjabaran kebaikan dapat beragam sebagaimana kondisi masyarakat.
Sehingga memungkinkan satu masyarakat berbeda dengan masyarakat
lain. Apabila penjabaran tersebut tidak bertentangan dengan prinsip ajaran
agama, maka itulah yang disebut ‘urf/ma’ruf. Para pakar hukum
menetapkan bahwa adat kebiasaan dalam suatu kelompok masyarakat
selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, maka dapat
dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hukum (al-adat muhakkimah).12
5. Sejarah.
Faktor persamaan sejarah menjadi unsur kebangsaan karena
dianggap penting dalam rangka menyatukan perasaan, pikiran dan
langkah masyarakat. Dengan melihat sejarah, umat, bangsa dan
kelompok dapat belajar dari segi positif dan negatif pengalaman masa
lampau untuk menapaki jalan menuju masa akan datang. Fakta sejarah
yang cemerlang akan menjadi motivasi bagi anggota kelompok serta
generasi selanjutnya.
Menurut Alquran, tujuan utama dari uraian sejarahnya adalah untuk
mengambil pelajaran, guna menetapkan langkah selanjutnya. Unsur
kesejarahan sejalan dengan ajaran Islam, selama kesejarahan itu
diarahkan itu diarahkan guna mencapai kebaikan dan kemaslahatan. 13
6. Cinta Tanah Air

10 Ibid, hal. 272


11 QS. Al-A’raf 7:199.
12 Azman, NASIONALISME DALAM ISLAM,.., hal. 272
13 Ibid, hal. 273
Selanjutnya unsur cinta tanah air (patriotisme) merupakan
pembuktian rasa kebangsaan. Sudah menjadi tabiat manusia, mencintai
negeri tempat ia dilahirkan. Bahkan ke mana pun ia pergi, rasa ingin
kembali ke tanah air senantiasa muncul. Ketika Rasulullah SAW.
Berhijrah ke Madinah, beliau sholat menghadap ke Bait Al-Maqdis.
Tetapi, setelah enam belas bulan, rupanya beliau rindu kepada Makkah
dan ka’bah, karena merupakan kiblat leluhurnya dan kebangsaan orang-
orang Arab. Wajah beliau bolak-balik menengadah ke langit, bermohon
agar kiblat diarahkan ke Mekkah, maka Allah merestui dengan turunnya
ayat: Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah
mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) Haram itu adalah benar
dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.14
Khusus mengenai tanah air, Natsir pernah menulis dalam artikel:
“Dan jangan lah lupa, bahwa tanah airnya sendiri itu sebahagian dari
tanah air agamanya, dan wajib ia sungguh-sungguh untuk menjadikan
kemajuan tanah airnya sebagai wasilah untuk kemajuan dunia Islam”.
Natsir berpandangan, merupakan suatu keharusan dalam perjuangan
pembentukan sebuah negara bangsa. Paham kebangsaan merupakan
sebuah alat yang perlu untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam
situasi yang konkret.15

C. Ayat-ayat Cinta Tanah Air Pendekatan Tafsir Maqosidi


1. QS. Al-Baqarah: 126

14 QS. Al-Baqrah 2:144.


15 Azman, NASIONALISME DALAM ISLAM,...,hal. 273
‫أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ ۖوَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا‬

ْ‫رَبِّ اجْعَلْ ثُمَّ أَضْطَرُّهُ ۖعَذَابِ النَّارِ رُالْمَصِيوَبِئْسَ هََٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُق‬

ُ‫َوإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيم‬

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku,


Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki
dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara
mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan
kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara,
kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk -
buruk tempat kembali".

Ibnu Asyur menafsirkan kata balad (negara) dalam ayat


tersebut adalah tempat yang lapang dan luas di bumi yang
diperuntukkan untuk makhluk yang memakmurkan (baik sebagai
penghuni rumah atau bumi yang ditanami (dipelihara). Secara umum,
ada yg menyebutkan bahwa balad itu bumi. Ada yang menyebut balad
itu sama dengan qaryah (desa, perkampungan) yang dihuni oleh
beberapa penduduk. Kata balad dengan arti qaryah ini lebih dikenal
dibandingkan dengan balad yang diartikan bumi secara umum.16

Dalam tafsir Al-Tahrir wa Al-Tanwir, Ibnu Asyur menjelaskan


bahwa kata al-amn merupakan lawan kata dari khauf (rasa takut), yang
dimaksud yaitu tidak ada perasaan takut akan adanya permusuhan dan
pembunuhan yang bisa memecah belah tanah Arab Keamanan tanah
haram Makkah merupakan suatu ketetapan syariat, bukan lagi perkara
alamiyah.17

Kata balad yang terdapat dalam doa Nabi Ibrahim merupakan


tempat yang dikelilingi oleh perbatasan dan digunakan sebagai tempat

16 Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur, Al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 2, (Tunisia: Dar Souhnouni al-
Nasyri wa al-Tauzi’, 1000), 714.
17 7Muhammad Thahir Ibnu As yur, Tafsir al-Tahrir wa..., Jilid 2, 715.
berkumpul dan tinggal oleh penduduk. Doa ini membuktikan bahwa
Mekah yang dimaksud dalam surat al Baqarah masih berupa lembah
yang tandus. dan belum dihuni oleh penduduk. Di sana, Nabi Ibrahim
berdoa kiranya beliau meninggalkan anak dan istri beliau (Ismail dan
Hajar) dijadikan satu wilayah yang aman dan sejahtera.18

Nabi Ibrahim berdoa agar Mekah menjadi kota yang aman,


sehingga hati penduduk Mekah tenang dan damai. Ketenangan dan
kedamaian hati mereka berimplikasi pada kemudahan dalam beribadah
dan mewujudkan ketaatan kepada Allah Swt. Disamping itu, keamanan
suatu wilayah dapat mensejahterakan dan membahagiakan penduduk
setempat, sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Doa
ini bertujuan untuk menjadikan keamanan yang ada di kota Mekah
berkesinambungan sampai akhir zaman atau menganugerahkan kepada
penduduk dan pengunjungnya kemampuan untuk menjadikannya aman
dan tentram.19

Doa Nabi Ibrahim as. kepada Allah agar memberikan


keamanan negeri yang menjadi tempat tinggal keluarga dan
masyarakat lain juga tinggal disana adalah bukti nyata kepeduliaanya
pada negerinya dan kesejahteraan warga sekitar, termasuk
keluarganya. Apa yang dimintakan Ibrâhîm as. kepada Allah tentang
penganugerahan kesejahteraan bagi negeri dengan menurunkan
beberapa macam buah-buahan di kota tersebut dikabulkan oleh Allah
Swt.20

Meski istilah “nasionalisme” belum muncul pada masa Nabi


Ibrahim, namun nilai–nilai tentang cinta tanah air sudah ada pada diri
beliau. Perhatian beliau kepada Mekah sangat besar, dengan berdoa
kepada Allah agar dianugrahkan rasa aman dan rezeki yang melimpah
kepada penduduk Mekkah. Menurut Quraish Shihab ayat ini bukan

18 Afrizal El Adzim Syahutra, Nasionalisme Dalam Al quran (Nilai Cinta Tanah Air dalam Doa
Nabi Ibrahim), Jurnal Dinamika Penelitian, Vol. 19, No. 01, 2019, 77.
19 Ibid., 78.
20 Ibid.,
saja mengajarkan agar berdoa untuk keamanan dan kesejahteraan kota
Mekah, tetapi juga mengandung isyarat tentang perlunya setiap
muslim berdoa untuk keselamatan dan keamanan wilayah tempat
tinggalnya, dan agar penduduknya memperoleh rezeki yang
melimpah.21

Pada ayat ini Nabi Ibrahim berharap agar masyarakatnya


dijadikan oleh Allah sebagai bagian dari negera-negara yang
merasakan keamanan dan kedamaian, serta agar terciptanya keamanan
dan kedamaian dalam suatu negara. Dari penafsiran ayat tersebut kita
dapat mengetahui bahwa rasa cinta tanah air Nabi Ibrahim sangat
besar.

2. QS. an-Nisa: 66

‫َولَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا‬

‫قَلِيلٌ مِنْهُمْ ۖ َولَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَ ظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ َوأَشَدَّ تَثْبِيتًا‬

Dan sekalipun telah kami perintahkan kepada mereka,


“Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,”
ternyata mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari
mereka. Dan sekiranya mereka benar-benar melaksanakan perintah
yang diberikan niscaya itu lebih baik bagi mereka dan lebih
menguatkan (iman mereka).
Makna kata al-qiital dalam hal ini digunakan untuk tujuan
yang jelas, yang mana untuk menyelamatkan diri dari fitnah kaum
musyrik, menyelamatkan anak-anak (ketururnan) dari pengaruh supaya
kafir atau mempengaruhi agar terbiasa dengan tidak beriman atau
pembodohan keyakinanan.22
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa al-Suddi berkata, ketika turun
ayat ini, Tsabit bin Qais bin Shamas berdebat dengan seorang lelaki

21 Ibid., 79.
22 Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa alTanwir..., Jilid 1, 113.
dari kalangan Yahudi. Lelaki itu berkata, “demi Allah, Allah telah
menetapkan kepada kami untuk bunuh diri, kami pun membunuh diri
kami,” Tsabitt seraya menjawab, “demi Allah, seandainya Allah
mewajibkan kami untuk bubuh diri, pasti kami melakukan”. 23
Penafsiran dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT
memberi kabar bahwa kebanyakan manusia sesungguhnya mereka saat
diperintahkan perihal yang sulit maka akan meninnggalkannya. Karena
watak manusia cenderung dengan melanggar aturan. Demikian
pengertian Allah, mencakup sesuatu yang belum diketahui.
Yang dimaksud dengan bunuh diri dalam surah an-Nisa ayat 66
yaitu sama halnya dengan diusir dari kampung halaman yang mana
tindakan tersebut dilakukan secara terpaksa, sehingga mengaharuskan
keluar dari tanah kelahiran yang telah memberikannya kehidupan.
Keluar dari tanah air (kampung halaman) secara terpaksa (diusir) dan
bunuh diri merupakan hal yang sangat berat untuk dilakukan oleh
seluruh manusia.
Dalam kalimat akhriju min diyarikum memberikan isyarat
terhadap paradigma nasionalisme, yaitu menjelaskan bahwa manusia
memiliki ketergantungan terhadap tanah air, sehingga hijrah ke negara
lain merupakan suatu yang berat bagi manusia. 24
Ibnu Asyur menggunakan kata wathan (negara) yang secara
tidak langung menunjukkan bahwa kecintaan terhadap tanah air
(nasionalisme) membuat seseorang enggan untuk keluar dari
negaranya yang telah menjadi tempat hidup selama ini. Alasan mereka
salah satunya adalah mereka belum tentu mendapatkan kenikmatan
atau sesuatu yang mereka cari di negara lain. Apalagi bila keluar sebab
diusir dari kampung halaman, sama halnya dengan melakukan bunuh
diri.25

23 Faizatut Daraini, Nasionalisme dalam perspektif ibnu ‘asyur (kajian ayat Nasionalisme dalam
tafsir al tahir wa al tanwir), Skripsi fakultas Ushuluddin, UIN Surabaya, 2019, 5.
24 Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir,... Jilid 2, 114.
25 Faizatut Daraini, Nasionalisme dalam perspektif ibnu ‘asyur..., 6.
Dari pemamaparan penafsiran diatas menjelaskan bahwa
manusia akan sangat berat jika diperintah (diusir) untuk meninggalkan
kampung halamannya. Hal ini memunjukkan manusia memiliki rasa
cinta tanah air yang sangat besar. Dan manusia juga peduli terhadap
tanah airnya (kampung halamannya).
3. QS. Al-Balad ayat 1:

ِ‫لَا أُقْسِمُ بِهََٰذَا الْبَلَد‬


“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekkah)”.

Allah menjelaskan dalam surah al-Balad ayat 1 bahwa ia telah


memuliakan tanah air atau negeri (Mekkah) sehingga menjadikannya
nama surah, al-Balad (negeri). Meskipun dalam sejarah yang
disebutkannya adalah kota Mekkah, bukan berarti surah ini hanya
tertuju pada Mekkah saja, tetapi Allah telah memberkahi negeri
tempat kita tinggal.

Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut bersinambungan. Di


dalam tafsir Al-Misbah disebutkan, pada awal surah ini Allah
bersumpah dengan kota yang termulia yakni Mekah dan jiwa yang
termulia yakni nabi Muhammad. Ayat ini menyatakan: “Aku tidak
bersumpah atau Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini yakni
Mekkah, dan yakni padahal engkau wahai Nabi Muhammad betempat
di kota Mekah ini”.26 Kata balad yang Allah bersumpah dengannya
pada ayat ini bergandeng dengan kata hadza jika yagng selalu
dimaksud adalah kota Mekkah. Kata hadza yang menunjuk kota
Mekah, bertujuan menggambarkan bahwa kota tersebut selalu dekat di
hati kaum muslimin, sehingga betapapun seseorang telah berkali-kali
berkunjung kesana, hatinya masih selalu dekat dengan kota itu.

4. QS. al-Hujurat ayat 13:

26
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol.15, 263.
َ‫يَا أَيُُّهَا النَُّاسُ إِنَُّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ َوأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِل‬

ٌ‫لِتَعَارَفُوا إِنَُّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَُّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَُّ اللَُّهَ عَلِيمٌ خَبِري‬
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Ayat tersebut menjelaskan tentang menghormati sesama


manusia. Semua manusia itu berasal dari ayah dan ibu yang sama,
untuk mewarnai dunia ini Allah menciptakan manusia dengan
berbagai bentuk suku, ras, bahasa yang berbeda-beda sehingga nereka
tidak hanyamemiliki satu eas,suku, dan bahasa yang sama bertujuan
untuk menjadikan manusia menghormati saudaranya sendiri meskipun
berbeda adat dan suku. Bukan perbedaan suku atau bahasa yang
menentukan kemuliaan seseorang di hadapan Allah akan tetapi pada
ketaqwaannya kepada Allah. Ayat ini berhubungan dengan ayat
sebelumnya (11 dan 12) yang berisi tentang larangan saling
merendahkan diantara suatu kaum dan larangan berprasangka
terhadap sesama.

Bisri Musthafa menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut:


“Hai poro menungso kabeh! Temenan ingsun Allah nitahake siro
kabeh sangking siji wong lanang (iyo iku Nabi Adam) lan siji wong
wadon (iyo iku ibu Hawwa’) lan ingsun endade’ake siro kabeh dadi
pirang-pirang cabang. Lan dadi pirang-pirang pepantan supoyo siro
kabeh podo kenal mengenal (ojo unggul-unggulan nasab). Sejatine
kang luwih mulyo sangking siro kabeh mungguh Allah ta’ala iku wong
kang luwih taqwa temenan Allah Ta’ala iku tansah mirsani lan tansah
waspodo”27
Dalam tafsirannya, adanya sikap nasionalisme untuk
menghargai sesama manusia, walaupun mereka berbeda golongan.
manusia diciptakan dalam keturunan yang sama yaitu dari Nabi Adam
dan Hawa. Demi terciptanya kedamaian, Bisri Mustafa mengatakan
bahwa kita “ojo unggul-unggulan nasab” artinya; kita tidak boleh
saling mengklaimbahwa keturunan kita yang paling unggul, karena
yang lebih mulia adalah ketakwaan bukan nasab.

27
Rani Dafiah Basta, Pendidikan Multikultural dalam Al-Quran (Kajian Tafsir QS. Al-Hujurat),
Jurnal Studi Islam Pascasarjana IAIN Ambon, 268-269.
KESIMPULAN

Nasionalisme dapat dikatakan juga sebagai sebuah situasi kejiwaan di


mana kesetiaan seseorang secara total. Pada dasarnya, kata Nasionalisme/ cinta
tanah air dalam Alquran tidak disebutkan secara langsung. Namun nilai-nilai
kandungan Alquran banyak ditemukan dalam Alquran. Berbagai nilai cinta tanah
air dalam perspektif Alquran di antaranya sikap nasionalisme dan rela berkorban.
Cinta tanah air menjadi salah satu bagian dari nilai- nilai Alquran yang luhur.

Islam dan nasionalisme mempunyai hubungan positif. Untuk melihat


tujuan nasionalisme, maka perlu diperhatikan konsep-konsep yang mendasari
paham kebangsaan tersebut. Konsep-konsep yang dimaksud di antaranya adalah;
unsur kesatuan/ persatuan, asal keturunan, bahasa, adat istiadat, sejarah, dan cinta
tanah air.

Dari ayat-ayat yang telah dijelaskan, bahwasannya nasioanalisme atau


kecintaan terhadap tanah air tidak dapat memalingkan seseorang untuk keluar dari
kampung halamannya (negerinya) karena manusia memiliki kepedulian dan cinta
tanah air yang besar. Rasa nasioanlisme juga termasuk dalam menghormati
sesama manusia. Adanya sikap nasionalisme ini untuk menghargai sesama
manusia, walaupun mereka berbeda golongan.
DAFTAR PUSTAKA

‘Asyur, Muhammad Thahir Ibnu. 1000. Al-Tahrir wa al-Tanwir. Tunisia: Dar

Souhnouni al-Nasyri wa al-Tauzi’. Jilid 2.

Azman. 2017. NASIONALISME DALAM ISLAM. Jurnal AL-DAULAH, vol. 6,

no. 2.

Daraini, Faizatut. 2019. Nasionalisme dalam perspektif ibnu ‘asyur: kajian ayat

Nasionalisme dalam tafsir al tahir wa al tanwir. Skripsi fakultas

Ushuluddin, UIN Surabaya.

Ikhsan, M. Alifudin. 2017. NILAI - NILAI CINTA TANAH AIR DALAM

PERSPEKTIF AL-QUR’AN. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan. Vol. 2, No. 2.

Mufaizin. 2019. NASIONALISME DALAM PERSPEKTIF ALQURAN DAN

HADITS, Jurnal Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 5, No. 1

Syahputra, Afrizal El Adzim. 2019. NASIONALISME NABI IBRAHIM DALAM

AL QUR’AN: Nilai Cinta Tanah Air dalam Doa Nabi Ibrahim, Jurnal

Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan. Volume

19, No. 01.

Anda mungkin juga menyukai