Makalah
Oleh :
MOCHAMAD ROIS (E93217121)
RIMA FATIMATUZ ZAHROH (E93217089)
SITTY LAILANIE A. (E93217094)
Dosen Pengampu:
MOH. YARDHO, M. Th. I
A. Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation yang dipadankan dengan
bangsa-bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian antropologis,
sosiologis, dan politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis,
bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup
yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup
tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat
istiadat. Sedangkan yang dimaksud bangsa dalam pengertian politik adalah
masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk pada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi.1
Nasionalisme dapat dikatakan juga sebagai sebuah situasi kejiwaan
di mana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada
negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Sedangkan menurut Mustari,
nasionalisme adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa,
lingkungan, fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsanya.
4 M. Alifudin Ikhsan, NILAI - NILAI CINTA TANAH AIR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 2, Nomor 2, Desember 2017, hal.
111
5 Afrizal El Adzim Syahputra, NASIONALISME...,hal. 73
Realitas kebangsaan dalam tubuh umat Islam merupakan
implementasi dari misi “rahmatan lil alamin” sehingga eksklusivitas
mereka harus diminimalkan. Sikap kebangsaan bagi mereka juga cermin
dari faham monoteisme yang menjadi fundamental keyakinannya, di mana
semua realitas itu termasuk eksklusivitas dan individualitas haruslah
dinegasikan dan hanya Allah yang menjadi esensi sesungguhnya, “la ilaha
illallah”. Norma tersebut kemudian diaplikasikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam membangun masyarakat Madinah di bawah panji “Piagam
Madinah”. Dalam perjanjian luhur yang mengikat Yahudi, Kristen,
Muslim dan Paganisme tersebut kata Islam dan Alquran sama sekali tidak
pernah ditampilkan. Karakter ini diperkuat dengan risalah terakhir dalam
Islam yang disampaikan Nabi saw. Dalam Haji Wada’. Dalam satu-
satunya ibadah haji yang pernah dilakukan Rasulullah semasa hidup
tersebut, beliau berpesan kepada seluruh umat manusia untuk selalu
menghormati kehormatan dan hak-hak seseorang, mengangkat kehormatan
wanita, menghindarkan pertumpahan darah dan seterusnya. 6
Untuk melihat tujuan nasionalisme, maka perlu diperhatikan
konsep-konsep yang mendasari paham kebangsaan tersebut. Konsep-
konsep yang dimaksud di antaranya adalah; unsur kesatuan/ persatuan,
asal keturunan, bahasa, adat istiadat, sejarah, dan cinta tanah air.7
1. persatuan dan kesatuan
Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam menyerukan persatuan dan
kesatuan. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Anbiya 21:92 dan Al-Mu’minn
23:52. “sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu”.
Semangat nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang
hendak membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan
kesetiakawanan yang besar, mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus
menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan menciptakan keadilan dan
kebersamaan. Nasionalisme ini, misalnya membentuk persepsi dan
konsepsi identitas sosial kaum pergerakan Indonesia sebagai suatu
6 Azman, NASIONALISME DALAM ISLAM, Jurnal AL-DAULAH, vol. 6, no. 2, Desember 2017,
hal. 270-271
7 Ibid, hal. 271
kekuatan politik yang tidak bisa dinegasikan oleh penguasa kolonial.
Tujuan nasionalisme ini adalah pembebasan dari penjajahan dan
menciptakan masyarakat/negara yang adil, di mana tidak ada lagi
penindasan manusia oleh manusia. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah
2:279 yang artinya sebagai berikut “...Kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya”.8
2. Keturunan.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat tentang unsur “persamaan
keturunan” dalam hal kebangsaan, bahkan dengan melihat kenyataan
bahwa tidak ada satu bangsa yang hidup pada masa sekarang di mana
seluruh anggota masyarakatnya berasal dari satu keturunan yang sama.
Alquran menegaskan bahwa Allah swt. Menciptakan manusia dari satu
keturunan dan bersuku-suku (demikian juga rumpun dan ras manusia),
agar mereka saling mengenal potensi masing-masing dan
memanfaatkannya semaksimal
mungkin. Ini mengisyaratkan bahwa Islam mendukung pengelompokan
berdasarkan keturunan, selama tidak menimbulkan perpecahan. Hal ini
dibenarkan dalam QS. Al-A’raf 7:160, yang artinya sebagai berikut:
“Dan mereka kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya
berjumlah besar dan kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya
meminta air kepadanya: Pukullah batu itu dengan tongkatmu!. Maka
memancarlah dari padanya dua belas mata air...”9
3. Bahasa.
Dalam hal bahasa- sebagai unsur kebangsaan- QS. Al-Rum 30:22
menegaskan sebagai berikut:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu...”
Alquran begitu menghargai bahasa dan keragamannya, hingga mengakui
pemakaian bahasa lisan yang beragam. Pada hakikatnya, bahasa memang
bukan digunakan sekedar untuk menyampaikan tujuan pembicaraan dan
4. Adat Istiadat
Pikiran dan perasaan satu kelompok/umat tercermin antara lain
dalam adat istiadatnya. Hal ini dinyatakan dalam QS. Ali-‘Imran 3:104,
“Dan hendaklah ada di antara kamu golongan umat yang menyeru kepada
kebajikan ma’ruf dan mencegah dari yang munkar”
“199. Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang bodoh”.11
Penjabaran kebaikan dapat beragam sebagaimana kondisi masyarakat.
Sehingga memungkinkan satu masyarakat berbeda dengan masyarakat
lain. Apabila penjabaran tersebut tidak bertentangan dengan prinsip ajaran
agama, maka itulah yang disebut ‘urf/ma’ruf. Para pakar hukum
menetapkan bahwa adat kebiasaan dalam suatu kelompok masyarakat
selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, maka dapat
dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hukum (al-adat muhakkimah).12
5. Sejarah.
Faktor persamaan sejarah menjadi unsur kebangsaan karena
dianggap penting dalam rangka menyatukan perasaan, pikiran dan
langkah masyarakat. Dengan melihat sejarah, umat, bangsa dan
kelompok dapat belajar dari segi positif dan negatif pengalaman masa
lampau untuk menapaki jalan menuju masa akan datang. Fakta sejarah
yang cemerlang akan menjadi motivasi bagi anggota kelompok serta
generasi selanjutnya.
Menurut Alquran, tujuan utama dari uraian sejarahnya adalah untuk
mengambil pelajaran, guna menetapkan langkah selanjutnya. Unsur
kesejarahan sejalan dengan ajaran Islam, selama kesejarahan itu
diarahkan itu diarahkan guna mencapai kebaikan dan kemaslahatan. 13
6. Cinta Tanah Air
ْرَبِّ اجْعَلْ ثُمَّ أَضْطَرُّهُ ۖعَذَابِ النَّارِ رُالْمَصِيوَبِئْسَ هََٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُق
16 Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur, Al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 2, (Tunisia: Dar Souhnouni al-
Nasyri wa al-Tauzi’, 1000), 714.
17 7Muhammad Thahir Ibnu As yur, Tafsir al-Tahrir wa..., Jilid 2, 715.
berkumpul dan tinggal oleh penduduk. Doa ini membuktikan bahwa
Mekah yang dimaksud dalam surat al Baqarah masih berupa lembah
yang tandus. dan belum dihuni oleh penduduk. Di sana, Nabi Ibrahim
berdoa kiranya beliau meninggalkan anak dan istri beliau (Ismail dan
Hajar) dijadikan satu wilayah yang aman dan sejahtera.18
18 Afrizal El Adzim Syahutra, Nasionalisme Dalam Al quran (Nilai Cinta Tanah Air dalam Doa
Nabi Ibrahim), Jurnal Dinamika Penelitian, Vol. 19, No. 01, 2019, 77.
19 Ibid., 78.
20 Ibid.,
saja mengajarkan agar berdoa untuk keamanan dan kesejahteraan kota
Mekah, tetapi juga mengandung isyarat tentang perlunya setiap
muslim berdoa untuk keselamatan dan keamanan wilayah tempat
tinggalnya, dan agar penduduknya memperoleh rezeki yang
melimpah.21
2. QS. an-Nisa: 66
َولَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا
قَلِيلٌ مِنْهُمْ ۖ َولَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَ ظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ َوأَشَدَّ تَثْبِيتًا
21 Ibid., 79.
22 Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa alTanwir..., Jilid 1, 113.
dari kalangan Yahudi. Lelaki itu berkata, “demi Allah, Allah telah
menetapkan kepada kami untuk bunuh diri, kami pun membunuh diri
kami,” Tsabitt seraya menjawab, “demi Allah, seandainya Allah
mewajibkan kami untuk bubuh diri, pasti kami melakukan”. 23
Penafsiran dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT
memberi kabar bahwa kebanyakan manusia sesungguhnya mereka saat
diperintahkan perihal yang sulit maka akan meninnggalkannya. Karena
watak manusia cenderung dengan melanggar aturan. Demikian
pengertian Allah, mencakup sesuatu yang belum diketahui.
Yang dimaksud dengan bunuh diri dalam surah an-Nisa ayat 66
yaitu sama halnya dengan diusir dari kampung halaman yang mana
tindakan tersebut dilakukan secara terpaksa, sehingga mengaharuskan
keluar dari tanah kelahiran yang telah memberikannya kehidupan.
Keluar dari tanah air (kampung halaman) secara terpaksa (diusir) dan
bunuh diri merupakan hal yang sangat berat untuk dilakukan oleh
seluruh manusia.
Dalam kalimat akhriju min diyarikum memberikan isyarat
terhadap paradigma nasionalisme, yaitu menjelaskan bahwa manusia
memiliki ketergantungan terhadap tanah air, sehingga hijrah ke negara
lain merupakan suatu yang berat bagi manusia. 24
Ibnu Asyur menggunakan kata wathan (negara) yang secara
tidak langung menunjukkan bahwa kecintaan terhadap tanah air
(nasionalisme) membuat seseorang enggan untuk keluar dari
negaranya yang telah menjadi tempat hidup selama ini. Alasan mereka
salah satunya adalah mereka belum tentu mendapatkan kenikmatan
atau sesuatu yang mereka cari di negara lain. Apalagi bila keluar sebab
diusir dari kampung halaman, sama halnya dengan melakukan bunuh
diri.25
23 Faizatut Daraini, Nasionalisme dalam perspektif ibnu ‘asyur (kajian ayat Nasionalisme dalam
tafsir al tahir wa al tanwir), Skripsi fakultas Ushuluddin, UIN Surabaya, 2019, 5.
24 Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir,... Jilid 2, 114.
25 Faizatut Daraini, Nasionalisme dalam perspektif ibnu ‘asyur..., 6.
Dari pemamaparan penafsiran diatas menjelaskan bahwa
manusia akan sangat berat jika diperintah (diusir) untuk meninggalkan
kampung halamannya. Hal ini memunjukkan manusia memiliki rasa
cinta tanah air yang sangat besar. Dan manusia juga peduli terhadap
tanah airnya (kampung halamannya).
3. QS. Al-Balad ayat 1:
26
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol.15, 263.
َيَا أَيُُّهَا النَُّاسُ إِنَُّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ َوأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِل
ٌلِتَعَارَفُوا إِنَُّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَُّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَُّ اللَُّهَ عَلِيمٌ خَبِري
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
27
Rani Dafiah Basta, Pendidikan Multikultural dalam Al-Quran (Kajian Tafsir QS. Al-Hujurat),
Jurnal Studi Islam Pascasarjana IAIN Ambon, 268-269.
KESIMPULAN
no. 2.
Daraini, Faizatut. 2019. Nasionalisme dalam perspektif ibnu ‘asyur: kajian ayat
AL QUR’AN: Nilai Cinta Tanah Air dalam Doa Nabi Ibrahim, Jurnal