Disusun oleh:
KELAS E-2.2
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
A. Keadaan Indonesia Dari Krisis Identitas Nasional
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa Indonesia memiliki
lebih dari 700 suku dan 1.100 bahasa. Dari sini dapat diketahui bahwa
masyarakat Indonesia memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mereka
memegang ikatan yang berbeda-beda. Lebih lagi, sebagian besar masyarakat
Indonesia masih tinggal dalam masyarakat yang bersifat homogen (seragam),
setidaknya hingga mereka dewasa. Data ini diungkapkan oleh Direktur
Perkotaan dan Pedesaan, di mana 56% masyarakat Indonesia masih tinggal di
desa. Barulah dari sana, mereka merantau untuk memperbaiki taraf kehidupan.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka menghabiskan sebagian waktu
mereka dengan orang-orang dengan latar belakang yang sama, sehingga timbul
rasa nyaman dan percaya terhadap orang dengan latar belakang yang sama
tersebut. Hal ini tidak selalu terjadi karena berdiamnya seseorang dengan
masyarakat yang homogen, namun dapat berasal dari kenyamanan dengan
keluarga atau teman-teman yang memiliki latar belakang yang sama.
Saat hal ini dibawa dalam masyarakat majemuk, merupakan suatu hal
yang wajar jika paham primordialisme terjadi. Dalam masyarakat majemuk,
terjadi konfrontasi antara latar belakang yang berbeda-beda, sehingga timbul
pula rasa tidak aman dan kemungkinan ancaman terhadap identitas mereka.
Alhasil, mereka cenderung akan mempercayai orang-orang dengan latar
belakang ikatan yang sama, termasuk dalam ranah pekerjaan dan ranah-ranah
lain yang seharusnya bersifat profesional.
Hal ini juga disepakati oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi yang mengatakan bahwa pihaknya mulai
melihat terjadinya keretakan dan terkikisnya ikatan nasionalisme antarelemen
bangsa Indonesia. "Hal ini ditandai dengan menguatnya sikap dan perilaku
eksklusivisme kelompok yang mengusung tema primordialisme di masyarakat."
ujar Zainut melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com.
E. Kesimpulan
Dikarenakan masyarakat indonesia yang berlatar belakang berbeda-beda
dapat menimbulkan beberapa sifat diantaranya adalah primodialisme,
Eksklusivisme, dan Anti Nasionalis. Mulai dari sudut pandang berbeda antara
agama, ras, adat budaya, dsb. Dengan adanya banyak perbedaan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya sebuah krisis identitas terlebih lagi bisa menjadi krisis
identitas nasional. Untuk mengatasi hal ini dalam sisi negara mereka
mengigihkan nilai rasa persatuan dan kesatuan yang mana telah tertanam dan
terdapat pada Pancasila dan dasar negara. Dengan menerapkan sifat dan sikap
para pahlawan seperti rela dan ihlas dalam berkorban, jujur, berani,
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan
serta rendah hati niscaya kita tak akan mendapati sebuah krisis identitas nasional
karena kita telah membangun toleransi dan budaya terbuka yang menghargai
sesama.
Dengan sisi agama islam adalah dengan menegakkan nilai sosial,
persamaan hak, persamaan derajat di antara sesama manusia, kejujuran dan
keadilan (akhlaq hasanah). Nabi sendiri pun telah melakukan reformasi secara
bertahap untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang memiliki
perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Masyarakat yang
dibangun nabi saat itu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai
suku, agama dan kepercayaan. Tapi dengan nilai-nilai islami yang ditampilkan
dalam figur nabi yang melebihi batas ikatan primordialisme dan sektarianisme
memberikan rasa aman dan terlindung bagi masyarakat yang pluralistik sehingga
merjamin masyarakat yang demokratis, berperadaban, tidak memandang rendah
budaya lain , dan saling menghargai satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
“Bangun Kekuatan Bangsa yang Kedepankan Toleransi Sesuai Nilai Luhur Pancasila”.
Merdeka.com. 21 Agustus 2020. 13 Desember 2020.
https://www.merdeka.com/peristiwa/bangun-kekuatan-bangsa-yang-
kedepankan-toleransi-sesuai-nilai-luhur-pancasila.html