Anda di halaman 1dari 7

ISLAM MENGATASI KRISIS IDENTITAS NASIONAL

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Agama Islam

Dosen Pengampu : Muhammad Abdul Ilah, S.Pd.I, M.Pd

Disusun oleh:

Fauzan Ghaly Mulyanto Ekonomi Pembangunan 042011133166

Devina Dea Amillya Ekonomi Islam 042011433170

Bagas Dwi Putra Ekonomi Pembangunan 042011133164

Tamara Anggaswangi S. Ekonomi Pembangunan 042011133152

Dimas Anugrah Mulyana Ekonomi Pembangunan 042011133156

Alifah Kharisma M. D. Ekonomi Pembangunan 042011133150

Yulinda Ayu Perwitasari Kebidanan 012011233043

David Trio P.S Ekonomi Pembangunan 042011133163

Alexander Nicholas Wijaya Ekonomi pembangunan 042011133172

KELAS E-2.2
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
A. Keadaan Indonesia Dari Krisis Identitas Nasional
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa Indonesia memiliki
lebih dari 700 suku dan 1.100 bahasa. Dari sini dapat diketahui bahwa
masyarakat Indonesia memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mereka
memegang ikatan yang berbeda-beda. Lebih lagi, sebagian besar masyarakat
Indonesia masih tinggal dalam masyarakat yang bersifat homogen (seragam),
setidaknya hingga mereka dewasa. Data ini diungkapkan oleh Direktur
Perkotaan dan Pedesaan, di mana 56% masyarakat Indonesia masih tinggal di
desa. Barulah dari sana, mereka merantau untuk memperbaiki taraf kehidupan.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka menghabiskan sebagian waktu
mereka dengan orang-orang dengan latar belakang yang sama, sehingga timbul
rasa nyaman dan percaya terhadap orang dengan latar belakang yang sama
tersebut. Hal ini tidak selalu terjadi karena berdiamnya seseorang dengan
masyarakat yang homogen, namun dapat berasal dari kenyamanan dengan
keluarga atau teman-teman yang memiliki latar belakang yang sama.
Saat hal ini dibawa dalam masyarakat majemuk, merupakan suatu hal
yang wajar jika paham primordialisme terjadi. Dalam masyarakat majemuk,
terjadi konfrontasi antara latar belakang yang berbeda-beda, sehingga timbul
pula rasa tidak aman dan kemungkinan ancaman terhadap identitas mereka.
Alhasil, mereka cenderung akan mempercayai orang-orang dengan latar
belakang ikatan yang sama, termasuk dalam ranah pekerjaan dan ranah-ranah
lain yang seharusnya bersifat profesional.
Hal ini juga disepakati oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi yang mengatakan bahwa pihaknya mulai
melihat terjadinya keretakan dan terkikisnya ikatan nasionalisme antarelemen
bangsa Indonesia. "Hal ini ditandai dengan menguatnya sikap dan perilaku
eksklusivisme kelompok yang mengusung tema primordialisme di masyarakat."
ujar Zainut melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com.

B. Primordialisme, Eksklusivisme, dan Anti Nasionalis


Arti dari primordialisme sendiri menurut Zainut Tauhid Sa`adi selaku
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah sebuah paham yang
memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil seperti adat istiadat,
kepercayaan maupun hal-hal yang sudah ada di lingkungan pertamanya.
Eksklusivisme menurutnya hal itu adalah arti dari salah satu cara pandang suatu
agama terhadap agama-agama yang berbeda dari agama tersebut.
Sedangkan, anti nasionalisme merupakan keengganan diri dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan kepentingan nasional, juga menolak paham
kebangsaan yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara
dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia
yang mempunyai tujuan yang sama dalam konsep kemajuan nasional.

C. Cara Islam Mengatasi Krisis Identitas Nasional


Apa yang dibawa oleh nabi sebetulnya sistem ajaran yang menegakkan
nilai sosial: persamaan hak, persamaan derajat di antara sesama manusia,
kejujuran dan keadilan (akhlaq hasanah). Selain itu, sesuai posisinya sebagai
pembawa rahmat, nabi terus berjuang merombak masyarakat pagan-jahiliyah
menuju masyarakat yang beradab, atau dalam bahasa al-Qur'an disebut min-'l-
Dhulumat ila-'l-Nur (lihat QS. Al-Baqarah: 257, al-Maidah: 15, al-Hadid: 9, al-
Thalaq: 10-11 dan al-Ahzab: 41-43)
Selama kurang dari sepuluh tahun di Madinah, nabi telah melakukan
reformasi secara bertahap untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang
memiliki perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Masyarakat
yang dibangun nabi saat itu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari
berbagai suku, agama dan kepercayaan.
Secara tegas nabi pernah menyatakan: “Harta rampasan perang tidak
lebih baik dari pada daging bangkai”. Demikian juga larangannya untuk tidak
membunuh kaum perempuan, anak-anak dan mereka yang menyerah kalah.
Nilai-nilai islami yang ditampilkan dalam figur nabi yang melebihi batas ikatan
primordialisme dan sektarianisme memberikan rasa aman dan terlindung bagi
masyarakat yang pluralistik.
Perkawinan nabi dengan seorang istri dari luar rumpun keluarga,
kecintaannya terhadap Bilal, seorang budak kulit hitam yang menjadi muazzin
pertama Islam dan pidatonya pada kesempatan haji wada ' di Arafah yang tim
pertikaian suku dan kasta telah membuktikan sikap arif dan bijak
kepemimpinannya.
Setidaknya ada empat langkah yang ditempuh nabi dalam membentuk
masyarakat Islam saat itu:
1. Mendirikan masjid yang diberi nama Baitullah (rumah Allah).
Masjid inilah yang kemudian menjadi sentral kegiatan umat
Islam, mulai dari praktek ritual (beribadah), mengadili perkara, majlis
ta’lim, bahkan jual-beli pernah dilakukan di kawasan masjid tersebut.
Masjid tersebut juga merupakan pusat pertemuan kaum muslimin dari
seluruh wilayah Islam.
2. Mempersatukan kelompok Anshar dan Muhajirin yang berselisih.
Ali ra. dipilih sebagai saudara beliau sendiri, Abu Bakar
dipersaudarakan dengan Kharijah Ibn Zuhair dan Ja’far Ibn Abi Thalib
dipersaudarakan dengan Muaz Ibn Jabbal. Demikianlah nabi telah
mempersatukan tali persaudaraan mereka. Dengan demikian terciptalah
persaudaraan yang berdasarkan agama, sebagai pengganti dari
persaudaraan yang berdasarkan ras dan suku sebagaimana yang telah
dipraktekan orang-orang Jahiliyyah sebelumnya.
3. Perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dengan non-muslim.
Penduduk Madinah saat itu terdiri dari tiga golongan: kaum
muslimin, Yahudi (yang terdiri dari Bani Nadhir dan Quraidhah) dan
bangsa Arab yang masih pagan (penyembah berhala). Karena itu nabi
mempersatukan mereka dalam satu masyarakat yang terlindung,
sebagaimana yang terumuskan dalam Piagam Madinah.
4. Meletakkan dasar politik, ekonomi dan sosial bagi terbentuknya
“Masyarakat Baru”.
Hijrah nabi pada tahun 622 M menunjukkan permulaan kegiatan
politiknya. Namun beliau tidak dengan tiba-tiba mendapatkan kekuatan
poltik yang begitu besar itu, melainkan tumbuh dengan perlahan-
perlahan. Konsesi-konsesi dengan warga Madinah yang akan beliau
masuki (ketika beliau masih berada di Makkah) berarti pendirian badan
politik baru, yang didalamnya terdapat kelonggaran untuk merealisasikan
potensi politik dari pemikiran Al-Qur’an. Itulah sosok Muhammad,
orang pertama yang memikirkan proses perubahan yang terjadi dalam
masyaralat Makkah secara serius, radikal dan humanistik. Beliau tidak
sekadar menyeru orang untuk men-tauhid-kan Allah, melainkan juga
membangun masyarakat baru yang demokratis, berperadaban, dan tidak
korup.

D. Cara Mengatasi Krisis Identitas Nasional Sesuai Dasar Negara


Rasa persatuan dan kesatuan yang mana sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila dan dasar-dasar negara dirasa cocok untuk rakyat Indonesia, termasuk
dalam mengatasi krisis identitas nasional. Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin memandang perlu memperkuat wawasan kebangsaan di kalangan para
guru agama yang merupakan salah satu kunci dalam mempertahankan keutuhan
bangsa yang heterogen. "Guru adalah sarana utama yang menyampaikan pesan
moderasi keberagamaan kepada generasi mendatang," katanya saat pembekalan
kepada guru madrasah dari seluruh Indonesia di Hotel Grand Amarossa Bekasi,
Sabtu (10/11) malam seperti dikutip dari Antara.
Bila langkah menuju hakekat beragama telah ditempuh, niscaya akan
muncul moderasi keberagamaan sehingga tidak ada radikalisme dan ekstrimisme
di Indonesia. "Proses deradikalilasi itu pada dasarnya mengembalikan
pemahaman dan pengamalan keagamaan menuju titik tengah atau moderat.
Inilah hakekat agama," ujarnya.
Selain itu, masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, karena setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang sama terhadap negara. Seperti yang diucapkan oleh Ketua
Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ), Prof Siti Musdah Mulia, "Karena
itu seluruh warga negara dihadapkan berpartisipasi secara aktif, positif dan
konstruktif, di dalam upaya membangun toleransi dan budaya terbuka yang
mengahargai sesama manusia. Karena itu menjadi sebuah prinsip yang harus
terus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara."

E. Kesimpulan
Dikarenakan masyarakat indonesia yang berlatar belakang berbeda-beda
dapat menimbulkan beberapa sifat diantaranya adalah primodialisme,
Eksklusivisme, dan Anti Nasionalis. Mulai dari sudut pandang berbeda antara
agama, ras, adat budaya, dsb. Dengan adanya banyak perbedaan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya sebuah krisis identitas terlebih lagi bisa menjadi krisis
identitas nasional. Untuk mengatasi hal ini dalam sisi negara mereka
mengigihkan nilai rasa persatuan dan kesatuan yang mana telah tertanam dan
terdapat pada Pancasila dan dasar negara. Dengan menerapkan sifat dan sikap
para pahlawan seperti rela dan ihlas dalam berkorban, jujur, berani,
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan
serta rendah hati niscaya kita tak akan mendapati sebuah krisis identitas nasional
karena kita telah membangun toleransi dan budaya terbuka yang menghargai
sesama.
Dengan sisi agama islam adalah dengan menegakkan nilai sosial,
persamaan hak, persamaan derajat di antara sesama manusia, kejujuran dan
keadilan (akhlaq hasanah). Nabi sendiri pun telah melakukan reformasi secara
bertahap untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang memiliki
perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Masyarakat yang
dibangun nabi saat itu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai
suku, agama dan kepercayaan. Tapi dengan nilai-nilai islami yang ditampilkan
dalam figur nabi yang melebihi batas ikatan primordialisme dan sektarianisme
memberikan rasa aman dan terlindung bagi masyarakat yang pluralistik sehingga
merjamin masyarakat yang demokratis, berperadaban, tidak memandang rendah
budaya lain , dan saling menghargai satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA

“Masalah Primordialisme di Indonesia”. Kompasiana.com. 14 Agustus 2019. 13


Desember 2020.
https://www.kompasiana.com/johanes63587/5d536721097f3628ad0f1a22/masal
ah-primordialisme-di-indonesia

“MUI Khawatir Eksklusivisme dan Primordialisme yang Menguat”. 11 November


2018. 13 Desember 2020. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181111041733-
20-345598/mui-khawatir-eksklusivisme-dan-primordialisme-yang-menguat

“Bangun Kekuatan Bangsa yang Kedepankan Toleransi Sesuai Nilai Luhur Pancasila”.
Merdeka.com. 21 Agustus 2020. 13 Desember 2020.
https://www.merdeka.com/peristiwa/bangun-kekuatan-bangsa-yang-
kedepankan-toleransi-sesuai-nilai-luhur-pancasila.html

“MASYARAKAT BERADAB DALAM SEJARAH KERASULAN”. Uin-


malang.ac.id. 11 November 2013. 13 Desember 2020. https://uin-
malang.ac.id/r/131101/masyarakat-beradab-dalam-sejarah-kerasulan.html

Anda mungkin juga menyukai