Anda di halaman 1dari 12

Membumikan Islam di Indonesia

Menelusuri Transformasi Wahyu dan Implikasinya terhadap corak Keberagaman Islam pada
satu sisi dapat disebut sebagai High Tradition dan pada sisi lain disebut Low Tradition.Dalam
sebutan penerima islam adalah firman tuhan yang menjelaskan syariat – syariatnya yang
dimaksudkan sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebahagiaaan di dunia dan
akhirat,termaktub dalam nash (teks suci) kemudian di himpun dalam shuhuf dan kitab suci
Al-Quran.Secara tegas dapat dikatakan hanya tuhanlah yang paling mengetahui sluruh
maksud,arti,dan makna setiap firmannya.Oleh karena itu.Kebenaran islam dalam dataran
High Tradition ini adalah mutlak.
Bandingkan pada Islam sebutan kedua : Low Tradition,pada dataran ini Islam yang
terkandung dalam Nash atau teks – teks suci bergumul dengan realitas sosial pada berbagai
masyrakat yang berbeda – beda secara kultural.Islam dalam kandngan Nash atau teks – teks
suci dibaca,dimenegerti,dipahami,kemudian ditafsirkan,dan dipraktikan dalam masyarakat
dan situasi dan kondisinya berbeda – beda kata orang,islam akhirnya tidak hanya melulu
ajaran yang tercantum pada teks – teks suci melainkan juga telah menghujud dalam historis
dalam kemanusiaan. Bila dalam sebutan pertama islam adalah wahyu yang seolah – olah
berada di langit dan kebenarannya bersifat mutlak maka pada sebutan kedua islam telah
berada dibumi menjadi agama masyrakat dan kebenarannyapun menjadi relatif.Implikasinya
pada dataran ini islam berubah menjadi ” Islams ”.
A. Proses awal Masuknya Islam di Indonesia
Islam hadir di Nusantara ini sebagai agama baru dan pendatang. Dikarenakan
kehadirannya lebih belakang dibandingkan dengan agama Hindu, Budha, Animisme
dan Dinamisme. Terlepas dari subtansi ajaran Islam, Islam bukan merupakan agama
asli bagi bangsa Indonesia, melainkan agama yang baru datang dari Arab. Sebagai
agama baru dan pendatang saat itu, Islam harus menempuh strategi dakwah tertentu,
melakukan berbagai adaptasi dan seleksi dalam menghadapi budaya dan tradisi yang
berkembang di Indonesia. Perkembangan Islam di Nusantara ini merasakan berbagai
pengalaman, disebabkan adanya keberagaman budaya dan tradisi pada setiap pulau
tersebut. Bahkan dalam satu pulau saja bisa melahirkan berbagai budaya dan tradisi.
Perjumpaan Islam dengan budaya (tradisi) lokal itu seringkali menimbulkan
akulturasi budaya. Kondisi ini menyebabkan ekpresi Islam tampil beragam dan
bervariasi sehingga kaya kreativitas kultural-religius, tetapi dalam wilayah
dan/bidang tertentu telah terjadi penyimpangan dari Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw setidaknya kekurangsempurnaan dalam mengamalkan ajaran-ajaran
dasar Islam
Realitas ini merupakan risiko akulturasi budaya, tetapi akulturasi budaya tidak bisa
dibendung ketika Islam memasuki wilayah baru. Jika Islam bersikap keras terhadap
budaya atau tradisi lokal yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam itu sendiri
bahkan peperangan dengan pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti perang
Padri di Sumatera. Maka jalan yang terbaik adalah melakukan seleksi terhadap
budaya maupun tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam untuk diadaptasi
sehingga mengekpresikan Islam yang khas. Ekpresi Islam lokal ini cenderung
berkembang sehingga menimbulkan Islam yang beragam.
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan
Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-
wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-
prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan
dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan
membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya
Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur
Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

B. Cara Islam Masuk Di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam
berkembangdan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat
kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-
Baqarah ayat 256 :

ْ‫ٓاَل اِ ْك َراهَ فِى ال ِّدي ۗ ِْن قَ ْد تَّبَي ََّن الرُّ ْش ُد ِم َن ْال َغ ِّي ۚ فَ َم ْن يَّ ْكفُر‬
َ ِ‫ك ِب ْال ُعرْ َو ِة ْال ُو ْث ٰقى اَل ا ْنف‬
‫صا َم‬ َ ‫ت َوي ُْؤ ِم ۢ ْن بِاهّٰلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َس‬ ِ ‫ِبالطَّا ُغ ْو‬
‫لَهَا ۗ َوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Proses penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan dengan cara, yaitu melalui
perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, kesenian, tasawuf, yang kesemuanya
mendukung meluasnya ajaran agama Islam.

1. Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan
India. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini
konsekuensi logisnya menimbulkan jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia
dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, sebagai seorang muslim juga mempunyai
kewaajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan
agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain. Dengan cara tersebut, banyak pedagang
Indonesia memeluk agama Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya
Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Dengan demikian, secara bertahap agama dan
budaya Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India kepada bangsa Indonesia. Proses
penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif dibanding
cara lainnya.

2. Perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin membaik. Para
pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para
pedagang itu kemudian menikahi gadis – gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk
Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Misalnya, perkawinan Raden Rahmat ( Sunan
Ampel ) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan antara Raja
Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama Islam kemudian berputra Raden Patah yang
pada akhirnya menjadi Raja Demak.
3. Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan
penting dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam, otomatis
rakyatnya akan berbondong - bondong memeluk agama Islam. Karea, masyarakat Indonesia
memiliki kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan rakyatnya. Jika raja dan
rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi kepentingan politik maka akan diadakannya
perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.

4. Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubalig yang
menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok – pondok pesantren. Dan
di dalam pesantren itulah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan
agama Islam. Yang jika para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama
Islam, mereka mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya
kepada masyarakat sekitar. Yang akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam.
Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren
Sunan Ampel Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) dan Pesantren
Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku ( daerah Hitu ), dls.

5. Seni Budaya
Perkembangan Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni
tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo,
Cirebon, dls. Seni budaya Islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat
dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan
sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal, misalnya:
Membumikan ajaran Islam melalui syair – syair. Contohnya : Gending Dharma, Suluk Sunan
Bonang, Hikayat Sunan Kudus, dan lain – lain.Mengkultulrasikan wayang yang sarat dokrin.
Tokoh – tokoh simbolis dalam wayang diadopsi atau mencipta nama lainnya yang bisa
mendekatkan dengan ajaran Islam. Mencipta tokoh baru dan narasi baru yang sarat
pengajaran.
Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat. Sebab
insting masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebai pemanggil untuk acara keramaian.
Menggeser tradisi klenik dengan doa – doa pengusir jin sekalugus doa ngirim leluhur.
Diantaranya yang disebut Tahlil.

6. Tasawuf
Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu menghayati
kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah – tengah masyarakatnya. Para Sufi
biasanya memiliki keahlian yang membantu masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Para
Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung Jawa.
Dengan melalui saluran diatas, agama Islam dapat berkembang pesat dan diterima
masyarakat dengan baik pada abad ke-13. Dan adapun faktor – faktor yang menyebabkan
Islam cepat bekembang di Indonesia antara lain :
 Syarat masuk Islam hanya dilakukan dengan mengucapkan dua kelimat syahadat
 Tata cara beribadahnya Islam sangat sederhana
 Agama yang menyebar ke Indonesia disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia
 Penyebaran Islam dilakuakn secara damai.

C. Peran walisongo dalam dakwah islam


Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Nusantara tepatnya pada aba ke -15 dan
khususnya di tanah Jawa, Walisongo mempunyai peran yang cukup besar dalam
proses akulturasi Islam dengan budaya. Budaya dijadikan sebagai media dalam
menyebarkan Islam dan mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada masyarakat
secara persuasif. Kemampuan memadukan kearifan local dan nilai-nilai Islam
mempertegas bahwa agama dan budaya lokal tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain.
Secara sosiologis, keberadaan Walisongo hampir semua berada di titik tempat pusat
kekuatan masyarakat, yaitu di Surabaya, Gresik, Demak, dan Cirebon. Bahkan
kerabat mereka pun memiliki peran yang signifikan juga dalam penyebaran Islam
secara kultural.Dalam konteks praktik keagamaan yang dijalankan masyarakat
Indonesia yang berhubungan dengan gerakan dakwah Walisongo dtampak sekali
terdapat usaha membumikan Islam. Fakta tentang pribumisasi Islam yang dilakukan
Walisongo dalam dakwahnya terlihat sampai saat ini. Sejumlah istilah local yang
digunakan untuk menggantikan istilah yang berbahasa Arab, contohnya Gusti Kang
Murbeng (Allahu Rabbul Alamin), Kanjeng Nabi, Kyai (al-Alim), Guru (Ustadz),
bidadari (Hur), sembahyang (shalat), dan lain-lain.
Sejak masa Wali Songo, Islam di Indonesia memiliki dua model di atas. Kelompok
formalis lebih mengutamakan aspek fikih dan politik kenegaraan, sedangkan
kelompok esensialis memprioritaskan aspek nilai dan kultur dalam berdakwah. Di era
kemerdekaan sampai dengan era pascareformasi, polemik antara kedua model
keberagamaan ini masih tetap ada.
D. Prinsip dan etika dakwah islam
Dakwah pada prinsipnya merupakan ajakan, seruan, atau panggilan. Sebagai
kewajiban agama sudah selayaknya dakwah itu dijauhkan dari unsur paksaan atau pun
kekerasan baik dalam bentuk terang-terangan atau pun tersembunyi. Adapun dari segi
materinya pun harus mampu menyentuh hati dan menggugah akal mereka sehingga
rasionalitas dan emosionalitas sasaran dakwah berjalan secara seimbang. (Ismail,
2018: 171)
Setiap aktifitas dakwah baik itu ditujukan pada diri sendiri atau pun kepada kelompok
non-muslim haruslah berpegang teguh kepada etika dan prinsip dakwah. Hal tersebut
telah difirmankan oleh Allah swt (An-Nahl: 125).

…‫ك… بِ…ا… ْل… ِ…ح… ْك… َم… ِة… َو…ا… ْل… َم… ْ…و… ِع…ظ…َ ِة… ا… ْل… …َح َس…ن…َ ِة… ۖ… َو… َج…ا… ِد… ْل…هُ… ْم‬ َ …ِّ‫ع… إِ…ل…َ ٰى… َس…بِ…ي… ِل… …َر ب‬ ُ …‫ا… ْد‬
َ …‫ض َّل… َع… ْ…ن‬
…ۖ …‫س…بِ…ي…لِ… ِه‬ َ… …‫ك… هُ… َو… أ…َ ْع…ل…َ ُم… بِ… َم… ْ…ن‬ َ …َّ‫ي… أ…َ ْ…ح… َس… ُ…ن… ۚ… إِ… َّ…ن… َر…ب‬ َ …‫بِ…ا…لَّ…تِ…ي… ِه‬
‫َو…هُ… َو… أ…َ ْع…ل…َ ُم… بِ…ا… ْل… ُم… ْه…ت…َ ِد…ي… …َن‬
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Allah mengingatkan juga untuk tidak menggunakan kekerasan dalam berdakwah


sebagaimana termaktub dalam Quran.

ِ …‫ت ف…َظً…ّا… َغ…لِ…ي…ظ…َ ا… ْل…ق…َ ْل‬


…‫ب‬ َ… …‫ت ل…َهُ… ْم… ۖ… َو…ل…َ ْ…و… ُك… ْن‬َ… …‫ف…َبِ… َم…ا… َر… ْ…ح… َم… ٍة… ِم… …َن هَّللا ِ… لِ… ْن‬
…‫ش…ا… ِو… ْ…ر…هُ… ْم‬ َ …‫ف… َع… ْن…هُ… ْم… َو…ا… ْس…ت…َ ْغ…فِ… ْ…ر… ل…َهُ… ْم… َو‬ …ُ …‫ك… ۖ… ف…َا… ْع‬َ …ِ‫ض… و…ا… ِم… ْ…ن… …َح ْ…و…ل‬ ُّ َ…‫اَل ْن…ف‬
…ُّ …‫ت ف…َت…َ َو… َّك… ْ…ل… َع…ل…َى… هَّللا ِ… ۚ… إِ… َّ…ن… هَّللا َ يُ… ِ…ح‬
…‫ب‬ َ… …‫فِ…ي… ا…أْل َ ْم… ِر… ۖ… ف…َإِ… َذ…ا… َع… …َز ْم‬
‫ا… ْل… ُم…ت…َ َو… ِّك… لِ…ي… …َن‬
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
((Ali Imran: 159).

Dalam masyarakat yang pluralistik saat ini diperlukan pengembangan kiat-kiat baru
bagi para pendakwah dengan menyelaraskan dengan kemajuan tekhnologi dan
modernitas. Penggunaan media massa dan internet dirasa sangat pas dalam
menyebarkan dakwah yang lebih luas lagi. Artinya, metode seperti ini juga
menandakan sama dengan para Walisongo pada zaman dahulu menggunakan media
tradisional
Tuntutan modernitas dan globalisasi menuntut model pemahaman agama yang
saintifik, yang secara serius memperlihatkan pelbagai pendekatan, Pendekatan Islam
monodisiplin tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan zaman yang dihadapi
umat Islam di pelbagai tempat. Agar diperoleh pemahaman Islam yang saintifik di
atas diperlukan pembacaan teks-teks agama (Quran, Al-Hadīts, dan turats) secara
integratif dan interkonektif dengan bidang-bidang dan disiplin ilmu lainnya
Di sisi lain, Islam yang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, mau tidak mau,
harus beradaptasi dengan nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal). Sebagai substansi,
Islam merupakan nilai-nilai universal yang dapat berinteraksi dengan nilai-nilai lokal
(local wisdom) untuk menghasilkan suatu norma dan budaya tertentu. Islam sebagai
raḫmatan lil „āīamin terletak pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip kemanusiaan
universal yang dibangun atas dasar kosmologi tauhid. Nilai-nilai tersebut selanjutnya
dimanifestasikan dalam sejarah umat manusia melalui lokalitas ekspresi penganutnya
masing-masing.

E. MENGGALI SUMBER TENTANG PRIBUMISASI ISLAM


A.Pribumisasi Islam
Gagasan pribumisasi Islam, secara geneologis dilontarkan pertama kali oleh Abdurrahman
Wahid pada tahun 1980-an. Menurut Gus Dur Pribumisai Islam adalah rekonsilasi antar
budaya dan agama. Pribumisasi Islam telah menjadikan agama dan budaya tidak saling
mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak lagi mengambil
bentuknya yang otentik dari agama, serta berusaha mempertemukan jembatan yang selama
ini memisahkan antara agama dan budaya.Ia juga memperingatkan bahwa dalaam proses
pribumisasi tidak boleh terjadi percampuran antara islam dan budaya lokal. Kendatipun islam
harus dipahami dengan mempertimbangkan konteks-konteks lokal, ciri islam harus tetap
dipertahankan dalam bentuknya yang asli.
Karenanya membaca ayat-ayat al-Qur’an ketika bersembahyang harus tetap diucapkan dalam
masyarakat.Anggapan Islam yang di Timur Tengah sebagai Islam yang murni dan paling
benar, karena Islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut.Apabila kita
tengok sejarah perkembangan islam di indonesi, dakwah yang dilakukan oleh para dai yang
mebawa islam ke indonesia selalu mempertimbangkan ke arifan lokal (local wisdom) yang
menjadi realitas kebudayaan dalam masyarakat indonesia. Keberagaman suku, budaya.
B.Menggali Sumber Sosiologis
Indonesia merupakan negara penganut agama islam terbesar didunia. Fenomena tersebut
tidak terlepas dari jasa-jasa para dai muslim sepanjang sejarah yang berasal dari arab, persia,
india bahkan hingga dari cina. Yang masuk melalui jalur perdagangan, mereka tiadak hanya
untuk memperkenalkan islam tetapi juga dengan membawa seperangkat keilmuan islam yang
sudah mengalami proses pengembangan di tanah asalnya, Timur Tengah. Jalur jalur oleh para
penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.Jalur perdagangan
2.Jalur tasawuf
3.Jalur perkawinan
4.Jalur pendidikan
5.Jalur kesenian
6.Jalur politik
Penyebaran Islam secara kasar dapat dibagi tiga tahap. Pertama, dimulai dengan kedatangan
Islam yang diikuti oleh kemerosotan kemudian keruntuhan Majapahit pada abad ke-14
sampai 15. Kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia
sampai abad ke-19. Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya liberalisasi
kebijakan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Dalam tahap-tahap itu akan terlihat
proses islamisasi sampai mencapai tingkat sekarang.
C. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah filosofis, berasal dari kata filsafat berasal dari kata philio yang berarti cinta
kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-
pengalaman manusia. membaca kitab berjudul Hikmah Al-Tasyri wa Falsafatubu yang ditulis
oleh Muhammad Al-Jurjawi. Dalam buku tersebut Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan
hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama islam. Ajaran agama islam misalnya
mengajarkan agar melaksanakan salat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang
merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Untuk membawa
pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari pengertian pendekatan
filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal. Karena sumber
pengetahuan pendekatan filosofis rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini
akal mempunyai peranan yang sangat psignifikan. Untuk memperjelas hal ini, penulis akan
coba memaparkan contoh kajian keagamaan tentang takdir dengan menggunakan pendekatan
ini.
D. Pendekatan Theologis
Dalam sejarah Islam, khususnya dalam perkembangan teologi islam di dunia islam dibagi
kedalam tiga periode atau zaman, yang mana dalam setiap zaman teologi islam tersebut
memiliki karakteristik atau ciriciri tersendiri yang membedakan antara hasil pemikiran
teologis zaman yang satu dengan zaman yang lainnya. Zaman tersebut meliputi : zaman
klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan
seterusnya).
Dan setidaknya pemikiran yang digunakan masih diwarnai oleh gaya pemikiran yunani yang
spekulatif. Kenyataan ini tidak hanya terjadi pada Asy’ariah, tetapi juga pada Mu’tazilah
yang dianggap paling rasional, sehingga serasional apapaun pemikiran Mu’tazilah,
sesungguhnya ia masih bersifat deduktif bayaniyah, artinya ia masih bersifat transmission,
deskriptif dan bergantung pada teks, al-Qur’an maupun al-Hadist.
Dari pemikiran teologi di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan teologis semacam ini
dalam pemahaman keagamaan adalah menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol
keagamaan teologi teologi mengklaim dirinya yang paling benar, sedangkan yang lainnya
salah, sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan lain
sebagainya
A. Urgensi Islam Mazhab Indonesia
Sejarah Islam Indonesia telah memberikan pelajaran berharga untuk pembumian dan
pengembangan nilai-nilai Islam yang lebih mengakar. Islam dapat berkembang terus di bumi
Nusantara karena yang dikedepankan sejak awal adalah coral Islam yang sejuk, ramah, dan
mampu berdialog dengan tradisi dan budaya lokal. Beberapa studi menunjukkan, Islam yang
datang pertama kali di Nusantara adalah Islam sufistik yang mampu menyapa dominasi
mistik yang banyak dianut masyarakat Nusantara melalui strategi dan pola penyampaian yang
juga akrab di kalangan mereka. Sejarawan Merle Ricklefs menyebutnya sebagai agama
sintesis mistik (mistic syntetism). Dengan demikian, masyarakat Nusantara dapat
menerimanya tanpa suatu resistensi berarti.Ketika Walisongo menjadi penyebar Islam di
tanah Jawa, keislaman semacam itu merupakan strategi dan pola yang terus dikembangkan.
Sunan Kalijaga, misalnya, menyebarkan Islam melalui wayang kulit dan cerita wayang yang
telah mengalami islamisasi sedemikian rupa. Sunan Muria berdakwah melalui gamelan.
Bahkan Raden Paku merupakan pencipta gending Asmaradana dan Pucung, dan Sunan
Kudus sebagai pencipta gending Maskumambang dan Mijil (Saridjo et. al, 1982: 23-24)

A. URGENSI PRIBUMISASI ISLAM

• Islam mengajarkan bahwa perbedaan itu adalah fitrah dari Tuhan, tetapi dalam
menjalani hidup hendaknya kita tidak mempertajam perbedaan tersebut.
• Kita harus mencari unsur-unsur persamaan di antara sesama manusia. Contoh :
berbeda suku bangsa, adat, dan bahasa tetapi harus mengedepankan kesadaran
bahwa kita adalah bangsa Indonesia

• Mendeskripsikan dan Mengkomunikasikan Pribumisasi Islam sebagai


Upaya Membumikan Islam di Indonesia

• Corak keberagamaan masyarakat Islam di Indonesia

B. TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM INDONESIA

a. Pemikiran Islam Tradisional

Perkembangan pemikiran Islam tradisional di Indonesia perspektif Nurcholish adalah


sesuatu yang alami, sebab di dalam suatu komunitas masyarakat pasti memiliki keragaman
pemikiran, budaya, bahasa, dan agama.1 Pluralitas pemikiran seperti ini menjadi sesuatu
yang sulit dihindari dalam dinamika pemikiran keagamaan. Konsekwensinya akan
memunculkan ketegangan- ketegangan dan bahkan konflik yang muncul mengiringi
perkembangan pemikiran itu.
Ketegangan karena keragaman pemikiran akan muncul jika setiap kelompok selalu
mempertahankan pemahaman agama yang eksklusif dan tidak melihat dan membuka diri
dengan situasi dunia yang selalu berubah, berhadapan dengan tuntutan untuk melahirkan
interpretasi baru yang sinkron dengan perkembangan. Meskipun demikian, kehadiran suatu
gagasan keagamaan pada akhirnya sering memberi dasar bagi proses sosial, setelah terlebih
dahulu gagasan itu teruji. Di Indonesia, ketegangan itu terlihat dari polarisasi visi yang
dikedepankan kaum tradisional, modernis, dan fundamentalis.
b. Pemikiran Islam Modern

Lahirnya istilah modernisme Islam merupakan gerakan pembaruan atas kemapanan


aliran tradisional Islam yang telah terlebih dahulu mengakar dalam masyarakat, meskipun
secara institusional muncul lebih belakangan. Aliran modernisme ini mendapat inspirasi
dari gerakan purifikasi Muhammad Ibnu Abdul Wahab di Jazirah Arabia dan Pan–
Islamisme Jamaluddin al- Afqhani yang kemudian mendapat kerangka idiologis dan
teologis dari muridnya seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Rihda.

c. Pemikiran Islam Neo-Modern

Pengertian umum yang berkembang tentang neo-modernisme mengisyaratkan dua hal.


Pertama, neo-modernisme dipandang sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern.
Kata neo sendiri secara literal mengandung pengertian “baru”. Dengan demikian,
modernisasi dipandang telah mengalami proses yang akan segera digantikan dengan
zaman berikutnya, yaitu neo- modernisme. Kedua, neo- modernisme dipandang sebagai
gerakan intelektual yang mencoba menggugat, bahkan mendekonstruksi pemikiran
sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigma pemikiran modern.

d. Pemikiran Islam Multikultural

Pada bahasan ini penulis menggambarkan fenomena pemikiran Islam multikultural


Nurcholish Madjid. Secara fenomenologis terjadinya keragaman pemikiran di kalangan
muslim kata dia, karena metode pendekatan yang berbeda dalam mengkaji ayat-ayat
Alquran dan Sunnah.
Beberapa tipologi pemikiran Islam multikultural antara lain;

1. Pemahaman yang fundamentalis.


2. Pemahaman Teologi yang Normatif

3. Pemahaman Eksklusifis

4. Pemahaman yang bersifat transformative

5. Pemahaman Esoteris

e. Pemikiran Islam Liberal

Pemikiran Islam liberal telah menyebar ke seluruh pelosok nusantara, menyebabkan


bebearapa ulama tradisional mengalami kepanikan atas nasib perjalanan umat Islam ke
depan. Kekhawatirn seperti ini akan memicu jungkir baliknya iman pada kalangan muslim
yang dari muslim taat symbol menjadi muslim yang antipasti terhadap symbol-simbol
agama. Hal ini akan memicu kehidupan masyarakat muslim menjadi masyarakat sekuler.

C.FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PEMBUMIAN


ISLAM DI INDONESIA

Faktor-faktor yang memudahkan / mendukung adalah sebagai berikut:


1. Ajarannya sederhana, mudah dimengerti dan diterima.
2. Islam tidak mengenal kasta, sehingga lebih menarik bagi rakyat biasa yang
jumlahnya justru lebih besar.
3. Upacara-upacara keagamaan sangat sederhana.
4. Syarat masuk agama islam sangat mudah yaitu hanya mengucapkan dua kalimat
syahadat dan tidak perlu ada upacara khusus.
5. Penyebaran agama islam di Indonesia disesuaikan dengan adat dan tradisi
masyarakat Indonesia.
6.Keruntuhan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Huddha seperti sriwijaya dan
majapahit memberikan kesempatan yang luas bagi perkembangan islam.
7. Islam merupakan agama yang bersifat terbuka karena penyebaran islam dilakukan
secara damai dan tanpa paksaan.
8. Ajaran Islam berupaya untuk menciptakan kesejahteraan kehidupan masyarakat
dengan adanya kewajiban zakat bagi yang memiliki harta.

Faktor-faktor yang menjadi penghambat adalah sebagai berikut:


1. Masyarakat Indonesia pada masa itu masih kental dengan pengaruh agama
Hindu.Seperti yang kita ketahui, setelah zaman prasejarah berakhir, di Indonesia lahir
kebudayaan baru. Kebudayaan tersebut ditandai dengan datangnya orang-orang India
sebagai pembawa kebudayaan Hindu yang membawa pengaruh dan menyebabkan
perubahan cara hidup masyarakat Indonesia baik dalam tatacara hidup kemasyarakatan,
perekonomian, dan keagamaan.
2. Masyarakat Indonesia pada masa itu umumnya masih menganut kepercayaan
kepada nenek moyang / kepercayaan Animisme.

Anda mungkin juga menyukai