Anda di halaman 1dari 38

KONSEP NASIONALISME

Pengertian Nasionalisme
Secara etimologis kata nasionalisme, berasal dari kata nation yang diambil dari Bahasa
Latin natio yang berarti bangsa dan isme adalah paham, jadi jika digabungkan nasionalisme
memiliki arti yaitu paham cinta bangsa (tanah air). Kata nation itu sendiri berasal dari kata
nascie yang berarti dilahirkan. Jadi nation adalah bangsa yang dipersatukan karena kelahiran.
Sedangkan secara antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu persekutuan hidup yang
berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan
ras, bahasa,agama, sejarah dan adat-istiadat.
Selain itu banyak para ahli yang memberikan pendapat-pendapat mereka mengenai
pengertian dari nasionalisme diantaranya Hans Kohn yang berpendapat bahwa “nasionalisme
merupakan suatu keadaan atau pikiran yang mengembangkan keyakinan bahwa kesetiaan
terbesar mesti diberikan untuk negara”.
Sedangkan menurut Snyder mengatakan bahwa “nasionalisme merupakan satu emosi
yang kuat yang sudah mendominasi pikiran dan tindakan politik pada kebanyakan rakyat,
semenjak revolusi Prancis”.
Menurut Smith “nasionalisme adalah sebuah pergerakan ideologi dalam mencapai
pemerintahan sendiri dan kemerdekaan bagi suatu golongan ataus sebagian kelompoknya yang
mendeklarasikan diri mereka sebagai bangsa yang sebenarnya, atau bakal bangsa seperti
bangsa-bangsa lain”.
Menurut Ernest Renan “nasionalisme adalah suatu keinginan untuk bersatu dan
bernegara. Dalam hal ini, nasionalisme merupakan sebuah keinginan besar untuk dapat
mewujudkan persatuan dalam bernegara.”
Menurut Nazaruddin Sjamsuddin, “Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat
bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada negara”.
Menurut Ben Anderson dalam pidatonya berjudul Nasionalisme Kini dan Esok,
mengatakan bahwa, "Nasionalisme, atau semangat kebangsaan, merupakan suatu proyek
bersama yang senantiasa harus diperjuangkan.
Bangsa Indonesia harus mampu mengambil pelajaran dari beberapa negara yang hancur akibat
warganya berjiwa kerdil.
Ali Maschan Moesa dalam buku yang berjudul Nasionalisme Kyai (2007:28-29)
menyatakan bahwa kata kunci dalam nasionalisme adalah kesetiaan. Kesetiaan ini muncul
karena adanya kesadaran akan identitas kolektif yang berbeda dengan yang lain. Pada
kebanyakan kasus, hal itu terjadi karena kesamaan keturunan, bahasa atau kebudayaan.
Rangsangan untuk bergerak justru datang dari pengalaman batinnya sendiri. walaupun demikian

1
kejadian-kejadian di luar negeri banyak pula memberikan dorongan. Namun unsur yang paling
penting dalam nasionalisme adalah adanya kemauan untuk bersatu.
Sarman (1955) secara kritis menulis sempitnya kerangka pikir sebagian besar orang
mengenai nasionalisme. Menurutnya nasionalisme sering diartikan sebagai kecintaan terhadap
tanah air yang tanpa reserve, yang merupakan simbol patriotisme heroik semata sebagai bentuk
perjuangan yang seolah-olah menghalalkan segala cara demi negara yang dicintai. Definisi
tersebut menyebabkan makna nasionalisme menjadi usang dan tidak relevan dengan persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan masa kini, yang tidak lagi bergelut dengan persoalan
penjajahan dan merebut kekuasaan dari tangan koloni.
Menurut Hara (2000), nasionalisme mencakup konteks yang lebih luas yaitu persamaan
keanggotaan dan kewarganegaraan dari semua kelompok etnis dan budaya di dalam suatu
bangsa. Dalam kerangka nasionalisme juga diperlukan sebuah kebanggaan untuk menampilkan
identitasnya sebagai suatu bangsa. Kebanggaan itu sendiri merupakan proses yang lahir karena
dipelajari dan bukan warisan yang turun temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang
tumbuh karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama
sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju dalam satu
kesatuan bangsa dan negara serta cita- cita bersama guna mencapai, memelihara dan mengabdi
identitas, persatuan, kemakmuran dan kekuatan atau kekuasaan negara bangsa yang
bersangkutan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nasionalisme adalah paham (ajaran)
untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang
secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan
identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa.
Jadi dari beberapa pendapat yang telah dijabarkan dapat ditarik kesimpulan bahwa
nasionalisme merupakan suatu paham kesadaran warga negara untuk hidup bersama sebagai
suatu bangsa karena adanya kebersamaan kepentingan, rasa senasib sepenanggungan dalam
menghadapi masa lalu dan masa kini serta kesamaan pandangan, harapan dan tujuan dalam
merumuskan cita-cita masa depan bangsa. Untuk mewujudkan kesadaran tersebut dibutuhkan
semangat patriot dan prikemanusiaan yang tinggi, serta demokratisasi dan kebebasan berfikir
sehingga akan mampu menumbuhkan semangat persatuan dalam masyarakat yang pluralis.

A. Perkembangan Nasionalisme Dalam Perspektif Sejarah


Perkembangan Nasionalisme Dalam Sejarah Dunia
Dalam perspektif sejarah kuno tidak diketahui secara pasti mengenai konsep
nasionalisme, tetapi tokoh-tokoh yang bisa disebut sebagai pencetus teori nasionalisme telah
muncul sekitar abad ke XVIII, seperti Von Herder (1774 – 1803), Rousseau (1712 -1778). Mereka

2
ini sering disebut sebagai nabi negara nasional, dengan teorinya tentang bangsa, serta Fiederich
Hegel (1770-1831) yang terkenal dengan teorinya tentang negara” (Fukuyama, 2004:3).
Nasionalisme bisa dibedakan menjadi dua yaitu nasionalisme kuno dan nasionalisme
modern. Nasionalisme kuno merupakan ekstensi faham kesukuan atau tribalisme yang sempit
dan sewenang-wenang terhadap suku lain. Tribalisme atau kesukuan adalah kepercayaan akan
kesetiaan pada sesama jenisnya sendiri, yang didefinisikan oleh etnisitas, bahasa, budaya,
agama sebagai titik tolak dari nasionalisme baru. Dalam karyanya Global Paradox, Naisbitt
menyebut nasionalisme baru bertitik tolak dari etnisitas chauvinistic itu sebagai “new tribalism”
(perkauman/perpuakan baru). Chauvinisme tribalisme baru ini secara sempurna mewujudkan
diri dalam berbagai bentuk kebrutalan, perkosaan, pembunuhan dan berbagai bentuk
“ethnic cleansing” di wilayah bekas Yugoslavia.
Von Herder mengatakan bahwa kebutuhan pokok manusia untuk menjadi anggota suatu
kelompok setidak-tidaknya pada suatu tingkat kelompok itu merupakan bangsa. Dengan
menjadi bagian dari suatu bangsa, maka nasionalisme memberikan kita suatu identitas, bangsa
kita mempunyai masa lalu, suatu sejarah nenek moyang “akar-akar” yang menempatkan kita
dalam suatu tradisi.
Lebih lanjut dikatakan Johan Gottfriedf von Herder bahwa “kebutuhan manusia yang
paling mendasar ialah membentuk suatu kelompok”. Pada tingkatan tertentu kelompok ini
adalah bangsa. Suatu bangsa terbentuk melalui “arus tradisi yang terdiri dari satu wilayah, satu
sejarah, satu bahasa dan sering satu agama”. Manusia adalah makhluk sosial yang
kencenderungannya untuk mau membentuk kelompok, dan dari kelompok akhirnya terciptalah
suatu masyarakat yang besar yang disebut bangsa atau nasion. Hertz mengatakan bahwa proses
untuk menjadi suatu bangsa, pembangunan bangsa, sering dinamakan proses peleburan atau
pemaduan seluruh hal tersebut ke dalam suatu kesatuan yang menyeluruh, proses ini
melahirkan masyarakat.
Semangat nasionalisme yang berdasarkan pandangan kuno menyebutkan adanya
penyatuan dari unsur-unsur sebagai berikut.
1) Rasa kekeluargaan.
2) Hubungan yang erat dengan sekelompok orang dengan orang lain atau suatu
perasaan asing dari kelompok lain.
3) Rasa terikat pada suatu kekuasaan.
Pengikat dari unsur-unsur tersebut adalah adat, dongeng mitos, dan terpenting adalah
bahasa yang sama. Selanjutnya hilang ikatan nasionalisme kuno dikarenakan oleh beberapa
sebab misalnya, tumbuhnya peradaban yang menuntut cara hidup baru dari pengembara, dari
berburu, menjadi menetap dan bertani, kemudian melakukan organisasi hingga muncul
persatuan dengan keluarga atau suku yang lain. Tersebarlah kelompok-kelompok kesukuan

3
secara cepat dan besar-besaran dengan damai, tetapi saat tertentu adanya penaklukan suku
yang besar terhadap suku yang kecil, kemudian berdirilah dinasti dan timbul masyarakat feodal.
Kesetiaan suku diganti dengan kesetiaan kepada dinasti.
Nasionalisme modern kemudian berkembang untuk mewujudkan prinsip orang dan
bangsa sama-sama memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Menurut Denny J.A
nasionalisme modern berarti sepenuhnya bebas dalam hubungannya dengan negara-negara
lain, sekaligus bangsa harus memberi kebebasan kepada warganya. Sedangkan Hans,
nasionalisme modern baru nyata dengan kedudukan Inggris memimpin Eropa pada abad ke 17.
Berbeda dengan Maarif yang mengemukakan bahwa munculnya sekelompok negara-negara
kuat di Eropa abad ke 16, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Portugal dan lain sebagainya lebih
merupakan ambisi para raja dan bukan menandakan munculnya nasionalisme.
Dengan demikian di Eropa, nasionalisme ditandai dengan adanya transisi dari
masyarakat feodal ke masyarakat industri. Proses peralihan itu terjadi pada abad XVII yang
didahului oleh kapitalisme awal dan liberalisme. Kekuasaan feodal dengan raja, bangsawan, dan
Gereja lambat laun tidak mampu menghadapi desakan dari golongan baru di kota-kota yang
menguasai perdagangan dan industri. Terjadilah kerjasama antara penduduk kota pemilik
modal dalam memanajemen industrinya dan cendekiawan dengan penemuannya berupa
teknologi modern. Perkawinan keduanya menghasilkan revolusi baru dalam cara berproduksi,
yang dikenal dengan “revolusi industri”. Kekuasaan kaum feodal mulai surut dan digantikan oleh
para borjuis kota. Mereka tidak mau terikat oleh ketentuan-ketentuan dalam masyarakat
agraris, tetapi mereka ingin bebas melakukan usaha, bersaing dan mencari keuntungan
sebanyak mungkin. Faham inilah yang kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan
liberalisme. Kaum borjuis dengan revolusi industrinya itu kemudian
berkembang di Eropa Barat. Di tengah-tengah keadaan seperti itulah lahirlah nasionalisme
Eropa Barat.
Nasionalisme tersebut kemudian membangun kesadaran adanya perbedaan antar
bangsa di Eropa Barat. Nasionalisme seperti itu tumbuh menjadi satu aliran yang penuh emosi
dan sentimen, kecongkakan dan chauvinisme, sehingga nasionalisme Eropa Barat melahirkan
kolonialisme, yaitu nafsu mencari jajahan di luar benua sendiri. Ahli-ahli lain terkemuka yang
berpandangan tentang nasionalisme, seperti Daniel Bel dan Habsbawm berargumen bahwa
“nasionalisme tengah bangkit kembali. Fukuyama berargumen tentang “kebangkitan
nasioanlisme baru”. Ia mengakui bahwa nasionalisme tidak lagi menjadi kekuatan signifikan
dalam sejarah khususnya di negaranegara demokrasi Eropa Barat dan Amerika Serikat. Lebih
dari itu dia mengatakan bahwa; “nasionalisme baru lebih bersifat politis, cenderung ke primitif
dan bersifat tidak toleran karena secara intelektual ia memang agresif dan bahkan chauvinistik
karena berpijak pada etnisitas dan rasionalisme sempit”.
Pada pertengahan abad ke 18 nasionalisme modern mendapat landasan intelektual
yang kokoh pada teori Rousseau tentang bangsa dan teori Hegel tentang negara. Rousseau

4
mengatakan bahwa seorang individu tidak punya makna sama sekali dalam negara nasional. Ide
nasionalisme yang didasari warisan Yunani kuno dibangkitkan kembali. Sementara itu Hegel
mengatakan fungsi negara sebagai Tuhan. Negara memiliki kualitas spritual sehingga
seorang individu hanya mengadili, merealisasikan dirinya, mencapai kesempurnaan, menjadi
bebas bila tunduk secara total kepada negara, negara adalah gagasan ketuhanan sebagaimana
“ia berwujud dimuka bumi”.
Perkembangan nasionalisme di Eropa Barat membangkitkan kesadaran
bangsa yang chauvinistik dan kemudian malahirkan kolonialisme dan imperialisme bagi negara-
negara di luar Eropa. Pada abad ke-20 nasionalisme yang berkembang di Eropa Barat itu
tersebar ke dunia dan menjadi pengungkit perubahan yang terbesar dewasa ini. Sebagai
buktinya adalah kebangkitan Nasionalisme di negara-negara Afrika dan Asia termasuk Indonesia.

Perkembangan Nasionalisme Dalam Sejarah Indonesia


Nasionalisme merupakan produk dari adanya kolonialisme, perkembangan awal
nasionalisme secara internal berawal dari adanya rasa kesadaran yang terus berkembang, yaitu
kesadaran terhadap situasi yang tertindas, terbelakang, dan diskriminasi yang melahirkan suatu
keinginan untuk bebas, merdeka dan maju. Sedangkan seoara eksternal, dipengaruhi oleh
kemenangan Jepang terhadap Rusia tahun 1905, kemudian gerakan Turki Merdeka, Revoiusi
Cina, dan gerakan-gerakan nasional di negaranegara tetangga, seperti India dan Philipina.
Peristiwa-peristiwa tersebut memperbesar kesadaran nasional dan menyebabkan bangsa
Indonesia memiliki rasa harga dirinya kembali. Artinya, setelah kemenangan Jepang atas Rusia,
muncul kesadaran dari kalangan pemuda dan mahaslswa Indonesia bahwa ternyata orang
Asiapun mampu mengalahkan orang Eropa. Meskipun dimensi eksternal ini juga berpengaruh,
akan tetapi pengaruh internal inilah yang paling dominan, sebab sangat dirasakan langsung oleh
bangsa Indonesia.
Secara garis besar nasionalisme Indonesia mengalami proses dan tahap-tahap dimulai
dari perjuangan Kartini yang mnghendaki emansipasi menghadapi tradisi yang dianggap
menghambat kaum perempuan. Walaupun Kartini sering dikategorikan sebagai pejuang wanita,
tetapi ditinjau dari teori yang ada seperti teorinya Sartono Kartodirdjo (1967)
sepak terjang Kartini masuk pada fase paling awal pembentukan nasionalisme Indonesia. Tahap
selanjutnya adalah terbentuknya organisasi-organisasi kebangsaan yang menandai bangkitnya
kesadaran sebagai bangsa Indonesia. Perkembangan selanjutnya ialah komitmen
sebagai bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 1945.
Nasionalisme Indonesia dapat dibuat tiga kategori yaitu nasionalisme pra kemerdekaan
dan nasionalisme setelah proklamasi kemerdekaan serta nasionalisme setelah reformasi.
Setiap keadaan tentu menjadikan nasionalisme menghadapi masalah yang berbeda. Pada masa
pra kemerdekaan misalnya, masalah yang dihadapi bangsa yaitu bagaimana mewujudkan cita-
cita persatuan sebagai bangsa yang utuh dan bagaimana kemerdekaan dapat diraih. Sedangkan
5
nasionalisme setelah proklamasi kemerdekaan tekanan nasionalisme disesuaikan dengan
tantangan yang dihadapi bangsa. Dengan meminjam periodisasi yang dibuat sejarawan
Bernahard Dam nasionalisme di Indonesia mengalami pembentukan sekurang-kurangnya
melalui lima tahap.
Lima Tahap Pembentukan Nasionalisme Indonesia Menurut Bernahard Dam
1. Nasionalisme akhir abad XIX Tahap pembentukan yang ditandai oleh fenomena Kartini
2. Saat politik etis Belanda dicanangkan 1901
3. Saat dimana benih-benih nasionalisme menampakan Terbentuknya organisasi kebangsaan
(Budi Utomo, pada organisasi-organisasi pribumi Sarekat Islam, Indiche Partij, Perhimpunan
Indonesia dsb.
4. Saat terjadinya konsensus gerakan-gerakan nasional sejak tahun 1920-an .Ketika muncul cita-
cita kemerdekaan untuk mendirikan Indonesia merdeka
5. Proklamasi Kemerdekaan 1945 dan Revolusi Puncak perjuangan nasionalisme Indonesia tahap
pertama
Pada tahap pembentukan, nasionalisme Indonesia berangkat dari pengertian yang terbatas
yaitu cinta bangsa dan cinta tanah air sesuai dengan suku-suku yang sekarang ada. Dengan
demikian pada tahap pertama nasionalisme agak mirip dengan etnocentrisme (Jong Java, Jong
Karimunjawa, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Sumatranen bond dst (sebelum 1908).
Baru kemudian bergerak ke arah integrasi dan pembulatan konsep Indonesia sebagai
identitas nasional. Perkembangan selanjutnya nasionalisme dimaknai dengan cinta bangsa
dan tanah air, mendapatkan pengertian yang lebih luas yaitu dalam skop Indonesia. Dalam
semangat perjuangan melawan penjajah nasionalisme sering disebut patriotisme –heroisme
(1908- 1945).
Pada tahap selanjutnya pengertian nasionalisme berkembang menjadi kesetiaan kepada
negara bangsa (sebagai wujud dari nasionalisme) hal itu dikarenakan adanya ancaman terhadap
negara kebangsaan (nasional) dari gerakan separatis dan gerakan yang bersifat ideologis. Dalam
periode ini kira-kira antara (1949-1965) terjadi penurunan rasa nasionalisme karena konflik
dalam diri sesama bangsa sendiri.
Selanjutnya pengertian nasionalisme dalam kurun waktu (1966-1995) juga mengalami
perubahan.Dalam kurun itu dikenal dengan pembinaan kesatuan bangsa. Oleh karena
itu dalam rangka menjamin eksistensi nasionalisme Indonesia peranan negara (pemerintah)
cukup menonjol pada kurun itu. Hal itu selaras dengan upaya menciptakan stabilitas nasional
kaitannya dengan suksesnya pembangunan nasional.
Pada era reformasi (1998-sekarang) pengertian nasionalisme dikaitkan dengan adanya
partisipasi segenap warga negara dalam ikut serta mengisi dan mengamankan pembangunan
nasional. Suatu ungkapan dari tuntutan massa untuk ikut berperan sedemikian rupa dalam
suasana yang membangun untuk mencapai citacita nasional dan mengejar ketinggalan di
berbagai bidang. Geertz menguraikan sejarah nasionalisme dalam empat tahap, yaitu tahap

6
ketika gerakan-gerakan nasionalis terbentuk dan tahap gerakangerakan nasionalis itu terkristal,
kemudian tahap gerakan-gerakan ini mengorganisasikan diri menjadi negara dan yang terakhir
tahap gerakangerakan itu harus mendefinisikan dan menetapkan hubungannya baik dengan
negara lain tempat gerakan itu muncul. Sepanjang masa tampak bahwa nasionalisme Indonesia
ditempatkan sebagai strategi untuk kelangsungan hidup bangsa.

Permasalahan Peran Nasionalisme sebagai Strategi


1. 1908-1945 Melawan Penjajah Asing Pemersatu, melawan penjajah, sikap patriotism
2. 1945-1949 Bagaimana mempertahankan kemerdekaan Spirit mempertahankan kemerdekaan
(sikap heroisme, cinta bangsa dan tanah air)
3. 1949-1965 Ancaman dari dalam baik yang bersifar ideologis maupun politis Spirit
mempertahankan negara nasional/negara kesatuan (cinta bangsa, cinta tanah air)
4. 1965-1995 Kemiskinan, kesenjangan, integrasi nasional .Semangat persatuan, solide
ritas, partisipasi rakyat dalam pembangunan
5. 1995-1998 Menurunnya kadar nasionalis krisis multi dimensi, korupsi, kolusi, nepotisme
Semangat perubahan/reformasi dan anti korupsi, kolusi, nepotisme. Semangat untuk
demokratisasi
6. 1999- Sekarang. Ekses reformasi : Kebebasan/liberalisme, individualisme/egoisme,
Munculnya etnonasionalisme, kosmopolitanisme. Strategi (spirit) yang cerdas (smart),
partisipasi rakyat (publik) untuk melakukan pengawasan, dan berperan memberi masukan
bagi kebijakan publik, dengan menghormati HAM, Hukum Proses Demokrasi. Dimensi
rasionalitas, idealitas realistis, keterbukaan.

Semangat nasionalisme dalam negara kebangsaan dijiwai oleh lima prinsip nasionalisme,
yakni:
1) Kesatuan (unity), dalam wilayah teritorial, bangsa, bahasa, ideologi,dan doktrin kenegaraan,
sistem politik atau pemerintahan, sistem perekonomian, sistem pertahanan keamanan, dan
policy kebudayan.
2) Kebebasan (liberty, freedom, independence), dalam beragama, berbicara dan berpendapat
lisan dan tertulis, berkelompok dan berorganisasi.
3) Kesamaan (equality), dalam kedudukan hukum, hak dan kewajiban.
4) Kepribadian (personality) dan identitas (identity), yaitu memiliki harga diri (self estreem), rasa
bangga (pride) dan rasa sayang (depotion) terhadap kepribadian dan identitas bangsanya
yang tumbuh dari dan sesuai dengan sejarah dan kebudayaannya.
5) Prestasi (achievement), yaitu cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan (welfare) serta
kebesaran dan kemanusiaan (the greatnees adn the glorification) dari bangsanya.
Konstruksi kesatuan bangsa yang dibangun berdasarkan konsep bhinneka tunggal ika
(pluralisme) menurut pola dan kriteria-kriterianya merupakan produk sejarah. Proklamasi dalam

7
konteks nasionalisme didasarkan pada kesadaran “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa...” dan secara berkeadaban dan konstitusional,” maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar...”(Pembukaan UUD
1945).
Unit kesatuan teritorian dan unit kesatuan bangsa yang kita nyatakan sebagai negara
kebangsaan yang telah merdeka (independent) mencakup wilayah seluruh daerah Hindia
Belanda. Kebanggaan sebagai bangsa dinyatakan dalam lagu kebangsaan “Indonesia Raya”,
dan kesatuan kita sebagai bangsa dikat dengan kuat oleh bahasa negara “bahasa Indonesia”
dan bendera negara “Sang Merah Putih.”

B. Nasionalisme Dalam Perspektif Global

Pada abad ke 18, nasionalisme muncul di Eropa. Paham nasionalisme


berkembang dan menyebar dari Eropa ke seluruh dunia pada abad ke-19 dan 20. Pada
intinya nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam
memperjuangkan nasib yang sama. Perkembangan nasionalisme di Barat khususnya
di Eropa berjalan melalui tiga fase demikian: pertama, bermula pada saat hancurnya
kerajaan yang dimulai pada zaman akhir abad pertengahan dan mulai berdirinya
negara-negara nasional dengan ciri pokok dalam fase ini ialah identifikasi bangsa
dalam perorangan yang berkuasa.Fase kedua dari perkembangan nasionalisme di
Eropa bermula sejak kekacauan perang Napoleon dan berakhir dalam tahun 1914.
Peletak dasar dari nasionalisme modern yaitu Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Ia
menolak penjelmaan bangsa pada seorang penguasa atau kelas yang berkuasa dan
yang secara berani mengidentifikasikan bangsa dengan rakyat (volk) atau people.Fase
ketiga, perkembangan nasionalisme di Eropa merupakan ungkapan dari tuntutan
massa untuk ikut berperan sedemikian rupa hingga nasionalisme taraf ketiga ini dapat
disebut sebagai ”sosialisasi dari pada bangsa”. Ungkapan kepentingan dan perasaan
massa ini tercermin di setiap kebijaksanaan politik dan ekonomi bangsa yang
bersangkutan dengan dorongan massa, sehingga mensyaratkan adanya loyalitas dari
massa tersebut. Corak dalam fase ini melebih-lebihkan kepentingan bangsa sendiri,
melampaui batas sehingga mudah menjelma menjadi suatu nasionalisme sempit dan
congkak yang berkeinginan untuk mengadakan adu kekuatan dengan bangsa lain
(Hardjosatoto, 1985:63).
Perkembangan Nasionalisme berjalan dengan pesatnya setelah terjadinya
perang Dunia ke II terbukti dengan lahirnya beberapa negara nasional baru di Asia
dan Afrika, sehingga Nasionalisme bukan hanya meliputi dalam wilayah regional
tetapi sudah mengarah kepada internasionalisme, keluar wilayah Eropa. (Rochmadi,
1992: 69).Nasionalisme telah mengarah ke luar wilayah Eropa, salah satunya yaitu
8
Indonesia. Lahirnya nasionalisme di Indonesia dilatar belakangi 2 faktor, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang melatarbalakangi adalah rasa senasib
sepenganggungan dalam menghadapi koloni, selain itu muncul rasa ingin lepas dari
penjajah dan berubah menjadi negara sekaligus rakyat yang merdeka. Sedangkan
faktor eksternalnya adalah, muncul naisonalisme di negara – negara Eropa, munculnya
revolusi Perancis, dan kemenangan jepang atas Rusia. Berangkat dari faktor tersebut,
maka tokoh bangsa sadar akan pentingnya nasionalisme untuk memerdekakan Tanah
Air, maka mereka berjuang untuk menciptakan nasionalisme di Indonesia dengan
melakukan banyak hal yang tentunya membutuhkan pengorbanan yang banyak pula.
Perlawanan penjajah yang awalnya bersifat kedaerahan berubah menjadi
kenegaraan, hal ini merupakan dampak dari lahirnya nasionalisme.
Sikap nasionalisme tidak hanya dilaksanakan oleh penyelenggara negara,
tetapi seluruh warga Indonesia. Cotoh sikap nasionalisme antara lain :
1. Menciptakan persatuan antar lingkungan, suku, dan agama
2. Taat terhadap hukun negara, serta regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah
3. Bangga terhadap produk dan budaya dalam negri, serta melestarikannya
Mengharumkan nama bangsa di kancah Internasional

Tantangan Nasionalisme di Era Globalisasi


Globalisasi merupakan proses mendunianya berbagai hal. Globalisasiaa
didukung oleh ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, ilmu komunikasi yang
kemudian mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari ekonomi
hingga politik. Masyarakat dan globalisasi seperti tidak bisa dipisahkan lagi, karena
ketika seseorang tidak mendekatkan diri pada kemajuan zaman maka orang tersebut
akan kesulitan dalam melakukan kegiatan. Ohmae menuliskan, “globalisasi telah
menghancurkan budaya-budaya lokal, merobek pasar-pasar di belahan dunia manapun
dan merobohkan dinding pembatas antar negara.” Sebagian lain yang mendukung ide
globalisasi berpendapat bahwa negara- negara tetap merupakan unsur utama
pembentuk tatanan dunia, “bagi mereka globalisasi merupakan kemajuan, Negara-
negara harus menerimanya jika mereka ingin berkembang dan memerangi kemiskinan
secara efektif.” (Stiglitz, 2012: 6)
Ada dampak negatif dan positif yang diakibatkan oleh globalisasi. Dampak
positifnya yaitu seluruh aspek kehidupan menjadi modern,sehingga kegiatan manusia
sehari–hari dapat dibantu oleh teknologi yang semakin canggih, namun hal ini juga
berdampak kepada perubahan masyarakat menuju masyarakat individual karena
merasa mampu melakukan hal tanpa bantuan orang lain. Dampak negative selanjutnya
yaitu terbukanya batas – batas antar negara yang berasal dari kecanggihan teknologi

9
dan pasar yang mendunia. Keterbukaan dengan negara – negara lain menyebabkan
mudahnya informasi yang masuk, terbukanya pasar dunia, hal ini membuat interaksi
antar negara semakin erat. Dampak negatif globalisasi ini tanpa disadari dapat
melunturkan jiwa nasionalisme warga negara, karena mereka mulai mengenal barang
dan budaya dari luar, sehingga melupakan jati diri negara asalnya. Dari sini, maka
muncullah tantangan – tanganan negara dalam mempertahankan nasionalisme, antara
lain :
1. Tumbuhnya sikap individualisme di masyarakat
2. Budaya bangsa mulai terlupakan dan tergantikan oleh budaya asing
3. Persebaran informasi sulit dikendalikan, sehingga banyak muncul berita hoax
4. Dapat memudarkan ideologi suatu bangsa
5. Terjadinya kesenjangan yang tajam

Cara Mempertahankan Nasionalisme Di Era Global


Masalah–masalah yang timbul dari globalisasi menyebabkan suatu negara
perlu melakukan upaya agar negaranya tetap satu dan tidak terganggu dengan
kencangnya arus globalsasi. Pentingnya mempertahankan jati diri bangsa, penanaman
nilai–nilai yang sesuai dengan ideologi bangsa untuk menjaga keamanan dan
ketertiban suatu negara, sehingga perkembangan tetap berjalan namun tidak
mengubah keadaan suatu bangsa serta masyarakatnya. Masyarakat yang menjujung
tinggi nasionalisme akan memperkuat ketahanan dan keamanan suatu negara, bahkan
dapat memajukan negara karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, persatuan
merupakan arti dari nasionalisme.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan nasionalisme antara lain
1. Melakukan penguatan nasionalisme melalui pendidikan formal, biasanya melalui
pendidikan kewarganegaraan dan sejarah
2. Melakukan pendekatan budaya untuk melestarikan budaya lokal
3. Penguatan nasionalisme melalui media sosial

C. Nasionalisme Dalam Perspektif Lokal

Lahirnya nasionalisme di Indonesia selain disebabkan penderitaan panjang di


bidang ekonomi, sosial, pendidikan, hukum dan politik juga dipengaruhi oleh
meningkatnya semangat bangsa-bangsa terjajah lainnya dalam meraih kemerdekaan.
Sejarah terbentuknya nasionalisme di Indonesia disebabkan karena adanya perasaan
senasib sepenanggungan yang merupakan suatu reaksi subyektif dan kemudian
kondisi obyektif secara geogratfis menemukan koneksitasnya (Rachmat, 1996).

10
Berdasarkan sejarah kelahirannya, nasionalisme atau kebangsaan pada masa
lampau merupakan suatu jalan tengah di antara dua kubu ekstrimitas yaitu kegelapan
imperialisme atau kolonialisme dengan kebodohan etnosentrisme. Seiring dengan
perubahan keadaan sosial dunia yang disebabkan oleh arus globalisasi, nasionalisme
masih relevan dan menjadi salah satu jalan tengah atau benteng bagi pengaruh
globalisasi di Indonesia.
Dewasa ini, penjajahan asing tidaklah kentara secara nyata, tetapi merasuk
seluruh kehidupan rakyat baik dalam lingkup ideologi, politik, sosial, ekonomi dan
budaya. Retorika nasionalisme sudah diganti oleh para politisi, pebisnis dan bahkan
cendekia dalam konteks yang berbeda dengan konsep nasionalisme awal
kemerdekaan. Dalam situasi seperti inilah, nasionalisme Indonesia sangat menarik
untuk diperbincangkan.

Nasionalisme di Era Pergerakan Nasional


Era Pergerakan Nasional merupakan masa yang masih sangat krusial, karena
pada masa ini bibit pemahaman berbangsa dan bernegara belum begitu banyak
dipahami. Kesenjangan budaya antara para koloni atau penjajah dengan
masyarakat yang dijajah mengakibatkan perbedaan pandangan dalam
memahami konsep berbangsa dan bernegara.
Bumiputera yang telah mengenyam pendidikan dan pelatihan semasa zaman
penjajahan, masuk ke dalam golongan terpelajar yang secara perlahan mulai mengenal
bahasa di luar bahasa daerahnya terutama bahasa asing Eropa (Belanda, Inggris,
Portugis, Spanyol, dsb). Hingga pada akhirnya bangsa Indonesia pada saat itu mulai
mengenal kosa kata baru, salah satunya yaitu nasionalism. Konsep nation dan
nationalism inilah yang pada akhirnya dapat mengerahkan masyarakat dan
menghimpun legitimasi bagi sebuah perjuangan kemerdekaan dengan
mengatasnamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan kaum terpelajar tetapi
seluruh Bumiputera baik itu kaum terpelajar maupun tidak terpelajar.
Momentum yang sangat berharga adalah pada saat para pemuda menyatakan
kebersamaan dalam suatu forum yang disebut dengan Sumpah Pemuda. Di dalam
forum inilah, kosa kata barat terutama nasionalisme dipahami sebagai suatu konsep
cinta tanah air dan terbebas dari kekuasaan asing.
Nasionalisme yang lahir pada masa pergerakan inilah, menjadi salah satu
alasan munculnya pergerakan-pergerakan berdasarkan daerah, agama, ideologi,
golongan dan sebagainya yang tentu saja memiliki tujuan yang sama yaitu ingin
melepaskan diri dari belenggu kolonialisme. Pergerakan nasionalisme yang terjadi di
nusantara ini menjadi salah satu batu loncatan nusantara kepada sesuatu yang bernama

11
kemerdekaan. Keberhasilan para pemuda yang memiliki tekad kuat untuk bebas dari
penjajah, meskipun berbeda ideologi, daerah, agama dan golongan mendorong bangsa
Indonesia menjemput kemerdekaannya sendiri, tidak diberi tetapi buah hasil dari
perjuangan.

Nasionalisme di Era Orde Lama


Pada masa ini, berbagai rintangan datang, baik dari pihak bangsa asing
maupun pihak bangsa Indonesia itu sendiri. Indonesia yang baru merdeka pada saat
itu, berusaha untuk berdiri dan mempertahankan kedaulatan bangsa dari pengaruh
asing. Pandangan politik mulai bermunculan untuk memperkuat mentalitas bangsa
Indonesia agar bertahan dalam berbagai kesulitan.
Revolusi mulai didengungkan dan dipahami rakyat sebagai perlawanan
terhadap penjajahan asing. Revolusi dan nasionalisme saling bergema untuk
mengobarkan semangat mempertahankan dan meraih kembali kebebasan bernegara
oleh bangsa sendiri. Pada tahun 1950-an, Indonesia berhasil keluar dari kemelut
perjuangan bangsa dari bangsa asing.
Pada era ini, terjadi pasang surut kekuasaan Orde Lama yang membawa
bangsa Indonesia kepada kemiskinan, karena kondisi ekonomi dan politik yang tidak
kondusif, mengakibatkan demonstrasi besar-besaran dari anak bangsa terutama
golongan mahasiswa.
Konsep nasionalisme yang dikaitkan dengan revolusi ini, mengalami
pergeseran makna karena disebabkan oleh tidak terkontrolnya kondisi politik dan
perekonomian bangsa Indonesia pada saat itu. Tantangan semakin besar, ketika
bangsa Indonesia menghadapi masalah yang berkaitan dengan ideologi yaitu adanya
paham komunisme yang dianggap merusak kewibawaan pemerintah. Kondisi
pemerintahan yang semakin buruk dan pertentangan ideologi yang semakin kompleks,
menyebabkan bangsa Indonesia mengalami tragedi yang disebut dengan tragedi
Gerakan 30 September (G30SPKI) pada tahun 1965. Tragedi ini menyebabkan
berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan digantikan dengan pemerintahan baru yang
dikenal dengan kekuasaan Orde Baru.

Nasionalisme di Era Orde Baru


Orde Baru yang dibangun di atas luka bangsa karena adanya pertentangan
ideologi yang hampir memporakporandakan bangsa Indonesia. Terlihat sekali
pemerintah Orde Baru berusaha untuk memperbaiki dan menegakkan kembali
kewibawaan pemerintah melalui pembangunan yang dikenal dengan konsep PELITA
yaitu Pembangunan Lima Tahun. Tujuan pembangunan tersebut yaitu mengubah

12
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Karena adanya rencana pembangunan dengan konsep PELITA inilah,
pemerintah membuat suatu kebijakan yang bersifat sentralistik atau terpusat. Secara
ekonomi, bangsa Indonesia mengalami perbaikan dibandingkan masa Orde Lama.
Akan tetapi, keberhasilan ekonomi tidak diimbangi dengan kebebasan berpendapat.
Di bidang sosial budaya terjadi pergeseran pengertian gotong royong dan
azas kekeluargaan dimana dalam birokrasi dan partai politik azas kekeluargaan
berubah menjadi keluarga sendiri yang berkuasa, demikian juga hal lainnya. Selain
itu, maraknya korupsi di kalangan pejabat semakin tidak tersentuh oleh hukum.
Nasionalisme era Orde Baru yang cenderung state oriented, tidak
memberikan ruang yang bebas untuk berpendapat karena negara memegang kontrol
utama. Nasionalisme lebih diarahkan kepada kepatuhan terhadap para pemegang
kekuasaan. Dalam rentang waktu 30 tahun Orde Baru menumbuhkan korupsi, kolusi
dan nepotisme yang semakin marak di kalangan para pejabat serta kesenjangan sosial-
ekonomi yang sangat terasa perbedaannya.
Pada tahun 1998, Indonesia terkena dampak dari krisis moneter global yang
menyebabkan tingkat inflasi yang sangat tinggi sehingga menyebabkan perekonomian
Indonesia mengalami kelumpuhan. Masyarakat yang merasa tidak puas dengan belenggu
kebebasan secara politik, didera kondisi ekonomi yang mencekik, pada akhirnya
menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru tanah
air. Demonstrasi nasional besar-besaran ini, berhasil menurunkan kepemimpinan
pemerintahan Orde Baru yang telah menduduki kursi pemerintah selama 30 tahun.

Nasionalisme di Era Reformasi


Nasionalisme Era Reformasi mengalami tantangan yang berbeda dengan zaman-
zaman sebelumnya, dimana permasalahan yang dihadapi negara semakin kompleks.
Terlebih pada zaman ini, masyarakat sudah mulai mengenal yang namanya gawai yang
memudahkan akses terhadap berita, komunikasi dan sebagainya.
Di tengah situasi yang semakin kompleks, masyarakat Indonesia harus dapat berdiri di
atas kaki sendiri dalam membangun bangsa dan negara. Tantangan demokrasi di masa
depan adalah bagaimana pemerintah dapat mewujudkan pengakuan politik yang
menjamin hak-hak individu untuk dapat hidup berdampingan tanpa membeda-bedakan
ras, golongan, agama, daerah maupun pandangan politik.

Keberagaman Bangsa Indonesia


Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang memiliki sangat banyak
kemajemukan, karena bangsa Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari lima

13
pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, serta ribuan pulau-
pulau kecil. Akan tetapi lebih dari itu berupa komunitas manusia dengan ratusan warna
lokal dan etnis. Di sinyalir oleh beberapa sumber, jumlah etnis dengan Menurut banyak
sumber, bangsa Indonesia memiliki perbedaan etnis lebih dari 300 ribu. Hal ini
menunjukkan tingkat keberagaman yang cukup tinggi sehingga dapat menjadi kekayaan
tersendiri bagi bangsa Indonesa, namun juga tidak boleh dianggap remeh, karena dapat
menjadi sebuah tantangan bagi nasionalisme bangsa Indonesia.
Keberagaman masyarakat Indonesia yang multikultural dan pluralistik baik dari
segi suku, budaya, etnis, dan agama menunjukkan pentingnya Pancasila yang merupakan
kristalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia, artinya Pancasila
mengkristalisasikan nilai-nilai budaya Indonesia yang ada dalam sejarah dengan nilai-
nilai budaya Indonesia itu sendiri. Adanya perkembangan zaman membuat budaya dari
nenek moyang bangsa Indonesia yaitu nilai-nilai adat dan norma serta kearifan lokal
mengalami pergeseran dan penurunan. Hal ini harus bisa direspon bangsa Indonesia agar
dapat menjadi solusi dari adanya permasalahan tersebut, sehingga kearifan lokal akan
tetap menjadi identitas bangsa Indonesia.
Terdapat dua faktor yang memengaruhi perubahan nilai sosialkultural, yakni
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal, diantaranya yaitu, pengaruh dari
globalisasi, deideologisasi politik pada tingkat global, perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi, neokapitalisme dan neoliberalisme yang semakin memacu gaya hidup
masyarakat menjadi pragmatis, konsumtif, dan individualis. Sedangkan faktor internal
dipengaruhi oleh melunturnya nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai lokal termasuk kearifan
lokal yang mungkin juga terjadi karena faktor eksternal.

Kearifan Lokal Bangsa Indonesia


Kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan ilmu pengatahuan dengan
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
lokal untuk menjawab berbagai permasalahan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kearifan berarti kebijaksanaan;
kecendikiaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam berinteraksi. Lalu kata lokal berarti
tempat atau pada suatu tempat; suatu tempat tumbuh; terdapat; hidup sesuatu yang
mungkin berbeda dengan tempat lain; suatu tempat bernilai yang mungkin berlaku
setempat atau mungkin berlaku universal. Sedangkan secara etimologi, local wisdom
atau kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).
Kearifan lokal mempunyai sebutan lain untuk dapat memahami maknanya, yaitu
kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge), dan
kecerdasan setempat (local genius).

14
1. Kearifan lokal (local wisdom), pada dasarnya setiap kelompok masyarakat memiliki
kearifan lokal, yang dianggap memiliki nilai dan fungsinya sendiri dalam aspek
kehidupan.
2. Pengetahuan lokal (local knowledge), berarti segala hal yang berkaitan dengan bentuk
lokal baik melalui suatu karya/produk, ciri khas, dan juga kegiatan dari suatu daerah
tertentu.
3. Kecerdasan setempat (local genius), merupakan total dari ciri kebudayaan yang
dipunyai bersamaan oleh masyarakat sebagai hasil dari apa yang terjadi di masa
lampau.

Hakikat dari local genius adalah:


a.Selektif terhadap masuknya budaya asing,
b.Mampu mengkoordinir unsur yang berbeda dari budaya luar,
c.Adanya kemampuan untuk menggabungkan unsur budaya asing ke budaya asli suatu
daerah,
d. Memiliki kendali terhadap arus globalisasi yang membawanya masuk budaya lain, dan
e.Mengerti arah terhadap budaya baru yang berkembang.

Kearifan Lokal Sebagai Identitas Bangsa Indonesia


Dalam konteks bangsa Indonesia, kearifan lokal dapat dipandang sebagai
indentitas bangsa, yang memungkinkan proses transformasi secara lintas budaya yang
akhirnya akan melahirkan budaya nasional. Misalnya Pendopo dalam arsitektur Jawa
yang bertumpu pada keselarasan alam dengan konsep terbuka yang menjamin sirkulasi
udara yang lancar walaupun tanpa penyejuk ruangan.
Kearifan lokal dalam wujud gotong royong misalnya Warteg, yang dalam praktiknya
terjadi penggiliran pengelolaan warung sebagai implementasi nilai gotong royong dalam
tata sosial dan ekonomi dengan memberikan peluang kerja bagi kerabat atau warga
masyarakat lingkungan tersebut.
Ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, pada dasarnya telah mengakomodasi kearifan
lokal yang telah hidup pada masyarakat Indonesia, misalnya nilai gotong royong, sesuai
dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Hal tersebut juga diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945, terutama Pasal 33 yaitu tentang asas kekeluargaan.

Bentuk dan Contoh Kearifan Lokal Bangsa Indonesia


Bentuk kearifan lokal, menurut Kun Maryati dalam Sosiologi: Kelompok Peminatan
Ilmu-Ilmu Sosial (2013), adalah sebagai berikut:
1.Dalam karya-karya masyarakat

15
Contohnya: Seni batik, yang merupakan karya seni dengan motif yang indah dan
memiliki makna yang mendalam.
2.Dalam pemanfaatan sumber daya alam Contohnya:
•Tradisi Tana 'Ulen di masyarakat Dayak (Kalimantan), yaitu tradisi dimana masyarakat
sangat menghormati alam dan dilarang keras melakukan hal-hal negatif yang merugikan
alam di wilayah Tana 'Ulen.
•Awig-Awig di Lombok Barat dan Bali, merupakan kearifan lokal yang menjadi
pedoman dalam berperilaku, terutama dalam hal berinteraksi dan mengolah sumber daya
alam di lingkungan sekitar Lombok Barat dan Bali.
•Bebie merupakan kearifan lokal yang berkembang di wilayah Muara Enim (Sumatera
Selatan), yang berupa kegiatan menanam dan memanen padi secara bersama-sama
dengan tujuan agar panen cepat selesai.
3.Dalam bidang pertanian
Contohnya yang diterapkan di Jawa:
•Nyabuk Gunung atau Ngais Gunung, yaitu sistem pertanian di dataran tinggi tanpa harus
mengubah kontur tanah.
•Pranoto Mongso, yaitu aturan yang didasarkan pada naluri dari leluhur, dan dipakai
sebagai dasar untuk mengolah pertanian, pranoto mongso memberi arahan kepada petani
untuk bercocok tanam dengan cara mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso (musim)
yang bersangkutan.
Menurut kutipan Menggali Kearifan Lokal Nusantara (2006), karya Sartini,
menyebutkan pentingnya peran dan fungsi kearifan lokal, diantaranya sebagai berikut:
1.Sebagai konservasi dan pelestarian Sumber Daya Alam (SDA),
2.Sebagai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM),
3.Sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
4.Sebagai sumber petuah/kepercayaan/sastra dan pantangan,
5.Sebagai sarana membentuk dan membangun integrasi komunal,
6.Sebagai landasan etika dan moral. Nilai-nilai kearifan lokal:
1.Nilai religi,
2.Nilai gotong royong,
3.Nilai seni,
4.Nilai sejarah, dan
5.Nilai ekonomi.
Contoh Implementasi Budaya Lokal Sebagai Penguat Nasionalisme Kebudayaan
adalah keseluruhan kegatan yang meliputi sebuah tindakan, perbuatan, tingkah laku, dan
hasil karyanya yang diperoleh dari sebuah pengalaman. Kebudayaan merupakan warisan
nenek moyang atau leluhur yang patut untuk dijaga kelestariannya. Misalnya nyadran

16
atau mangangan atau sedekah bumi yang merupakan sebuah budaya ya di mana hampir
setiap daerah melaksanakannya dengan ciri khasnya masing-masing. Nyadran
merupakan upacara adat dalam rangka memberikan sebuah penghormatan atau rasa
syukur kepada ada Tuhan Yang Maha Esa atas panen yang melimpah ruah.
Dalam Nyadran terdapat inti budaya Jawa bahwa manusia tidak hanya sekedar berurusan
dengan Tuhan, namun manusia juga ga bersandingan hidupnya dengan alam semesta
sehingga terciptalah keselarasan.Nilai-nilai yang terkandung dalam adat Nyadran:
1.Religius, karena diawali dengan berziarah ke makam leluhur dengan membersihkan
makan bersama kemudian dilanjutkan tahlil atau membaca doa bersama serta ceramah
dari tokoh agama.
2.Toleransi, dimana tidak semua masyarakat paham dengan adanaya Nyadran namun
terdapat sisi toleransi untuk ikut serta menghadiri upacara Nyadran tersebut.
3.Gotong royong, terlihat dalam persiapan upacara dimana masyarakat bersama-sama
datang dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.
4.Tanggung jawab, masyarakat sebagai pewaris budaya bertanggung jawab untuk
melestarikan upacara Nyadran.
Eksistensi budaya lokal Nyadran tetap dilestarikan karena upacara ini
mengandung nilai-nilai luhur yaitu religius, toleransi gotong royong tanggung jawab
yang secara tidak langsung akan menumbuhkan sikap nasionalisme dan bisa menjadi
benteng terhadap ideologi terorisme dan transnasionalisme terhadap bangsa Indonesia.
Cinta terhadap daerah akan membuat bangga dan pertahankan budaya lokal yang ada

D. Sendi – Sendi Nasionalisme


Nasionalisme merupakan kesadaran dan kebanggaan bernegara yang
menimbulkan sikap dan perasaan yang lebih mementingkan kehidupan nasional di atas
kepentingan pribadi, golongan, daerah ataupun partai yang diwakili. Nasionalisme juga
dapat dipandang sebagai usaha nation buiding yang berarti mengubah loyalitas
masyarakat dari loyalitas yang sempit, yaitu loyalitas terhadap suku, agama, ras dan
sebagainya, menjadi loyalitas yang lebih luas, yaitu bangsa (dalam Martaniah, 1990).
Nasionalisme Indonesia menurut Soekarno (dalam Irwan, 2001), bukanlah jingo
nasionalisme atau chauvinisme, dan bukan pula suatu tiruan atau kopi dari nasionalisme
barat. Nasionalisme adalah nasionalisme yang menerima rasa hidupnya sebagai wahyu.
Abdulgani (1964) mengemukakan tiga macam teori terbentuknya sebuah bangsa, yakni:
(1) Cultur-natie-theorie (teori kebudayaan) yang menyebutkan bahwa bangsa adalah
kelompok manusia yang memiliki persamaan kebudayaan; (2) Staats-theorie (teori
negara) yang menyebutkan bahwa suatu bangsa timbul karena adanya negara, sehingga
negara harus ada terlebih dahulu untuk membentuk sebuah bangsa; dan (3) Geveols-
natie-theorie (teori kemauan, keinginan) yang menjelaskan bahwa syarat mutlak
17
timbulnya suatu bangsa adalah adanya keinginan untuk hidup bersama dalam ikatan
suatu bangsa, dan tidak memerlukan adanya persamaan kebudayaan, ras atau agama.
Dari ketiga teori tersebut, nasionalisme Indonesia cenderung mengikuti teori yang
ketiga, yaitu geveols-natie-theorie karena bangsa Indonesia memiliki beragam ras, agama
dan kebudayaan yang khas satu sama lain. Berdasarkan sejarah kelahirannya,
nasionalisme atau kebangsaan pada masa lampau merupakan suatu jalan tengah di antara
dua kubu ekstrimitas yaitu kegelapan imperialisme atau kolonialisme dengan kebodohan
etnosentrisme (Rachmat, 1996). Seiring dengan perkembangan dan perubahan kehidupan
dunia, nasionalisme masih relevan dan kembali sebagai jalan tengah antara genderang
globalisasi dan kebangkitan etnosentrisme di tengah masyarakat dunia. Pergeseran tata
sendi kehidupan, menyebabkan banyak hal dalam nasionalisme yang lampau, menjadi
usang dan kurang bermakna pada masa sekarang ini. Sebagai contoh, slogan “hidup atau
mati”, “right or wrong is my country” bukan saja terdengar asing tetapi juga dirasa naif,
karena saat ini kesadaran terhadap persamaan hukum dan penghormatan hak asasi
manusia menjadi hal yang esensial, melebihi rasa kebangsaan yang tidak pada tempatnya.
Pembinaan dan penyadaran terhadap makna kebangsaan tidak lagi hanya mengandalkan
trend sloganistik yang pada batas tertentu hanya akan menumbuhkan romantisme yang
tenggelam pada masa lampau dan mengaburkan makna (substansi) dari nasionalisme
yang hakiki. Walaupun demikian, slogan dan simbol tetap diperlukan dalam
menumbuhkan identitas nasional, sepanjang slogan dan simbol tersebut bersifat relatif
jujur dan proporsional (Rachmat, 1996).
Soekarno, salah satu founding father negara Indonesia menyatakan bahwa suatu
bangsa adalah suatu individualitas dan sebagaimana suatu individu, setiap bangsa
memiliki perangai sendiri, yang berbeda dengan perangai bangsa lain. Soekarno juga
mengajukan adanya syarat teritorial untuk mendefinisikan suatu bangsa, yaitu
sekelompok manusia yang memiliki kemampuan bersatu yang kuat, mempunyai perangai
bersama yang kuat, yang hidup dalam suatu daerah geopolitik yang merupakan suatu unit
keseluruhan yang jelas. Sebagai contoh, Indonesia merupakan suatu unit yang
teritorialnya meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. Sebutan
Sunda, Jawa, Minangkabau, Bugis atau Ambon bukanlah menunjukkan suatu bangsa,
karena bagian-bagian tersebut merupakan bagian dari unit Indonesia. Namun syarat yang
diajukan Soekarno tersebut mendapat sanggahan dari Legge (1972) yang menunjuk
Yahudi sebagai contoh. Bangsa Yahudi memiliki kesatuan nasional yang kuat selama
berabad-abad walaupun bangsa Yahudi tidak memiliki kesatuan teritorial. Kohn (1984)
menambahkan bahwa tidak ada faktor hakiki yang menentukan terbentuknya suatu
bangsa. Hal terpenting terbentuknya sebuah bangsa adalah keinginan untuk hidup
bersama. Sebagai wujud nasionalisme seseorang harus bersedia menyerahkan

18
kesetiannya yang tertinggi kepada negara kebangsaan. Unsur pokok dari kebangsaan
adalah menjunjung tinggi komitmen terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
telah disetujui melalui proses politik yang demokratik.
Molinari (dalam Kohn, 1984) berpendapat bahwa faktor ekonomi merupakan hal
utama terbentuknya bangsa karena negara dibentuk dengan tujuan untuk melindungi dan
menjamin kenyamanan harta benda dan kontrak-kontrak ekonomis yang dilakukan
warganya. Pembentukan bangsa mengisyaratkan adanya suatu ekonomi nasional yang
dibina secara sistematik oleh negara, yang dalam abad 19 disebut dengan proteksionisme.
Sementara itu, Snyder (1968) menganggap bahwa motivasi psikologis merupakan hal
yang berperan penting dalam pembangunan nasionalisme. Pada akhir perang dunia II,
ketika resesi besar menimpa negara-negara kolonial yang diikuti meningkatnya kekuatan
pada kelompok masyarakat yang tersisihkan, nasionalisme menawarkan harapan adanya
kebebasan dan persamaan. Nasionalisme menjadi kompensasi bagi masyarakat yang
merasa frustasi.
Cara Mempertahankan Nasionalisme
Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang integralistik, yang berarti tidak
membeda-bedakan masyarakat atas dasar golongan seperti agama, ras, atau yang lainnya.
Segala keanekaragaman di Indonesia memiliki posisi, hak, dan kewajiban yang sama di
mata negara.
Masalah dalam mempertahankan nasionalisme saat ini tengah menghadapi tantangan
yang berat. Sebagai masyarakat Indonesia kita harus melakukan upaya-upaya agar
nasionalisme terus berkembang di masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan mewujudkan semangat nasionalisme untuk menjadi senjata utama dalam
menyatukan solidaritas disaat melawan konflik.
Masyarakat Indonesia sendiri pada dasarnya telah memiliki bekal karakter yang kuat
dalam menghadapi konflik berupa kesadaran alamiah. Kesadaran alamiah untuk hidup
damai penuh kerukunan merupakan modal utama dalam menguatkan karakter bangsa di
tengah berbagai tantangan saat ini. Di zaman globalisasi seperti ini, antarnegara berusaha
untuk menjadi negara paling kuat. Dalam persaingan seperti ini, muncul pemahaman
akan pentingnya membangun ketahanan nasional yang berbasis nasionalisme sebagai
identitas dan juga karakter bangsa. Tanpa nasionalisme sebagai karakter bangsa yang
utama, maka akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk maju dan bersaing dengan bangsa
lain secara bersama-sama.
Semangat nasionalisme yang dimaknakan suasana batin yang melekat dalam diri
individu sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari bangsa bisa dituangkan dalam
bentuk kesadaran dan perilaku yang cinta tanah air, memelihara persatuan kesatuan, serta
rela berkorban dalam membela bangsa dan negara. Semangat nasionalisme harus

19
ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa termasuk kepada seluruh individu warga
negara Indonesia.
Kita mahasiswa sebagai generasi muda bangsa Indonesia harus membangkitkan
semangat nasionalisme dan cinta tanah air yang sedang meredup ditengah masalah
bangsa ini.
Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk menumbuhkan dan
meningkatkan semangat nasionalisme bangsa ini diantaranya; 1. Perlu adanya redefinisi
terhadap pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam individu bangsa
Indonesia khususnya mahasiswa sebagai agent of change. 2. Menanam semangat
nasionalisme pada posisi yang benar untuk memangun keunggulan yang kompetitif. 3.
Pemerintah mempercepat distribusi pembangunan di semua daerah agar tidak tumbuh
semangat etnonasionalisme dalam diri bangsa maupun pemuda.
Setelah mengetahui cara menumbuhkan sikap nasionalisme kita juga harus senantiasa
menjaga sikap nasionalisme itu seperti; 1 senantiasa melakukan pendidikan politik dalam
rangka meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara dengan
penuh tanggung jawab didalamnya, 2 senantiasa memelihara semangat, tekad, disiplin,
dan meningkatkan partisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan, dan 3. senantiasa
meningkatkan sikap disiplin nasional dan tanggung jawab sosial untuk menumbuhkan
sikap tenggang rasa.

E. Konseptualisai Metodologis Nasionalisme

Dalam studi semantik kata nation berasal dari bahasa Latin yaitu natio yang
berakar pada kata nascor yang bermakna ‘saya lahir’, atau dari kata natus sum, yang
berarti ‘saya dilahirkan’. Dalam perkembangannya, kata nation merujuk pada bangsa
atau kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu negara. Hans Kohn
berpendapat bahwa nasionalisme merupakan suatu paham yang memandang bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan.
Sedangkan dalam konsepsi politik, nasionalisme dianggap sebagai ideologi yang
mencakup prinsip kebebasan, kesatuan, kesamarataan, serta kepribadian suatu kelompok
dalam usahanya merealisasikan tujuan politik berupa pembentukan dan pelestarian
negara.
Ada beberapa konsep atau istilah yang berkaitan atau berhubungan dengan nasionalisme
antara lain sebagai berikut:
1. Patriotisme
Patriotisme merupakan sikap dan tindakan yang dilakukan dengan penuh semangat
rela berkorban untuk kemerdekaan, kemajuan, kejayaan, dan kemakmuran bangsa.
Dalam konsep patriotik tidak selalu berhubungan dengan lingup bangsa dan negara,
20
tetapi juga dalam lingkup bermasyarakat.
2. Chauvinisme
Chauvinisme merupakan rasa cinta tanah air yang berlebihan dengan mengagungkan
bangsa sendiri dan merendahkn bangsa lain atau dengan kata lain dapat diebut fanatik.
3. Sukuisme merupakan suatu paham yang memandang bahwa suku bangsanya lebih baik
dibandingkan dengan suku bangsa yang lain.
Konseptualisasi metodologis nasionalisme diperoleh dari sudut pandang
nasionalisme sebagai fakta sosio psikologis, dimana berperan sebagai tindakan golongan
dapat dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu aspek cognitive , aspek goal/value-orientation,
dan aspek affective. Menurut Levy dalam Kartodirdjo (1967: 43) bahwa ketiga aspek
tersebut apabila diuraikan lebih jauh, maka akan lebih jelas fenomena-fenomena sosial
yang mendorong kearah kemajuan suatu bangsa yakni sebagai berikut:
1) Aspek Kognitif
Setiap tindakan manusia mencakup beberapa unsur pengenalan yang memungkinkan
orang mencari penyesuaian atau perwujudan situasi yang dialaminya. Pengenalan situasi
sosial di dalam masyarakat harus dicari ke belakang di masa yang mendahului pergerakan
nasional. Salah satu pergerakan nasional yakni pergerakan emansipasi yang dilakukan
oleh Raden A. Kartini dimana beliau menjadi pelopor emansipasi wanita pada akhir abad
ke XIX, pergerakan tersebut merupakan perwujudan dari kesadaran yang tumbuh karena
situasi sosial. Dari pergerakan itu, Raden A. Kartini dengan tulisan-tulisannya telah
menunjukkan tanda-tanda perubahan jaman seperti yang dialami bangsa Indonesia pada
waktu itu.
Setelah adanya gerakan emansipasi, dorongan ke arah kemajuan semakin
bertambah pesat, terutama dalam bidang pendidikan yang dapat dilihat dari kegiatan
kegiatannya. Salah satu inti pendukung cita-cita emansipasi dalam bidang pendidikan
adalah adanya golongan mahasiswa dari sekolah dokter Jawa yang mencetuskan cita-cita
organisasi sebagai bentuk konkrit dari solidaritas golongan. Budi Utomo sebagai
organisasi pertama adalah hasil ciptaan
Berkaitan dengan atau dicirikan oleh faktor-faktor sosial dan psikologis yang
saling terkait. Organisasi pemuda yang didirikan oleh beberapa mahasiswa STOVIA.
golongan mahasiswa tersebut. Hadirnya golongan asing yang memiliki kebudayaannya
sendiri menimbulkan adanya kesadaran akan perbedaanperbedaan yang semakin lama
terasa adanya diskriminasi di semua bidang kehidupan. Dengan diskriminasi-
diskriminasi ini rakyat menjadi sadar akan keadaan bangsa yang terkebelakang serta tidak
adanya persaman dan kesetaraan hak. Kehadiran kolonial di bumi Indonesia
menyebabkan rakyat Indonesia sadar bahwa mereka telah dikuasai dan dibuat tunduk
kepada mereka. Sebagai reaksi kesadaran akan hal itu, kemudian timbul hasrat-hasrat

21
akan kemajuan, seperti perlunya pendidikan didalam proses pergerakan nasional dan
munculnya kesadaran untuk melancarkan tindakan bersama guna mewujudkan suatu
perbaikan. Dengan demikian, tujuan adanya Budi Utomo mencerminkan kesadaran
tersebut, oleh karena itu pada waktu Budi Utomo disambut dengan ungkapan “Si Manis
Telah Bangun” (Kartodirdjo 1967: 45).

2) Aspek Goal-Orientation
Aspek goal-orientation merupakan aspek yang berhubungan erat dengan
pemusatan perhatian terhadap ide teologis dari pergerakan nasional yang dinyatakan
sebagai tujuan organisasi dan yang menjadi dasar dari tindakantindakan yang dilakukan.
Dilihat dari kriteria kebebasan dan kesatuan nasional sebagai unsur nasionalisme, tujuan
pergerakan nasional mengalami kemajuan, dimana sebelumnya hanya berkisar pada
masalah sosial budaya yang kemudian hingga saat ini sudah mengarah pada
permasalahan politik. Kesatuan politik pergerakan Nasional memperoleh manifestasinya
dalam mengorganisasikan diri ke dalam PPPKI pada tahun 1927, sebagai pusat
organisasi-organisasi nasional yang memiliki tujuan kemerdekaan politik dan ekonomi.
Cita-cita pergerakan nasional bagi kesatuan diwujudkan pada kongres Indonesia raya
tahun 1937 dan gapi tahun 1939, dimana aspirasi politik telah dinyatakan pada tanggal
28 oktober 1928 yang dikenal sebagai hari sumpah pemuda dengan semboyan “Satu
Nusa, Satu Bangsa Dan Satu Bahasa” (Pringgodigdo 1984: 46).

3) Aspek Affective
Aspek affective duwujudkan dalam bentuk kesadaran dan berbangsa dalam
menghadapi situasi kolonial, dimana bangsa Indonesia masih mengalami masalah
psikologis sebagai akibat dari kondisi-kondisi sosial yang dialami pada masa kolonial.
Hal tersebut tidak berhubungan dengan Kecerdasan, perasaan rendah diri, takut, benci,
kebutuhan akan keamanan, Perlindungan, perasaan kekeluargaan dan sebagainya.
Namun masalah itu dikaitkan dengan munculnya perasaan emosional yang kemudian
dapat mencipatakan tenaga pendorong bagi Pergerakan nasional. Menurut Kartodirdjo
(1967: 48) yang dimaksud faktor affective merupakan suatu reaksi-reaksi emosional yang
biasanya ditandai oleh simpati, antipati, benci, takut, marah, sayang dan sebagainya.
Pentingnya Nasionalisme dalam Diri Setiap Orang
Nasionalisme merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sikap Nasionalisme merupakan bentuk kencintaan warga negara terhadap
tanah airnya. Oleh karena itu, setiap warga negara haruslah memiliki sikap Nasionalisme
dalam dirinya. Selain itu, nasionalisme juga merupakan alat pemersatu bangsa. Hal ini
dibuktikan pada saat perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya, sebelum

22
mengenal nasionalisme, perjuangan meraih kemerdekaan masih bersifat kedaerahan.
Barulah ketika bangsa Indonesia mengenal nasionalisme, mereka mulai sadar akan
pentingnya persatuan, dan dengan adanya persatuan dan kesatuan, akhirnya bangsa
Indonesia dapat mencapai kemerdakaan.
Sikap Nasionalisme dalam diri setiap warga negara haruslah dipupuk sejak dini,
sehingga mereka memiliki kesadaran akan kewajibannya sebagai warga negara.
Penanaman sikap nasionalisme terutama harus ditanamkan pada generasi muda saat ini,
agar mereka tidak terseret kedalam arus globalisasi dan melupakan jati dirinya sebagai
warga negara Indonesia. Itulah alasan mengapa sejak dibangku Sekolah Dasar, sudah
diajarkan pelajaran mengenai kewarganegaraan, bahkan hingga dibangku perkuliahan
pun tetap ada mata kuliah Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila. Ini semua
ditujukan agar para generasi muda saat ini mempunyai sikap Nasionalisme yang tertanam
kuat dalam dirinya, untuk melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa dalam
memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia. Seorang warga negara
yang menjunjung tinggi sikap Nasionalisme dapat terlihat dari perilakunya yang cinta
tanah air, peduli terhadap bangsanya, mementingkan kepentingan negara diatas
kepentingan individu dan golongannya, dan ikut serta dalam memajukan negaranya.
Adapun Menurut Drs. Sudiyo, ciri-ciri nasionalisme adalah sebagai berikut:
1. Adanya persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Adanya organisasi modern yang sifatnya nasional.
3. Perjuangan yang dilakukan sifatnya nasional.
4. Nasionalisme bertujuan untuk kemerdekaan dan mendirikan suatu negara merdeka
dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
5. Nasionalisme lebih mengutamakan pikiran, sehingga pendidikan memiliki peranan
penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui mengapa nasionalisme menjadi hal yang
sangat penting. Nasionalisme merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap warga
negara, karena dengan adanya nasionalisme akan membuat warga negara mempunyai
kecintaan terhadap tanah airnya. Nasionalisme juga merupakan alat pemersatu bangsa,
terlebih lagi bangsa Indonesia kaya akan keberagaman. Adanya sikap nasionalisme
membuat warga negara sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Membentuk dan Mengembangkan Jiwa Nasionalisme
Pengetahuan geopolitik Indonesia dikembangkan berdasarkan tiga faktor yang
membentuk karakter bangsa Indonesia, yaitu sejarah lahirnya negara, bangsa
Geographical Politic mempelajari fenomena politik dari aspek geografi. dan tanah air,
serta cita – cita dan ideologi bangsa. Kebangkitan dan lahirnya nasionalisme di Indonesia

23
berawal pada abad ke-20, yang ditandai oleh tiga momentum sejarah, yaitu : Kebangkitan
nasional tahun 1908 denan lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda tahun 1928 dan
Proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945.
Semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia berpijak pada sistem nilai dan
pandangan hidup bangsa Indonesia dimana tercermin dalam pidato Bung Karno (7 Mei
1953) di Universitas Indonesia, bahwa nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme
sempit (chauvinisme), tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan
(humanisme, internasionalisme) dan kemerdekaan Indonesia bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian bangsa indonesia sendiri yakni kebudayaan “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Menurut Notonagoro, nasionalisme dalam pandangan Pancasila bersifat
“majemuk tunggal” (Bhinneka Tunggal Ika). Unsur unsur yang membentuk dan
membangun nasionalisme Indonesia antara lain:
1. Kesatuan Sejarah. yaitu perjalanan sejarah sejak zaman Sriwijaya, Majapahit
kerajaraan islam, masa penjajahan, hingga peristiwa proklamasi.
2. Kesatuan Nasib dimana bangsa Indonesia memiliki persamaan nasib, yaitu
penderitaan masa penjajahan dan perjuangan mencapai kemerdekaan secara
terpisah dan bersama-sama.
3. Kesatuan Kebudayaan, budaya Bhinneka Tunggal Ika
4. Kesatuan Wilayah yaitu nusantara
5. Kesatuan Asas Kerohanian adanya kesamaan cita-cita, pandangan hidup dan
falsafah kenegaraan yang berakar dari masyarakat Indonesia sendiri.
Berikut ini cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan jiwa nasionalisme :
1. Refleksi sejarah : yaitu dengan melakukan perjalanan ke tempat-tempat berrsejarah
yang menggambarkan perrjuangan para pejuang bangsa.
2. Mengikuti upacara bendera sebagaimana yang bertujuan untuk menghargai
perjuangan pahlawan bangsa sehingga jiwa nasionalisme semakin meningkat.
3. Mempelajari karagaman budaya bangsa sehingga bisa memunculkan rasa syukur
terhadap semua yang dimiliki bangsa Indonesia dan menumbuhkan rasa cinta tanah
air.
4. Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan dimana kita dapat menanamkan jiwa
patriotisme.
5. Pengenalan tokoh sejarah, dimana kita mempelajari siapa saja dan peran apa saja yang
dilakukan untuk bangsa Indonesia.
6. Menggunakan produk dalam negeri.

Pandangan Pancasila dan UUD 1945 mengenai Nasionalisme

24
Pancasila adalah dasar negara Indonesia, dimana negara berusaha dengan
berbagai upaya untuk menegakkan masyarakat yang berketuhanan, adil dan bermoral,
mempunyai jiwa persaudaraan serta menciptakan kemakmuran masyarakat sesuai
dengan cita-cita pendiri bangsa Indonesia. Sedangkan, nasionalisme adalah sikap atau
semangat yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia dalam mencintai tanah
airnya. Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan masyarakat
Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Pandangan Pancasila mengenai Nasionalisme dapat dilihat dari lima sila yang
terkandung dalam Pancasila.
Pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” sila ini menunjukkan bahwa semua hal yang
berlaku di Indonesia, baik mengenai negara, masyarakat maupun perseorangan harus
sesuai dengan sila pertama yang merupakan dasar kerohanian serta moral masyarakat
dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kedua,“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” yang memiliki arti masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang adil dan berakhlak mulia, dimana dalam kehidupan
bermasyarakat tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi melainkan kepentingan
bersama. Di dalam sila kedua ini mengandung nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan,
mencintai sesame dan kemanusiaan.
Ketiga, “Persatuan Indonesia” dari sila ini kita dapat melihat bahwa tanpa adanya
persatuan dan kesatuan Negara Indonesia ini tidak dapat berdiri, hal tersebut dapat dilihat
dari keadaan masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural, yaitu masyarakat yang
terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan kepercayaan.
Keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan” sila ini menunjuk kepada demokrasi yang berarti dalam
melaksanakan kehidupan bernegara harus dilakukan dengan cara musyawarah.
Kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sila tersebut memiliki arti
bahwa setiap memperoleh apa yang menjadi haknya yang sama rata. Di dalam nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap butir sila tersebut, menunjukkan bahwa nasionalisme di
Indonesia adalah nasionalisme yang menolak segala bentuk diskriminasi, penindasan,
ketidakadilan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
UUD 1945 sebagai landasan memberikan pandangan bahwa batasan
nasionalisme Indonesia bertentangan dengan segala bentuk penindasan oleh manusia
terhadap manusia lain, negara atau negara lain dan suatu bangsa atau bangsa lain
(Rachmat, 1996). Hal tersebut dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 pada Alinea
pertama “Bahwa sesungguhya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan” yang memiliki pandangan pada saat rakyat Indonesia

25
dijajah oleh Belanda, mereka Bersatu sebagai bangsa Indonesia dengan tujuan untuk
meminta hak Negara Indonesia untuk merdeka dari pihak Belanda, di mana terdapat
bangsa yang dijajah, maka hal tersebut bertentangan dengan kodrat dan hakekat bangsa
yang dijajah, kodrat dan hakekat manusia. Oleh sebab itu, pihak penjajah harus
memberikan kemerdekaan bagi bangsa tersebut.
Penerapan Patriotisme sebagai Bentuk Implementasi Nasionalisme
Menurut KBBI, patriotisme adalah sikap seseorang yang bersedia mengorbankan
segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Patriotisme dan
nasionalisme memiliki kaitan erat. Untuk memiliki jiwa patriotisme seseorang harus
memiliki rasa nasionalisme terlebih dahulu. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia
perlu untuk menerapkan nilai patriotisme dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Memiliki sikap saling membantu, tolong menolong, dan kerukunan di
lingkungan masyarakat sebagai wujud dari persatuan nasional.
2. Mengakui dan menghargai keanekaragaman Bangsa Indonesia.
3. Menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi serta
kepentingan golongan
4. Membangun sikap persaudaraan, solidaritas, perdamaian serta semangat
persatuan dan kesatuan antar kelompok masyarakat.
Penerapan Nasionalisme di Indonesia
Nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mencintai bangsa
dan Negara sendiri. Nasionalisme menuntut adanya perwujudan nilai-nilai dasar yang
berorientasi pada kepentingan bersama dan menghindari segala pembenaran kepentingan
pribadi yang merusak tatanan kehidupan bersama.
Penerapan sikap nasionalisme tidak harus dilakukan dengan ikut menjaga
perbatasan, perairan atau tempat lainnya. Tapi masyarakat dapat mengamalkan atau
menerapkan sikap nasionalisme melalui kegiatan yang bisa dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam upaya menumbuhkan dan
menerapkan sikap nasionalisme bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda.
Berikut adalah berbagai cara menerapkan nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari :
1. Mencintai produk dalam negeri
Mencintai produk dalam negeri merupakan suatu upaya dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat lokal dan juga menaikkan reputasi produk lokal Indonesia di
pasar internasional.
2. Bangga akan bahasa dan budaya lokal Indonesia
Dapat dilakukan dengan mengenal, memahami, dan lebih banyak menggunakan
bahasa negeri, yaitu bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dalam
berkehidupan mencerminkan jati diri bangsa yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi.

26
Dengan bahasa Indonesia, keberagaman yang ada di Indonesia menyatu dalam
kebhinekaan tunggal ika Indonesia memiliki bermacam-macam budaya yang
semestinya patut untuk disyukuri oleh seluruh masyarakat Indonesia. Budaya sendiri
merupakan suatu identitas yang unik dan khas bagi suatu daerah karena budaya
merupakan kekayaan suatu bangsa yang diakui sebagai citra bangsa di mata dunia.
3. Mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila
Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang sudah ada di kehidupan bermasyarakat dan
sudah semestinya seluruh masyarakat Indonesia mempelajari serta memaknai nilai-
nilai tersebut. Penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadikannya
sebagai kunci untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat dan juga sejahtera.
4. Menjadikan setiap kebhinekaan yang Indonesia miliki sebagai pondasi kesatuan
Setiap keragaman suku, budaya, bahasa, agama dan kepercayaan, serta ras
antargolongan merupakan gambaran dari semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan
ini bermakna berbeda-beda tetapi bangsa Indonesia tetap menjadi kesatuan.
Tantangan Nasionalisme di Indonesia
Nasionalisme terhadap bangsa Indonesia kini menemui tantangan terberatnya,
yaitu dalam menghadapi dunia digital dan karakteristik generasi milenial saat ini. Pada
era globalisasi, teknologi berkembang semakin pesat dan akan terus berkembang secara
berkelanjutan seiring dengan berjalannya waktu.
Teknologi juga sudah menjadi sebuah kebutuhan utama dan telah menjadi
peranan penting bagi kehidupan manusia. Nasionalisme sendiri berkaitan dengan
teknologi yaitu dalam hal kuatnya pengaruh media sosial yang semakin terbuka dan
bebas. Perkembangan teknologi yang semakin pesat berbanding terbalik dengan sikap
nasionalisme di Indonesia yang semakin menurun seiring berjalannya waktu. Teknologi
bisa saja memiliki pengaruh yang positif dan negatif bagi nasionalisme, Jika dapat
digunakan dengan semestinya, maka akan diperoleh manfaat yang berguna. Namun jika
tidak, maka akan mendapatkan kerugian.
Tantangan lainnya adalah globalisasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan
budaya dalam suatu bangsa. Bebasnya budaya asing yang masuk ke Indonesia
menciptakan perubahan jiwa kebangsaan dan karakteristik masyarakat Indonesia.
Banyak generasi muda yang kini cenderung mengikuti budaya asing yang berbeda
dengan norma dan adat istiadat bangsa Indonesia. Rasa cinta terhadap produk dalam
negeri pun semakin hilang. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya produk luar
negeri yang menguasai pasar di Indonesia. Semakin majunya arus globalisasi berdampak
pada menurunnya rasa cinta dan rasa bangga terhadap budaya sendiri. Jika dibiarkan
maka semakin lama rasa bangga terhadap budaya sendiri akan menghilang dan
menimbulkan dampak negatif bagi rasa nasionalisme generasi muda Indonesia.

27
Peran Mahasiswa dalam Pengembangan Nasionalisme di Indonesia
Mahasiswa memiliki peran penting dalam upaya pengembangan ataupun
pembentukan nasionalisme bangsa Indonesia. Namun kenyatannya mahasiswa dianggap
oleh masyarakat sebagai poros bangsa yang belum dapat memberikan makna
nasionalisme seideal masa Sumpah Pemuda dan awal kemerdekaan dahulu.
Hal itu disebabkan oleh gaya hidup mahasiswa saat ini yang cenderung hedonis,
yakni dipengaruhi oleh arus globalisasi dan perubahan psikologis di usia remaja.
Lunturnya semangat nasionalisme dan kecintaan pada Negara saat ini tentu saja menjadi
sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia.
Secara umum, mahasiswa memiliki peran dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara
antara lain: mahasiswa sebagai iron stock (memiliki kepribadian yang baik dan akhlak
yang terpuji), agent of change (melakukan perubahan terkait kebijakan pemerintah),
guardian of value (menjaga nilai-nilai kebaikan yang ada di kehidupan bermasyarakat),
moral force (mencerminkan karakter dan moral yang baik sesuai dengan nilai intelektual
yang dimiliki), dan social control (kontrol terhadap kondisi pemerintah yang didasari
oleh nilai-nilai idealism yang ada).
Berikut adalah beberapa hal yang dapat mahasiswa lakukan dalam upaya pengembangan
nasionalisme di Indonesia.
1. Bersikap Kritis dengan Menelusuri Setiap Permasalahan Hingga ke Akar Akarnya
Sebagai agen perubahan bangsa dan Negara Indonesia, mahasiswa harus dapat
membangun sikap kritis dalam menghadapi situasi kehidupan, baik itu bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Sikap kritis sendiri dapat dimulai dengan mengikuti semua
perkembangan atau perubahan yang terjadi di Indonesia dan dengan logis dapat
mengungkapkan kekritisannya. Untuk itu diperlukannya kebiasaan membaca sebagai
upaya memperluas ilmu dan juga wawasan. Dengan membaca, mahasiswa dapat
mengasah kemampuannya dalam berpikir kritis karena untuk berpikir kritis diperlukan
wawasan yang luas agar dapat mengungkapkan fakta yang logis dan sesuai data.
Selain itu sikap kritis juga dapat dibangun dengan berpikiran terbuka. Dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan, berpikiran terbuka sangatlah penting agar seluruh
informasi yang ada dapat diterima dengan baik dan tetap berpikir secara rasional.
Berpikiran terbuka disini memiliki fungsi untuk mendapatkan banyak ilmu yang
menghasilkan opini objektif dan dapat diterima oleh banyak orang.
2. Mampu Menjadi Solusi Atas Permasalahan Masyarakat
Mahasiswa dituntut untuk terus mengembangkan inovasi dan kreativitas
agar kedepannya dapat menciptakan atau membuka lapangan pekerjaan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut merupakan peranan mahasiswa di masa
kini maupun masa depan. Dengan menciptakan karya nyata yang bermanfaat bagi banyak

28
kalangan dapat menjadikan mahasiswa bagian dari solusi atas permasalahan masyarakat.
Mahasiswa juga harus mampu membangun opini positif dalam kehidupan
bermasyarakat, sehingga mahasiswa mendapatkan kepercayaan dan dapat dijadikan
inspirasi oleh masyarakat.
3. Peduli Terhadap Negara dan Berkomitmen Terhadap Nasib Bangsa
Ada banyak hal di Indonesia yang harus diluruskan dan juga diperbaiki,tentunya
mahasiswa harus menyadari hal tersebut. Kepedulian terhadap Negara serta komitmen
terhadap nasib bangsa kedepannya harus diinterpretasikan oleh mahasiswa ke dalam hal-
hal yang positif dan lebih baik. Mahasiswa harus menghindari segala sikap dan tindakan
yang dapat merusak citranya, serta menghindari sikap hedonis-materialis yang kini
menghinggapi banyak mahasiswa.
Kepedulian dan nasionalisme terhadap bangsa dapat juga ditunjukkan dengan
keseriusan dan kesungguhan mahasiswa dalam menimba ilmu di bangku perkuliahan.
Dalam perkuliahan, nasionalisme juga diajarkan dalam beberapa mata kuliah, sehingga
mahasiswa dapat mengasah keahlian dan menambah wawasannya tentang nasionalisme.
Dan kemudian mahasiswa diwajibkan untuk dapat mengimplementasikan nilai-nilai
nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara

29
30
31
32
33
34
35
36
37
.

38

Anda mungkin juga menyukai