Lilis Suaedah
Ya’kub HAR
POLIGINI DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN SOSIOLOGI
(SEBUAH FENOMENA KASUS-KASUS POLIGINI DI DALAM MASYARAKAT)
@2022, Lilis Suaedah, Ya’kub HAR
ISBN:
vi + 250 hlm; 15,5x23 cm
Cetakan Pertama, Desember 2022
Diterbitkan oleh:
Lembaga Ladang Kata
Jl. Garuda, Gang Panji 1, No. 335
RT 7 RW 40 Kampung Kepanjen, Banguntapan, Bantul
Email: cetakbukudiladangkata@gmail.com
Instagram: @cetakbuku.ladangkata
www.cetakbukumurah.id
Kata Pengantar
S
ecara empiris- sosiologis di masyarakat Indonesia dan
termasuk masyarakat dunia masih banyak terjadi kasus-kasus
Poligini menyimpang atau Poligini yg disimpangkan. Dimana
mereka mempraktekan Poligini akan tetapi tidak mau bertanggung
jawab secara penuh sebagai sebuah perkawinan Poligini yg telah
disyaratkan oleh semua aturan hukum yg berlaku, seperti hukum Islam
(syari’at Islam) harus berlaku adil dan penuh tanggung jawab layaknya
pada perkawinan monogini. Dalam hukum positif sudah jelas syarat
syarat Poligini harus dipenuhi baik syarat alternatif maupun syarat
komulatif dan baru pengadilan agama mengeluarkan izin Poligini.
Semua pakar hukum dan kaum agamis sadar Poligini tidak bisa
dilarang, apalagi dihapus selama masih ada perempuan yg rela,
mau serta ikhlas dimadu, diduakan cintanya, seperti Aliyah yg rela
berbagi suami dengan perempuan lain.
Bila Poligini dilarang akan terjadi jumlah perempuan usia
nikah lebih banyak dari pada laki-lagi dan juga semakin luas
penyimpangan-penyimpangan seksual. Masalah ini dapat dilihat
dan disaksikan di Negara-Negara maju baik di Asia dan Eropa. Di
Asia Tenggara saja Singapore, Malaysia, Tunisia, dll mengizinkan
Warga Negaranya berpoligini. Negara-negara Eropa, seperti Jerman,
Bab I - Pendahuluan......................................................................... 1
PENDAHULUAN
S
udah menjadi kelirumologi di masyarakat Indonesia. Istilah
beristri lebih dari seorang disebut, “Poligami”. Istilah poligami
berasal dari Bahasa Latin, adalah: “Poly” berarti, “banyak” dan
“Gomein” atau “Gomos” berarti, “Kawin”. Dibanyak Kamus, seperti:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, The New Encylopedia Brittanica,
dan juga, Webster’s – New World Dictionary. Kata poligami diartikan,
having two or more spouse at the same time1. Artinya, seseorang2
yang mempunyai dua atau lebih pasangan hidup dalam kurun waktu
yang bersamaan3. Jadi istilah poligami bisa bermakna, “Poligini” dan
bisa bermakna, “Poliandri”.
Dalam penelitian ini seterusnya akan menggunakan istilah,
“Poligini” yang diartikan, seorang suami mempunyai istri (pasangan
hidup) lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan, having two or
more wives at the same time. Sedangkan istilah, “Poliandri” adalah,
seorang istri mempunyai suami (pasangan hidup) lebih dari satu
1 The New Encyclopedia Brittanica (USA: Encycpedian, Inc., Fifth Edition}, Vol. XVII,
hal. 312.
2 Dimaksud kata seseorang di sini bisa bermakna suami atau istri yang mempunyai
pasangan hidup lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan.
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi yang Diperbaharui), Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988, hal. 417.
B
udaya dan tradisi poligini sejak lama sudah mendunia, jauh
sebelum Agama Islam datang. Tradisi ini terdapat hampir di
seluruh Suku Bangsa atau Ummat manusia di seluruh dunia
sebelum Agama Islam – Nabi Muhammad Saw lahir. Jadi, Agama
Islam bukan yang pertama kali membawa syari’at poligini dan bukan
satu-satunya ajaran Agama yang membolehkan poligini.
Kitab Suci Alqur’an sejak awal telah menjelaskan, sebagaimana
Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum kamu (Nabi Muhammad) dan Kami
memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada
hak bagi seorang Rasul mendatangkan suatu mu’jizat melainkan
dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab tertentu” (Q.S Ar
Raid: 38).
Pada awal syari’at perkawinan itu satu Adam untuk satu
Hawwa, sebagaimana Allah SWT berfirman, “Hai sekalian manusia
bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu seorang
diri dan dari padanya Allah menciptakan istri-mu dan dari keduanya
Allah mengembang-biakan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan
bertakwalah kepada Allah dengan menggunakan nama-Nya kamu
11 Sayyid Muhammad Rasyid Ridha; Nida’ Li Lathif (Kairo: Matha’ah al Manar, 1351
H/1931 M), hal. 55-56.
12 Muhammad Quraish Shihab; Wawasan Al Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Ummat (Jakarta: Mizan, 1996), Cet ke-3, hal. 200.
13 Bahkan ada yang berpendapat, Islam besar karena poligini dan Islam jatuh
juga masalah poligini. Pendapat ini sangat keliru, sebab poligini telah ada dan
berkembang jauh sebelum Agama Islam datang. Periksa, Jamal J. Naser; Perilaku
Melawan Hegemonia Barat, hal. 204-2-5.
14 Lebih jauh periksa, Al Purwa Hadiwardoyo, MSF; Perkawinan Dalam Tradisi Katholik,
(Jogyakarta: Pustaka Kanisius, 1994), Cet ke-4.
15 Murthada Muthahhari; The Rights of Women in Islam, terjemah, M. Hashem menjadi,
Wanita di Dalam Islam (Jakarta: Lentera Basritama, 1994), cet ke-4, hal. 221.
18 Gustave le Bon; La Civilization des Arabes, hal. 421-422. Buku itu diterjemahkan
ke dalam Bahasa Arab menjadi, Hadaratul Arabi, hal. 419. Dikutip Murtadha
Muthahhari; The Right of Women in Islam, hal. 211. Abdullah Nashih ‘Ulwan; Hikmah
Poligami Dalam Islam, hal. 19.
19 Lebih jauh baca, Dale Carnegie; Petunjuk Hidup Tenteran Dan Bahagia, terjemah
Tim Hartaya (Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 2008).
20 Pendapat Schopenhauer ditambah oleh Shence mantan anggota Parlemen Prancis
yang menyatakan, perempuan Eropa lebih suka diselingkui dari pada dinikahi untuk
dijadikan istri kedua, ketiga atau keempat. Periksa buku, Poligami Dan Eksistensinya,
hal. 89.
21 Abdullah Nashih ‘Ulwan menulis buku, Hikmah Poligami Dalam Islam di tahun
1930-an, sedangkan sekarang sudah tahun 2023 kira-kira apa yang terjadi dengan
perempuan Eropa?
26 Periksa buku, Sari Sejarah Filsafat Barat, karya: Harun Hadiwijono (Jogyakarta:
Yayasan Kanisius, 1980).
27 M.A Joda al Maula Byk, Muhammad Saw al Matsalul Kamil, alih Bahasa, KH Aziz
Masyhuri menjadi, Status dan Peran Wanita Menurut Islam (Solo: Ramadhan,
1983), cet ke-2, hal. 8. Periksa juga, Musfir aj Jahrani, terjemah: Muh. Suten Ritonga
menjadi; Poligami dari Berbagai Persepsi (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal.
34-35.
28 Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, hal. 51.
29 M. A. Joda al Maula Byk, hal. 8.
33 Hamka; Sejarah Ummat Islam I (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet ke-5, hal. 201.
34 Abul Hasan Ali al Hasanny al Nadwy; Kerugian Apa yang Diderita Dunia Akibat
Kemerosotan Kaum Muslimin, terjemah, Abu Laila dan Muhammad Thohi (Bandung:
al Ma’arif, 1983), hal. 40.
35 Abul Hasan Ali al Hasanny al Nadwy, hal. 47.
36 Lehi jelas periksa buku, Perkawinan Dalam Tradisi Katholik, karya Al Puwa
Hadiwardoyo, 1994. Periksa juga buku, Kerugian Apa yang Diderita Dunia Akibat
Kemerosotan Kaum Muslimin, 1993.
37 Murtadha Muthhari, 212.
38 M. A. Joda al Maula Byk, hal. 274.
39 Abd Nashir al Atthar; Ta’addud Zaujatil Minan Nawaahid Dinniyyati wal Ijtima’ wal
Qonuniyyati, terjemah Chadidjah Nasution, hal. 275.
40 Musfir aj Jahrani; Nadzarat fi Ta’addud az Zaujat, terjemah: Muhammad Suten
Ritonga, hal. 34.
41 Ya’kub HAR; Pelecehan Hak-Hak Wanita (Jakarta: Citra Harta Prima, 1996), cet ke-1,
hal. 7.
46 Ya’kub HAR, hal. 8 lihat juga, Abul Hasan Ali al Hasanny al Nadwy, hal. 61.
47 Halabi; Sejarah Agama-Agama Dunia (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 283.
48 Abul Hasan Ali al Hasanny an Nadwy, hal. 56.
49 Dinamakan ajaran Majusi, karena mereka menyembah “api”. Suatu ajaran dari
Zarathustra yang dibawa Zarathust. Menurut Shahen Maharis, sejarah Iran melarang
orang mengerjakan sesuatu yang menggunakan api, oleh karena itu mereka
membatasi dalam soal pekerjaan yang menggunakan api, karena api dijadikan
peribadatan.
50 Abul Hasan Ali al Hasani an Nadwy, hal. 60.
51 Hamka, hal. 128.
52 Untuk sekarang di Iran ada tiga status pernikahan, yaitu: (a). Ada istri yang dinikahi
secara biasa, (b). Ada istri dinikahi secara da’im, dan (c). Ada istri dinikahi secara
mut’ah. Istri dinikahi secara biasa sesuai dengan syari’at Islam menjadi istri utama
yang mempunya hak istimewa. Istri dinikahi secara da’im adalah, istri tingkat kedua,
sedangkan istri dinikahi secara mut’ah adalah, istri pelayan. Seperti kasus Usup dan
Hesti yang dinikahi secra mut’ah. Hesti tidak bisa berkuasa apa-apa, tugas Hesti
hanya memuskan seksual Usup. Lihat, Majalah Syar’ah, 2002, hal. 20.
53 Bandingkan dengan Murtadhi Muthahhari dalam masalah ini dalam buku, The
Right of Women in Islam.
54 Biasa diartikan: “Sejarah Sosial Iran Sejak Kejatuhan Dinasti Sassania Sampai
Kejatuhan Dinasti Ummayah, karya Sa’id Nafisi.
55 Murtadhi Muthahhari, hal. 212.
56 Nurcholish Madjid; Islam Agama Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), cet ke-1,
hal. 21-22. Beliau (Nurcholish Madjid) dalam dalam menterjemahkan Surat Al
Israa, ayat 4-8 sebagai berikut: “Dan telah Kami takdirkan Bani Israil dalam Kitab,
kamu pasti akan membuat kerusakan di bumi dua kali, dan kamu akan menjadi
amat sangat sombong. Maka tatkala telah tiba janji (takdir) yang pertama dari
dua kerusakan itu, Kami bangkitkan hamba-hamba Kami yang memiliki kekuatan
dahsyat, lalu mereka merajalela di setiap pelosok negeri. Ini adalah janji (takdir)
yang telah terlaksanakan. Kemudian Kami kembalikan kepada kamu kekuasaan atas
mereka (musuh-musuhmu) dan Kami karuniakan pada kamu harta kekayaan dan
keturunan, serta Kami jadikan kamu lebih banyak jiwa (warga). Jika kamu berbuat
baik, maka kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, maka
kamu berbuat jahat untuk dirimu sendiri pula, maka tatkala tiba janji (takdir) yang
kedua (dari dua takdir kerusakan), Kami utus hamba-hamba-KU yang memiliki
kekuatan dahsyat, agar mereka merusak wajah-wajahmu, agar mereka merusak
masjid seperti mereka dahulu (pada janji pengerusakan pertama), maka Kamipun
akan kembali (memberikan azab). Dan Kami jadikan jahanam sebagai penjarah bagi
mereka yang menentang (kafir)”.
Menurut tafsir al Qur’an milik Departemen Agama pada catatan kaki nomor 848
dinyatakan, yang dimaksud dua kerusakan adalah, kerusakan pertama, menentang
Hukum Taurat, membunuh Nabi Syu’ya dan Nabi Yahya AS. Kedua juga ingin
membunuh Nabi Isa AS, maka akibat dari perbuatan itu, Yerusalem dihancurkan
dan bagi mereka, penentang kelak akan di masukan ke dalam Neraka Jahanam.
57 Nabi dan Rasul yang pernah diutus ke kaum Yahudi adalah, Nabi Ya’kub As, Nabi
Yusuf As, Nabi Musa As, Nabi Harun As, Nabi Yahya As, Nabi Zakaria As dan Nabi
Isa As. Periksa buku, Perbandingan Agama Bagian Agama Masehi, karya Ahmad
Syalabi, terjemah Fuad Muhammad Fachruddin (Jakarta: Djajamurni, 1963), cet
ke-2, hal. 22-23.
58 Nabi Ya’kub As memiliki empat orang istri dari empat orang istri melahirkan dua
belas anak. Perkembangan seterusnya Bani Israil menjadi 12 kelompok dan mungkin
saja nama Yahudi diambil dari salah satu anak Nabi Ya’kub yang bernama, Yahudza
atau Yahudas.
59 Labib M.Z, et al; Kisah Teladan Dua Puluh Lima Nabi dan Rasul (Surabaya: Bintang
Usaha, 1995), cet ke-4, hal. 32.
60 Mustafa as Siba’i; al Mar’atu Baina al Fiqh wa al Qur’an, hal. 7 dan lihat juga, Abdullah
Nashih “Ulawan; hal. 32.
61 Abdullah Nashih “Ulwan; hal. 12. Periksa juga, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha,
hal. 53.
62 Jamilah Jones dan Abu Aminah Bilal Philips; Plural Marriage In Islam, terjemah:
Machnum Hussin menjadi; Monogami dan Poligini Dalam Islam (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1996), hal. 2. Lihat juga, Abd. Nasir Taufiq al Atthar, hal. 209.
63 Jamilah Jones dan Abu Aminah Bilal Philips, hal. 2..
64 Suparman Marzuki, et al; Pelecehan Seksual (Jogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1995),
hal. 13.
65 Riwayat Herodes ini ada yang mengatakan bahwa, Herodes ini bukan Raja tapi
seorang Gubernur di Palestina. Lihat dan periksa, Ahmad Syalabi, hal. 12
66 Ahmad Syalabi, hal. 13.
67 Agama yang dibawa Nabi Isa As dalam literatur Islam dikenal, “Agama Nasrani”
untuk kaum Nasrani. Sedangkan dalam literatur Barat dikenal, “Agama Masehi” yang
nanti dikenal juga menjadi, “Agama Kristen”. Dalam perkembangannya agama ini
pecah menjadi dua, yaitu: “Katholik dan Protestan”. Agama Nasrani sama dengan
Agama Yahudi masih rangkaian Agama samawi (Agamau Tauhid) yang dalam
literatur Islam, kedua Agama ini disempurnakan menjadi, “Agama Islam”.
68 Kitab Suci Taurat bagi orang Kristen disebut, “Injil Perjanjian Lama”, adapun surat-
surat dari rasul-rasul dan paus mereka sebut, “Injil Perjanjian Baru”. Keduanya
dirangkum menjadi satu kitab yang mereka sebut, “Kitab Injil”. Nersi Islam tidak
seperti itu, Taurat tetap Taurat yang diturunkan pada Nabi Musa As dan Injil tetapi
Injil yang diturunkan untuk umat Nabi Isa As serta ada satu Kitab lagi, yaitu: “Zabur”
yang diturunkan kepada Nabi Daud As. Ketiga Kitab tersebut disempurnakan oleh
Kitab Suci Al Qur’an yang diturunkan Nabi Besar Muhammad Saw.
Orang-orang Kristen tidak mau mengakui Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul
akhir zaman, maka Kitab Injil Perjanjian Lama (Taurat) mereka buang, mereka
hilangkan, karena di dalam Kitab Taurat dan termasuk Kitab Injil yang asli mengakui
adanya Nabi dan Rasul setelah Nabi Isa As, yaitu: Nabi Muhammad Saw, seperti
terdapat pada Pasal 43: 15, 72, 14-19, 82, 11-15, 124, 11, 163, 7: 11, dan 191: 5-10, di dalam
Injil Barnabas.
69 Al Qur’an, Surat al Maaidah, ayat 72 dan Surat, Ali Imran, ayat 48.
74 Abdullah Nashih ‘Ulwan, hal. 12, juga Abd Nashir Taufiq al Atthar, hal. 114.
75 Al Purwa Hadiwardoyo, hal. 16. Juga, Hammudah Abd al ‘Ati, hal. 114.
76 Hammudah Abd al Ati, hal. 144.
pedagang, dan yang sederajat, (4). Kasta Syudra, terdiri pekerja, buru, dan orang
awan lainnya, dan masih ada kasta ke-5, yaitu: orang-orang jahat, gelandangan.
Kasta dari ajaran Manu atau Mani. Ia berkata, “Yang mutlak maha kuasa telah
menciptakan orang-orang Brahmana dari mulutnya untuk kepentingan alam
semesta. Menciptakan Ksatria dari lengan-lengannya, menciptakan Weisya dari
pahanya, menciptakan Syudra dari lengan kakinya dan membagikan tugas-tugas
kewajiban kepada mereka untuk kemaslahatan alam semesta.
Orang-orang Bramana wajib mengajarkan Weda, menyediakan sesaji-sesaji kepada
tuhan-tuhan dan mengumpulkan sedekah serta mengendalikan nafsu. Orang-
orang Ksatria wajib melindungi rakyat. Orang-orang Weisya wajib mengembala
dan mengurus peternakan, membaca Weda, berdasagang dan bercocok tanam.
Adapun orang-orang syudra tidak mempunyai kewajiban lain, kecuali melayani
tiga kasta tersebut di atas (Manusastra Bab I).
87 Kitab Kama Sutra judul aslinya, “Watsyayana”, menurut pakar sastra, kitab ini
disusun dari abad ke- 6 SM sampai dengan abad ke-6 M.
88 Kitab Watsyayana, diterjemahkan oleh I Wayan Maswinara menjadi, Kama Sutra
(Surabaya: Paramitra, 1997), hal. 175.
89 Kitab Watsyayana atau Kama Sutra, hal. 181.
93 Gustave le Bon, seorang dokter, psikolog dan sosiolog melihat poligini itu sangat
baik dilihat dari ilmu kedokteran, dari sisi ilmu psikologi dan begitu juga dilihat dari
sisi sosiologi. Gustave le Bon berpendapat, adalah anggapan atau pandangan yang
keliru tentang poligini orang-orang Timur, hendaklanyalah orang-orang Barat harus
mengkaji ulang masalah tersebut. Saya lihat dan saya yakini bahwa, poligini itu
suatu lembaga yang cemerlang dapat mengangkat standar moral orang-orang yang
mempraktekkannya, memberikan stabilitas besar kepada duanya dan keluarga dan
terakhir membuat wanita lebih terhormat dari pada wanita Eropa yang melarang
poligini (La Civilization des Arabas), hal. 421-422.
94 Ester Talke Boserup, seorang ekonom pembangunan Denmark. Ia melihat poligini
dari kaca mata ekonomi. Ia mengatakan bahwa, poligini lebih terkontrol pengeluaran
keuangan ketimbang main perempuan jalang atau selingkuh. Masyarakat Afrika
melakukan poligini, karena pertimbangan sekonomi……(Women’s Role in Economic
Development, Newyork, St Martin’s, 1970), hal. 27.
95 Arthur Christensen, seorang sosiolog Denmark berpendapat bahwa, kehidupan
keluarga lebih terjamin bagi masyarakat yang membolehkan poligini, seperti Iran
misalnya, ketimbang orang-orang Eropa yang melarang poligini (Kopenhagen:
L’Iran Sous Les Sassanudes, Edisi ke-2), hal. 322.
96 Hudson, seorang dokter berpendapat bahwa, penolakan persoalan poligini bagi
dunia Barat mengakibatkan peradaban kita {Barat) telah goyah dan bahkan hampir
runtuh. Kita saksikan bahwa, pada dekade belakangan ini adanya kecenderungan
kedua bentuk permainan seks, yaitu homoseksual dan prostitusi di kalangan remaja
(Sex’s and Comensenses, p. 58).
97 Oswald Schawara, seorang dokter. Ia berkata bahwa, rata-rata kaum wanita yang
melahirkan di luar nikah setiap tahunnya delapan puluh ribu orang akibat pergaulan
bebas, karena mereka dilarang berpoligini (The Psychoology of Sex, 1982), hal. 96.
101 Agama Idolatry adalah, agama asli orang A,merika Utara terutama di Columbia
yang menganut agama atau ajaran agama ini sebagai penyembah berhala.
102 Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, hal. 53.
103 Periksa lebih jauh, Nazhat Afza, The Position of Women in Islam (USA: The Books,
1089).
104 Ester Talke Boserup; Women’s Role in Economic Development, terjemah: Mien
Joabhaar dan Sunarto, menjadi: Peranan Wanita Dalam Perkembangan Ekonomi
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1984), hal. 27-41.
105 United Nations Economic Commision for Africa Development Section; The Treatment of
non-Monetery (subsistence) transaction With in The Framework of Natiomal Accounts,
Addis Ababa, 1960. Lihat juga, Ester Takle Boerrup, 1984.
106 Di kalangan Mazhab Sunni, Kitab Hadist Imam al Bukhari merupakan rangkir
pertama dan utama dalam, Kutub As Shittah (Kumpulan Kitab Hadist yang enam)
Kitab ini disusun oleh Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il al Bukhari dan
popilernya, Kitab Hadist Imam Bukhari (194-256 H/810-879 M).
107 Nikah al Istibbdha, menurut Murtadha Muthahhari adalah, nikah untuk mencari
keuntungan. Tujuan utama dalam pernikahan ini, untuk mendapatkan bibit unggul
yang nantinya diharapkan bisa mengangkat harkat dan martabat keturunan,
keluarga dan kabilahnya ke depan. Lihat, Murtadha Muthahhari dalam buku, The
Rights of Women in Islam, 1994.
108 Sistem perkawinan seperti ini, untuk sekarang ini banyak dilakukan remaja akibat
pergaulan bebas. Mereka melakukan free sex’s dan banyak juga dilakukan kelompok
hipis untuk sekarang ini.
110 Imam Taqiy ad Din Abi Bakr Muhammad al Husainy; Kifayah al Akhyar, Juz II, hal.
207-208. Lihat juga, Ya’kub HAR; Pelecehan Hak Wanita, hal. 37. Fiqh as Sunnah,
Sayyid Sabiq, hal. 11.
111 Musfir aj Jahrani, hal. 5-12.
112 Musfir aj Jahrani, hal. 10-12.
113 Periksa, Hilman Hadikusuma; Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Citra Aditiya
Bakti, 1995), hal. 95.
114 Nurul Anggraini; Menyikapi Sisi Samping Liku-Liku Pelacuran (Jakarta: Golden
Trayon Press, 1996). Hal. 36.
115 Sebutan, Nyai dan None adalah, perempuan-perempuan simpanan, baik itu sebagai
gundik dan selir orang bule’ si penjajah.
116 Poligini terselubung adalah, poligini yang dilakukan tidak secara terang-terangan.
Bisa dengan nikah tanpa izin istri dan pengadilan dan biasanya dilakukan nikah
dibawah tangan, nikah tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
117 Kelompok feminis adalah suatu krelompok, golongan dan/atau suatu organisasi yang
mengatas-namakan dirinya sebagai garda depan membela hak-hak asasi manusia,
khususnya membela hak asasi perempuan. Gerakan ini lahir sekitar abadi 19 yang
berupa emansipasi perempuan dan lalu berubah mebjadi frminisme. Gerakan ini
lahir di AS. Gerakan ini yang paling terkenal adalah, “Women’s Liberation”. Menurut
Arief Budiman feminis sekarang ini pecah menjadi tiga, yaitu: (i). Kaum feminis
liberal, (ii). Kaum feminis radikal, dan (iii). Kaum feminis sosial. Periksa, Arief
Budiman; Pembagian Kerja Secara Seksual, hal. 36.
118 Abdullah Nashih “Ulwan, hal, 56.
119 M. A. Joda al Maula Byk, hal. 10.
120 Al Purwa Hadiwardoyo, hal. 31.
121 M. Deden Ridwan; Melawan Hegomoni Barat: Ali Syari’ati dalam Sorotan Cendikiawan
Indonesia, Ed. (Jakarta: Lentera, 1999), hal. 200.
122 Hadist hasan diriwayatkan Abu Daud (No. 2134). At Tirmidzi (No. 1140), Ibnu Majah
(no. 1971), Ibnu Hibban (no. 1305) dan yang lainnya. Lebih jelas periksa, Yazid bin
Abdul Qadir Jawas; Panduan Keluarga Sakinah (Bogor: Pustaka At Taqwa, 2009),
cet ke-5, hal. 338.
123 Konsep dan tujuan Hukum Islam berbeda dengan konsep dan tujuan Hukum
Positif. Konsep dan tujuan Hukum Islam bukan saja pengaturan hidup di dunia
tapi yang paling utama untuk akhirat. Sedangkan konsep dan tujuan Hukum Positif
hanya untuk urusan dunia saja dan tidak ada hubungan dengan kehidupan akhirat.
Hukum Positif berintikan kepada kekuatan delik hukum, dilanggar atau sesuai
tidak delik itu dengan perbuatan subyek hukum. Bila dilanggar dan pelanggarannya
sesuai dengan delik tersebut, baru subyek hukum itu bisa dihukum dan dipenjaran.
Sedangkan pada Hukum Islam kekuatannya ada pada keyakinan atau iman subyek
hukum.
124 Periksa Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan PP No. 10 Tahun 1983.
125 Dimaksud dibolehkan poligini karena Negara menghendakinya. Dimana, sebenarnya
Negara tersebut menganut perkawinan asas monogami tapi dalam keadaan darurat
Negara mewajibkan rakyatnya untuk berpoligini, seperti Jerman pada tahun 1948.
126 Periksa, Mustafa as Siba’i, hal. 75. Juga M. Deden Ridwan, hal. 20, juga Musfir aj
Jahrani, hal. 35, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, hal. 29.
127 Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, hal. 53.
128 Periksa lebih jauh, Andre Syahreza; The Innocent Rebel: Sisi Aneh Orang Jakarta
(Jakarta: Gagas Media, 2006), cet ke-1.
129 Asas Konkordansi adalah, Hukum yang berlaku di Negeri Belanda dinyatakan
berlaku juga di Negara jajahan (Indonesia) meskipun harus ada perubahan-
perubahan di sana-sini demi untuk menyesuaikan kultur, budaya, adat istiada
dan krakter Bangsa Indonesia itu sendiri.
130 C. S. T Kansil; Penganter Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1980), cet ke-3.
131 C. S. T Kansil, hal. 195.
133 Pasal 3 UU No. 1/1974, ayat 2: Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang
suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
Pasal 4 ayat 1 Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana
tersebut dalam pasal 3 ayat 2 UU ini, maka ia wajib mengajukan permohonan
kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Ayat 2 Pengadilan dimaksud dalam
ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri
lebih dari seorang, apabila:
Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5 ayat 1 Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 UU ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan
anak-anak mereka’
Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.
134 Ibnu Ahmad Dahri; Peran Ganda Wanita Modern (t.tp., Pustaka al Kautsar, 1993),
cet ke-4, hal. 17.
135 Hetero-seksual adalah, melakukan hubungan seks bukan dengan lawan jenis
sebagaimana lazimnya antara laki-laki dengan perempuan.
A
l Qur’an mungkin satu-satunya Kitab Suci yang masih eksis
mencatat dan menceritakan sejarah poligini dan hukum
poligini, terutama poligini yang dilakukan serta dijalankan
para Nabi dan Rasul di zamannya dahulu. Dalam pembahasan ini
penulis membagi dua kelompok bahasan, yaitu:
138 Periksa Al quran Surat al Anbiya dari ayat 48-112 mengisahkan tentang Nabi dan
Rasul.
139 Periksa Al quran Surat Maryam, ayat 49.
140 Periksa al quran Surat Maryam, ayat 54. Juga al quran Surat Ash Shaaffat ayat 101-111.
141 Bangsa Israil atau kaum Yahudi cikal-bakalnya dari Nabi Ishaq As dan bangsa Arab
cikal-bakalnya dari Nabi Ismail As.
142 Periksa al quran Surat An Naml ayat 112-113.
157 Periksa al qur’an Surat al Anbiyaa, ayat 81 dan surat Saba ayat 12.
158 Periksa al qur’an surat al Anbiyaa ayat 82.
159 Periksa al qur’an surat An Naml ayat 19.
160 Hadji Ali Akbar; Apakah Benar Bahwa Laki-Laki itu Sifatnya Poligam (makalah)
dalam buku, Meninjau Masalah Poligami, Solichin Salam (Jakarta: Tinta Mas, 1959),
hal. 155.
161 Jamilah Jones dan Abu Aminah Bilal Philips, hal. 2.
– Ka’bah – dia ingin orang berhaji jangan di Mekkah lagi tapi di Negaranya (Surat
al Fiil, 1-5).
166 Abu Hasan Ali al Hassany an Nadwy, hal. 103.
168 Khairiyah Husen Thoha; Fii Tarbiyah Athfaal Muslim (t.th Daarul Mujtama, 1985),
hal. 40.
169 Dalam suatu hadist, Imam Bukhari meriwayatkan, adalah Rasulullah Saw itu sangat
pemalu lebih dari seorang perawan”. Periksa, Ibnu Soemadiy; Mengapa Rasulullah
Saw Berpoligami (t.th Bina Ilmu, 1981), hal. 23.
170 Husin Naparin; Muhammad Rasulullah Saw (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 138.
171 Periksa, Abdullah Nashih ‘Ulwan, hal. 74.
172 Muhammad Aly as Shobunny berkata, “Kamu adalah anak saya, aku telah
mewariskan sesuatu kepadamu dan kamu juga akan mewarisiku. As Shobunny;
Rawa’i al Bayan, Tafsir Ayatul Qur’an (Damaskus: Maktabah al Ghazali, 1977). Hal.
74.
174 Semua sahabat mengakui Aisyah itu istri Rasulullah Saw yang paling pintar dan
cerdas.
175 Aisyah termasuk cukup lama hidup bersama Rasulullah Saw.
176 Abdullah Nashih ‘Ulwan, hal. 87.
S
ebelum lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Indonesia
terjadi pluralis hukum perkawinan yang disesuaikan dengan
golongan suku Bangsa dan Agama. Untuk mayarakat muslim
menggunakan syariat Islam, untuk ummat Kristen menggunakan
Hukum Perdata dan Ordonansi Perkawinan Kristen, untuk ummat
di luar ummat Islam dan ummat Kristen menggunakan Hukum Adat
masing-masing. Setelah diundangkan Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 terjadi unifikasi Hukum Perkawinan. Meski
dalam praktek masih menggunakan pularisme hukum dimana
(i). Untuk tata cara dan prosedur perkawinan menggunakan UU
No. 1 tahun 1974, (ii). Untuk rukun dan syarat sah perkawinan
menggunakan Hukum Agama, syari’ah untuk ummat Islam, Hukum
perdata serta ordonansi perkawinan Kristen untuk ummat Kristen
dan (iii). Untuk pelaksanaan perkawinan menggunakan hukum Adat.
Secara garis besar politik hukum positif Indonesia dalam urusan
perkawinan masih dipengaruhi tiga jenis hukum, yaitu:
1. Hukum Perdata.
Perkataan, “perdata” dalam arti luas meliputi, “privat material”,
yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
179 Subekti; Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1983), cet ke-17, hal. 9.
180 Hukum pidana dikenal juga Hukum Publik adalah, hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan sesuatu ancaman
atau siksaan. Lihat, Kansil; Penganter Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hal.
242.
181 Periksa Pasal 26 BW, Burgelijk Wetboek atau Hukum Perdata.
182 Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, hal. 53.
183 Lebih jauh periksa, Kontjoroningrat; Manusia Dan Kebudayaan Indonesia (Jakarta:
Djembatan, 1983), cet ke-3.
184 Hilman Hadikusuma, hal. 93.
185 R. Soepomo; Bab-Bab Tentang Hukum Adat (Jakarta: Pradya Paramitha, 1986), cet
ke-10, hal. 3. Bushar Muhammad; Suatu Penganter Hukum Adat (Jakarta: Pradya
Paramitha, 1985), cet ke-3, hal. 15. R. Soerojo Wibnjodipoero; Kedudukan Serta
Perkembangan Hukum Adat Setelah Kemerdekaan (Jakarta: Gunung Agung, 1p83),
cet ke-2, hal. 212.
186 Hilman Hadikusuma, hal. 105.
187 Di Daerah bencana baik bencana alam atau bencana karena konflik lainnya laki-laki
selalu lebih banyak dari pada perempuan dan belum lagi ternyata usia perempuan
lebih panjang dari laki-laki.
188 Lilis Suaedah; Perspektif Pelaku Poligini Terhadap Poligini: Studi Kritis Terhadap
Perilaku Pelaku Poligini (Desertasi) (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012).
189 Muhammad Faiz Almath; 1100 Hadist Terpilih Sinar Ajaran Muhammad, hal. 225.
190 Yazid bin Abdul Qadir Jawas; Panduan Keluarga Sakinah, pada catatan kaki nomor
382, hal. 338.
193 Abi Daud; Sunnan Abi Daud, Jid II, hadist nomor 2133. At Tirmidzi; Sunnah At
Tirmidzi, hadist nomor 1141.
201 Hazairin; Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 (Jakarta:
Tintamas, 1975), hal. 13.
204 Lihat, Muhammad bin Abdul Azis al Musnad; Islamic Fatwa Regarding Women
(Riyad: Darussalam Publishing and Distributors, 1996), hal. 178-179.
205 Abd. Nashir Taufiq al Atthar. Hal. 106-107.
206 Hadist hasan, diriwayatkan Abu Daud, at Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al
Hakim, al Baihaqi, dan banyak lagi.
207 Periksa Tafsir Ibnu Katsir, Juz II, hal. 431.
208 Sayyid Ahmad al Hasyimi, hal. 255.
209 Seperti pernyataan, Said Aqil Siraj, Mantan Ketua Umum PBNU dan Dosen Pasca
Sarjana UNI Syarif Hidayatullah, Jakarta. (Artikel), Said Aqil Siraj; Poligami Sama
Seperti Makan Pete (Jakarta: Majalah Syar’ah No. 61/VI/Januari, 2007 – Duzhijjah
1427), hal. 87.
210 Lihat, Muhammad Ali Hasan; Masail Fiqiyah al Haditsah: Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam (Jakarta: Srigunting, 1995), hal. 21. Lihat juga, Muhammad
Quraish Shihab; Perempuan: Dari Cinta sampai Seks, Dari Nikah Mut’ah Sampai
Nikah Sunnah, Dari Biasa Lama Sampai Biasa Baru, hal. 201.
211 Alamsyah Muhammad Dja’far, Ketua Pamred Majalah Syari’ah dalam artikel;
Poligami, Majalah Syari’ah No. 61/Vi/Januari, 2007 – Duzhijjah 1427, hal. 96.
212 Muhammad Quraish Shihab dalam wawancara dengan Damanhuri dari Tabloid
Republika, hari Jum’at, 8 Desember 2006.
P
embahasan terdahulu di atas telah dikupas sejarah poligini
dari zaman pra-sejarah, zaman sejarah, hingga zaman modern
yang berperadaban canggih. Diikuti status hukum poligin dari
pelbagai pandangan hukum serta termasuk padangan hukum positif
yang sedang berlaku. Pembahasan selanjutnya peneliti berfokus pada
kajian reslita poligini dalam masyarat moder, sekarang. Pembahasa
itu meliputi, adalah:
232 Norryamin Aini; Poligami Dalam Perspektif Islam dan Feminisme (Makala) yang
disampaikan dalam, Seminar Nasional Poligami dalam Perspektif Islam dan
Feminsme, PMII, Depok, 24 November 2000, Balai Pertemuan Djiko Sutono, UI
Depok.
233 Soesmalijah Soewondo; Poligami dan Permasalahan perkawinan (Keluarga) Ditinjau
dari Aspek Psikologi (Makalah), Seminar Nasional Undang-Undang Perkawinan
dan Perspektif Masyarakat Indonesia Kontemporer, Fakultas Hukum UI, Depok,
22-11-2000.
merasa bangga mempunyai ummat yang banyak”. Lihat, Muhammad Faiz Allmath;
Qobasun Min Nuri Muhammad Saw (Damsyik: Daarul Kutub Alaarabiyah, 1794).,
hal. 225.
242 M. A, Joda al Maula Byk, hal. 48. Juga, Abdul Nasir Taufiq al Atthar, hal. 221.
243 Muhammad Quraish Shihab; Wawasan al Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Ummat, hal. 200.
244 Miftah Faridl; 150 Masalah Nikah dan Keluarga (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
hal. 131.
245 Lutfiyah Sungkar; Sewaktu diwawancarai Majalah Syar’ah, 2008.
252 Desertasi doktor Lilis Suaedah, Perspektif Pelakuk Poligini Terhadap Perilaku Pelaku
Poligini, 2012.
253 Mandul adalah tidak dapat melahirkan anak keturunan. Mandul ini bisa datang dari
pihak istri dan bisa juga dari pihak suami. Sebenarnya norma sosial, norma agama
dan norma hukum telah memberik solusi atau jalan bagi keluarga mandul, seperti
mengangkat anak, mengasuh anak orang lain. Bila yang mandul dari pihak istri,
suami dipersilahkan untuk menikah lagi bila istri yang mandul tetap dipertahankan.
Bila tidak mau dimadu bisa menempuh bercerai dengan baik. Tapi bila suami yang
mandul, istri bisa minta dicerai dengan cara baik-baik atau mengangkat anak tapi
istri tidak boleh (haram) mempoliandri suami. Menurut peneliti Ahmad Syauqi al
Fanjari, kemandulan biasanya 70% dari pihak istri dan 30% dari pihak suami.
nifas. Hukum nifas sama dengan haid. Maka wanita yang sedang nifas tidak boleh
digauli.
257 Ahmad Syauqi al Fanjari, hal. 183.
258 Murtadha Muthahhari, hal. 216.
261 Dua ciri ajaran Gereja, yaitu: (i). Pernikahan menganut asas monogami, dan (ii).
Perkawinan tak terceraikan.
262 Muhammad Faiz Almath, hal. 235.
263 Periksa Pasal 38 UU No. 1/1974 tentang perkawinan.
265 HM Djamil Latif; Aneka Hukum Perceraian di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1985), cet ke-3, hal. 33-34. Juha, Hisako Nakamura; Perceraian Orang Jawa (Jogyakarta:
Gadjah Mada Press, 1989), hal. 32-33.
266 Menarik disimak kasus Ibu Ani, setelah mengetahui suami menikah diam-diam
dengan istri mudanya. Ibu Ani minta cerai karena merasa tidak sanggup hidup
dimadu. Ibu Ani bercerai dengan suaminya, Pak Bambang. Entah pertimbangan
apa (penulis tidak tahu dan saat ditanyakan Ibu Ani tidak mau menjawab) Ibu Ani
minta rujuk dengan mantar suami, Pak Bambang. Ibu Ani rela menjadi istri muda.
Kamis, 23 Oktober 2008.
267 Li’an adalah seorang suami menuduh istri berzina tetapi tidak dapat
membuktikannya. Dalam keadaan ini untuk mempertahankan tuduhannya tidak
dapat dibuktikan itu agar luput dari hukum tuduhan, suami dapat berli’an, yaitu:
Bersumpah empat kali dengan nama Allah bahwa tuduhannya itu benar dan pada
sumpah yang kelima kalinya ia menyatakan bahwa, ia sanggup menerima laknat
Allah bila tuduhannya itu bohong (Q.S 24: 6-10). Istri dapat melepaskan diri dari
hukuman zina atas tuduhan suami dengan berli’an pula, yaitu: Bersumpah empat
kali atas nama Allah bahwa, tuduhan suami itu tidak benar dan pada sumpah kelima
ia mengatakan bahwa, ia sanggup menerima amarah Allah bila tuduhan suami itu
benar.
268 Al qur’an Surat an Nuur, ayat 4, “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka, orang yang menuduh delapan puluh kali sera dan janganlah kamu
terima kesaksiaan mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang
yang fasik”.
269 Abah haji Iyang sudah berusia di atas 60 tahun lebih menikah lagi dengan Bi
Hasanah yang berusia baru 30 tahunan. Belum sampai dua tahun usia pernikahan
Abah haji Iyang dan Bi Hasanah merndapatkan keturunan, anak. Ternyata banyak
kasus-kasus seperti ini diketemukan dalam kehidupan masyarakat.
270 Seperti penulis sendiri diusia 40 tahunan masa mestruasi sudah tidak teratur dan
itu berarti sudak mau masuk masa menopose.
271 Musfir aj Jahrani, hal. 71.
272 Menaopause adalah suatu masa seorang wanita (istri) telah berhenti masa haidnya.
Ini berarti wanita tersebut sudah tidak haid lagi. Jika wanita sudah tidak haid lagi
berarti ia sudah tidak mungkin hamil lagi.
273 Dian Nugraha dalam forum tanya jawab di RCTI tentang Wanita Dan Seks yang
ditayangkan pada tanggal 25 Februari 2001, hari minggu.
274 Masa puber kedua biasanya lebih berbahaya dari pada puber pertama karena di
puber kedua seorang laki-laki (suami) sudah berpengalaman di dalam menaklukkan
hati wanita juga mereka sudah berpengalaman nikmatnya seksual. Ditambah
mereka sudah memiliki harta. Kedudukan dan fasilitas lainnya sebagai pendukung
dalam menaklukan hati wanita.
287 Seperti itu cerita Ucup dan Hesti yang dimuat dalam Majalah Syar’ah, hal. 20.
288 Sedang viral perselingkuhan seorang ojol dengan pelanggannya. Di mana awalnya
pelanggan (perempuan) curhat dengan si ojol masalah kehidupan rumah tangganya.
Dari curhat sampai perselingkuhan, Kompas, Senin 2 Maret 2010.
289 Pos Kota Senin, 28 Juni 1999.
293 Muhammad Nawawi; Nashoih al Ibaad (Semarang: Toha Putra, t.th), hal. 19.
294 Ahmad Syauqi al Fanjari, hal. 167.
295 Al Qur’an Surat al Baqarah: 187, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari di bulan
puasa bercampur dengan istri-istrimu, mereka itu adalah pakaian bagi dirimu dan
kamu pun pakaian bagi mereka…….”.
300 Lebih jelas periksa, Chibli Maallat dan Jane Connors; Islamic Family Law (London:
Graham & Trotman, 1993), cet ke-3. Lihat juga; Tahir Mahmood; Family Law Reform
In The Muslim World (London: Swfet And Maxwell. LTD, 1972). Lihat juga, Rubya
Mehdi; The Islamization of The Law In Pakistan (CP Curzon Press, 1994).
301 Musfir aj Jahrani, hal. 71.
304 Periksa, Murtadha Muthahhari; Sexual Ethhics In Islam And In The Western World,
terjemah: M. Hashem; Etika Seksual Dalam Islam (Bandar Lampung-Jakarta: YAPI,
1408 H/1988 M), cet ke-2.
305 Periksa, Muhammad bin Ibrahim Az Zalfi; Al Fahisyatu A’ malu Qaumi Luth, terjemah
Roni Mahmuddin menjadi; Homoseks Ih….Takut: Belajar dari Kisah Kaum Nabi Luth
( Jakarta; Kelompok Mizan, 1426 H/2005 M).
306 Periksa, Erich Fromm; The Art Of Loving, terjemah: Syafi’ Alielha (Jakarta: Fresh
Book, 2008).
307 Contoh, Pak haji Munadih beristri banyak dan ternyata ayahnya beristri tiga lalu
ke atas kaekeknya juga beristri empat. Kasus seperti banyak terjadi di dalam
masyarakat. Penulis teringat ada orang berkata, “Jangan menikah dengan keturunan
haji A, nanti kamu dimadu, karena keluarga itu semua beristri lebih dari satu”.
308 Kasus seperti ini banyak terjadi di masyarakat, “Besan dengan besan menikah lagi
perpoligini”. Salah satunya Pak T yang tinggal dibilangan Jakarta Barat.
309 Terrrence H. Hull, et al; Pelacuran di Indonesia, Sejarah dan Perkembangannya
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 4-7.
316 Dimaksud era konstitusi adalah, dimana Negara-Negara telah memiliki Hukum Dasar
Negara yang tertulis, sedangkan untuk mengaturan pemerintahan menerapkan
Hukum Positif untuk setiap warganegaranya. Di dalam politik hukum suatu Negara
yang tertuang dalam Hukum Positif masalah poligini dijadikan masalah darurat.
Termasuk dalam Hukum Positif NKRI yang termuat dalam UU No.1/1974 Tentang
Pokok-Pokok Perkawinan.
317 Muhammad Idris Ramulyo; Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama dan Hukum Perkawinan (Jakarta: INO-HILL, CO, 1985), hal. 244.
318 Murtadha Muthahhari, hal. 208.
boleh dengan siapa saja selain dengan istri sah, asalkan asas suka sama suka tidak
boleh dikesampingkan. Lihat, Gustave le Bon, hal. 422.
321 Al Purwa Hadiwardoyo, hal. 23.
322 Promiskuitas adalah selain mereka memiliki istri sah, mereka juga memiliki pacar
gelap, teman kencan, selingkuhan dan yang sejenisnya. Jadi orang-orang Barat
dengan kata lain, pernikahan monogam tapi praktek seks poligin.
323 Murtadha Muthahhari, hal. 211.
326 Etos orang-orang Betawi sering berkata, “Seteh die kaya mulai bertingkeh, segala
ingin kawin lagi”. Harta kekayaan sering membuat orang gelap mata. Dia lupa istri
di rumah setia dan cantik jelita, eh dia kawin lagi sama janda beranak tiga.
327 Hussein Bahreisy; Dari Tepian Sejarah Islam (Surabaya: Bina Ilmu, 1988), hal. 11.
330 Semua kasus ini benar bukan rekayasa. Tempat kejadian pada keluarga besar peneliti
sendiri di Joglo Jakarta Barat.
334 Al Imam Abdurrauf al Manawi; Kuzuuzul Haqoo’iqi fil Hadist Khoirul Kholaa’iqi (tt,
ttp), hal. 100.
335 Soerjono Soekanto; Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 4.
339 H. Hussin Naparin; Muhammad Rasulullah Saw (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal.
142.
340 Ahmad Syauqi al Fanjari, hal. 181.
341 Bale Carnegie; Cinta, Birahi dan Seks, alih bahasa, Suherman (Langgeng, tt), hal.
102-103.
342 Dimaksud sadisme seksual adalah, berasal dari namaMarkies de Sale seorang
bangsawan Perancis yang hidup antara tahun 1740-1814 M. ia pernah dipenjarah
selama 27 tahun akibat kejahatan selsual. Selama di penjarah, ia mengisi waktunya
dengan menulis buku tentang perversi seksual yang menyimpang dari biasa.
Orang yang menderita sadisme seksual baru merasakan kenikmatan seks (orgamus)
apabila lawan bermain seksnya disakiti lebih dahulu. Misalnya sebelum melakukan
hubungan seks lawannya disiksa fisiknya. Baru ia merasa puas bila lawan bermain
seksnya semaput kesakitan. Semakin kesakitan lawan bermain seksnya, maka ia
semakin kepuasaan.
343 Murtadha Muthahhari, hal. 220.
344 Musfir aj Jahrani, hal. 72.
347 Dimaksud lady killer di sini bukan berarti perempuan pembunuh atau laki-laki
pembunuh wanita tetapi laki-laki yang suka sekali melakukan gonta-ganti pasangan
hidup wanita atau gonta-ganti pasangan seksual atau dengan kata lain, “kawin-cerai”
atau “berpetualangan seks dengan banyak wanita”. Tujuannya hanya ingin mencari
kepuasan seksual dengan banyak wanita. Lady killer termasuk salah satu penyakit
penyimpangan seksual yang harus mendapat perhatian oleh pakar seksologi.
348 Dimaksud nymphomaniac berasal dari kata Yunani yang berarti gila laki-laki.
Adalah penyakit nafsu birahi yang teramat berlebihan dan teramat kuat dorongan
seksualnya. Wanita yang terjangkit penyakit ini tidak pernah merasa puas delam
melakukan hubungan seksual terhadap banyak laki-laki mana saja. Bahkan menurut
dale Carnegie pernah berkenalan dengan gadis yang baru berusia 19 tahun dan ia
selama setahun sudah lebih dari dua ratus kali bersetubuh dengan laki-laki dari
pelbagai tipe. Dale Carnegie, hal. 53.
349 Ratu Valeria Messalina anak perempuan dari Konsul Marcus V dengan Messalina
Berbatus. Ia menjadi permaisuri pertama dari Kaisar Claudius di Roma. Ratu
ini terkenal karena kelakuannya yang kelewat batas dalam masalah seksual.
Dia menyiksa serta menyakiti lawan bermain seksnya dengan cara-cara biadab,
antara lain: Bila laki-laki tersebut sudah merasa kesakitan, menjerit, melolong
kesakitan juga hampir pingsan karena penyiksaan itu, barulah gairah seksualnya
bangkit menggebu-gebu. Ia baru berhentik penyiksaan laki-laki tersebut dan baru
dicekoki obat perangsang dan obat kuat ke mulut laki-laki tersebut. Setelah itu
baru Ratu berhubungan seksual secara brutal dan hanya kematian laki-laki lawan
main seksnya Ratu tersebut sampai pada puncak birahinya. Semua laki-laki yang
pernah memuaskan Ratu Valeria Messalina berakhir dengan pembunuhan laki-laki
tersebut.
350 Catharina van Medicia adalah Ratu dari Kerajaan Perancis pada abad ke XV. Dialah
penganjur utama atas pembunuhan besar-besaran di Paris pada tanggal 22-24
Agustus 1512. Peristiwa itu dikenal dengan sejarah, “Malam Bertholomeus”. Karena
yang menjadi korban kaum “Hugenoot”. Catharina menikmati banjir darah sambil
bermain seks dengan para pria pemuas seksualnya. Kegemaran lain Ratu Catharina
adalah memerintahkan dua orang laki-laki bertarung saling membunuh dengan
pedang di tangan masing-masing dan dalam keadaan telanjang bulat. Pemenangnya
dijadikan laki-laki pemuas seksualnya dan setelah itu laki-laki tersebut di bunuh
algojo atas perintah Ratu tersebut.
7. Falsafah falisme.
Pandangan ini adalah, pandangan acuk tak acuh dari seorang
istri asalkan semua kebutuhan hidupnya baik materi maupun
imateri dapat dipenuhi suami. Di masyarakat banyak istri yang
berpendangan fatalisme yaitu, istri cuek saja suaminya mau menikah
lagi atau mau main perempuan mana saja yang ia suka asalkan tidak
lupa kewajibannya sebagai seorang suami, atau asalkan suami siap
memberikan apa saja yang dimintanya. Seperti Ibu Hajjah Masih
cuek saja, acuh tak acuh saat mengetahui suaminya menikah lagi.
Bahkan ia sering bilang, “Kalau di rumah dia suamiku dan bila ada
di istri muda atau perempuan lain, itu tanggung jawab perempuan
tersebut”.
Pandangan fatslisme yang membuat poligini dan pelacuran
tumbuh dan berkembang dengan subur. Istri acuh tak acuh atas
perbuatan serta tingkah laku suami di luar sana. Dalam penelitian
yang dilakukan Lilis Suaedah cukup tinggi istri yang berpandangan
seperti itu, hampir 7% lebih.
351 Ichtijanto SA; Perkawinan Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam dan Wacana
Jender (Makalah), Seminar Nasional tentang Poligini Dalam Perspektif Hukum
Islam dan Wacana Feminisme, PMII, Depok, 24 Nopember 2000, FH-UI Depok.
352 Soesmalijah Soewondo; Poligami dan Permasalahan Perkawinan (Keluarga) Ditinjau
dari Aspek Psikologi (Makalah), Seminar Nasional di FH-UI, Depok, 22-11-2000.
353 “Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi wanita (istri) oleh karena itu Allah telah
melebihkan sebagai laki-laki atas perempuan beberapa derajat karena laki-laki
wajib menafkahi perempuan (Q.S 4: 34).
354 Mahmud Syaltout; Islam sebagai Akidah dan Syari’ah al Hadist, terjmah: H. Bustami
(Jakarta: Bulan Bintang, 1972), cet ke-2, hal. 135.
355 “Dan para wanita (istri-istri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya,
menurut cara yang ma’ruf akan tetapi laki-laki (suami) mempunyai kelebihan satu
derajat dari kaum wanita (istri) (Q.S. al Baqarah, 228).
Pasal 31 UU No. 1/1974 dinyatakan:
(1). Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2). Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3). Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
356 Zarkowi Soejoeti; Peran Genda Wanita Ditinjau dari Agama Islam (Semarang:
Majalah Wali Songo, LP3M IAIN Wali Songo, 1985), edisi 17, hal. 13.
362 “Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita (istri-istri) dan (anak-anak)-nya dalam
keluarga” (Q. S 4: 34).
363 “Dan pergaulilah dengan mereka (istri-istri) secara patut (baik). Kemudian jika kamu
tidak menyukai mereka (istri-istri), maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak
suka sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak” (Q. S 4: 19).
364 “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, sekalipun
kamu ingin melakukan itu…………” (Q. S 4: 129).
365 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah, manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras yang tidak pernah mendurhakai Allah……” (Q. S. 66: 6).
366 “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya. Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah, benar-benar
kezaliman yang nyata” (Q. S 31: 13).
367 Abdul ar Rahman al Jaizri; Kitab Fiqh ‘Ala al Madzhab al Arba’ah, Juz 4 (Mesir: al
Tijariyah, 1979), hal. 1.
368 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya
dan dijaikan-Nya di antaramu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terhadap tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Q. S 30: 21).
369 “Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu
(istri itu) tidak halal baginya sampai ia kawin lagi (serta bersetubuh) dengan suami
yang baru itu” (Q. S 2: 230).
“Dan nikahilah orang-orang yang tidak mempunyai jodoh di antara kamu (gadis
atau janda) dan orang-orang yang sudah layak untuk dinikahi dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan” (Q. S 30: 32).
370 “Dan ibu-ibu istrimu ……….” (Q.S 4: 23).
371 “Dan untuk dua orang ibu-bapak bagian masing-masing seperempat dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak” (Q. S 4: 11). “Jika kamu
mempunyai anak, mereka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat dan sudah dibayar hutang-
hutangnya” (Q. S 4: 12).
Pasal 180 KHI, “Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan
anak dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan
bagian”.
372 Semua hadist-hadist tersebut dipetik dari kitab hadist, 1100 Hadist Terpilih: Sinar
Ajaran Muhammad, karya Muhammad Faiz Almath, 1974.
373 Sebagai bahan pertimbangan periksa, M. Muadz D, Makalah, 2000. Dalam seminar
Nasional masalah perkawinan poligini, Depok, UI, 22-11-2000.
Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Mahammad Saw (Q.S 33: 7), (ii).
Ketika Allah SWT mengangkat Bukit Thur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh
mereka bersumpah setia kepada Allah SWT (Q.S 4: 154), dan (iii). Ketika Allah SWT
menyaksikan akad nikah (Q.S 4: 129).
383 Murtadha Muthahhari, hal. 252.
384 Jamal J Nasir; The Status of Women Under Islamic Law (London: Graham & Troman,
1990), hal. 26. Lihat juga, Nasaruddin Umar; Islam dan Masalah Poligami Pemahaman
Ali Syari’ati, dalam buku; Melawan Hegomoni Barat, hal. 205.
385 Harian Kompas, Minggu, 7 April 2004.
386 Wannimaq Hasbul, hal. 40.
387 Ibu A cerita terang-terangan kepada peneliti, hari jum’at, 28 April 2010.
388 Sayyid Quthub, hal 582. Zaki Sya’ban; Az Zawaj wa ath Thalaq, hal. 40. Musfir aj
Jahrani, hal. 56.
389 Seperti pengakuan Ibu Hajjah Nur pengusaha toko emas tidak pernah menuntut
nafkah lahir tapi ia lebih menuntut perlindungan, kasih sayang, cinta dan tentunya
nafkah seksual. Seperti pengakui Ibu Hj. Nur pada peneliti, Sabtu, 7 Juli 2007.
390 Sunnan Abi Daud, Juz I, hal. 333. Sunnan ath Thirmizi, Juz III, hal. 304. Ibnu Hajjar;
Fathul Barri, Juz IX, hal. 313. Makna hadist tersebut, “Bertakwalah kamu dalam
urusan wanita, sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan amanah
Allah, dan telah dihalalkan kepada kamu kesucian mereka dengan kalimat Allah,
dan bagimu atas mereka, yaitu tidak menginjak tempat tidurmu seseorang yang
kamu tidak sukai. Jika mereka berbuat demikian pukullah mereka dengan pukulan
yang tidak memberikan bebas. Kewajiban kamu atas mereks menafkahi mereka dan
memberikan pakaian yang baik”.
391 Sunnan ath Thirmidzi, Juz III, hal. 304. Sunnan Abi Daud, Juz I, hal. 333.
392 Salah satu kasus terjadi di Bekasi di mana ada seoang anak perempuan, sebut
bernama TS menggugat ibunya, bernama Ibu K masalah pembagian harta warisan
yang dinilai tidak adil, Harian Kompas, Rabu, 17 Juni 2005. Di tahun berikutnya
terjadi di Tangerang, Banten seorang anak menggugat orangtuanya juga gara-gara
harta warisan.
393 Justru saat ini banyak perempuan muda yang suka dengan laki-laki parubaya yang
tentunya laki-laki sedang beristri. Para wanita muda itu lebih mengincar harta dan
prestisenya mendapatkan seorang bos, misalnya, seorang direktur, misalnya atau
seorang pejabat tinggi.
394 Suatu hari Sayyidah Aisyah memotong cerita Rasulullah Saw sewaktu beliau
menceritakan hal ikwal Khadijah kepadanya, Aisyah berkata, “Bukankah ia hanya
seorang janda tua bangka, sedangkan Allah telah menggantikannya dengan yang
lebih baik (cantik dan muda) buat engkau ya Rasulullah Saw”. Rasulullah Saw berkata,
“Tidak, demi Allah! Sekali-kali Allah tidak akan menggantinya dengan orang yang
lebih baik daripadanya, karena ia telah beriman kepadaku seaktu orang-orang masih
kafir, ia telah mempercayaiku ketika orang-orang semua membohongiku, ia telah
membantuku dengan harta bendanya ketika semua orang-orang membaikutku,
daripadanya Allah memberikan keturunan yang tidak aku dapatkan dari istri-
istri yang lain”. Periksa, Muhammad Aly as Shabuni; Syubuhaatun wa Abaathilun
Khaula Ta’addudi Zaujaatirrasul, alih bahasa, Ibnu Sumadi; Mengapa Rasulullah
Saw Berpoligami (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), hal. 14-15.
A. Kasus Hukum
U
ntuk lebih menyemburnakan penelitian ini diadakan
observasi kasus-kasus hukum tentang poligini ke Pengadilan
Agama Jakarta Barat. Dalam studi ini tidak lain memuat
frekuensi dan prosorsi perkara yang diterima Pengadilan Agama
dari tahun ke tahun akan tetapi yang menjadi fokus kajian bukan
kepada jumlahnya berapa, dan di tahun yang mana yang diterima
Pengadilan. Namun dalam penelitian ini lebih berfokus masalah
izin poligininya baik yang diterima izin poligini tersebut maupun
yang ditolak pengadilan.
1. Prosedur izin poligini.
Dari suatu asumsi yang dikemukakan Jamilah Jones, Abu Aminah
Bilal Philip, Muhammad Rasyid Ridha, Ali Syari’ati, Muhammad
Quraish Shihab, Ichtijanto SA, Noeryamin Aini, dan banyak lagi,
menyatakan bahwa poligini itu sesuatu yang sulit dan berbelit.
Sehingga banyak mereka yang melakukan poligini dengan cara
sembunyi-sembunyi, diam-diam, atau menurut istilah hukum yang
395 M. Idria Ramulyo; Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan
Agama dan Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: INO-HILL, CO, 1985), hal. 244.
396 Noeryamin Aini; Poligami Dalam Perspektif Islam dan Feminisme (Makalah), Seminar
Nasional Poligami dalam Perspektif Islam dan Feminisme, PMII, 24 Nopember 2000.
397 Dalam masalah izin poligini, pemohon adalah suami yang hendak menikah lagi
dan pada saat yang sama ia (suami) mengajukan surat permohonan ke Pengadilan
Agama diwilayah hukumnya atau di wilayah hukum pemohon.
398 Lebih jelas periksa penjelasan pasal 3 ayat 2, pengadilan dalam memberikan
putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut dalam pasal 4 dan pasal 5
UU No. 1/1974 telah dipenuhi, harus memperhatikan pula apakah ketentuan hukum
perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligini.
399 Pasal 5 ayat 2 UU No. 1/1974 adalah, persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf
a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak
mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian,
atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
400 Lebih jelas ksusu izin poligini Solihin bin Madrusman, Umur 49 tahun, Agama Islam,
Karyawan Swasta, tempat tinggal RT005/RW002 Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan
Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Selanjutnya disebut Pemohon. Melawan Tukiyem binti
Parmoredjo, umur 40 tahun, Agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah tangga, alamat
s.d.a. Termohon, Solihin bin Madrusman mengajukan surat permohonan poligini
untuk menikah lagi kepada Saidem binti Sakirat, umur 33 tahun, status gadis, Agama
Islam, tempat tinggal di Dukuh Kaligowok, RT 002/RW 004, Kelurahan Kejoran,
Kecamatan Warunggoyam, Kanupaten Kebumen, Jawa Tengah. Permohonan itu
dikabulkan berdasarkan No. 13/Pdt/1999/PA.JB, oleh Pengadilan Agama, Jakarta
Barat. Dengan dasar alasan, pacar Solihin bin Madrusman bernama, Saidem binti
Parmoredjoh telah hamil.
401 Hal-hal yang tidak inginkan pemohon, bisa saja pemohon prustasi, stres dan kecewa
atau mungkin juga bisa bunuh diri atau juga mereka melakukan kumpul kebo tanpa
nikah. Sebagaimana yang disinyalir, Icttijanto, hal ini pilihan yang paling sulit badi
termohon. Tidak diizinkan mereka (pemohon dan calon istrinya) bisa berbuat
nekat, seperti kabur dan menikah di bawah tangan secara diam-diam.
402 Kasus permohonan izin poligini Drs. Katidjo Tirtonegoro bin Bunyamin, umur 58
tahun, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan P2K, Alamat Kemanggisan Ilir/Olah Raga
No. 31 C RT008/RW010 Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta
Barat, selanjutnya disebut, Pemohon, lawan Sarjiyah binti Muchtar Sucipto, umur 52
tahun, Agama Islam, Pekerjaan Sudin Olah-Raga, Alamat s.d.a. Selanjutnya disebut,
Terhomon. Untuk menikah lagi kepada Siti Juriyah, umur 25 tahun, Agama Islam,
Pekerjaan tidak kerja, pendidikan SMEA, alamat Desa Temuguruu, Kecamatan
Sampu Bayuwangi, Jawa Timur. Permohonan tersebut dikabulkan berdasarkan No.
326/Pdt.G/1997/PA. JB.
403 Kasus permohonan izin poligini H. Tabrani bin Nawi, umur 62 tahun, Agama Islam,
Pekerjaan buruh, Alamat Kampung Sukatani Bakti Mulya RT008/RW002 Kelurahan
Tegal Alur, Jakarta Barat. Selanjutnya disebut, Pemohon lawan Hj Maria Ulfah binti
H Ahmad Hasan, umur 46 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga,
Alamat s.d.a selanjutnya disebut, Termohon. Untuk menikah lagi dengan Odah binti
Solihin, umur 21 tahun, Agama Islam, Status Janda asal Tasikmalaya, Jawa Barat.
404 UU No. 1/1974, Pasal 4 ayat 2 huruf c jo Pasal 57 huruf c KHI jo Pasal 41 huruf a PP
No. 9/1975 jo Pasal 10 PP No. 10/1983 di dalam pasal-pasal tersebut dimuat alasan
bolehnya seorang suami berpoligini dengan alasan istri tidak bisa melahirkan
keturunan. Aturan ini ditafsirkan melalui SE No. 8/SE/1983 tentang izin perkawinan
dan perceraian bagi PNS. Pada Bab IV PNS pria yang akan beristri lebih dari satu,
huruf a harus memenuhi syarat alternatif, pada angka 3. Istri tidak dapat melahirkan
keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya sepuluh (10) tahun yang dibuktikan
dengan Surat keterangan dokter pe,merintah. Dalam kasus H. Tabrani bin Nawi,
pemohon tidak memenuhi unsur tersebut, karena sebelum dioperasi, Termohon
telah melahirkan anak, yaitu: Latifah, 17 tahun dan Bir Ali, 15 tahun.
405 Kasus permohonan poligini Sapruddin bin M. Nur, umur 33 tahun, Agama
Islam, pekdrjaan dagang, alamat Jalan Kemanggisan RT0014/RW008 Kelurahan
Kemanggisan, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Selanjutnya disebut,
Pemohon melawan Yeti Susanti binti TB A. Muchtar, menikah tanggal 15 Februari
1970 untuk selanjutnya disebut, termohon. Pemohon mengajukan untuk menikah
lagi dengan Rita Ferayanti binti M Syaf B, umur 19 tahun, Agama Islam, pekerjaan
Mahasiswi ASMI, alamat Jeruk Nipis No. 1A RT009/RW007 Kepa Duri. Permohonan
dikabulkan.
406 Kasus permohonan poligini Udin Kosasoh bin Kosasih 35 tahun, Agama Islam,
pekerjaan Karyawan Swasta, Alamat Jlln. Dr. Susilo II/34 RT007/RW005 Kelurahan
Grogol, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Selanjutnya disebut,
pemohon melawan Nurlaela binti M. Jufri, alamat s.d.a selanjutnya disebut,
Termohon. Pemohon mengajukan izin menikah lagii kepada Sri Nurhayati binti
Ali, 25 tahun, Agama Islam, pekerjaan Swasta, Alamat Jln Jamlang No. 17 RT001/
RW 011 kelurahan Tanah Tinggi, Jawa Barat. Permohonan dikabulkan Hakim.
407 Permohonan P Supang Ripto bin Uyik Suripto ditolak, karena tidak memenuhi
syarat alternatif huruf 3, yaitu istri tidak adapat melahirkan keturunan setelah
menikah sekuarng-kurangnya 10 tahun yang dibuktikan Surat Keterangan dokter
pemerintah. Di dalam sidang terungkap bahaw, P Supang Ripto bin Uyik Suripto
baru melangsungkan pernikahan dengan Eni Ekawati binti H Ngadimin, umur 33
tahun, Agama Islam, Pekerjaan PNS, Alamat s.d.a baru 7 tahun belum dikaruniain
anak.
408 Padahal dua kata berbeda makna yang sangat bertolak belakang, (i). Istilah nikah
dibawa tangan adalah istilah yang digunakan atau literatur yang digunakan
pembentuk UU No. 1/1974. Nikah dibawa tangan sah menurut pandangan syari’at
Islam, hanya pernikahan itu bukan melalui KUA dan tidak tercatat di Kantor
Urusan Agama, dan (ii). Nikah sirri semua Imam Madzab, terutama yang empat:
Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Hambali dan Imam Syafi’i menyatakan,
pernikahan seperti itu (nikah sirri) tidak sah, karena tidak memenuhi syarat sahnya
pernikahan. Sedang nikah dibawah tangan sah, hanya perkawinan tersebut tidak
melalui KUA dan tidak tercatat di KUA.
409 Froof Marriage bisa diartikan hidup bersama di masa pra-nikah atau kawin
percobaan tanpa nikah terlebih dahulu.
Menurut, Ya’kub HAR yang termasuk froof marriage adalah: (i). Kawin kontrak,
bentuk perkawinan ini tidak berlandasan mawaddah wa rahmah, tidak berdasarkan
cinta kasih serta kasih sayang. Mereka hanya butuh dan perlu seks belaka. (ii). Kawin
tamasya, yaitu bentuk perkawinan selama bertamasya atau selama pelesiran, selama
menjadi turis juga tanpa menikah dan selesai tamasya mereka bubaran. (iii). Kawin
semu;, yaitu bentuk perkawinan ingin mendapatkan sesuatu, misalnya artis siap
dinikahi sutradara asal mendapat peran utama di proyek film itu, banyak WNA
Cina menikah dengan gadis atau laki-laki pribumi (WNI) agar mendapat status
kewarganegaraan Indonesia, setelah yang diinginkan tercapai mereka bubaran.
(iv). Kawin percobaan dan bisa ada kecocokan baru kawin benaran, bila tidak ada
kecocokan mereka bubaran. Mahasiswa dan mahasiswi kita banyak melakukan
perkawinan seperti ini; selama study mereka menikah dan selesai studi mereka
bubaran. (v). Kawin lari, yaitu kawin nekat. Prinsip mereka setelah mendapat anak
dan cucu untu kakek-neneknya pasti dirstui. Bila tidak direstui juga mereka bisa
bubaran dan bisa meneruskan pernikahan tersebut tanpa restu orang tua. Ya’kub
HAR; Pelecehan Hak-Hak Wanita (Jakarta: Gema Harta Prima, 1994), hal. 41-43.
Di dalam literatur Hukum Islam ada yang hampir sama dengan froof mirriage,
yaitu nikah mut’ah. Dalam suatu hadist Rasulullah Saw bersabda, “Rasulullah Saw
melarang kawin mut’ah (H.R Imam Bukhari). Periksa, Muhammad Faiz Almath;
Qobasun min Nuril’ Muhammad Saw (Darul Kutub al Arabiyyah, Damsyik, Syiria,
1974), hal. 235. Muhammad Faiz Almath di dalam menafsirkan hadist ini adalah,
mut’ah sama dengan kawin kontrak.
Kelompok Sunni dengan pelopor utamanya, Imam Maliki, Hambali, Hanafi dan
Imam Syafi’i mengharamkan nikah mut’ah. Sedangkan kelompok Syi’i atau Si’ah
membolehkan nikah mut’ah. Menurut, Murtadha Muthahhari nikah dalam Agama
Islam ada dua macam, yaitu: (i). Nikah daim, dan (ii). Nikah mut’ah. Nikah daim ada
hak dan kewajiban suami-istri, sedang nikah mut’ah tidak ada. Periksa, Murtadha
Muthahhari; The Rights of Women in Islam, 1981, hal. 15.
410 UU No. 1/1974 pasal 29 ayat 1 dinyatakan, “Perceraian hanya dapat dilakukan di
depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.
Pp No. 9/1975 pasal 19 huruf F berbunyi, “Antara suami dan istri terus menerus hidup
tidak rukun lagi dalam rumah tangga”.
KHI pasal 116 huruf f memuat, “Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga”.
411 UU No. 1/1974 pasal 39 ayat 2 berbunyi, “Untuk melakukan perceraian harus ada
cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami-
istri”.
412 Q.S 17 (al Isra): 32 “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang paling buruk”.
413 Agama monotaisme, seperti Agama-Agama Nabi dan Rasul terdahulu, yaitu:
Yahudi, Nasrani dan termasuk Islam membolehkan poligini tapi mereka melarang
poliandri. Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw kebanyakan mereka
berpoligini tanpa batas jumlahnya. Sampai Nabi Daud as ditegur Allah SWT untuk
poligini yang ke-100 kalinya. Dalam perjalanan waktu Agama Nasrani berubah
di Negara-Negara Eropa menjadi Agama Kristen yang membagi dua kelompok
besar, yaitu: Katholih dan Protestan. Katholik masih mempertahankan poligini,
sedang Protestan berusaha menghapus perkawinan poligini melalui Bapa-Bapa
Gereja (Hakim-Hakim 8:30, 10:45. 12:14). Berhasilkah mereka (Bapa-Bapa Gereja)
memonogamikan perkawinan, ternyata tidak sampai hari ini banyak pemeluk
Agama Kristen Protestan yang mempraktekan poligini baik yang legal maupun yang
ilegal, seperti yang telah dijelaskan pada Bab-Bab awal dalam penelitian ini. Agama
Islam jelas sampai hari ini membolehkan poligini asalkan syarat adil ditegakkan
(Q.S 4:1-3 dan 127-130).
414 Kontjoroningrat, Sayyid Quthub, Musfir aj Jahrani, Abd Nashir al Attar, dll telah
membuktikan bahwa poligini terdapat hampir di seluruh masyarakat dunia dan
bahkan di masyarakat Cina di Tibet bukan saja poligini mereka kaum perempuannya
suka poliandri.
415 Ambil contoh, Hukum Positif Indonesia, Mesir, Aljazair, Maroko, Syria, dll
membolehkan poligini dengan syarat ketat dan tanpa syarat ketat, asalkan syarat
yang telah ditetapkan agama tidak di tinggalkan. Negara-Negara yang melakukan
syarat poligini diposisikan sebagai keadaan darurat baru boleh digunakan. Hukum
Positif Jerman dahulu, sehabis Perang Dunia II telah mewajibkan warga Negara
Jerman yang laki-laki wajib poligini.
416 Penjelasan autentik, Pasal 3 ayat 2.
419 Jawab Ibu Hj. Masiah sewaktu ditanya peneliti (Lilis Suaedah), Kenapa Mpok mau
dimad? Jawabannya seperti tersebut di atas. Senin, 2 Januari 2002.
PENUTUP
T
elah diuraikan panjang lebar di atas masalah poligini dengan
segala aspeknya, maka berikut ddapat ditarik beberapa
kesimpulan, diantaranya:
420 Muhammad Daud Ali berkata, “dari penelitian sejarah, Hukum Islam telah ada di
Indonesia sejak bermukimnya orang-orang Islam di Nusantara”. Periksa, Muhammad
Daud Ali; Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1991), cet ke-2, hal. 7. Samsul
Wahidin dan Abdurrahman berkata, “Jadi masuk dan berkembangnya Hukum Islam
di Indonesia adalah, bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Agama Islam
itu sendiri”. Periksa, Samsul Wahidin dan Abdurrahman; Perkembangan Ringkas
Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademik Pressindo, 1984), hal. 15.
421 Ichtijanto AS; Perkawinan Campuran Dalam Negara Republik Indonesia (Jakarta:
Program Pascasarjana UI, 1993), hal. 311. Periksa juga Makalah beliau; Konstribusi
Hukum Islam Terhadap Hukum Nasional, Makalah, Orrasi Ilmiah pada Pembukaan
Perkuliahan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Darunnajah, Jakarta, 17 Oktober 1993.
422 Teori eksistensi dalam kaitannya dengan Hukum Islam adalah, teori yang
menerangkan tentang adanya Hukum Islam dalam Hukum Nasional Indonesia.
Teori ini mengungkapkan pula bentuk eksistensi Hukum Islam dalam Hukum
Nasional Indonesia. Periksa, “Kenang-Kenangan Seabad Peradilan Agama di
Indonesia” (Jakarta: Direktorat Pembina Badan Peradilan Agama Dirjen Bimbingan
Islam, Departemen Agama, 1985), hal. 163. Menurut Ictijanto AS, teori eksistensi
dalam bentuk eksistensi Hukum Islam berada dalam Hukum Nasional Indonesia; (i).
Ada, dalam arti Hukum Islam berada dalam Hukum Nasional sebagai bagian integral
darinya, (ii). Ada, dalam arti adanya dengan kemandiriannya yang diakui dan
berkuatan Hukum Nasional dan sebagai Hukum Nasional, (iii). Ada dalam Hukum
Nasional dalam arti norma Hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring
badan-badan hukum Nasional Indonesia, dan (iv). Ada dalam Hukum Nasional
dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama Hukum Nasional Indonesia.
Periksa, Konstribusi Hukum Islam Terhadap Hukum Nasional, Makalah, Orasi
Ilmiah di Sekolah Tinggi Darunnajah, 17 Oktober 1993.
423 Dimaksud muhrim sementara adalah, bila kita masih terikat tali pernikahan
dengan istri, maka ipar dan bibi istri itu muhrim yang haram dinikahi, kecuali kita
sudah bercerai atau istri meninggal dunia, ipar dan bibi dari istri baru boleh untuk
dinikahi. Dalam literatur Hukum Adat dikenal, “naik ranjang atau turun ranjang”.
Jika kita menikahi adik ipar dikenal, “turun ranjang” tapi bila kita menikahi kakak
ipar disebut, “naik ranjang”.
424 Permohonan poligini rendah yang dilakukan melalui Pengadilan Agama akan tetapi
praktek poligini tetap tinggi dan cenderung terus meningkat. Ini artinya mereka
(suami-suami) melakukan poligini secara ilegal atau hanya berdasarkan ajaran
agama saja.
425 Menurut peneliti Noeryamin Aini, Poligami Dalam Perspektif Feminisme dan Syari’ah
Islam, Seminar, 2000.
426 Wawan cara peneliti dengan seorang Hakim, Hj. Nani Setiawati di Pengadilan Agama
Jakarta Barat, 12 Februari 2001.
427 Syarat alternatif meliputi: (a). istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
istri, (b). istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
lagi, dan (c). istri tidak dapat melahirkan atau mandul.
428 Syarat kumulatif meliputi: (i). Adanya persetujuan dari istri/istri-istri baik tertulis
maupun lisan, (ii). Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka. Bagi PNS, TNI, dan Polri harus memenuhi
syarat berikutnya, (iii). Adanya izin dari atasan, dan (iv). Harus dicantumkan slip
penghasilan.
429 Lebih jelas periksan, Pasal 59 KHI.
430 Menurut Ichtijanto AS, soal poligini memang sangat rumit dan manusiawi, BP-4
Pusat selalu didatangi ibu-ibu yang memprotes, karena suaminya minta izin
poligini di Pengadilan Agama. Yang paling sulit lagi berbelit, jika terjadi bahwa
si wanita calon istri kedua suaminya adalah janda kaya, cantik dan sudah hamil.
Problemnya, soal poligini pada hakekatnya adalah soal wanita dan wanita (antar
wanita). Kadang-kadang harus memilih alternatif antara memberikan izin kawin
lagi, (bercerai, pen. Peneliti) atau suaminya masuk penjarah. Seharusnya yang
paling pokok adalah bagaimana mengusahakan agar istri dan anak-anak mendapat
hak-haknya serta perlindungan hukum yang wajar dan adil. Periksa Ichtijanto AS;
Peranan Badan Peradilan Agama Dalam Pelaksanaan UUP, Makalah, tertanggal 19
s.d 22 Maret 1979.
432 Gugat cerai datang dari istri yang mengajukan perceraian, sedangkan perceraian
datang dari suami yang ingin bercerai dengan istrinya. Gugat cerai biasanya
langsung dikabulkan hakim, sedangkan perceraian kebanyakan ditolak oleh hakim.
(i). Agama.
1. masalah anak-anak yatim terutama yatim perempuan (Q.S
4:2).
2. Janda (Q.S 4;3).
3. Haid (Q.S 2:222).
4. Nifas (al Hadist).
5. Masa hamil tua (al Hadist).
6. Masalah hamba sahaya (Q.S. 4:3).
C). ARTIKEL
Akbar, Ali H.; Apakah Benar Bahwa Laki-Laki Itu Bersifat Polygami?,
Artikel, Sholih Salim; Menindjau Masalah Polygami, 1959,
halaman 143.
HAR, Ya’kub; Pengaruh Hukum Islam Dalam Perkembangan Hukum
Adat Indonesia, Artikel, Majalah Ilmu Dan Kebudayaan UNAS,
Jakarta, Edisi, XI/1990.
____________: Sisi Lain Dari Peradilan Agama, Artikel, Majalah Ilmu
Dan Kebudayaan UNAS, Jakarta, Edisi ke-9, 1992.
Dr. Hj. Lilis Suaedah, MA. SDN 01 Jujuluk Baru, Madrasah Mursyidul
Fallah Kampung Sawah, Alumni Darunnajah, STAID Semester V.
S1 dan S2 UMJ, dan S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Banyak
mengikuti T.C al Qur’an, qiro’at.
Kegiatan sehari-hari: Dosen Universitas Darunnajah Jakarta,
UMJ dan pernah di UMB, Da’iyah, Qori’ah, Pembimbing Haji dan
Umrah Bersartifikat, Tenaga Ahli Hukum Keluarga di Firma Hukum
Dr. Supriyadi, SH., MH dan Rekanan, di Firma Hukum HY & CO yang
dipimpin suaminya, Tutor di beberapa Lembaga Kursus Da’wah,
Penggiat Majlis Ta’lim dan Pekerja Sosial, juga sering mengisi
Seminar-Seminar baik Nasional maupun Internasional.
Karya-karya yang sudah diantaranya, Perilaku Penyimpangan
Seksual Remaja: Studi Kasus Terhadap Santri Darunnajah, Jakarta,
(Skripsi), 1997. Poligini Dalam Perspektif Sosiologi: Studi Kasus di
Pengadilan Agama Jakarta Barat (Tesis), 2001. Perspektif Pelaku
Poligini Terhadap Perilaku Pelaku Poligini: Studi Kritis Terhadap
Pelaku Poligini (Desertasi), 2012. Santri Mengaji Pandemi: Refleksi,
Solusi Dan Aksi, 2021 Karya bersama Alumni Darunnajah Jakarta. KH
Mahrus Amin: Seribu Pesantren, Sejuta Santri, 2022, karya bersama
Alumni Darunnajah Jakarta. Tinjauan Yuridis Dan Sosiologis
Perwakafan Di Indonesia, 2022, karya bersama dengan, H. Ya’kub
HAR, Hj. Lilis Suaedah, dan Taufiq Ramadhan.