Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQH KONTEMPORER

TRANSPLANTASI (PENCANGKOKAN) ORGAN TUBUH


MANUSIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. Dona Aulia Rosa (2120103067)


2. Nico Cedrix (2120103071)
3. Gilang Pratama (2120103079)
DOSEN PENGAMPU : GIBTIAH,M.Ag.

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas nikmat yang telah di berikan Allah SWT ,
yang sudah memberikan kesempatan pada kita hingga sampai hari ini kita
masih bisa belajar dengan baik. Dan sehingga kami kelompok (3) dapat
menyelesaikan makala kami dengan cukup baik.
Dengan dosen pengampuh Ibu Gibtiah, M.Ag. dimana makala ini
bertujuan sebagai sumber belajar untuk mahasiswa/i. Kami sadari bahwa
dalam makala ini begitu banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna . Oleh karena itu keritik dan saran dari teman-teman sangat
kami butuhkan untuk menjadi acuhan pedoman untuk memperbaiki tugas
kami di waktu yang akan datang.
Palembang, Oktober 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................................3

A. Transplantasi Organ Tubuh Dalam Perspektif Fiqh Kontemporer.....................3

B. Hukum Menjual Organ Tubuh Dalam Islam......................................................5

C. Kebolehan Mewasiatkan Organ Tubuh Setelah Meninggal Dunia....................6

BAB III........................................................................................................................10

PENUTUP...................................................................................................................10

A. Kesimpulan.......................................................................................................10

B. Saran.................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kaidah syari’ah ditetapkan bahwa mudarat itu harus dihilangkan
sedapat mungkin. Karena itulah kita disyariatkan untuk menolong orang yang
dalam keadaan tertekan/terpaksa, menolong orang-orang yang terluka, memberi
makan orang sakit, dan menyelamatkan orang yang menghadapi bahaya, baik
mengenai jiwanya maupun lainnya.
Menurut Yusuf al-Qardawi berusaha menghilangkan penderitaan seorang
Muslim yang menderita gagal ginjal misalnya, dengan mendonorkan salah satu
ginjalnya yang sehat, maka tindakan demikian diperkenankan syara’, bahkan
terpuji dan berpahala bagi orang yang melakukannya. Karena dengan demikian
berarti dia menyayangi orang yang dibumi, sehingga dia berhak mendapatkan
kasih sayang dari yang di langit.
Sampai saat ini transplantasi organ tubuh yang banyak dibicarakan dikalangan
ilmuan dan agamawan adalah mengenai tiga jenis tubuh,yaitu mata, ginjal dan
jantung. Hal ini dapat dimaklumi, karena dari struktur antomis manusia, ketiga
organ tersebut sangatlah vital bagi kehidupan manusia.
Namun sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan modern dan teknologi
yang makin canggih, transplantasi dimana datang mungkin akan berhasil
dilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya, mulai dari kaki dan telapaknya
sampai kepala, termasuk organ dalam seperti rahim wanita.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana transplantasi organ tubuh dalam perspektif fiqh kontemporer?
2. Bagaimana hukum menjual organ tubuh dalam islam?
3. Apakah boleh mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal dunia?

1
Gibtiah, Fikih Kontemporer, ( Jakarta : Kencana, 2018), hlm. 158.

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui transplantasi organ tubuh dalam perspektif fiqh
kontemporer.
2. Untuk mengetahui hukum menjual organ tubuh dalam islam.
3. Untuk mengetahui kebolehan mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal
dunia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Transplantasi Organ Tubuh Dalam Perspektif Fiqh Kontemporer.
Terdapat beberapa pandangan mengenai hukum transplantasi organ tubuh
manusia dari berbagai kalangan, baik kalangan Ulama Klasik maupun Ulama
Kontemporer. Berikut beberapa pendapat terkait hukum transplantasi organ
tubuh: Para ulama fiqih klasik sepakat bahwa melakukan transplantasi organ
tubuh manusia dengan organ manusia lainnya diperbolehkan selama tidak
mendapatkan organ lainnya dan menimbulkan kemudharatan.
Al-Nawawi> berpendapat bahwa apabila seseorang menyambung tulangnya
dengan barang najis dikarenakan tidak ada barang yang suci, maka hukunya
diperbolehkan. Namun, apabila ada barang suci kemudian disambung dengan
barang najis maka hukumnya wajib dibuka jika tidak menimbulkan bahaya.2
Zakariya al-Anshari pun sependapat dengan pendapat al-Nawawi dalam
kitabnya Fathu al-Wahhab Syarh Manhaj al-Thullab bahwa seseorang yang
melakukan penyambungan tulang atas dasar kebutuhan yang mendesak dengan
tulang yang najis disebabkan tidak adanya tulang lain yang cocok, maka hal itu
diperbolehkan dan sah shalatnya. Terkecuali apabila tidak ada kebutuhan yang
mendesak atau ada tulang lain yang suci maka wajib membukanya walaupun
sudah tertutup oleh daging. Dengan catatan, proses pengambilan aman dan tidak
menimbulkan bahaya serta kematian.3
Mufti Muhammad Sayfi’i dari Pakistan dan Dr. ‘Abd al-Salam al-Syukri dari
Mesir berpendapat bahwa transplantasi organ tidak diperbolehkan berdasarkan
atas prinsip-prinsip dan pertimbangan sebagai berikut: kesucian hidup (tubuh
manusia), tubuh manusia sebagai amanah, memperlakukan tubuh manusia sebagai
benda material, menjaga kemuliaan hidup manusia, menghindari keraguan.
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasannya praktik transplantasi itu boleh
dilakukan. Meskipun diperbolehkan, akan tetapi sifatnya tidaklah mutlak
2
Yahya al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin (Libanon: Daar al-Fikr, 1992), 31.
3
Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhaab Sharh Manhaj al-Tullab (Libanon: Daar al-Fikr,
1998), Vol. 1, 344.

3
melainkan muqayyad (bersyarat). Oleh karena itu, seseorang tidak boleh
mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan meninggalkan dharat,
kemelaratan, dan kesengsaraan bagi dirinya atau orang yang mempunyai hak tetap
atas dirinya. Tidak pula diperkenankan mendonorkan organ tubuh yang cuma
satusatunya dalam tubuhnya, misalnya hati dan jantung. Hal ini tidak memungkin
dapat hidup tanpa adanya organ tersebut; dan tidak diperkenankan menghilangkan
dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya.
Mayoritas Ulama yang memperbolehkan transplantasi mendasarkan pendapat
mereka pada argumentasi berikut:4
1. Transplantasi yang didasari untuk perbaikan
Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak atas apa yang berkaitan
dengan tubuhnya. Meskipun manusia bukanlah pemilik hakiki organ tubuhnya,
tetapi Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk menggunakan dan
memanfaatkannya selama tidak mengakibatkan kerusakan, kebinasaan dan
kematian. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisaa’ ayat 29 dan
surat al-Baqarah ayat 95. Oleh karena itu, jika seseorang mendonorkan organ atau
jaringan tubuhnya yang tidak vital dan juga tidak mencelakakan dirinya, maka ia
telah menyelamatkan nyawa orang lain untuk memperbaiki organ tubuh resipien
(penerima). Hal ini merupakan tindakan yang sangat terpuji.
2. Transplantasi yang didasari kedaruratan
Bahwasannya transplantasi yang dilakukan atas dasar darurat (keterpaksaan)
dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mubah (boleh). Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam surat al-An’am ayat 119:

‫َو َم ا َلُك ْم َأاَّل َتْأُك ُلو۟ا ِم َّم ا ُذ ِكَر ٱْس ُم ٱِهَّلل َع َلْيِه َو َقْد َفَّص َل َلُك م َّم ا َح َّر َم َع َلْيُك ْم ِإاَّل َم ا ٱْض ُطِر ْر ُتْم ِإَلْيِهۗ َو ِإَّن َك ِثيًر ا َّلُيِض ُّلوَن‬
‫ِبَأْه َو ٓاِئِهم ِبَغْيِر ِع ْلٍم ۗ ِإَّن َر َّبَك ُهَو َأْع َلُم ِبٱْلُم ْع َتِد يَن‬

“Dan mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
4
Muchlis M. Hanafi (ed.), Al-Qur’an dan Isu-Isu Kontemporer II (Tafsir Al-Qur’an Tematik)
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), 17-18.

4
terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia)
benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang melampaui batas.”
3. Transplantasi yang didasari sebagai kebutuhan
Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya untuk menyelamatkan
kehidupan resipien yang sangat membutuhkan merupakan perbuatan saling
tolong-menolong dalam hal kebaikan dan sangat dianjurkan oleh Islam.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ma’idah ayat 2:

‫َو َتَعاَو ُنو۟ا َع َلى ٱْلِبِّر َو ٱلَّتْقَو ٰى ۖ َو اَل َتَعاَو ُنو۟ا َع َلى ٱِإْل ْثِم َو ٱْلُعْد َٰو ِن ۚ َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّللۖ ِإَّن ٱَهَّلل َش ِد يُد ٱْلِع َقاِب‬

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan


jangan tolong-menolong dalam dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Adapun permasalah transplantasi organ tubuh di Indonesia sudah diatur oleh
pemerintah Republik Indonesia No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis
dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh
Manusia. Pada tanggal 17 September 1992 telah disahkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebuah Undang-Undang No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan yang di dalamnya pada pasal 64, 65 dan pasal 66 juga
membahas mengenai transplantasi organ tubuh manusia.5

B. Hukum Menjual Organ Tubuh Dalam Islam


Perlu diperhatikan, bahwa bolehnya donor organ tubuh bukan berarti
diperbolehkannya memperjual belikannya. Karena jual beli itu sebagaimana
ditakrifkan fukaha adalah tukar menukar harta secara rela, sedangkan tubuh
manusua itu bukan fakta yang dapat dipertukarkan dan ditawar sehingga organ
tubuh manusia dapat menjadi objek perdagangan dan jual beli.
Namun apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang
kepada donor tanpa persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata
5
Mohammad Adib, “Tranplantasi Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tantang Kesehatan Ditinjau Dari Segi Pidana Dan Perdata,” Justicia Journal 5, no. 1
(Agustus 2016): 9.

5
hjibah, hadiah dan pertolongan maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh),
bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia. Hal ini sama dengan pemberian
orang yang beruntung ketika mengembalikan pinjaman dengan memberikan
tambahan yang tidak dipersyaratkan sebelumnya. Hal ini diperkenankan syara’
dan terpuji, bahkan Rasulullah Saw. pernah melakukannya ketika beliau
mengembalikan pinjaman (utang) dengan sesuatu yang lebih baik darpadanya
yang dipinjamnya seraya bersabda :
“ sesungguhnya sebaik-baik orang diantara kamu ialah yang lebih baik
pembayaran utangnya”.6

C. Kebolehan Mewasiatkan Organ Tubuh Setelah Meninggal Dunia.


Menurut Yusuf al-Qardhawi, wasiat dalam mendonorkan organ tubuh ini
diperbolehkan, karena yang demikian itu akan memberikan manfaat yang utuh
kepada orang lain tanpa menimbulkan mudharat sedikitpun kepada dirinya,
karena organ-organ tubuh orang yang meninggal akan lepas berantakan dan
dimakan tanah beberapa hari setelah dikubur. Apabila ia berwasiat untuk
mendermakan organ tubuhnya itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari
keridhaan Allah, maka ia akan mendapat pahala sesuai dengan niat dan amalnya.
Hukum wasiat bagi pewasiat adalah Wasiat mubah (dibolehkan), apabila
ditujukan untuk berbuat kebaikan kepada kerabat maupun orang lain, termasuk
didalamnya pemanfaatan organ tubuh melalui wasiat sebelum pendonor
meninggal untuk kemaslahatan orang lain yang membutuhkan bantuan organ
tubuh.7
Adapun manusia setelah rohnya keluar masih tetap berhak untuk dihormati,
disamping hanya untuk dimandikan, dikafani, dishalati, dikubur,dan tidak
dianiaya jasadnya. Dalam mendonorkan organ tubuh bagi pendonor yang sudah
meninggal, hal seperti ini diperbolehkan, dengan syarat-syarat tertentu dan tidak
menggugurkan hak-haknya tersebut. Dan pengambilan organ tubuh mayat ini

6
Gibtiah, Fikih Kontemporer, (Jakarta : Kencana , 2018), hlm. 165-166.
7
Saifullah. (2016). TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH (Perspektif Hukum Islam, Hukum
Positif dan Etika Kedokteran). Al-Murshalah, 2(1), 1–12.

6
tidak untuk menghina ataupun melecehkan. Sebagaimana jumhur fuqaha
membolehkan untuk membedah perut mayat untuk mengeluarkan harta yang
ditelannya pada saat hidupnya danmereka tidak menganggap tindakan itu sebagai
penganiayaan terhadap mayat. Sebagian fuqaha membolehkan mengambil tulang
mayat untuk disambungkan dengan tulang manusia jika itu mungkin dilakukan.
Para fuqaha modern juga membolehkan mengotopsi mayat untuk menyingkap
pelaku kejahatan atau untuk latihan. Apabila pencangkokan dari donor yang telah
meninggal secara yuridis dan klinis, maka Islam bisa mengizinkan dengan syarat,
yaitu :
1. Resipien (penerima sumbangan donor) berada dalam keadaan darurat,yang
mengancam jiwanya, dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non
medis, tetapi tidak berhasil.
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat
bagi resipien dibandingkan dengan keadaannya sebelum pencangkokan.
Dengan demikian, maka berwasiat untuk mendonorkan anggota badan
hukumnya boleh jika terpenuhi syarat-syaratnya, yang mencakup semua anggota
badan manusia selain yang dapat menyebabkan pertukaran nasab,seperti buah
pelir dan indung telur. Pemanfaatan organ tubuh melalui wasiat dari donor
jenazah untuk transplantasi di Indonesia dilakukan pertama kali oleh Budi
Setiawan, pada tahun 2003 di Malang, Jawa Timur, Ia membuat wasiat di
hadapan notaris Pramuharyono sejak tahun 1987. Ia menyatakan akan
mewasiatkan tubuhnya setelah meninggal dunia kepada laboratorium anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang agar tubuhnya dapat tetap
bermanfaat khususnya bagi dunia pendidikan kedokteran dan bagi masyarakat
pada umumnya, serta mendonorkan kornea matanya bagi pasien yang mengalami
kebutaan.
Organ maupun jaringan yang dapat ditranplantasikan dari donor hidup adalah
ginjal, hati, sumsum tulang, kulit dan darah. Sedangkan organ-organ yang diambil
dari donor jenazah atau donor yang telah meninggal adalah kornea mata, ginjal,
hati,jantung, pankreas, dan paru-paru. Tidak mudah mengambil organ dari donor

7
yang sudah meninggal, ada batas waktunya karena jika sudah terlalu lama maka
organ tidak dapat digunakan.
Pembuatan wasiat dalam hukum Islam dapat dilakukan dengan cara lisan
maupun tertulis. Terhadap wasiat yang diucapkan secara lisan juga berlaku
sah,sepanjang diucapkannya dihadapan dua orang saksi atau notaris. Saat
pewasiat meninggal dunia, pihak keluarga harus segera memberitahukannya
kepada pihak penerima organ agar dapat dilakukan pengoperasian di rumah sakit
untuk melakukan pemindahan atau transplantasi organ tubuh.
Dalam proses transplantasi ini, pihak keluarga tidak berhak untuk mendapat
penggantian apapun dari pihak lain, hal ini diberlakukan sebagai rasa
penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang pada dasarnya bukan
merupakan suatu barang yang dapat diperdagangkan dan tidak boleh diperjual
belikan.8
Adapun tujuan Pemanfaatan organ tubuh manusia melalui wasiat menurut
pandangan hukum Islam, ada ulama yang mengharamkan dan ada ulama yang
membolehkan. Alasan yang mengharamkan disebabkan kehormatan jenazah,
tetapi karena kemashlahatannya lebih besar dari pada mudhrat yang timbul, yaitu
untuk menolong orang yang membutuhkan organ melalui transplantasi organ dan
untuk pengembangan pendidikan kedokteran maka hukum Islam membolehkan,
Merupakan sarana amal jariyah yang tidak ternilai harganya. Dan Harus
memenuhi syarat yaitu dinyatakan secara tegas dalam wasiat, dilakukan dengan
sukarela, tidak ada unsur paksaan, dan harus ada persetujuan atau izin dari pihak
keluarga.

8
Nursanthy, A. T. R. (2020). TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Jurnal Ilmu Hukum “THE JURIS,” 4(I), 1–11.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasannya praktik transplantasi itu boleh
dilakukan. Meskipun diperbolehkan, akan tetapi sifatnya tidaklah mutlak
melainkan muqayyad (bersyarat). Oleh karena itu, seseorang tidak boleh
mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan meninggalkan dharat,
kemelaratan, dan kesengsaraan bagi dirinya atau orang yang mempunyai hak tetap
atas dirinya. Tidak pula diperkenankan mendonorkan organ tubuh yang cuma
satusatunya dalam tubuhnya, misalnya hati dan jantung. Hal ini tidak memungkin
dapat hidup tanpa adanya organ tersebut; dan tidak diperkenankan menghilangkan
dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya.
Perlu diperhatikan, bahwa bolehnya donor organ tubuh bukan berarti
diperbolehkannya memperjual belikannya. Karena jual beli itu sebagaimana
ditakrifkan fukaha adalah tukar menukar harta secara rela, sedangkan tubuh
manusua itu bukan fakta yang dapat dipertukarkan dan ditawar sehingga organ
tubuh manusia dapat menjadi objek perdagangan dan jual beli.
Hukum wasiat bagi pewasiat adalah Wasiat mubah (dibolehkan), apabila
ditujukan untuk berbuat kebaikan kepada kerabat maupun orang lain, termasuk
didalamnya pemanfaatan organ tubuh melalui wasiat sebelum pendonor
meninggal untuk kemaslahatan orang lain yang membutuhkan bantuan organ
tubuh.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memperoleh pengetahuan
yang lebih luas dan lebih mengerti mengenai hadits dan hubungannya dengan al-
Qur’an. Besar harapan penulis semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis menyadari bahwa tulisan
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan agar tulisan ini dapat disusun menjadi lebih baik dan sempurna.

9
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. (2016). Transplantasi Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Ditinjau Dari Segi Pidana dan Perdata.
Justicia Journal, 45-53.
al-Anshari, Z. (1998). Fath al-Wahhab Sharh Manhaj al-Tiullab. Libanon: Daar al-
Fikr.
al-Nawawi, Y. (1992). Minhaj al-Thalibin. Libanon: Daar al-Fikr.
Gibtiah. (2018). Fikih Kontemporer. Jakarta: Kencana.
Hanafi, M. M. (2012). Al-Qur'an dan Isu-Isu Kontemporer II (Tafsir Al-Qur'an
Tematik )`. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran.
Nursanthy. (2020). Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum
Islam. Jurnal Ilmu Hukum : The Juris, 1-11.
Saifullah. (2016). Transplantasi Organ Tubuh (Perspektif Hukum Islam, Hukum
Positif dan Etika Kedokteran). Al-Murshalah, 1-12.

10

Anda mungkin juga menyukai