Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan transplantasi?
2. Bagaimanakah hukum islam terhadap donor mata, Ginjal dan Jantung?
3. Bagaimanakah kondisi Transplantasi Organ yang di Perbolehkan?
4. Bagaimanakah kondisi transplantasi Organ yang tidak diperbolehkan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan transplantasi.
2. Untuk mengetahui hukum islam terhadap donor mata, Ginjal dan Jantung.
3. Untuk mengetahui kondisi transplantasi organ yang diperbolehkan.
4. Untuk mengetahui kondisitransplantasi organ yang tidak diperbolehkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TRANSPLANTASI
Transplantasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup
sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik .
pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang memerlukan,
walaupun orang itu tidak menjalani pengobatan. Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap
tipe mempunyai permasalahan sendiri-sendiri, yaitu;
a. Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi cermat dan general check up,
baik terhadap donor maupun terhadap penerima (resepient), demi menghindari kegagalan
transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resepien, dan sekaligus mencegah
resiko bagi donor.
b. Donor dalam hidup koma atau di duga akan meninggal segera. Untuk tipe ini, pengambilan
organ tubuh donor memerlukan alat control dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan
alat pernapasan khusus. Kemudian alat-alat tersebut di cabut setelah pengambilan organ tersebut
selesai.
c. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal
menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yudiris dan harus
diperhatikan pula daya tahan organ tubuh yang mau di transplantasi.1[2]

B. Donor Mata dalam hukum islam


Donor mata diartikan dengan pemberian kornea mata kepada orang yang
membutuhkannya. Kornea mata tersebut berasal dari mayat yang telah diupayakan oleh dokter
ahli, sehingga dapat digunakan oleh orang yang sangat membutuhkannya.
Masalah donor mata, termasuk salah satu keberhasilan teknologi dalam ilmu
kedokteran, yang dapat mengatasi salah satu kesulitan yang dialami oleh orang buta. Dan yang
terjadi masalah dalam hokum islam, karena kornea mata yang dipindahkan kepada orang buta,
adalah berasal dari mayat, sehingga terjadi dua pendapat di kalangan Fuqaha. Ada yang

1[2] Masjfuk Zuhdi. “MASAIL FIQHIYAH”. Jakarta. PT Toko Gunung Agung. 1997. H. 86-87
mengharamkan dan ada pula yang membolehkannya dengan mengemukakan alas an masing-
masing. Misalnya:
1. Bagi ulama yang mengharamkannya; mendasarkan pendapatnya pada hadits yang berbunyi:
“seseungguhnya pecahnya tulang mayat (bila dikoyak-koyak), seperti (sakitnya dirasakan mayat)
ketika pecahnya tulangnya diwaktu ia masih hidup. H. R. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah
yang bersumber dari Aisyah.

2. Bagi ulama yang membolehkannya; mendasarkan pendapatnya pada hajat (kebutuhan) orang
yang buta untuk melihat, maka perlu ditolong agar dapat terhindar dari kesulitan yang
dialaminya, dengan cara mendapatkan donor mata dari mayat.
Dalam ayat alqur’an disebutkan bahwa:
4………. 8lt•ym ô`ÏB ÈûïÏd‰9$# ’Îû ö/ä3ø‹n=tæ Ÿ@yèy_ $tBur……
Artinya : …… dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan suatu kesulitan untuk kamu dalam
agama…….( Q.S. Al-Hajj: 78 )
Dalam hadits juga terdapat petunjuk umum yang berbunyi:
“bersikap mudahlah (dalam menjalankan agama), dan janganlah engkau mempersulit”.2[3]

C. Pencangkokan Jantung jantung dalam hukum islam


Jantung adalah organ utama sirkulasi darah; karena dialah yang memompa darah
dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola dan kapiler, lalu kembali ke atrium kanan melalui vena
yang disebut peredaran darah besar atau sirkulasi sistematik. Dan aliran dari ventrikel kanan
melalui paru-paru, ke atrium kiri yang disebut peredaran darah kecil atas sirkulasi pulmonal.
Maka apabila terjadi kelainan-kelainan jantung dapat mengganggu sirkulasi darah yang
mengakibatkan maut.3[4]
Pada dasarnya hukum islam membolehkan pencangkokan jantung pada pasien
sebagai salah satu upaya pengobatan suatu penyakit, yang sebenarnya sangat di anjurkan dalam

2[3] Mahjuddin. “MASAILUL FIQHIYAH berbagai kasus yang dihadapi ‘hukum islam’ masa kini”.
Jakarta, Kalam Mulia. 2003. H. 122

3[4]3[4] Ibid. H. 125


islam. Hanya yang menjadi persoalan, karena katup jantung yang dipindahkan kedalam jantung
pasien, berasal dari mayat atau bianatang yang sudah mati.
Penulis cenderung mengikuti pendapat hokum islam yang membolehkannya,
meskipun dengan melalui pembedahan mayat sebagai donaturnya, atau pun mengambil dari
binatang yang sesuai dengan bentuk anatomi katub jantung yang dibutuhkan oleh pasien. Hal ini
di bolehkan karena dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pasien, yang
dasarnya ada pada beberapa kaidah fiqhiyah di muka. Baik dimaksudkan sebagai hajat, maupun
darurat.

D. Pencangkokan Ginjal dalam hukum islam


Ginjal adalah salah satu organ tubuh yang terletak pada dinding posterior
abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, yang berfungsi
untuk mengatur keseimbangan air didalam tubuh, mengantur konsentrasi garam dalam darah,
mengatur keseimbangan asam-basa darah, mengatur eksktesi bahan buangan dan kelebihan
garam dalam tubuh. Dan apabila terjadi gangguan pada organ tersebut, maka organ-organ
lainnya juga akan ikut terganggu.
Pencangkokan ginjal adalah pengoperasian dan pemindahan ginjal dari orang lain
atau binatang yang sesuai dengan struktur anatominya, kepadapasien yang membutuhkan.
Pengoperasian tersebut dilakukan oleh tim dokter ahli, yang dilengkapi dengan peralatan medis
yang memadai untuk upaya tersebut yang didahului oleh berbagai macam pemeriksaan dan
pengobatan serta cuci darah.4[5]
Selanjutnya berkenaan dengan hokum antara donor dan resepien yang se-agama
atau tidak se-agama serta hokum organ tubuh yang di cangkokan itu berasal dari hewan yang
diharamkan seperti babi, juga dapat menimbulkan masalah pertanyaan. Apakah donor organ
tubuh yang dicangkokan itu bisa mendapatkan pahala bila resepien itu orang ayng shalih? Atau
apakah donor akan menanggung dosa bila resepien orang yang suka berbuat dosa atau resepien
orang yang tidak se-agama?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai berikut:
a. Al-Qur’an Surah al-Najm ayat 38:

4[5] Ibid. H. 130


ÇÌÑÈ 3“t•÷zé& u‘ø—Ír ×ou‘Η#ur â‘Ì“s? žwr&
38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,
b. Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 286:
ôMt6|¡x. $tB $ygs9 4 $ygyèó™ãr žwÎ) $²¡øÿtR ª!$# ß#Ïk=s3ムŸw
……. 3 ôMt6|¡tFø.$# $tB $pköŽn=tãur
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya
Berdasarkan ayat-ayat diatas yang telah disebutkan, berkenaan dengan hubungan
antara donor dengan resepien yang menyangkut pahala atau dosa, maka dalam hal ini mereka
masing-masing akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan mereka sendiri-sendiri.
Mereka tidak akan di bebani dengan pahala atau dosa, kecuali yang dilakukan oleh masing-
masing mereka.5[6]

E. Donor Organ Yang di Perbolehkan


Hadis Nabi SAW :”Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena
sesungguhya Allah tidak meletakkan suatu pentakit, kecuali dia juga meletakkan obat
penyembuhnya,selain penyakit yang satu, yaitu penyakit tua.”(H.R. Ahmad, Ibnu Hibban
dan Al-Hakim dari Usamah Ibnu Syuraih)
Hadist tersebut menunjukkan, bahwa wajib hukumnya berobat bila sakit, apapun
jenis dan macam penyakitnya, kecuali penyakit tua. Oleh sebab itu, melakukan transplantasi
sebagai upaya untuk menghilangkan penyakit hukumnya mubah, asalkan tidak melanggar norma
ajaran islam.
Dari dalil-dalil diatas maka dapat diambil hukum mengenai transplantasi organ
yaitu:
Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata, ginjal) yang sudah meninggal
secara yuridis dan medis hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan islam, dengan
syarat bahwa resipien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan
transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil.

5[6] Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta. Kencana Predana Media Group. 2006. H.110-111
Hingga kini, tidak ada ulama yang mengajukan argumen tertulis yang secara
terang-terangan mendukung transplantasi organ. Namun demikian, ulama di berbagai belahan
dunia telah menulis argumen-argumen yang mendukung maupun mengeluarkan fatwa-fatwa
keagamaan tengtang transplantasi organ.
Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ berpendapat bahwa
transplantasi organ harus dipahami sebagai satu bentuk layanan altruistik bagi sesama muslim.
Pendirian mereka tentang transplantasi organ dapat diringkas sebagai berikut:
a) Kesejahteraan publik (al-Mashlahah)
Kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan ketentuan-ketentuan berikut:
1. Transplantasi organ tersebut adalah satu-satunya bentuk (cara) penyembuhan yang bisa
ditempuh.
2. Derajat keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi.
3. Ada persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau dari ahli warisnya.
4. Kematian orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar diakui oleh dokter yang
reputasinya terjamin, sebelum diadakan operasi pengambilan organ.
5. Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi berikut implikasnya.
b) Altruisme (al-Itsar)
Dalam surat Al-maidah ayat 2 telah menganjurkan bahwa umat islam untuk
bekerja sama satu sama lain dan memperkuat ikatan persaudaraan mereka. Dengan demikian,
berdasarkan ajaran diatas, tindakan seseorang yang masih hidup untuk mendonorka salah satu
organ tubuhnya kepada saudara kandungnya atau orang lain yang sangat membutuhkan harus
dipandang sebagai tindakan altruisme dari orang-orang yang menyadari bahwa mereka
memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
c) Organ Tubuh Non muslim
Kebolehan bagi seorang muslim untuk menerima organ tubuh nonmuslim
didasarkan pada dua syarat berikut ;
1. Organ yang dibutuhkan tidak bisa diperoleh dari tubuh seorang muslim.
2. Nyawa muslim itu bisa melayang jika transplantasi tidak segera dilakukan.

F. Donor Organ Yang di Haramkan


Akan tetapi Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila :
1. Transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, dengan
alasan :
Firman Allah dalam Alqur’an S. Al-Baqarah ayat 195, bahwa ayat tersebut mengingatkan
, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan
akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor, meskipun perbuatan itu
mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Melakukan transplantasi dalam keadaan
dalam keadaan koma.
Walaupun menurut dokter bahwa si donor itu akan segera meninggal maka transplantasi
tetap haram hukumnya karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului
kehendak Allah. Dalam hadis nabi dikatakan :
“ Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat
madharat pada orang lain.”(HR. Ibnu Majah, No.2331)
2. Penjualan Organ Tubuh Sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia, ulama
sepakat bahwa praktik seperti itu hukumnya haram berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
berikut6[7] :
Seseorang tidak boleh menjual benda-benda yang bukan miliknya.
Sebuah hadis menyatakan, “ Diantara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban di
akhirat adalah mereka yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya.”
Dengan demikian , jika seseorang menjual manusia merdeka, maka selamanya si pembeli
tidak memiliki hak apapun atas diri manusia itu, karena sejak awal hukum transaksi itu sendiri
adalah haram. Penjualan organ manusia bisa mendatangkan penyimpangan, dalam arti bahwa hal
tersebut dapat mengakibatkan diperdagangkannya organ-organ tubuh orang miskin dipasaran
layaknya komoditi lain.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Transplantasi organ
hukumnya mubah dan dapat berubah hukumnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi. Transplantasi ini dapat di qiyaskan dengan donor darah dengan illat bahwa donor
darah dan organ tubuh dapat dipindahkan tempatnya, keduannya suci dan tidak dapat diperjual
belikan. Tentu saja setelah perpindahan itu terjadi maka tanggungjawab atas organ itu menjadi
tanggungan orang yang menyandangnya. Kaidah-kaidah hukum wajib dijunjung dalam
melakukan trasnplantasi ini antaranya :
Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan bahaya lainnya artinya:
a. organ tidak boleh diambil dari orang yang masih memerlukannnya
b. Sumber organ harus memiliki kepemilikan yang penuh atas organ yang diberikannnya, berakal,
baligh, ridho dan ikhlas dan tidak mudharat bagi dirinya.
c. Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses yang lebih besar dari kemungkinan
gagal.
d. Organ manusia tidak boleh diperjualbelikan sebab manusia hanya memperoleh hak
memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara mutlak.

DAFTAR PUSTAKA

 Ali Hasan. 2000. “MASAIL FIQHIYAH AL-HADITSAH pada masalah masalah


kontemporer hukum islam” .Jakarta. Raja Grafindo persada.
 Mahjuddin. 2003. “MASAILUL FIQHIYAH berbagai kasus yang dihadapi hukum
islam’ masa kini”. Jakarta, Kalam Mulia.
 Masjfuk Zuhdi. 1997. “MASAIL FIQHIYAH”. Jakarta. Toko Gunung Agung.
 Nata, Abuddin . 2006 . Masail Al-Fiqhiyah . Jakarta : Kencana Prenada Media
Group

Anda mungkin juga menyukai