Anda di halaman 1dari 14

TRANSPLANTAASI ORGAN MENURUT KAIDAH FIQIH

Paper Halaqoh
Disajikan pada tanggal 04 November 2021

Pengasuh:
Prof. Dr. Kyai H. Achmad Mudlor, SH.

Disusun Oleh:
Mafiq Aufa Hilmi
Mahasiswa Semester III
Program Studi Bioteknologi
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya

Halaqoh Ilmiah
LEMBAGA TINGGI PESANTREN LUHUR MALANG
November 2021
A. Pendahuluan

Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin yang merupakan


petunjuk yang akan membawa pada rahmat dan kemaslahatan. Islam juga
merupakan agama yang sangat lengkap dalam mengatur dan membahas segala
aspek kehidupan umat manusia. Salah satu aspek penting yang diatur dalam
islam adalah perihal kesehatan. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting
yang dibutuhkan oleh seluruh manusia. Kesehatan merupakan nikmat yang
diberikan oleh Allah SWT yang sangat mahal nilainya. Meskipun pada
kenyataanya kebanyakan manusia menganggap sepele dan terlena ketika masih
diberi kesehatan dan baru menyadari bahwa kesehatan sangat mahal harganya
ketika sakit. Islam mengajarkan kepada seluruh pemeluknya untuk senantiasa
menjaga kesehatan seperti yang telah disabdakan Rasulullah SAW " …dan
sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu…." HR Muslim No.1967.
Hadist tersebut menyatakan bahwa sesungguhnya kesehatan jasmani
merupakan hal yang harus kita usahakan untuk terpenuhi sebagai hak badan
kita atas diri kita.

Dalam usaha untuk menjaga kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai


hal seperti olah raga, mengatur pola makan yang baik yaitu makan secukupnya,
menjaga kebersihan diri dan lain sebagainya. Namun ada kalanya kita tidak
bisa menghindar dari sakit. Islam memandang sakit sebagai suatu cobaan dan
kasih sayang Allah SWT, kecuali untuk beberapa kasus dimana sakit juga bisa
datang sebagai azab. Dalam menghadapi sakit seseorang harus senantiasa
berdoa dan berikhtiar demi kesembuhan dan kesehatanya. Berbagai bentuk
ikhtiar yaitu pergi ke dokter, pengobatan alternatif, meminum obat atau
ramuan, dan lain sebagainya. Pengobatan ada berbagai macam, dalam kasus
sakit yang ekstrim misalnya tidak berfungsi atau rusaknya organ vital tubuh
manusia seperti ginjal maka perlu dilakukan jenis pengobatan yang juga
cenderung ekstrim seperti transplantasi organ.

Pada ilmu kedokteran modern, transplantasi organ merupakan hal yang


sudah umum dilakukan. Transplantasi organ bertujuan untuk menggantikan
organ tubuh yang telah rusak atau telah kehilangan fungsinya dengan organ
baru baik organ tubuh asli maupun buatan. Transplantasi organ merupakan
metode pengobatan yang berkembang pesat baik secara kualitas penanganan
maupun kuantitas jumlah yang telah dilakukan. Menurut data yang dilaporkan
ke Global Observatory on Donation and Transplantation (GODT), analisis
dari aktivitas transplantasi 2010 untuk 95 negara, mewakili hampir 90%
populasi dunia, menunjukkan bahwa hampir sebanyak 106.879 transplantasi
organ padat telah dilakukan di seluruh dunia dengan rincian: 73.179
transplantasi ginjal (46% dari donor hidup), 21.602 transplantasi hati (15% dari
donor hidup), 5582 transplantasi jantung, 3927 transplantasi paru, 2.362
transplantasi pankreas, dan 227 usus halus. Kegiatan ini meningkat 2,12%
selama tahun 2009, namun diperkirakan masih jauh dari kebutuhan global.1

Dari sudut pandang kemanusiaan, transplantasi merupakan hal yang


sangat baik karena terbukti telah menyelamatkan jutaan nyawa dan
memberikan maslahat kepada manusia. Namun bagaimana jika fenomena
transplantasi dilihat dari kacamata islam? Apakah islam juga mendukung
transplantasi sebagai bentuk ikhtiar untuk menyelamatkan kehidupan atau
justru sebaliknya? Dan bagaimanakah fenomena transplantasi ini bila dikaji
dalam kaidah fiqih?

1
S., Michelle Angelika. Dkk. Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum Positif
Indonesia. Jurnal Medika Hutama. Vol 2(2) Hal 525
B. Pembahasan
1. Pengertian Transplantasi Organ
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Transplant, yang
berarti Move (body’s organ) From One Place to Another, artinya
berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia kata transplantasi mempunyai arti pemindahan jaringan tubuh
dari satu tempat ke tempat lain dan atau pencangkokan2. Menurut Pasal
1(e) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat
Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi dan atau Jaringan
Tubuh Manusia menyatakan bahwa: “Transplantasi adalah rangkaian
tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau jaringan tubuh
manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan
untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang tidak
berfungsi dengan baik.”3 Sedangkan menurut fatwa Majelis Ulama
Indonesia No.13 Tahun 2019, yang dimaksud transplantasi adalah
rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dam
rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang
tidak berfungsi dengan baik.4 Dan Menurut Masjfuk Zuhdi dalam
bukunya Masail Fiqhiyah, pencangkokan (transplantasi) ialah
pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan
baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita
untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi. 5
Sementara itu, organ didefiniskan sebagai sekumpulan jaringan yang
saling bersinergi menjalankan fungsi tertentu yang serupa misalnya organ
otak yang hampir secara keseluruhan tersusun atas sel saraf yang memiliki

2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Pustaka Phoenix, Jakarta, 2009, hal. 616
3
Sri Ratna Suminar, Aspek Hukum dan Fiqih Tentang Transaksi Organ Tubuh Untuk Transplantasi
Organ Tubuh. Syiar Hukum vol. 12 (1) hal 35
4
Fatwa Majelis Ulama Indonesia No.13 Tahun 2019.”Transplantasi Organ Dan/Atau Jaringan
Tubuh Dari Pendonor Hidup Untuk Orang Lain”
5
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung,
1997), 86.
fungsi kordinasi. Organ yang dimaksud disini merupakan organ tubuh
manusia baik organ dalam maupun organ luar antara lain seperti jantung,
paru-paru, ginjal, hati, mata, hidung, kulit, dan lainya. Sehingga
transplantasi organ dapat didefinisikan sebagai tindakan pemindahan atau
pencangkokan organ tubuh yang umumnya dilakukan dari manusia kepada
manusia yang lain dengan tujuan untuk menggantikan organ tubuh
manusia lain yang rusak atau bermasalah yang dilakukan melalui operasi.
2. Sejarah dan Perkembangan Transplantasi Organ
Konsep transplantasi organ telah dipikirkan dan diteliti sejak 4000
tahun yang lalu pada zaman Mesir kuno berdasarkan manuskrip yang
ditemukan di Mesir serta penemuan yang di klaim sebagai bekas
transplantasi organ pada mumi yang ditemukan di Kompleks Pemakaman
Mesir Kuno. Transplantasi organ juga pernah dilakukan di era Nabi
Muhammad SAW, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu
Daud dan Tirmizi dari Abdurrahman bin Tharfah dalam sunan Abu
Dawud, hadits no. 4232 bahwa kakeknya yang bernama “Arfajah bin
As’ad pernah terpotong hidungnya dalam perang kulab, Kemudian ia
memasang hidung palsu dari logam perak, namun hidung tersebut mulai
membau membusuk, Kemudian Nabi SAW menyuruhnya agar memasang
hidung palsu dari logam emas”6
Transplantasi organ yang sama pertama lai dilakukan oleh Dr. Alexis
Carrel pada tahun 1913. Pada percobaan tersebut, Dr. Alexis Carrel
berhasil mentrasplantasikan ginjal dari satu kucing ke kucing lainya. Pada
awal 1950-an sebuah proses transplantasi jantung ortotopis berhasil
dilakukan pada tubuh seekor anjing. Untuk mempersiapkan upaya
transplantasi pertama kali jantung manusia, Profesor Christiaan N.
Barnard beserta tim ahli bedahnya, mempraktikkan transplantasi ortotopis
pada beberapa anjing dan melakukan transpantasi ginjal pada seorang
wanita yang hanya diidentifikasi sebagai Ny. Black. Kemudian, pada
tanggal 3 Desember 1967, Barnard beserta tim ahli bedahnya dari Afrika

6
Maula Sari. Transplantasi Organ Dalam Al-Quran Perspektif Tafsir Al- Maqasidi. Substantia, Vol.
22 (1) Hal.65
Selatan berhasil mengukir sejarah dengan melakukan pemindahan jantung
dari seorang wanita bernama Denise Darvall (24 tahun) yang dinyatakan
mati otak akibat kecelakaan kendaraan bermotor untuk ditransplantasikan
pada tubuh seseorang bernama Louis Washkansky (54 tahun).
Washkansky sanggup bertahan hidup selama 18 hari dan kemudian
meninggal karena infeksi paru-paru yang mengakibatkan kurangnya
oksigen yang masuk ke dalam jantung barunya. Perkiraan satu bulan
kemudian, tepatnya tanggal 2 Januari 1968, Barnard kembali melakukan
transplantasi jantung. Kali ini, penerima donor jantung adalah Dr. Philip
Blaiberg (seorang spesialis gigi dari Cape Town) yang akhirnya keluar dari
rumah sakit dalam keadaan sehat dan menjalani hidup seperti sediakala.
3. Jenis-Jenis Transplantasi
Transplantasi umunya dibedakan dari kondisi pendor yaitu
transplantasi dari donor hidup, transplantasi dari donor yang kemungkinan
besar akan segera mati (sekarat), dan transplantasi dari donor mati. Namun
transplantasi juga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berdasarkan
sifat pemindahan organ atau jaringan tubuh yang dipindahkan ke tubuh
yang lain, transplantasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Autograft, ialah pemindahan organ jaringan atau organ dari
satu tempat ke tempat yang lain dalam tubuh pasien sendiri.
Contohnya: Operasi bibir sumbing.
b. Allograft, ialah pemindahan jaringan atu organ dari satu
tubuh ke tubuh yang lain dengan sama spesiesnya (manusia
dengan manusia). Contohnya: Transplantasi ginjal dan
kornea mata.
c. Xenograft, ialah pemindahan jaringan organ dari satu tubuh
ke tubuh yang lain dengan berbeda spesies (spesies manusia
dengan binatang).
Sedangkan dalam buku berjudul “Kajian Fiqh Kontemporer” (Aibak,
2009) transplantasi dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis antara lain:
a. Auto transplantasi, yaitu transplantasi dimana donor
resipiennya satu individu. Seperti seorang yang pipinya
dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari
bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
b. Homo transplantasi, yakni di mana transplantasi itu donor
dan resipiennya individu yang sama jenisnya, (jenis di sini
bukan jenis kelamin, tetapi jenis manusia dengan manusia).
c. Hetero transplantasi, ialah yang donor dan resipiennya dua
individu yang berlainan jenisnya, seperti transplantasi yang
donornya adalah hewan sedangkan resipennya manusia.7
4. Transplantasi Dalam Kacamata Fiqih
Dalam beberapa dekade terakhir, transplantasi organ merupakan
praktek medis yang sering dilakukan, baik itu transplantasi dari donor
hidup maupun transplantasi donor mati atau mayat. Organ yang di
transplantasikan pun bukan hanya organ yang vital untuk kehidupan
dikarenakan kebutuhan yang tinggi dan donor yang tidak lagi sulit dicari
khususnya donor dari mayat. Terlebih lagi dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan khususnya dibidang biomedik dan immunologi maka
hambatan dalam transplantasi bisa ditekan seminimal mungkin.
Dalam berbagai kitab-kitab fiqih, transplantasi memang belum
banyak dibahas karena merupakan fenomena yang bisa dikatakan baru.
Namun dasar hukum dari transplantasi tetaplah bisa dikaji melalui
berbagai sumber baik itu Al-Qur’an, hadist, maupun kaidah fiqih terutama
fiqih kontemporer.
a. Dasar-Dasar Kaidah Fiqih
Dalam ilmu fiqih terdapat lima pedoman utama kaidah yang
digunakan sebagai acuan, antara lain:
1. Suatu ungkapan dalam Al-Qur’an, hadist, atau ketentuan hukum
dalam kitab fiqih klasik yang dipertimbangkan adalah kumuman
tujuan hukum, bukan bergantung kepada ketentuan teks statis
atau sebab (al-‘ibrah bi ‘umum al-maqashid, la bikhusus al-nash
wa al-sabab).

7
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer (Yogyakarta: TERAS, 2009), 122-123.
2. Kepentingan umum adalah dalil yang kehujahanya mandiri, tak
bergantung kepada informasi teks atau nash (al-maslahah dalil
syar’I mustaqillun ‘an al-nushus).
3. Akal mempunyai otoritas untuk menentukan baik dan buruk
(mashalih dan mafasid) tanpa bergantung kepada teks (istiqlal
al-‘uqul bi idrak al mashalih wa al-mafasid dun al-ta’alluq bi
al-nushus).
4. Kepentingan umum adalah hujah hukum yang terkuat (al-
maslahah aqwa dalil al-syar’i).
5. Lapangan pemberlakuan rasionalitas maslahah adalah bidang
hubungan antara manusia dan tradisi, bukan aturan ibadah
kepada Allah (majal al-‘amal bi al-maslahah wuha al-
mu’amalah wa al-adah dun al-ibadat).
Dalam kasus transplatasi organ, dasar pengambilan kaidah fiqih
terkait fenomena tersebut antara lain:
a) Kaidah fiqih untuk transplantasi dari donor hidup.
Kebolehan untuk mendonorkan sebagian organ tubuh kepada
orang yang membutuhkan sifatnya muqayyad (bersyarat). Sebab
seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya
yang justru akan menimbulkan dharar, kemelaratan, dan
kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorang yang mempunyai
hak tetap atas dirinya.

َ َّ‫َو َم ْن اَحْ يَاهَا فَ َكاَنَّ َما اَحْ يَا الن‬


‫اس َج ِميْعا‬
“Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua
manusia” (QS. al-Maidah : 32).
ٰ ‫ّللا هو هل ت ُ ْلقُ ْوا ِبا ه ْي ِد ْي ُك ْم اِلهى الت ْهلُ هك ِة ۛ هواهحْ ِسنُ ْوا ۛ اِن‬
‫ّللاه‬ ‫هواه ْن ِفقُ ْوا ِف ْي ه‬
ِ ٰ ‫س ِب ْي ِل‬
‫ي ُِحب ْال ُمحْ ِس ِنيْنه‬
“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan
sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik.”(Q.S. Al-Baqarah : 195).
Menurut Abu Hasan Asy-Syazili (ahli fikih Mesir), ayat
ini melarang manusia untuk berbuat sesuatu yang dapat
mencelakakan dirinya sekalipun dengan tujuan kemanusiaan
yang luhur. Sesuai dengan kaidah fiqih “Menghindari kerusakan
atau resiko lebih didahulukan daripada meraih kemaslahatan.”
Kaidah di atas menegaskan bahwa dalam Islam tidak
dibenarkan penanggulangan suatu bahaya dengan menimbulkan
bahaya lain. Bahwa seseorang harus lebih mengutamakan
menjaga dirinya dari kebinasaan, daripada menolong orang lain
dengan cara mengorbankan diri sendiri dan berakibat fatal.
Sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya,
terutama dalam hal beribadah. Maka berdasarkan kesepakatan
dan pendapat kebanyakan ulama, transplantasi organ dari donor
hidup diperbolehkan dengan syarat kondisi resipien darurat, dan
tidak menyebabkan kematian atau mudharat yang berat bagi
pendonor. 8
Hal ini umumnya berlaku bagi organ yang berjumlah
ganda dalam tubuh seperti ginjal. Adapun masalah
pencangkokan ginjal, apabila yang bersumber dari manusia
yang hidup disepakati oleh kebanyakan ulama hukum Islam
tentang kebolehannya bila dicangkokkan pada pasien yang
dikatakan memang sangat membutuhkannya. Hal in
berdasarkan Simposium Nasional II tentang “transplantasi
organ” yang telah ditandatangani oleh organisasi NU,
Muhammadyah dan MUI tentang kebolehan transplantasi organ
dalam keadaan darurat dengan tujuan menyelamatkan nyawa
orang lain.
b) Kaidah fiqih untuk transplantasi dari donor yang hampir
meninggal, koma atau sekarat.
Praktik transplantasi donor dalam keadaan koma hukumnya
tetap haram. Hal ini sama halnya dengan mempercepat

8
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer 2, 758.
kematian. Maka tidaklah etis melakukan transplantasi organ
dalam keadaan sekarat. Sebagaimana seharusnya orang yang
sehat berusaha menyembuhkan orang yang sedang sekarat
tersebut meskipun prediksi dokter mengatakan orang yang koma
tersebut sudah tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh.
c) Kaidah fiqih untuk transplantasi dari donor mati atau yang telah
meninggal.
Apabila pencangkokan organ (misalnya mata, ginjal atau
jantung) dari donor yang telah meninggal secara yuridis dan
klinis, maka Islam mengizinkan dengan syarat: Pertama, resipien
berada dalam keadaan darurat, yang mengancam jiwanya, dan ia
sudah menempuh pengobatan secara medis dan non-medis,
tetapi tidak berhasil. Kedua, transplantasi tidak akan
menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat bagi
resipien dibandingkan dengan keadaannya sebelum
transplantasi. Hal ini berdasarkan kaidah fiqhiyyah “darurat
akan membolehkan yang diharamkan” dan “bahaya harus
dihilangkan”. Selain itu pula, harus ada wasiat dari donor kepada
ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia
meninggal atau ada izin dari ahli warisnya.
Berdasarkan kaidah fiqih sebagai dasar pengambilan hukum
transplantasi organ yang telah dijelaskan, kita dapat mengetahui apa saja
organ yang halal dan yang haram untuk didonorkan. Adapun ketentuan
mengenai organ-organ tersebut adalah sebagai berikut:
a) Organ yang dapat tumbuh kembali.
Untuk organ yang dapat tumbuh kembali, maka transplantasi
diperbolehkan. Sebagai contoh adalah darah, donor darah
hukumnya boleh karena darah dapat diproduksi kembali oleh
tubuh, tidak menimbulkan mudhorot yang banyak bagi
pendonor, serta memberi maslahat kepada orang lain. Bahkan
Sebagian ulama berpendapat bahwa donor darah yang dilakukan
sesuai anjuran dengan niat membantu orang lain sangat
diperbolehkan bahkan dianjurkan sebagai bentuk tolong
menolong dalam kebaikan dan rasa kemanusiaan.
b) Organ yang berjumlah ganda atau lebih dari satu.
Untuk organ yang berjumlah ganda atau lebih dari satu, ulama
bersepakat bahwa hukum mendonorkan organ tersebut seperti
ginjal diperbolehkan, dengan syarat harus dalam keadaan
darurat. Hal ini dikarenakan apabila pendonor kehilangan satu
dari sepasang organya maka organ satunya masih berfungsi
namun tidak maksimal sehingga menimbulkan mudhorot, tetapi
mudhorot tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai
maslahat bagi penerima.
c) Organ yang berjumlah tunggal.
Untuk donor organ yang hanya ada satu dalam tubuh missal hati,
pankreas, dan lainya hukumnya haram apabila pendonor masih
hidup karena dapat mengancam kehidupan si pendonor. Hal ini
berdasarkan kaidah fiqih “Tidak boleh menghilangkan
mudharat dengan mudharat yang lain” dan ayat dalam Al-
Qur’an yang menyatakan bahwa tidak boleh membunuh diri
sendiri.
d) Alat kelamin (reproduksi).
Seluruh ulama bersepakat bahwa haram hukumnya
mendonorkan alat kelamin seperti Rahim dan ovarium. Hal ini
dikarenakan bukan merupakan hal yang darurat. Bahkan hal ini
tekah disebutkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia No.13
Tahun 2019.
e) Organ yang berasal dari spesies lain.
Donor organ dari spesies lain misalnya babi merupakan solusi
terakhir apabila organ benar-benar tidak bisa didapatkan dari
donor hidup atau donor mati. Dalam hal ini terdapat banyak
pendapat yang berbeda dari ulama, ada yang menyatakan haram.
Namun Sebagian ulama membolehkan apabila keadaan benar-
benar darurat meskipun ada hadis yang menyatakan “tidak ada
obat yang berasal dari yang haram” namun hal tersebut dapat
dilemahkan dengan kaidah fiqih “tidak ada keharaman dalam
keadaan darurat”.9
b. Paradigma Berpikir Terkait Kaidah tentang Transplantasi
Mufti Muhammad Syafi’i dari Pakistan mengatakan bahwasanya
transplantasi organ tidak boleh dilakukan berdasarkan tiga prinsip yaitu:
Pertama, kesucian hidup manusia. Kedua, tubuh manusia adalah amanah.
Ketiga, transplantasi juga dapat dikategorikan sebagai sikap yang
memberlakukan tubuh manusia sebagai bahan material. Sedangkan
menurut Yusuf Qardhawi transplantasi diperbolehkan, selama organ
tersebut bukan merupakan organ kelamin atau organ yang berpotensi
menghilangkan nyawa pendonor, seperti mendonorkan organ rahim dan
jantung.
Paradigma berpikir yang harus dibangun adalah berdasarkan kaidah
fiqih yang telah disebutkan pada dasarnya manusia bisa melakukan
transplantasi dalam kondisi darurat dengan tujuan kemaslahatan. Selain itu
ada dua poin penting yang menjadi dasar paradigma berpikir dalam
melihat fenomena transplantasi organ. Yang pertama, organ manusia itu
merupakan sebuah titipan yang terhormat, baik bagi yang masih hidup dan
yang sudah mati. Sehingga melukai, merusak atau mengambilnya tanpa
ada kondisi darurat adalah sebuah keharaman. Kedua, pandangan tentang
kehormatan organ juga dipengaruhi oleh kepercayaan dan ideologi suatu
bangsa yang akan mempengaruhi pendapat tentang transplantasi.

9
Muhammad Hasbi.Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi Menurut Hukum
Islam.
C. Kesimpulan
Transplantasi organ merupakan tindakan pemindahan atau
pencangkokan organ tubuh yang umumnya dilakukan dari manusia kepada
manusia yang lain dengan tujuan untuk menggantikan organ tubuh manusia
lain yang rusak atau bermasalah yang dilakukan melalui operasi. Hukum
transplantasi menurut kaidah fiqih secara umum diperbolehkan dalam keadaan
darurat. Namun ada beberapa kondisi yang tidak diperbolehkan melakukan
transplantasi. Kondisi tersebut antara lain, apabila donor merupakan orang
yang koma atau sekarat maka transplantasi haram hukumnya. Apabila
transplantasi dilakukan sebagai bentuk jual beli maka hukumnya haram.
Apabila transplantasi dilakukan dari donor hidup dengan organ yang
didonorkan yaitu organ tunggal, organ yang memiliki peran vital (missal
jantung dan otak) maupun organ reproduksi atau genital maka transplantasi
haram hukumnya. Transplantasi pada donor mati atau mayat hukumnya
diperbolehkan dengan syarat keadaan benar-benar darurat, namun hal tersebut
dapat merusak kehormatan mayat. Pada dasarnya manusia bisa melakukan
transplantasi dalam kondisi darurat dengan tujuan kemaslahatan. Transplantasi
hanya diperbolehkan apabila tidak ada acara lain lagi sebagai bentuk ikhtiar
mencari kesembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Teras


Hasbi, Muhammad. 2020. Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi
Menurut Hukum Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain)
Watampone.
Jamali, Lia Laquna. 2019. Transplantasi Organ Tubuh Manusia Perspektif Al-
Qur’an. Diya Al-Afkar. Vol. 7(1): 113-128.
Qaradrawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer 2. Jakarta: Gema Insani, 1995.
S., Michelle Angelika., Dkk. 2021. Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam
Perspektif Hukum Positif Indonesia. Jurnal Medika Hutama. Vol 2(2): 524-
532.
Sari, Maula. 2020. Transplantasi Organ Dalam Al-Quran Perspektif Tafsir Al-
Maqasidi. Substantia, Vol. 22 (1) : 61-72
Suminar, Sri R. 2010. Aspek Hukum Dan Fiqih Tentang Transaksi Organ Tubuh
Untuk Transplantasi Organ Tubuh Manusia. Syiar Hukum, Vol. 12 (1): 33-
48.
Surat Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No.13 Tahun 2019.”Transplantasi
Organ Dan/Atau Jaringan Tubuh Dari Pendonor Hidup Untuk Orang Lain”
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: Pt. Toko
Gunung Agung, 1997.

Anda mungkin juga menyukai