DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................
BAB I....................................................................................................................
PENDAHULUAN.................................................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................................................
BAB II...................................................................................................................
PEMBAHASAN...................................................................................................
BAB III..................................................................................................................
PENUTUP.............................................................................................................
3.1 Simpulan..........................................................................................................
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah- Nya sehingga saya bisa menyusun tugas hukum pencangkokan organ tubuh ini
dengan baik serta tepat waktu.
Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang hukum pencangkokan organ tubuh.
Mudah-mudahan tugas yang saya buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita
menjadi lebih luas lagi. Saya menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun
tugas ini.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan guna
kesempurnaan tugas ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Isnaini
S.Sos.I,S.pd.I.M.pd.I yang telah memberikan tugas. Kepada pihak yang sudah menolong
turut dan dalam penyelesaian tugas ini. Atas perhatian serta waktunya, saya sampaikan
banyak terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah transplantasi berasal dari bahasa Inggris transplantation, bentuk noun dari
kata kerja to transplant, yang artinya pencangkokan (jantung kulit). Sedangkan dalam
kamus The Advanced Learner’s Dictionary of Current English, A.S Homby dan
Gatenby E.V., mengartikan tranplantasi dengan “to move from one place to another”
(memindahkan dari satu tempat ke tempat lain). Adapun dalam istilah Ilmu
Kedokteran, tranplantasi adalah memindahkan jaringan atau organ yang berasal dari
tubuh yang sama atau tubuh yang lain.1
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang
sehat untuk menggantikam organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan
baik, yang apabila diobati dengan prosedur bisa,harapan penderita untuk bertahan
hidupnya tidak ada lagi.2
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan
sendiri-sendiri,yaitu:
a. Donor dalam keadaan hidup sehat.Tipe ini memerlukan seleksi cermat dan
general check up, baik terhadap donor maupun terhadap penerimaan
(resepient), demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan
oleh penolakan tubuh, danm sekaligus mencegah resiko bagi donor.
b. Donor dalam hidup koma atau di duga akan meninggal segera.Untuk tipe
ini,pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat control dan penunjang
kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus.Kemudian
alat-alat tersebut di cabut setelah pengambilan organ selesai.
c. Donor dalam keadaan mati.Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab
secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap
meninggal secara medis dan yudiris dan harus diperhatikan pula daya tahan
organ tubuh yang mau ditrasplantasi.3
1
.Muhammad Hasbi, “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi”
2
.Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,Jakarta: Haji Masagung,1994, H. 86.
3
.Masjfuk Zuhdi. "Masail Fiqhiyah". Jakarta. PT Toko Gunung Agung 1997. H. 86-87
4
.Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, 148.
dengan barang najis dikarenakan tidak ada barang yang suci, maka
hukunya diperbolehkan. Namun, apabila ada barang suci kemudian
disambung dengan barang najis maka hukumnya wajib dibuka jika tidak
menimbulkan bahaya.7
c. Mufti Muhammad Sayfi’i dari Pakistan dan Dr. ‘Abd al-Salam al-Syukri
dari Mesir berpendapat bahwa transplantasi organ tidak diperbolehkan
berdasarkan atas prinsip-prinsip dan pertimbangan sebagai berikut:
kesucian hidup (tubuh manusia), tubuh manusia sebagai amanah,
memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material, menjaga
kemuliaan hidup manusia, menghindari keraguan.8
d. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasannya praktik transplantasi itu boleh
dilakukan. Meskipun diperbolehkan, akan tetapi sifatnya tidaklah mutlak
melainkan muqayyad (bersyarat).9
5
. Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, 121-122.
6
. Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer (Yogyakarta: TERAS, 2009), 122-123.
7
. Yahya al-Nawawi,Minhaj al-Thalibin(Libanon:Daar al-Fikr,1992,31).
8
. (Abul Fadl Moshin Ebrahim,Kloning,Eutanasia,Transfusi Darah)
9
. (Yusuf Qardhawi,Fatwa-fatwa kontemporer 2( Jakarta:Gema insani,1995,759.)
Mayoritas Ulama juga memperbolehkan transpantasi atas dasar pendapat mereka
tentang argumen berikut:
1. Transplantasi yang didasarkan atas kebaikan
Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak atas apa yang berkaitan
dengan tubuhnya. Meskipun manusia bukanlah pemilik hakiki organ tubuhnya, tetapi
Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk menggunakan dan
memanfaatkannya selama tidak mengakibatkan kerusakan, kebinasaan dan kematian.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisaa’ ayat 29 :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang tidak benar, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar
suka sama suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu.” dan Al
Baqarah ayat 195:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Oleh karena itu, jika seseorang mendonorkan organ atau jaringan tubuhnya yang
tidak vital dan juga tidak mencelakakan dirinya, maka ia telah menyelamatkan nyawa
orang lain untuk memperbaiki organ tubuh resipien (penerima). Hal ini merupakan
tindakan yang sangat terpuji.
Ibnu Nujaim (w. 970 H/1563 M) dan Ibnu Abidin (1198 H/1784 M-1252 H/1836 M),
dua tokoh fiqih mazhab Hanȃfiyyah, menyatakan bahwa organ tubuh manusia yang masih
hidup tidak boleh dimanfaatkan untuk pengobatan lainnya, karena kaidah fiqih menyatakan:
“suatu kemudaratan tidak bisa dihilangkan dengan kemudaratan lainnya.” Pernyataan senada
juga muncul dari Ibnu Qudamah, tokoh fiqih mazhab Hanbali, dan Imam an-Nawawi, tokoh
fiqih Mazhab Syȃfi‘iyah.12
Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh yang cuma
satu-satunya dalam tubuhnya, misalnya hati, kornea mata, jantung, dan ginjal. Dikarenakan
dia tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya organ tersebut, dan tidak dibolehkan
menghilangkan ḍarȃr ( bahaya) orang lain dengan menimbulkan ḍarȃr (bahaya) pada dirinya.
Dan juga tidak boleh mendermakan organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, dan kaki,
dikarenakan dengan begitu dia mengabaikan kegunaan organ bagi dirinya dan menjadikan
buruk rupanya. Begitu pula halnya organ tubuh bagian dalam yang berpasangan tetapi salah
satu dari pasangan tersebut tidak berfungsi lagi atau dalam keadaan sakit, maka organ ini
dianggap seperti satu organ.13
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun
dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram walaupun menurut dokter bahwa si donor itu
akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiaannya dan mendahului
kehendak Allah.
Menurut hukum Islam, tidak dibolehkan mengambil organ tubuh donor dalam keadaan
koma dengan adanya hadits Nabi SAW, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Hadits Nabi SAW: “Tidak dibolehkan membuat muḍarat pada dirinya sendiri dan tidak
boleh pula membuat muḍarat pada orang lain”. Berdasarkan hadits tersebut, mengambil
organ tubuh dari orang dalam keadaan sekarat/koma, hukumnya haram dikarenakan
menimbulkan muḍarat kepada donor tersebut yang berakibat dapat mempercepat
kematiannya.
b. Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakit demi mempertahankan
hidupnya, karena hidup dan meninggal dunia berada di tangan Allah. Oleh sebab itu,
manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri, mendahului kehendak Allah, juga tidak
etis memperlakukan orang yang sudah koma (sekarat), dengan cara mempercepat
kematian orang lain, selama masih ada nyawanya. Orang yang sehat, wajib berikhtiar
untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut. Berdasarkan kenyataan seperti
hal demikian, ada juga satu orang, dua orang yang sembuh kembali, walaupun secara
medis sudah dinyatakan tidak ada harapan untuk hidup lagi.16
Hukum Transplantasi Organ Tubuh Pendonor dalam Keadaan Telah Meninggal Dunia
Mengambil organ tubuh donor (kornea mata, jantung dan ginjal) yang sudah meninggal
secara yuridis dan medis, menurut pandangan hukum Islam, hukumnya mubah, yaitu
dibolehkan, dengan syarat bahwa resipien (penerima sumbangan organ tubuh), bila dalam
keadaan ḍarȗratnya, apabila organ tubuhnya tidak disumbangkan kepada orang lain yang
membutuhkannya, dapat mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi tersebut,
sedangkan ia sudah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil.
Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyah: “ḍarȗrat akan membolehkan yang diharamkan.”
Juga berdasarkan qaidah fiqhiyah: ”Bahaya itu harus dihilangkan”. Dengan catatan bahwa
pencangkokan juga cocok dengan organ resipien dan tidak menimbulkan komplikasi penyakit
yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
Di samping itu, harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk
menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan fatwa MUI pada tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi
tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung terhadap orang yang
telah meninggal dunia demi untuk kepentingan orang yang masih hidup, dibolehkan menurut
hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih
hidup) dan izin keluarga/ahli waris.19
19
Masjfuk Zuhdi.”Masail Fiqiyah”.Jakarta.PT Toko Gunung Agung 1997.H.86-87
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Transplantasi
adalah pemindahan oran tubuh yang mempunyai gaya hidup yang sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik,yang
apabila diobati dengan prosedur medis biasa,harapan penderita untuk hidup tidak ada
lagi.
Ada 3 (tida) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan
sendiri yaitu: donor dalam keadaan hidup dan sehat,donor dalam keadaan hidup koma
dan donor dalam keadaan mati (meninggal dunia).
hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan hidup, dalam keadaan
koma dan dalam keadaan telah meninggal dunia di atas, dapat dipahami bahwa dasar
hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan hidup, hukumnya dinyatakan
haram, dengan alasannya bahwa tidak dibolehkan menghilangkan darar orang lain
yang dapat menimbulkan bahaya, kemudaratan, kesengsaraan, nestapa, pada dirinya
sendiri, dikarenakan dengan begitu dia mengabaikan kegunaan organ tubuhnya sendiri
dan menjadikan buruk rupanya serta tidak dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya dalam bidang apapun, karena kepentingan seseorang harus lebih
mengutamakan memelihara dirinya dari kebinasaan, dari pada menolong orang lain
dengan cara mengorbankan dirinya sendiri.
Mengambil organ tubuh donor (kornea mata, jantung dan ginjal) yang sudah
meninggal dunia secara yuridis dan medis, menurut pandangan hukum Islam,
dibolehkan, dengan syarat bahwa sebaiknya donor terlebih dahulu harus berwasiat
kepada ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal dunia,
atau ada izin dari ahli warisnya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan fatwa MUI pada tanggal 29 Juni 1987, yang
menyatakan bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka
pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang
yang masih hidup, dibolehkan menurut hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang
bersangkutan. Dibolehkannya pengambilan katup jantung tersebut, sama hukumnya
yang dikaitkan dengan kornea mata dan ginjal.
3.2 Daftar Pustaka