Anda di halaman 1dari 14

Hukum Pencangkokan Organ Tubuh

Dosen Pengampu:Isnaini,S.Sos.I,S.Pd.I M.Pd.I

Oleh:Putri Lulu Fauziyah(22510017)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTERE SUDIRMAN


GUPPI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................

BAB I....................................................................................................................

PENDAHULUAN.................................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................

1.3 Tujuan...............................................................................................................

BAB II...................................................................................................................

PEMBAHASAN...................................................................................................

2.1 Pengertian Transplantasi..................................................................................

2.2 Macam Macam Transplantasi dan Donor Organ Tubuh..................................

2.3 Hukum dan Dalil Terkait Transplantasi Organ................................................

BAB III..................................................................................................................

PENUTUP.............................................................................................................

3.1 Simpulan..........................................................................................................

3.2 Daftar Pustaka.................................................................................................


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah- Nya sehingga saya bisa menyusun tugas hukum pencangkokan organ tubuh ini
dengan baik serta tepat waktu.

Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang hukum pencangkokan organ tubuh.
Mudah-mudahan tugas yang saya buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita
menjadi lebih luas lagi. Saya menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun
tugas ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan guna
kesempurnaan tugas ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Isnaini
S.Sos.I,S.pd.I.M.pd.I yang telah memberikan tugas. Kepada pihak yang sudah menolong
turut dan dalam penyelesaian tugas ini. Atas perhatian serta waktunya, saya sampaikan
banyak terima kasih.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transplantasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang
memerlukan.
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya:
Pertama, Pendonor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat
untuk dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi
kelainan. Kedua, resipien, yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donordikarenakan
adanya satu hal lainnya, organ tubuhnya harus diganti. Ketiga, tim ahli, yaitu para dokter
yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor kepada resipien. Bertalian dengan
donor, transplantasi dapat dikategorikan kepada tiga tipe, Type 1). Pendonor dalakeadaan
hidup sehat (living donor); 2) Donor dalam keadaan koma; 3) Donor dalam keadaan
meninggal (cadaver donor).
Transplantasi organ tubuh telah menjadi salah satu jalan keluar yang paling berarti
dalam dunia kedokteran modern sehingga banyak perubahan yang terjadi dan munculnya
teknologi yang memiliki manfaat untuk kehidupan dan kepentingan manusia khususnya
kesehatan.Segala hal yang dicapai teknologi belum tentu dapat diterima oleh agama dan
hukum yang hidup di masyarakat,dalam Al-Qur’an dan hadis pun tidak ditemukan ayat
secara eksplisit mengenai transpantasi organ tubuh.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang di mangsud dengan transplantasi?
2. Apa macam-macam transplantasi organ?
3. Bagaimana hukum dan dalil tentang transplantasi organ tubuh?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimangsud dengan transplantasi.
2. Untuk mengetahui macam macam transplanrasi organ.
3. Untukl mengetahui hukum dan dalili tentang transplantasi organ tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transplantasi

Istilah transplantasi berasal dari bahasa Inggris transplantation, bentuk noun dari
kata kerja to transplant, yang artinya pencangkokan (jantung kulit). Sedangkan dalam
kamus The Advanced Learner’s Dictionary of Current English, A.S Homby dan
Gatenby E.V., mengartikan tranplantasi dengan “to move from one place to another”
(memindahkan dari satu tempat ke tempat lain). Adapun dalam istilah Ilmu
Kedokteran, tranplantasi adalah memindahkan jaringan atau organ yang berasal dari
tubuh yang sama atau tubuh yang lain.1
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang
sehat untuk menggantikam organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan
baik, yang apabila diobati dengan prosedur bisa,harapan penderita untuk bertahan
hidupnya tidak ada lagi.2
Ada 3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan
sendiri-sendiri,yaitu:
a. Donor dalam keadaan hidup sehat.Tipe ini memerlukan seleksi cermat dan
general check up, baik terhadap donor maupun terhadap penerimaan
(resepient), demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan
oleh penolakan tubuh, danm sekaligus mencegah resiko bagi donor.
b. Donor dalam hidup koma atau di duga akan meninggal segera.Untuk tipe
ini,pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat control dan penunjang
kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus.Kemudian
alat-alat tersebut di cabut setelah pengambilan organ selesai.
c. Donor dalam keadaan mati.Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab
secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap
meninggal secara medis dan yudiris dan harus diperhatikan pula daya tahan
organ tubuh yang mau ditrasplantasi.3

2.2 Macam-macam Transplantasi dan Donor Organ Tubuh

Berdasarkan sifat pemindahan organ atau jaringan tubuh yang dipindahkan ke


tubuh yang lain, transplantasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
 Autograft ialah pemindahan organ jaringan atau organ dari satu tempat ke
tempat yang lain dalam tubuh pasien sendiri.
Contohnya: Operasi bibir sumbin.
 Allograft ialah pemindahan jaringan atu organ dari satu tubuh ke tubuh
yang lain dengan sama spesiesnya (manusia dengan manusia).
Contohnya: Transplantasi ginjal dan kornea mata.
 Xenograft ialah pemindahan jaringan organ dari satu tubuh ke tubuh yang
lain dengan berbeda spesies (spesies manusia dengan binatang).4

1
.Muhammad Hasbi, “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi”
2
.Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam,Jakarta: Haji Masagung,1994, H. 86.
3
.Masjfuk Zuhdi. "Masail Fiqhiyah". Jakarta. PT Toko Gunung Agung 1997. H. 86-87
4
.Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, 148.

Menurut Fathurrahman, dilihat dari jenis transplantasi dibedakan


menjadi dua, yaitu:
 Transplantasi jaringan, seperti pencangkokan kornea mata dan menambal
bibir sumbing. Transplantasi ini dilakukan hanya untuk menyempurnakan
atau mengobati kekurangan yang ada pada seseorang.
 Transplantasi organ, seperti pencangkokan ginjal, jantung dan hati.
Transplantasi ini dilakukan untuk mempertahankan eksistens
kelangsungan hidup manusia.5
Sedangkan menurut Kutbuddin Aibak, bahwa dilihat dari hubungan genetik antara
donor dan resipien ada 3 macam pencangkokan (transplantasi), yaitu:
 Auto transplantasi, yaitu transplantasi di mana donor dan resipiennya satu
individu. Seperti seseorang yang pipinya dioperasi untuk memulihkan
bentuk, maka diambil daging dari bagian badannya yang lain dalam
badannya sendiri.
 Homo transplantasi, yaitu di mana transplantasi antara donor dan
resipiennya merupakan individu yang sama jenisnya (jenis manusia
dengan manusia).
 Hetero transplantasi, yaitu donor dan resipiennya merupakan dua individu
berlainan jenis. Seperti transplantasi yang donornya adalah hewan
sedangkaan resipiennya manusia.6
2.3 Hukum dan Dalil Terkait Transplantasi Organ Tubuh
Terdapat beberapa pandangan mengenai hukum transplantasi organ tubuh
manusia dari berbagai kalangan, baik kalangan Ulama Klasik maupun Ulama
Kontemporer. Berikut beberapa pendapat terkait hukum transplantasi organ tubuh:
a. Para ulama fiqih klasik sepakat bahwa melakukan transplantasi organ
tubuh manusia dengan organ manusia lainnya diperbolehkan selama tidak
mendapatkan organ lainnya dan menimbulkan kemudharatan.
b. Al-Nawawi berpendapat bahwa apabila seseorang menyambung tulangnya

dengan barang najis dikarenakan tidak ada barang yang suci, maka
hukunya diperbolehkan. Namun, apabila ada barang suci kemudian
disambung dengan barang najis maka hukumnya wajib dibuka jika tidak
menimbulkan bahaya.7
c. Mufti Muhammad Sayfi’i dari Pakistan dan Dr. ‘Abd al-Salam al-Syukri
dari Mesir berpendapat bahwa transplantasi organ tidak diperbolehkan
berdasarkan atas prinsip-prinsip dan pertimbangan sebagai berikut:
kesucian hidup (tubuh manusia), tubuh manusia sebagai amanah,
memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material, menjaga
kemuliaan hidup manusia, menghindari keraguan.8
d. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasannya praktik transplantasi itu boleh
dilakukan. Meskipun diperbolehkan, akan tetapi sifatnya tidaklah mutlak
melainkan muqayyad (bersyarat).9
5
. Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, 121-122.
6
. Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer (Yogyakarta: TERAS, 2009), 122-123.
7
. Yahya al-Nawawi,Minhaj al-Thalibin(Libanon:Daar al-Fikr,1992,31).
8
. (Abul Fadl Moshin Ebrahim,Kloning,Eutanasia,Transfusi Darah)
9
. (Yusuf Qardhawi,Fatwa-fatwa kontemporer 2( Jakarta:Gema insani,1995,759.)
Mayoritas Ulama juga memperbolehkan transpantasi atas dasar pendapat mereka
tentang argumen berikut:
1. Transplantasi yang didasarkan atas kebaikan
Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak atas apa yang berkaitan
dengan tubuhnya. Meskipun manusia bukanlah pemilik hakiki organ tubuhnya, tetapi
Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk menggunakan dan
memanfaatkannya selama tidak mengakibatkan kerusakan, kebinasaan dan kematian.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisaa’ ayat 29 :

            
  
         
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang tidak benar, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar
suka sama suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu.” dan Al
Baqarah ayat 195:
              
 
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

Oleh karena itu, jika seseorang mendonorkan organ atau jaringan tubuhnya yang
tidak vital dan juga tidak mencelakakan dirinya, maka ia telah menyelamatkan nyawa
orang lain untuk memperbaiki organ tubuh resipien (penerima). Hal ini merupakan
tindakan yang sangat terpuji.

2. Transplantasi yang didasari kedaruratan


Bahwasannya transplantasi yang dilakukan atas dasar darurat (keterpaksaan)
dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mubah (boleh). Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam surat al-An’am ayat 119
                
             
 
“Dan mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-
benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang melampaui batas.”

3. Transplantasi yang didasari sebagai kebutuhan


Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya untuk menyelamatkan kehidupan
resipien yang sangat membutuhkan merupakan perbuatan saling tolong-menolong
dalam hal kebaikan dan sangat dianjurkan oleh Islam. Sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Ma’idah ayat 2:
          
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan
jangan tolong-menolong dalam dalam berbuat dosa dan permusuhan.”10

Adapun permasalah transplantasi organ tubuh di Indonesia sudah diatur oleh


pemerintah Republik Indonesia No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan
Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pada
tanggal 17 September 1992 telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) sebuah Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
yang di dalamnya pada pasal 64, 65 dan pasal 66 juga membahas mengenai
transplantasi organ tubuh manusia.11
Hukum Transplantasi Organ Tubuh Pendonor dalam Keadaan Hidup

Ibnu Nujaim (w. 970 H/1563 M) dan Ibnu Abidin (1198 H/1784 M-1252 H/1836 M),
dua tokoh fiqih mazhab Hanȃfiyyah, menyatakan bahwa organ tubuh manusia yang masih
hidup tidak boleh dimanfaatkan untuk pengobatan lainnya, karena kaidah fiqih menyatakan:
“suatu kemudaratan tidak bisa dihilangkan dengan kemudaratan lainnya.” Pernyataan senada
juga muncul dari Ibnu Qudamah, tokoh fiqih mazhab Hanbali, dan Imam an-Nawawi, tokoh
fiqih Mazhab Syȃfi‘iyah.12

Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh yang cuma
satu-satunya dalam tubuhnya, misalnya hati, kornea mata, jantung, dan ginjal. Dikarenakan
dia tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya organ tersebut, dan tidak dibolehkan
menghilangkan ḍarȃr ( bahaya) orang lain dengan menimbulkan ḍarȃr (bahaya) pada dirinya.
Dan juga tidak boleh mendermakan organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, dan kaki,
dikarenakan dengan begitu dia mengabaikan kegunaan organ bagi dirinya dan menjadikan
buruk rupanya. Begitu pula halnya organ tubuh bagian dalam yang berpasangan tetapi salah
satu dari pasangan tersebut tidak berfungsi lagi atau dalam keadaan sakit, maka organ ini
dianggap seperti satu organ.13

M. Ali Hasan, dalam bukunya Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada masalah-masalah


Kontemporer Hukum Islam, menyebutkan bahwa selama seseorang masih hidup, tidak
dibolehkan organ tubuhnya diambil, karena hal tersebut berarti mempercepat kematiannya,
dan berarti mendahului kehendak Allah SWT, walaupun menurut pertimbangan dokter, orang
tersebut akan segera meninggal. Mengambil organ tubuhnya, boleh dikatakan sama dengan
menyuntik orang itu supaya cepat meninggal.14
10
Muchlis M. Hanafi (ed.), Al-Qur’an dan Isu-Isu Kontemporer II (Tafsir Al-Qur’an
Tematik) (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), 17-18.
11
Mohammad Adib, “Tranplantasi Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tantang Kesehatan Ditinjau Dari Segi Pidana Dan Perdata,” Justicia Journal 5, no. 1
(Agustus 2016): 9
12
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 6, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003), h. 183)
13
Yusuf al-Qardawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, terj. As’ad Yasin, Jld. 2, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), h. 758-760)
14
M. Ali Hasan,Masail Fiqhiyah..., h. 123
Transplantasi dari organ tubuh diambil dari orang yang masih hidup, maka hukumnya
haram, dengan alasan konkritnya bahwa:
a. Firman Allah dalam surat (QS. 2: 195): “janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
dalam kebinasaan.Ayat tersebut mengingatkan, agar tidak gegabah dan ceroboh dalam
melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya yang kemungkinan bisa
berakibat fatal bagi diri donor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan
yang baik dan luhur.”
b. Qaidah Fiqhiyah
“Menghindari kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemashlahatan.” Berkenaan
dengan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan memelihara dirinya dari
kebinasaan, dari pada menolong orang lain dengan cara mengorbankan dirinya sendiri,
akhirnya ia tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas
kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.15

Hukum Transplantasi Organ Tubuh Pendonor dalam Keadaan Koma

Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun
dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram walaupun menurut dokter bahwa si donor itu
akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiaannya dan mendahului
kehendak Allah.

Menurut hukum Islam, tidak dibolehkan mengambil organ tubuh donor dalam keadaan
koma dengan adanya hadits Nabi SAW, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Hadits Nabi SAW: “Tidak dibolehkan membuat muḍarat pada dirinya sendiri dan tidak
boleh pula membuat muḍarat pada orang lain”. Berdasarkan hadits tersebut, mengambil
organ tubuh dari orang dalam keadaan sekarat/koma, hukumnya haram dikarenakan
menimbulkan muḍarat kepada donor tersebut yang berakibat dapat mempercepat
kematiannya.
b. Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakit demi mempertahankan
hidupnya, karena hidup dan meninggal dunia berada di tangan Allah. Oleh sebab itu,
manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri, mendahului kehendak Allah, juga tidak
etis memperlakukan orang yang sudah koma (sekarat), dengan cara mempercepat
kematian orang lain, selama masih ada nyawanya. Orang yang sehat, wajib berikhtiar
untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut. Berdasarkan kenyataan seperti
hal demikian, ada juga satu orang, dua orang yang sembuh kembali, walaupun secara
medis sudah dinyatakan tidak ada harapan untuk hidup lagi.16

Kalangan ulama mazhab berpendapat bahwa tidak dibolehkan melakukan transplantasi


organ tubuh manusia dalam keadaan koma atau hampir meninggal. Sekalipun harapan hidup
bagi orang tersebut sangatlah kecil, ia harus dihormati sebagai manusia sempurna.17
15.
(Abuddin Nata, Masail al-Fiqhiyah, Ed. 1, Cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2003),
16
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah..., h. 123
17
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum..., h. 1834

Hukum Transplantasi Organ Tubuh Pendonor dalam Keadaan Telah Meninggal Dunia

Mengambil organ tubuh donor (kornea mata, jantung dan ginjal) yang sudah meninggal
secara yuridis dan medis, menurut pandangan hukum Islam, hukumnya mubah, yaitu
dibolehkan, dengan syarat bahwa resipien (penerima sumbangan organ tubuh), bila dalam
keadaan ḍarȗratnya, apabila organ tubuhnya tidak disumbangkan kepada orang lain yang
membutuhkannya, dapat mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi tersebut,
sedangkan ia sudah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil.

Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyah: “ḍarȗrat akan membolehkan yang diharamkan.”
Juga berdasarkan qaidah fiqhiyah: ”Bahaya itu harus dihilangkan”. Dengan catatan bahwa
pencangkokan juga cocok dengan organ resipien dan tidak menimbulkan komplikasi penyakit
yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Di samping itu, harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk
menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan fatwa MUI pada tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi
tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung terhadap orang yang
telah meninggal dunia demi untuk kepentingan orang yang masih hidup, dibolehkan menurut
hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih
hidup) dan izin keluarga/ahli waris.19

19
Masjfuk Zuhdi.”Masail Fiqiyah”.Jakarta.PT Toko Gunung Agung 1997.H.86-87

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Transplantasi
adalah pemindahan oran tubuh yang mempunyai gaya hidup yang sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik,yang
apabila diobati dengan prosedur medis biasa,harapan penderita untuk hidup tidak ada
lagi.
Ada 3 (tida) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan
sendiri yaitu: donor dalam keadaan hidup dan sehat,donor dalam keadaan hidup koma
dan donor dalam keadaan mati (meninggal dunia).
hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan hidup, dalam keadaan
koma dan dalam keadaan telah meninggal dunia di atas, dapat dipahami bahwa dasar
hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan hidup, hukumnya dinyatakan
haram, dengan alasannya bahwa tidak dibolehkan menghilangkan darar orang lain
yang dapat menimbulkan bahaya, kemudaratan, kesengsaraan, nestapa, pada dirinya
sendiri, dikarenakan dengan begitu dia mengabaikan kegunaan organ tubuhnya sendiri
dan menjadikan buruk rupanya serta tidak dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya dalam bidang apapun, karena kepentingan seseorang harus lebih
mengutamakan memelihara dirinya dari kebinasaan, dari pada menolong orang lain
dengan cara mengorbankan dirinya sendiri.

Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup,


meskipun dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram, karena hal itu dapat
mempercepat kematiaannya dan mendahului kehendak Allah, disamakan seperti
euthanasia yaitu mempercepat kematiannya. Walaupun menurut dokter, kesembuhan
terhadap orang yang sedang koma tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup lagi,
bahkan dinyatakan akan segera meninggal, sebab ada juga orang yang sembuh
kembali walaupun hanya sebagian kecil. Kalangan ulama mazhab juga berpendapat
demikian, bahwa tidak dibolehkan melakukan transplantasi organ tubuh manusia
dalam keadaan koma atau hampir meninggal, selalaknya ia harus dihormati sebagai
manusia sempurna.

Mengambil organ tubuh donor (kornea mata, jantung dan ginjal) yang sudah
meninggal dunia secara yuridis dan medis, menurut pandangan hukum Islam,
dibolehkan, dengan syarat bahwa sebaiknya donor terlebih dahulu harus berwasiat
kepada ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal dunia,
atau ada izin dari ahli warisnya.

Pernyataan tersebut sesuai dengan fatwa MUI pada tanggal 29 Juni 1987, yang
menyatakan bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka
pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang
yang masih hidup, dibolehkan menurut hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang
bersangkutan. Dibolehkannya pengambilan katup jantung tersebut, sama hukumnya
yang dikaitkan dengan kornea mata dan ginjal.
3.2 Daftar Pustaka

Zuhdi,Masjid,Masail Fiqiyah Kapita Selekta Hukum Islam.Jakarta: Haji Mas


Agung,1994.
Zuhdi,Masjid,”Masail Fiqiyah”.Jakarta.PT Toko Gunung Agung’1997.
Hasbi,Muhammad.”Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dengan Organ Babi
Menurut Hukum Islam”.Watapone:STAIN Watapone.
Notoatmodjo,Soekidjo.Etika dan Hukum Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta,2010.
Aibak,Kutbuddin.Kajian Fiqih Kontemporer.Yogyakarta:Tersa,2009.
Hanafi,Muclis M.Al Quran dan isu isu kontemporer 11(Tafsir Alquran
Tematik).Jakarta.Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran,2012.
Adib,Mohammad.”Transplantasi Menurut Hukum Islam Dan Undang
Undang”.Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Ditinjau Dari Segi Pidana
Dan Perdata”Jastiera Journal”5,No.1( 1 Agustus 2016):1-9
Al-Nawawi,Yahya,Minhaj.Al-Talibin.Libanon:Dar al-Fikr,1992.
Ebrahim,Abdul Fadl Moshin.Kloning,Eutansia,Transfusi Darah,Transplantasi Darah
dan Eksperimen Pada Hewan:Telaah Fiqih dan Biotika
Islam.Jakarta:PT.Serambi Ilmu Semesta,2004.
Qardawi,Yusuf.Fatwa fatwa komtenporer 2.Jakarta:Gema Insani,1995.
Abdul Aziz Dahlan,(2003)Enslikopedia Hukum Islam,Cet 6,Jakarta:Ictiar Bru Van
Hoeven.
M.Ali Hasan,(1996)Masail Fiqiyah al-Hadist pada Masalah-Masalah Komtenporer
Hukum Islam.Cet 1,Jakarta:Raja Grafi Indo Persada.
Nata,Abuddin.Masail Al-Fiqiyah.Jakarta:Kencana Pernada Media Grub,2014.

Anda mungkin juga menyukai