Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ciri-ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam,
memecahkannya dan kemudian mencari teknologi untuk memenfaatkannya,
dengan tujuan memperbaiki kehidupan manusia. Semuanya dikembangkan
dengan menggunakan akal, atau rasio, yang merupakan salah satu keunggulan
manusia disbanding makhluk hidup lainnya. Sampai sekarangpun ciri watak
manusia itu masih terus berlangsung. Satu demi satu ditemukan teknologi baru
untuk memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, lebih menyenangkan,
dan lebih memuaskan.
Akselerasi perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini, memiliki multi
implikasi yang sangaan luas. Salah satu implikasinya ialah perlunya dirumuskan
pandangan islam tentang hal tersebut. Demikian ini dimaksudkan agar orang
mendapatkaan pedoman agamis dalam memberikan respon terhadap implikasi
ilmu dan teknologi itu. Contoh hasil ekselerasi perkembangan tersebut ialah
ditemukannya teknologi itu. Contoh hasil ekselerasi perkembangan tersebut ialah
ditemukannya teknologi transplantasi, cloning, operasi plastic, euthanasia,
transfusi darah, dan penggunaan protesa dan ortesa yang mana terdapat banyak
perbedaan pendapat pada para ulama mengeenai hukumnya.
Hal ini disebabkan karena ketiganya merupakan persoalan konteporer
yang hukumnya sendiri tidak pernah dibicarakaan dalam al-Quran maupun Hadist
dan ijtihad para ulama Mutaqaddimin. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk
menetapkan hukumnya adalah melaluai ijtihad. Oleh karena itu, dalam makalh ini
akan dibahas mengenai ketiga masalah tersebut dari segi medis, melainkan juga
dari segi ilmu agama islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu transplantasi organ dalam kajian agama Islam?
2. Apa itu transgender dalam kajian agama Islam?
3. Apa itu bedah plastik dalam kajian Islam?

1
4. Apa itu euthanasia dalam kajian Islam?
5. Apa itu transfusi darah dalam kajian Islam?
6. Bagaimana penggunaan protesa dan ortesa dalam kajian Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu transplantasi organ dalam kajian Islam.
2. Untuk mengetahui apa itu transgender dalam kajian Islam.
3. Untuk mengetahui apa itu bedah plastik dalam kajian Islam.
4. Untuk mengetahui apa itu euthanasia dalam kajian Islam.
5. Untuk mengetahui apa itu transfusi darah dalam kajian Islam.
6. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan protesa dan ortesa dalam kajian
Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Transplantasi Organ
1. Pengertian
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia
tertentu, dari suatu tempat ke tempat lain, pada tubuhnya sendiri atau tubuh
orang lain untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi
dengan baik. Dalam dunia medis, masih sering ditemukan orang yang
melakukan transplantasi organ. Disamping kebutuhan jasmani, ada juga yang
melakukan hal tersebut dengan alasan kebutuhan ekonomi, yaitu dengan menjual
organ yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syari’ah Project, 2009) menjelaskan bahwa
“Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari mayat
yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain
yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, sehingga resipien
(penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.”
Ada beberapa alasan yang menolak akan transplantasi organ baik dari
orang yang masih sehat sampai orang yang sudah meninggal. Hal ini dapat
diperkuat dengan hadits Nabi SAW, “Mematahkan tulang mayat seseorang
adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu
ketika ia masih hidup”.
Dan ada juga yang mendukung pelaksanaan transplantasi organ, karena hal
ini sama halnya dengan menolong sesama umat manusia terutama umat muslim,
sesuai firman Allah swt “Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan
dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa
dan permusuhan” (Qs.Al-Ma’idah 2).
Dengan demikian, transplantasi organ masih banyak dipermasalahkan oleh
kalangan medis maupun para ahli agama. Oleh karena itu dalam makalah ini
akan dijelaskan hukum-hukum beserta alasan-alasan yang mendukung maupun
yang menolak transplantasi organ ini.

3
2. Tujuan Transplantasi Organ
Zamzami Saleh (dalam artikel Syari’ah Project, 2009) juga menjelaskan
bahwa tujuan dari transplantasi adalah “sebagai pengobatan dari penyakit karena
islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap penyakit diobati, karena
membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian,
sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar) adalah
perbuatan terlarang”. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an Surat An-
Nisa’ ayat 29 “Dan jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
maha penyayang kepadamu”. Maksudnya apabila sakit maka manusia harus
berusaha secara optimal untuk mengobatinya sesuai kemampuan, karena setiap
penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini transplantasi merupakan
salah satu bentuk pengobatan.

3. Syarat-syarat Pelaksanaan Transplantasi.


Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu
dilakukan berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty (dalam artikel Islam.ca) menuturkan
beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi organ, yaitu:
a) Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup:
1. Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki
kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat
keputusan sendiri.
2. Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa
atau usianya mencapai dua puluh tahun.
3. Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan
dari siapapun.
4. Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan
dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
5. Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.
b) Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah
meninggal:

4
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin
menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan
terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal
maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang
terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau
jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan
kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan
secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal
dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan
lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan
dengan seizin hakim.

3. Hukum Transplantasi.
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang
mendukung dan ada pula yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan
ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa sumber yaitu dari
Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
1. Transplantasi organ ketika masih hidup.
● Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran
tersebut untuk keperluan medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah
sampai dalam kondisi darurat.
● Dalil1: Firman Allah SWT “Dan janganlah kamu membunuh dirimu
sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu“ (Q.S.An-
Nisa’:4:29) dan Firman Allah SWT “Dan Janganlah kamu jatuhkan
dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Al-Baqarah :2:195).

5
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk
membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah
satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan
yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia
tidak disuruh berbuat demikian, manusia hanya disuruh untuk
menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas. Manusia tidak memiliki
hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh manusia
Adalah Allah swt.
2. Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.
● Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan
masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
● Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh
manusia dapat membawa kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan
yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan yang
terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh melakukan
pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada
kemudlaratan”
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem
mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada ditangan
Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya
sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi
atau menghilangkan penderitaan pasien.
3. Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
● Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap
bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang terlarang.
● Dalil: Ada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist yang melarang.
Diantara hadist yang terkenal, yaitu:
“Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih
hidup”

6
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik
manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu
manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya kepada orang lain.
● Pendapat 2: Hukumnya Boleh.
● Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa “Apabila bertemu dua
hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan
yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan melakukan
perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat”. Selama
dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat
sebagai penghinaan kepadanya.
4. Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam
Islam, pendapat yang muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan
lainnya, bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski menggunakan sumber-
sumber yang sama.
 Pandangan yang menentang pencangkokan organ. Ada tiga alasan yang
mendasar, yaitu:
a) Kesucian hidup/tubuh manusia.
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa
perintah yang jelas mengenai ini dalam Al-Qur’an. Dalam kaitan ini ada
satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang terkenal yang sering dikutip
untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia, meskipun
sudah menjadi mayat, “Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama
berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia
masih hidup”
b) Tubuh manusia adalah amanah.
Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi
pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak
boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.
c) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk
dicangkokkan pada tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda

7
material semata yang bagian-bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa
mengurangi ketubuh seseorang.
 Pandangan yang mendukung pencangkokan organ.
a) Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski
demikian ada beberapa pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan
itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup manusia yang mendapat
bobot amat tinggi dalam hukum Islam.
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain
khususnya sesama muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan
bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini dengan anggapan bahwa si
donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya dianjurkan.

B. Transgender
1. Pengertian
Gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin, di dalam
Women’s Studies Ensyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu koltural
yang berupaya perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat, istilah
transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender
yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang
secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti
laki-laki atau sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual
jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain,
dengan kata lain ia melakukan operasi kelamin.

2. Pandangan Agama Islam Tentang Transgender


Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji
bagaimana pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh,
istilah transgender di dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-
mukhannits (lelaki yang berperilaku seperti perempuan) wal mutarajjilat

8
(perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam fiqih klasik disebutkan
bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah.
Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.
‫ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع‬
‫بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة‬

Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk


perempuan atau sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak
batal wudhunya dalam permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah
bentuk seperti wanita), dan batal wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua
(wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan bahwa tidak ada
perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya bentuk luarnya
saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul
Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).
Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau
transseksual, maka tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-
laki tetap laki-laki dan yang perempuan tetap perempuan.

Selanjutnya, mengenai takhannuts, An-Nawawi berkata:


‫المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن‬
‫وحركاتهن وهذا ال ذم عليه وال إثم وال عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء‬
‫وحركاتهن وسكناتهن وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه‬

Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi
demikian (mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti
perilaku para wanita, pakaian, ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits
semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak memiliki cacat dan tidak dibebani
hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur (dimaafkan sebab bukan
karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang sengaja
berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya,
diamnya, ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang
dilaknat di dalam hadits,” (Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut,

9
Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid VIII, halaman 57).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:
‫اء‬
ِ ‫س‬ ِ ‫الر َجا ِل َو ْال ُمت ََر ِجال‬
َ ِ‫ت ِمنَ الن‬ ِ َ‫ي صلى هللا عليه وسلم لَعَنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمن‬
َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬

Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang


mukhannits dan para wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu
Dawud).
Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat
terhadap perilaku takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan
tersebut hukumnya haram. Di antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan
seperti ini adalah menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-
Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:
‫وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء‬
Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai
lawan jenis adalah mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh
Sang Mahabijaksana (Allah Swt),” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir,
Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid V, halaman 271).
Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku
seperti wanita atau sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau
dinilai secara syariat adalah alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa
yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam
Faidhul Qadir:
‫والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد‬
‫يجمع األمرين‬

Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan
berkumpul dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para
lelaki, dan terkadang tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi,
Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV,
halaman 332).
Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah
membiarkan seorang mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini

10
menunjukkan bahwa takhannuts tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya
kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi takhannuts-nya sejak lahir dan
diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis. Namun setelah
diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia
masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-
Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-
Ilmiyah, cetakan ketiga, 2004 M, jilid X, halaman 64).
Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan :
1. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul.
2. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin.
3. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam.
(Mohammad Sibromulisi)

C. Bedah Plastik
1. Pengertian
Bedah plastik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Plastikos” yang berarti
membentuk atau memberi bentuk. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Plastic
Surgery” dan dalam bahasa Arab dikenal dengan “Jirahah Tajmil” yakni bedah /
operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian
didalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah,
dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika (seni)
tubuh.
Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu bedah yang bertujuan untuk
merekonstruksi, memperbaiki, membentuk atau memberi bentuk pada bagian
tubuh manusia melalui operasi kedokteran sehingga kembali dalam bentuk dan
fungsi yang normal dan dengan proporsi yang lebih baik. Ilmu ini sendiri
merupakan cabang dari ilmu bedah yang bertujuan untuk mengembalikan bentuk
dan fungsi yang normal dan menyempurnakan bentuk dengan proporsi yang
lebih baik.
2. Jenis Bedah Plastik
Jenis bedah plastik secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
pembedahan untuk rekonstruksi dan pembedahan untuk kosmetik. Dengan

11
definisi tersebut berarti dapat disimpulkan, bedah plastik merupakan ilmu yang
memiiki ciri lebih memperhatikan penampakan hasil akhir dari suatu tindakan
agar tampak mendekati normal atau lebih baik.
Sebagian Ulama hadits yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan operasi plastik itu hanya ada dua:
1. Untuk mengobati aib yang ada dibadan, atau dikarenakan kejadian yang
menimpanya seperti kecelakaan, kebakaran atau yang lainya. Maka operasi
ini dimaksudkan untuk pengobatan.
2. Atau untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang
dianggap mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang, istilah yang
kedua ini adalah untuk kecantikan dan keindahan.

Dengan demikian, operasi plastik terdiri atas 2 ( dua ) bagian, yakni :


1. Operasi tanpa ada unsur kesengajaan
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan hanya untuk pengobatan dari aib
(cacat) yang ada di badan, baik karena cacat dari lahir (bawaan) seperti
bibir sumbing, jari tangan atau kaki yang berlebih, dan yang kedua bisa
disebabkan oleh penyakit yang akhirnya merubah sebagian anggota badan,
seperti akibat dari penyakit lepra / kusta, TBC, atau karena luka bakar pada
wajah akibat siraman air panas.
2. Operasi yang dilakukan dengan sengaja
Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan
(turunan) atau karena kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri
untuk menambah keindahan dan mempercantik diri.
Operasi ini ada bermacam-macam, akan tetapi yang sering kita jumpai atau
yang paling umum terbagi dua, dan setiap bagian mempunyai hukum
masing-masing:
 Operasi anggota badan
Diantaranya adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, pantat
(maaf) dengan ditambah, dikurang atau dibuang, dengan keinginan agar
terlihat cantik.
 Operasi mempermuda

12
Adapun operasi bagian kedua ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah
berumur tua, dengan menarik kerutan diwajah, lengan, pantat, tangan,
atau alis. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
anggapan masyarakat tentang operasi plastik dianggap keliru. Saat ini,
pandangan masyarakat tentang bedah plastik berorientasi hanya pada
masalah kecantikan (estetik), seperti sedot lemak, memancungkan
hidung, mengencangkan muka, dan lain sebagainya. Sesungguhnya,
ruang lingkup bedah plastik sangatlah luas. Tidak hanya masalah
estetika, tetapi juga rekonstruksi, seperti pada kasus-kasus luka bakar,
trauma wajah pada kasus kecelakaan, cacat bawaan lahir (congenital),
seperti bibir sumbing, kelainan pada alat kelamin, serta kelainan
congenital lainnya. Reparasi patah tulang muka, termasuk tulang hidung,
tulang rahang atas maupun bawah, termasuk dalam cakupan bedah
plastik. Dengan demikian, tindakan bedah tidak hanya bertujuan
kosmetik, tetapi juga terapi.

3. Pandangan Agama Islam terhadap Bedah Plastik


Operasi Ikhtiyariyah (yang sengaja dilakukan) yaitu operasi yang
dilakukan bukan karena alas an medis, namun mutlak hanya hasrat seseorang
dalam memperindah diri dan berlebih-lebihan didalam menafsirkan kata-kata
indah itu. Operasi model ini tebagi kepada dua bagian yaitu :
 Operasi yang merubah bentuk, misalnya seperti:
- Memperindah hidung, seperti membuat lebih mancung, dan lain-lain
- Memperindah dagu, dengan meruncingkannya, dan lain-lain
- Memperindah payudara dengan mengecikannya jika terlalu besar atau
membesarkannya dengan suntik silicon atau dengan menambah hormone
untuk memontokkan payudara dengan berbagai cara yang telah
ditemukan.
- Memperindah kuping
- Memperindah perut dengan menghilangkan lemak atau bagian yang lebih
dari tubuh.

13
 Operasi yang mengawetkan umur
- Memperindah wajah dengan menghilangkan kerutan yang ada dengan
skaler atau alat lainnya
- Memperindah kulit dengan mengangkat lemak yang ada dan membentuk
wajah dengan apa yang dikehendaki
- Memperindah kulit tangan dengan menghilangkan kerut seolah kulit masih
padat dan muda
- Memperindah alis baik dengan mencukurnya agar nampak lebih muda.

Mungkin ini menurut penulis bagian-bagian yang sering kita temui dan
yang paling umum; para ulama berbeda pendapat mengenai hukum operasi
plastik ini :
Kebanyakan ulama hadits berpendapat bahwa tidak boleh melakukan
operasi ini dengan dalil diantaranya sebgai berikut:
Allah berfirman (“ Allah telah melaknatnya. Setan berkata, “sungguh akan
kutarik bagian yang ditentukan dari hamba-hambaMu. Dan sungguh akan
kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong mereka, dan
aku suruh mereka memotong telinga binatang ternak lalu mereka benar-benar
memotongnya, dan aku akan suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu mereka
benar-benar merobahnya, dan barangsiapa yang menjadikan setan sebagai
pelingdung maka sungguh dia telah merugi dengan kerugian yang nyata” [Q.S
An-Nisaa’ ayat 118-119]
Ayat ini menjelaskan kepada kita dengan konteks celaan dan haramnya
melakukan pengubahan pada diri yang telah diciptakan Allah dengan sebaik-
baik penciptaan, karena mengikuti akan hawa nafsu dan keinginan syaitan yang
dilaknat Allah.
Diriwayatkan dari Iman Bukhari dan Muslim Ra. dari Abdullah ibn
Mas’ud Ra.beliau pernah berkata” “Allah melaknat wanita-wanita yang mentato
dan meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) aliss dan yang
meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah
ciptaa Allah.” (H.R Bukhari)[dari hadits ini, dapat diambil sebuah dalil bahwa

14
Allah Swt. Melaknat mereka yang melakukan perkara ini dengan mengubah
ciptaan-Nya.
Dari Asmaa bahwa ada seorang perempuan yang mendatangi Rasulullah
Saw. Dan berkata, “ Wahai Rasulullah, dua orang anak perempuanku akan
menjadi pengantin, akan tetapi ia mengadu kepadaku bahwa rambutnya rontok,
apakah berdosa jika aku sambung rambutnya?”, maka Rasulullah pun menjawab,
“Sesungguhnya Allah melaknat perempuan yang menyambut atau minta
disambungkan (rambutnya)”
Hadits ini dengan jelas mengatakan bahwa haram hukumnya bagi orang
yang menyambung rambutnya atau istilah sekarang dikenal dengan konde atau
wig dan jauh dari rahmat Allah Swt.
Qias, Untuk melengkapi pendapat ini, maka akan saya coba menggunakan
qias dan akal. Operasi plastic semacam ini tidak dibolehkan dengan mengqias
larangan Nabi Saw. Terhadap orang yang menyambung rambutnya, tattoo,
mengikir (menjarangkan) gigi atau apa saja yang berhubungan dengan
perubahan terhadap apa yang telah diciptakan Allah Swt.
Secara akal kita akan menyangka bahwa orang itu kelihatannya indah dan
cantik akan tetapi, ia telah melakukan operasi plastic pada dirinya, perbuatan ini
sama dengan pemalsuan atau penipuan terhadap dirinya sendiri bahkan orang
lain, adapun hukumnya orang yang menipu adalah haram menurut syara’.
Begitu juga dengan bahaya yang akan terjadi jika operasi itu gagal, bias
menambah kerusakan didalam tubuhnya dan sedikit sekali berhasilnya, apapun
caranya tetap membahayakan dirinya dan ini tidak sesuai dengan hokum syara’,
sesuai dengan firman Allah yang berbunyi (wallahu ‘alam) “ Jangan bawa diri
kalian dalam kerusakan”
Setelah kita perhatikan dalil-dalil diatas dengan seksama, maka jelaslah
bahwa operasi plastic itu diharamkan menurut syara’ dengan keinginan untuk
mempercantik dan memperindah diri, dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Operasi plastic merubah ciptaan Allah Swt.
2. Adanya unsur pemalsuan dan penipuan

15
3. Dari sisi lain, bahwa negatifnya lebih banyak dari manfaatnya, karena
bahaya yang akan terjadi sangat besar apabila operasi itu gagal, bias
menyebabkan kerusakan anggota badan bahkan kematian.
4. Syarat pembedahan yang dibenarkan Islam; memiliki keperluan untuk
tujuan kesehatan semata-mata dan tiada niat lain, diakui doctor
professional yang ahli dalam bidang itu bahwa pembedahan akan
berhasil dilakukan tanpa resiko, bahaya dan mudarat.
5. Untuk pemakaian kosmetik, disyaratkan kandunganya halal, tidak dari
najiss (kolagen/plasenta) dan tidak berlebihan(tabarruj) akan tetapi
berhias ini sangan di tekankan bagi mereka yang ingin menyenangkan
suaminya.
Allah Swt tidak lah menciptakan makhluknya dengan sia-sia, “ yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh) mu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki, dia menyusun
tubuhnmu.” [Q.S Al-Infithaar ayat 7-8]
Sesungguhnya Allah Swt. Menciptakan kalian dalam keadaan sempurna
dan seimbang satu sama lainnya dengan sebaik-baik penciptaan. “Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [Q.S At-
Tiin Ayat 4]. Sudah sepantasnya kita sebgai makhluk Allah mensyukuri apa-apa
yang telah diberikan kepada kita.

4. Hukum Agama Islam Operasi Plastik


Hokum operasi plastic ada yang mubah da ada yang haram. Operasi plastic
yang mengubah adalah bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-uyub
al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang dating kemudian (al-uyub
al-thari’ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang
rusak akibat kebakaran/kecelakaan. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam
Jirahah Al-Thibbiyah hal. 183; Fahad bin Abdullah Al- Hazmi, Al-Wajiz fi
Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal 12; Hani’ al-Jubair, Al-Dhawabith al-
Syariyyah li al-Amaliyyat al-Tajmiiiliyyah, hal 11; Walid bin Rasyid as-Saidan,
Al-Qawaid al-Syariyah fi al-Masa’il Al-Thibbiyyah,hal.59).

16
Selain itu, terdapat hadits Nabi SAW yang melekat perempuan yang
merenggangkan gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni.). (HR. Bukhari
dan Muslim). Dalam haditss ini terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk
mempercantik diri (lil husni). (M.Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-
Fiqh Al-Islami, hal. 37). Iman Na Operasi plastic untuk memperbaiki cacat yang
demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang
menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW bersabda, “ Tidaklah
Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya,”
(HR. Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula, “Wahai hamba-hamba Allah
berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit,
kecuali menurunkan pula obatnya,” (HR. Tirmidzi, no.1961).
Adapun operasi plastic yang diharamkan, adlah yang bertujuan semata
untuk mempercantuk atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk
pngobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk
memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk
menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua diwajah, dan sebagainya.
Dalil keharamnnya firman Allah SWT (artinya) : “dan akan aku (syaithan)
suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka
mengubahnya” (QS An-Nisaa : 119). Ayat ini dating sebagi kecaman (dzamm)
atas perbuatan syaithan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan
berbagai perbuatan maksiat, diantaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyit
khalqillah). Operasi plastic untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian
mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. Al-Mukhtar asy-
Syinqithi, Ahkam Jirahah Al Thibbiyah, hal 194).
Imam Nawawi berkata, “Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram
asalah yang dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan
untuk pengobatan atau karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa.” (Imam
Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu, operasi plastic untuk
mempercantik diri hukumnya adalah haram.

17
D. Euthanasia
1. Pengertian
Euthanasia berasal dari kata Yunani "euthanatos", yang terbentuk dari kata
"eu" dan "thanatos" yang masing-masing berarti "baik" dan "mati". Jadi
euthanasia artinya membiarkan seseorang mati dengan mudah dan baik. Kata ini.
Juga didefinisikan sebagai "pembunuhan dengan belas kasian" terhadap orang
sakit, luka-luka atau lumpuh yang tidak memiliki harapan sembuh dan
didefinisikan pula sebagai pencabut nyawa sebisa mungkin dengan tidak
menimbulkan rasa sakit.

Euthanasia dilakukan dengan cara:


a) Kematian dengan cara pemberian obat bius dalam jumlah yang banyak
(overdosis) atau penyuntikan cairan yang mematikan dengan tujuan
mengakhiri hidup pasien.
b) Keputusan untuk menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang
hidup pasien dengan tujuan mempercepat kematian.

Sejak abad ke 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa


sakit dan peringatan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian
dengan pertolongan dokter. (Abdul Fadl Mohsin Ebrahim. Telaah Fiqh dan
Biotika Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2001, hal. 148)
Secara umum euthanasia dapat dikelompokkan menjadi dua katagori:
1. Euthanasia Pasif/Negatif
Yaitu tindakan membiarkan pasien yang berada dalam keadaan tidak
sadar (koma). Karena berdasarkan usulan medis sudah tidak ada harapan
hidup (tidak ada tanda-tanda kehidupan) yang disebabkan karena rusaknya
salah satu organ, tidak berfungsinya jantung dan lain-lain. Dengan kata lain
tenaga medis tidak lagi melanjutkan bantuan atau menghentikan proses
pengobatan.
Contohnya:
Seseorang penderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa.
Hingga penderita pingsan, menurut pengetahuan medis orang yang sakit ini

18
tidak ada harapan untuk bisa hidup normal lagi (tidak ada harapan hidup).
Sehingga si sakit tersebut dibiarkan mati secara alamiah, karena walaupun
peralatan medis digunakan sudah tidak berfungsi lagi bagi pasien.
Firman Allah dalam surat Ali Imran 156:

ِ ‫َّللاُ ِب َما ت َ ْع َملُونَ َب‬


‫صير‬ َّ ‫َّللاُ يُحْ ِيي َوي ُِميتُ ۗ َو‬
َّ ‫و‬.....
َ

“....Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Ali Imran:156)

2. Euthanasia Aktif
Yaitu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan
memberikan suntikan atau polesan alat-alat bantu pengobatan. Seperti:
saluran oksigen, alat pembantu jantung dan lain-lainnya. Sementara pasien
sebenarnya masih menunjukkan adanya harapan hidup berdasarkan usulan
medis.
Firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 29:

‫َّللاَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ُ‫و َال ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬.....


َّ ‫س ُك ْم ۚ إِ َّن‬ َ

".....Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah


Maha Penyayang Kepadamu". (QS. An Nisaa:29)

2. Motivasi Euthanasia
Pasien yang melakukan euthanasia dengan memperhatikan beberapa alasan:
a. Faktor Ekonomi
Yaitu salah satu sebab bagi seseorang untuk melakukan euthanasia,
dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan yang sangat mahal,
sehingga pasien dibiarkan dengan peratan medis yang seadanya, padahal
pasien tersebut membutuhkan pengobatan yang meksimal untuk mengobati
penyakit itu. Faktor ekonomi ini sangat berpengaruh dalam pengobatan

19
pasien, apalagi pada zaman sekarang ini, semua perlatan medis sulit
dijangkau oleh masyarakat biasa (miskin).

b. Pertimbangan Sarana dan Petugas Medis


Argumen pemikiran ini didasarkan atas pengutamaan seseorang
individu diatas individu yang lain, dengan alasan apabila ada pasien yang
masih muda dan diprediksikan lebih berpeluang untuk sembuh. Dengan
alasan semacam ini, petugas medis lebih mengutamakan pasien yang lebih
muda tersebut. Namun bagi seorang muslim, masalah seperti ini tidak
diindahkan, hal ini di tegaskan di dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 145:

َّ ‫َو َما َكانَ ِلنَ ْف ٍس أ َ ْن ت َ ُموتَ ِإ َّال ِبإِذْ ِن‬


....‫َّللاِ ِكتَابًا ُم َؤ َّج ًال‬

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang Telah ditentukan waktunya". (QS. Ali Imran:145)

Dengan demikian tidak ada jaminan bahwa pasien yang sakit ringan
mampu hidup lebih lama ketimbang pasien yang sakit parah. Padahal
kematian seseorang tidak akan terjadi kecuali atas kehendak-Nya.

c. Mati dengan Layak


Artinya bagi pasien yang sekarat yang diberikan kesempatan seluas-
luasnya untuk menikmati apa yang mereka inginkan daripada terbaring
ditempat tidur, yaitu dengan memberikan obat dalam dosis yang mematikan,
sehingga si pasien tidak dengan cepat mengakhiri hidupnya, padahal tindakan
semacam ini sama saja dengan bunuh diri dan merupakan dosa besar dalam
pandangan Islam.
Hadits Rasulullah dari Anas bin Malik yang artinya:
"Janganlah seseorang diantara kamu mengharapkan mati dikarenakan oleh
musibah yang menimpanya: tetapi jika ia mengharapkan mati, hendaknya ia
mengatakan: "ŷₐ Allah, panjangkanlah umurku jika itu yang terbaik bagiku
dan matikanlah aku jika kematian adalah yang terbaik untukku"

20
Karena itu, seseorang muslim harus selalu berserah diri (tawakal)
kepada Allah dan kesedihan tidak boleh dibiarkan melanda selama masa-
masa buruk yang dialaminya, kendati harus pasrah menerima datangnya
kematian, seseorang tidak boleh kehilangan harapan akan kasih sayang Allah.
(Abdul Fadl Mohsin Ebrahim. Telaah Fiqh dan Biotika Islam, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta. 2001, hal. 154 )

3. Pandangan Islam Terhadap Euthanasia


Ajaran Islam memberi petunjuk yang pasti tentang kematian. Dalam Islam
ditegaskan bahwa semua bentuk kehidupan ciptaan Allah akan mengalami
kebinasaan, kecuali Allah sendiri sebagai sang pencipta.
Firman Allah:
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala
penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”
Islam mengajarkan bahwa kematian datang tidak seorang pun yang dapat
memperlambat atau mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian hanya
terjadi dengan izin-Nya dan kapan saat kematian itu tiba telah ditentkan
waktunya oleh Allah. Dalam Islam kematian adalah sebuah gerbang menuju
kehidupan abadi (akhirat) dimana setiap manusia harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya selama hidup didunia dihadapan Allah SWT.
Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional
Pengobatan Islam yang pertama (The First International Conference of Islamic
Medical) menyatakan: bahwa euthanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri
(tidak dibenarkan) sesuai dengan frman Allah:
“Dan janganlahkamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
maha penyayang kepadamu”
Kesabaran dan ketabahan terhadap rasa sakit dan penderitaan sangat
dihargai dan mendapat pahala yang besar dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW,
“Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan,
sakit,kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan dari yang menusuknya,
kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang
dicobakannya itu” (HR. Bukhari Muslim)

21
4. Beberapa Pendapat Ulama Tentang Euthanasia
Diantara masalah yang sudah terkenal dikalanga Ulama syara’ ialah bahwa
mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya, pendapat ini
dikemukakan menurut Jumhur Fuqaha dan Imam-Imam mazhab. Bahkan
menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya segolongan kecil yang
mewajibkannya. Sahabat-sahabat Imam syafi’i, Imam Ahmad dan sebagian
Ulama menganggap bahwa mengobati itu sunnat.
Para Ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama. Berobat
ataukah bersabar? Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar (tidak
berobat) itu lebih utama, berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan
dalam kitab sahih dari seorang wanita yang ditimpa penyakit, wanita itu
meminta kepada Nabi SAW agar mendoakannya, lalu beliau menjawab “Jika
engkau mau bersabar (maka bersabarlah) engkau akan mendapat surga; jika
engkau mau, maka saya doakan kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.
Wanita itu menjawab aku akan bersabar. Sebenarnya saya tadi ingin
dihilangkan penyakit saja, oleh karena itu doakanlah kepada Allah agar saya
tidak minta dihilangkan penyakit saya. Lalu Nabi mendoakan orang itu agar
tidak meminta dihilangkan penyakitnya”.
Dalam kaitan ini Imam Abu Hamid Al-Ghazali membantah orang yang
berpendapat bahwa tidak berobat itu lebih utama dalam keadaan apapun.
Pendapat fuqaha yang lebih popular mengenai masalah berobat atau tidak bagi
orang sakit adalah: sebagian besar diantara mereka berpendapat mubah, sebagian
kecil menganggapnya sunat, dan sebagian kecil lagi (lebih sedikit) berpendapat
wajib.
.
E. Transfusi Darah
1. Pengertian
Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis
produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi
darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan

22
darah besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah
yang hilang selama operasi.
Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau
trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang menderita
hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering.
Awal transfusi darah secara keseluruhan digunakan, tapi praktek medis modern
umumnya hanya menggunakan komponen darah.

2. Macam-Macam Transfusi darah


a. Transfusi sel darah merah
Istilah “transfusi darah” seringkali diartikan secara luas oleh dokter jika
yang dimaksudkan mereka adalah transfusi sel darah merah. Keluhan terhadap
kelemahan linguistik ini adalah bahwa darah seringkali ditransfusikan tanpa
perhatian yang cukup pada kebutuhan spesifik penderita atau terhadap
kemungkinan efek membahayakan dari transfusi.

b. Transfusi trombosit dan granulosit


Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita
trombositopenia yang mengancam jiwa, dan neutropenia yang di sebabkan
karena gagal sumsum tulang. Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis utama tergantung pada sumber mereka:
1. 'Transfusi homolog, atau transfusi darah yang disimpan menggunakan
orang lain. Ini sering disebut ''Allogeneic bukan homolog.
2. ''Autologus transfusi”, atau transfusi menggunakan darah pasien sendiri
disimpan.
a) Hakekat darah
• Darah adalah bagian dari badan (anggota badan)
• Memindahkan darah berarti memindahkan anggota badan

b) Ayat-ayat di Al-Qur’an mengenai darah


‫إنما حرم عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل به لغير هللا فمن اضطر غير باغ وال عاد فال‬
‫إثم عليه إن هللا غفور رحيم‬

23
“Sesungguhnya Alloh hanya mengharamkan bagimu mangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain Alloh.
Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia
tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas maka tidak ada
dosa baginya…….” (Al baqoroh : 173)

‫ور َّر ِحي ٌم‬ َّ ‫ص ٍة َغي َْر ُمتَ َجانِفٍ ِإ ِِلثْ ٍم ۙ فَإ ِ َّن‬
ٌ ُ‫َّللاَ َغف‬ ُ ‫ض‬
َ ‫ط َّر فِي َم ْخ َم‬ ْ ‫فَ َم ِن ا‬
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah…….”(Al Maidah : 3)

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah berfirman:

ُ ‫ض‬
‫ط ِر ْرت ُ ْم إِلَ ْي ِه‬ ْ ‫ص َل لَ ُكم َّما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ْم إِ َّال َما ا‬
َّ َ‫َوقَدْ ف‬
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”
(Al-An’am : 119)

3. Indikasi- Indikasi Untuk Transfusi Darah


Pada dasarnya, ada dua alasan umum mengapa perlu dilakukan transfusi
darah pada seseorang, yaitu:
1) Kehilangan darah
Kehilangan darah dapat mengakibatkan kurangnya volume darah yang
mengalir dalam tubuh. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Pendarahan akibat luka- luka, atau dalam kasus korengan, radang usus,
atau persalinan.
b. Luka- luka, luka bakar, dan pembengkakan akibat kecelakaan.
c. Operasi, seperti operasi jantung, dan operasi- operasi bedah lainnya.
d. Ketidakcocokan darah antara ibu dan anak. Dalam kasus seperti ini,
transfusi pertukaran harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa si
anak.

24
2) Kekurangan unsur- unsur penting dalam darah
Seorang pasien kadang- kadang tidak membutuhkan transfusi darah secara
keseluruhan, tetapi hanya membutuhkan unsur- unsur pentingnya saja, seperti
dalam kasus- kasus berikut ini:
a. Pasien anemia yang menderita kekurangan sel darah merah, hanya
membutuhkan transfusi sel darah merah saja.
b. Pasien hemofilia, sebagai akibat dari kekacauan sistem pembekuan darah,
berisiko pada timbulnya anemia dan kehilangan darah yang berbahaya
ketika mengalami luka sekecil apa pun, dikarenakan oleh proses
pembekuan darah yang terlalu lambat. Sehingga dalam upaya menahan
pendarahan, si pasien harus mendapatkan transfusi plasma darah. Atau, si
pasien dapat diinjeksi dengan AHF (anti- haemophilic factor).

4. Hukum dan Pandangan Islan Tentang Transfusi Darah


Menurut hukum Islam pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh
manusia termasuk najis mutawasithah. Maka darah tersebut hukumnya haram
untuk dimakan dan dimanfaatkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat al-
Maidah ayat 3:
” Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,..”
Ayat diatas pada dasarnya melarang memakan maupun mempergunakan
darah, baik secara langsung ataupun tidak. Akan tetapi apabila darah merupakan
satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang kehabisan darah,
maka mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan transfusi. Bahkan
melaksanakan transfusi darah dianjurkan demi kesehatan jiwa manusia,1[2]
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 32 yang berbunyi sebagai
berikut:
“... Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya....”

25
Yang demikian itu sesuai pula dengan tujuan syariat Islam, yaitu bahwa
sesungguhnya syariat Islam itu baik dan dasarnya ialah hikmah dan
kemaslahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemaslahatan yang terkandung dalam mempergunakan darah dalam
transfusi darah adalah untuk menjaga keselamatan jiwa seseorang yang
merupakan hajat manusia dalam keadaan darurat, karena tidak ada bahan lain
yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan jiwanya. Maka, dalam hal ini
najis seperti darah pun boleh dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan.
Misalnya seseorang yang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka
dalam hal ini diperbolehkan menerima darah dari orang lain. Hal tersebut sangat
dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang yang keadaannya darurat,
sebagaimana keterangan Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
.ً‫صة‬ ْ ‫ا َ ْل َحا َجةُ ت َ ْن ِز ُل َم ْن ِزلَةَ الض َُّر ْو َرةِ َعا َّمةً كَان‬
َّ ‫َت أ َ ْو خَا‬
“Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan
hukum Islam), baik yang bersifat umum maupun yang khusus.”
.‫ام َم َع الًض َُّر ْو َرةِ َوالَك ََرا َهةَ َم َع ْال َحا َج ِة‬
َ ‫الَ َح َر‬
“Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan keadaan darurat, dan
tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).”
Maksud yang terkandung dalam kedua Qaidah tersebut menunjukkan
bahwa Islam membolehkan hal-hal yang makruh dan yang haram bila
berhadapan dengan hajat dan darurat. Dengan demikian transfusi darah untuk
menyelamatkan seorang pasien dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat.
Kebolehan mempergunakan darah dalam transfusi dapat dipakai sebagai
alasan untuk mempergunakannya kepada yang lain, kecuali apabila ada dalil
yang menunjukkan kebolehannya. Hukum Islam melarang hal yang demikian,
karena dalam hal ini darah hanya dibutuhkan untuk ditransfer kepada pasien
yang membutuhkannya saja, sesuai dengan kaidah Fiqhiyah:
.‫َما أ ُ ِب ْي ُح ِللض َُّر ْو َرةِ ِبقَد ِْر تَ َع ُّز ِرهَا‬
“Sesuatu yang dibolehkan karena darurat dibolehkan hanya sekedar
menghilangkan kedharuratan itu.”

26
Memang dalam Islam membolehkan memakan darah binatang bila betul-
betul dalam keadaan darurat, sebagaimana keterangan dalam ayat al-Qur’an
yang berbunyi sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat diatas menunjukkan bahwa bangkai, darah, daging babi dan binatang
yang ketika disembelih disebut nama selain nama Allah, adalah haram dimakan.
Akan tetapi apabila dalam keadaan terpaksa dan tidak melampaui batas, maka
boleh dimakan dan tidak berdosa bagi yang memakannya.
Sesungguhnya Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki
kesukaran dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama. Maka penyimpangan
terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh nash dalam keadaan terpaksa
dapat dibenarkan, asal tidak melampaui batas. Keadaan keterpaksaan dalam
darurat tersebut bersifat sementara, tidak permanen. Ini hanya berlaku selama
dalam keadaan darurat.

F. Penggunaan Protesa dan Ortesa


1. Pengertian
 Orthosis/Orthose/ ortesa adalah segala alat yang ditambahkan ke tubuh atau
alat bantu penyangga tubuh atau anggota gerak tubuh yang layu, lumpuh
atau cacat untuk menstabilkan atau immobilize bagian tubuh, mencegah
kecacatan, melindungi dari luka, atau membantu fungsi dari anggota tubuh.
 Protese/ protesa/ prosthesis : alat bantu pengganti anggota gerak tubuh yang
hilang sebab amputasi atau cacat bawaan. Sering di sebut kaki palsu, atau
tangan palsu.

27
2. Fungsi
Prostesis dan ortosis akan dianggap berfungsi apabila memiliki parameter
diantaranya sebagai berikut:
 Stabil
Prostesis dan ortosis di gunakan setiap harinya sebagai perangkat untuk
meningkatkan kemampuan ambulasi. Dalam keadaan diam berdiri maupun
bergerak, badan ditopang oleh prostesis dan ortosis. Prostesis dan ortosis
yang stabil menghasilkan keamanan bagi penggunanya karena
menghindari dari jatuh yang dapat menimbulkan masalah baru.
 Selaras
Berbekal pengetahuan biomekanik yang mantap, prostetis dan ortotis kami
dapat menghasilkan komposisi yang selaras antara soket dengan
komponen sehingga meminimalisir deviasi dalam melakukan ambulasi.
Dengan berkurangnya deviasi yang sering muncul terutama pada pasien
amputasi berarti memaksimalkan penampilan berjalan pengguna prostesis
dan ortosis yang artinya meminimalisir kerusakan-kerusakan berantai pada
anatomi tubuh akibat kebiasan jalan yang buruk.
 Seimbang
Pengukuran tinggi yang akurat pada titik-titik krusial anatomi tubuh pasien
wajib dilakukan pada awal pemeriksaan oleh prostetis dan ortotis di klinik
DARE Foundation. Hasilnya adalah kenyamanan pada saat duduk, diam
berdiri, ambulasi dan juga meminimalisir deviasi pada saat berjalan
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri kembali pada pasien
pengguna prostesis dan ortosis.

3. Pandangan Islam Tentang Penggunaan Protesa dan Ortesa


Ketika ada orang mengalami patah kaki sehinga tidak bisa berjalan kecuali
dengan tongkat, maka tidak ada larangan baginya untuk membuat kaki palsu.
Tentu kaki palsu akan sangat bermanfaat, agar dia bisa berjalan sebagai mana
umumnya orang normal.

28
Membuat kaki palsu ini tentu tidak termasuk larangan karna dianggap
telah mengubah ciptaan Allah. Justru sebaliknya hukumnya sangatbaik dan
dianjurkan karena prinsipnya membantu orang yang cacat/tidak bisa jalan.
Begitu juga menambahkan alat bantu dengar bagi mereka yang punya
kelainan dalam pendengaran, tentu hukumnya tidak dimasukkan dalam larangan
mengubah ciptaan Allah.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan, sel atau organ manusia
tertentu yang masih mempunyai daya hidup sehat dari suatu tempat ke tempat
lain baik pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka
pengobatan atau untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
berfungsi lagi dengan baik dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi antara lain memiliki fungsi sebagai pengobatan (terpeutik),
optik, dan kosmetik atau tektonik – memperbaiki bentuk.
2. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul, ransgender tidak
bisa mengubah status kelamin, transgender hukumnya haram dan mendapat
laknat. Wallahu a’lam.
3. Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu bedah yang bertujuan untuk
merekonstruksi, memperbaiki, membentuk atau memberi bentuk pada bagian
tubuh manusia melalui operasi kedokteran sehingga kembali dalam bentuk
dan fungsi yang normal dan dengan proporsi yang lebih baik.Ulama berbeda
pendapat tentang bedah plastik. Sebagian membolehkan jika ditujukan untuk
terapi dan sebagian lain mengharamkan bila digunakan demi alasan kosmetik.
4. Euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang yang dialami
seseorang yang akan meninggal diperingan. Euthanasia juga berarti
mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan
hebat menjelang kematiannya.
5. Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis produk
dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi darah
dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah
besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang
hilang selama operasi. Transfusi darah di perbolehkan asal dengan ketentuan-
ketentuan sesuai syariat Islam.
6. Orthosis/Orthose/ ortesa adalah segala alat yang ditambahkan ke tubuh atau
alat bantu penyangga tubuh atau anggota gerak tubuh yang layu, lumpuh atau

30
cacat untuk menstabilkan atau immobilize bagian tubuh, mencegah
kecacatan, melindungi dari luka, atau membantu fungsi dari anggota tubuh.
Dan Protese/ protesa/ prosthesis adalah alat bantu pengganti anggota gerak
tubuh yang hilang sebab amputasi atau cacat bawaan. Sering di sebut kaki
palsu, atau tangan palsu.

B. Saran
Diharapkan para mahasiswa kebidanan bukan hanya mengetahui masalah
dalam dunia kesehatan dari segi medis, tetapi juga dari segi agama Islam.

31
DAFTAR PUSAKA

Asy-Syaukani, Lutfi. 1998.Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih


Kontemporer, Bandung: Pustaka Hidayah.
Hasan,Ali.2000.Masail Fiqhi Yah Al-Haditsah Pada Masalah Masalah
Kontenporer Hukum Islam.Jakarta :PT Raja Gravindo Persada.
Mahfudh, Sahal. 2004. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam. Surabaya :
LTN NU dan Diantama.
Masyhuri, A. Aziz. 2004.Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas
Ulama’Nahdlatul Ulama’ 1928-2000, Cet. I, Jakarta :Qultum Media.
Masyhuri. 2004.Sistl em Pengambilan Putusan Hukum dan Hirarki Himpunan
Keputusan Bahtsul Masail, Jakarta: Qultum Media.
Petrus Yoyo Karyadi. 2002. Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,
Yogyakarta: Media Presindo.
Qardhawi,yusuf.1995.Fatwa Fatwa Kontemporer.Jakarta :Gema Insani ekspres.
Qardhawi. 2002.Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid III.Jakarta:Pustaka Al kautsar.
http://azharku.wordpress.com
Breda, Hadisty 2015. Makalah transplantasi organ menurut pandangan Islam :
http://www.academia.edu

32

Anda mungkin juga menyukai