Anda di halaman 1dari 15

TRANSPLANTASI ORGAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Dalam dunia medis, masih sering ditemukan orang yang melakukan transplantasi organ.
Disamping kebutuhan jasmani, ada juga yang melakukan hal tersebut dengan alasan kebutuhan
ekonomi, yaitu dengan menjual organ yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan.
Ada beberapa alasan yang menolak akan transplantasi organ baik dari orang yang masih sehat
sampai orang yang sudah meninggal. Hal ini dapat diperkuat dengan hadits Nabi SAW,
Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup.
Dan ada juga yang mendukung pelaksanaan transplantasi organ, karena hal ini sama halnya
dengan menolong sesama umat manusia terutama umat muslim, sesuai firman Allah swt Dan
saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong
monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-Maidah 2).
Dengan demikian, transplantasi organ masih banyak dipermasalahkan oleh kalangan medis
maupun para ahli agama. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan hukum-hukum
beserta alasan-alasan yang mendukung maupun yang menolak transplantasi organ ini.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Transplantasi.
Dolong, dkk. (dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 1. 2002)
mengemukakan tentang transplantasi alat pertama yang tercatat dalam sejarah ialah transplantasi
kulit, yang ditemukan dalam manuskrip Mesir Kuno, Ik. 2000 SM. Berabad-abad kemudian yaitu
pada tahun 1863 seorang ahli faal Perancis, Paul Bert baru bisa menjelaskan bahwa transplantasi
alat dari seseorang kepada orang lain yang disebut sebagai allograft selalu mendapat penolakan
secara normal dari tubuh si penerima. Sedangkan pemindahan alat dari tubuh manusia yang sama
disebut sebagai autograft dan penolakan tersebut tidak terjadi.
B. Transplantasi Organ.
Pengertian Tansplantasi.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) menjelaskan bahwa Transplantasi adalah
pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya
hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi,
sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat.
Tujuan Transplantasi.
Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) juga menjelaskan bahwa tujuan dari
transplantasi adalah sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan

manusia agar setiap penyakit diobati, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat
mengakibatkan kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa
ikhtiyar) adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran Surat AnNisa ayat 29 Dan jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu.
Maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya
sesuai kemampuan, karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini
transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.
Syarat-syarat Pelaksanaan Transplantasi.
Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan
batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty
(dalam artikel Islam.ca) menuturkan beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi
organ, yaitu:
a)

Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup:
1. Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh
atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.
2. Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya
mencapai dua puluh tahun.
3. Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
4. Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan
kelangsungan hidup tergantung dari itu.
5. Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.

b) Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya
setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu
donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu
tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa
dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat
membuat keputusan atas penyumbang.
3.

Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang
ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.

4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur
medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Akibat dari Transplantasi.
C.S. Williamson (Dolong, dkk. dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
1) ahli bedah pada Nayo Unic yang terkenal mengemukakan bukti maha penting bahwa adanya
penolakan alat pada resipien. Kemudian Sir Peter Brian Medawarpada tahun 1944 membuktikan
bahwa transplantasi yang dilakukan berulang-ulang dari donor yang sama mengakibatkan
penolakan yang makin meninggi dari resipien. Penolakan hamper tidak ditemukanpada allograft
dari orang yang kembar, sedangkan pada orang yang berbeda akan punya antigen (protein khusus
yang ditemukan dalam sel darah putih) yang berbeda.
Oleh karena itu, maka orang yang menerima suatu alat akan menganggapnya sebagai benda
asing dan memberikan reaksi imuunologik (reaksi penolakan) yang sekiranyatidak diberikan
obat-obatan penekan reaksi tersebut bisa merusak alat yang dipindahkan tersebut.
C. Hukum Transplantasi.
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula yang
menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari
beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
Transplantasi organ ketika masih hidup.
Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan
medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil1: Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah
maha penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman Allah SWT Dan Janganlah kamu
jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orangorang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah :2:195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau
melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang
yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan
yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat
demikian, manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas.
Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh
manusia Adalah Allah swt.
Pendapat 2: Hukumnya jaiz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.

Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan
hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt
Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling
tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki kehendak atas
apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan
kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada
kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa 29 dan al-Baqarah 95). Oleh karena
itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah
(boleh) dengan dalil
Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.
Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun
dalam keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan
perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan pekerjaan
yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya,
karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh
mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien.
Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh
manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu:
Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang tersebut ketika ia masih hidup
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah
dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya
kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya Boleh.
Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan
mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar
dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat.

Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai
penghinaan kepadanya.
D. Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat yang
muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak
belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini akan
disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang mendukung dan
menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:
Pandangan yang menentang pencangkokan organ.
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a)

Kesucian hidup/tubuh manusia.

Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas
mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang
terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup
b)

Tubuh manusia adalah amanah.

Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari
Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang
diberikan oleh Allah SWT.
c)

Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata.

Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada
tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya
bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.
Pandangan yang mendukung pencangkokan organ.
Ada beberapa dasar, antara lain:
a)

Kesejahteraan publik (maslahah).

Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa
pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan
hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada
beberapa kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika
tak ada alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada

persetujuan dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis
segala implikasi pencangkokan ( informed consent )
b)

Altruisme.

Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama
muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu
ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan karenanya
dianjurkan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transplantasi merupakan hal yang sangat rumit dalam pengambilan tindakan yang tepat, karena
banyak pendapat yang menentang dan mendukung tentang pelaksanaan transplantasi dengan
berbagai alasan yang berbeda-beda. dari uraian pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa hukum pelaksanaan transplantasi organ itu bergantung pada alasana mengapa harus
melakukan hal tersebut. jika alasannya tidak mendukung maka kegiatan transplantasi tesebut
sangat dilarang dan hukumnya haram serta ilegal.
B. Saran
Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya memenuhi persyaratanpersyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan, baik dari pendonor maupun
resipien, serta harus memenuhi kaidah atau syarat-syarat islam
DAFTAR RUJUKAN
Dolong, J., Marzuki M., & Zulmaizarna. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedoteran dan
Kesehatan 1. Jakarta: Departemen Agama RI.
Nata, Abudin (Ed). 2006. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Azis. 16 Juni 2008. Transplantasi Organ Dalam Pandangan Islam. (Online),
(http://azisblog.wordpress.com, diakses 03 November 2009).
Kutty, Sheikh Ahmad. 30 November 2008. Menyumbangkan Organ Menurut Pandangan Islam.
(online), (http://muslimnursesunpad.blogspot.com, diakses 03 November 2009).
Saleh, Zamzami. Juni 2009. Hukum Transplantasi Dalam Islam. (Online),
(http://zamzamisaleh.blogspot.com, diakses 03 November 2009).

Ada beberapa hukum - hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ dalam Islam.
Adapun penjalasan dari hukum hukum tersebut, yaitu:
1. Ilmu Fikih
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu
transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun
terbatas pada transplantasi (tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:
Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu.
Misalnya, warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara
murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Ibn al-Imad dalam Hasyiyah al-Rasyidi (2001, 26), menyatakan:
"diharamkan mentransplantasi kornea mata orang yang sudah meninggal, walaupun ia tidak
terhormat seperti karena murtad atau kafir harbi. Selanjutnya, diharamkan pula
menyambungkan kornea mata tersebut kepada orang lain, karena bahaya buta masih lebih
ringan dibandingkan dengan perusakan terhadap kehormatan mayat".
Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (aldhoruriyat al-khoms), yaitu :
1) Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk
beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun)
2) Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk
bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun
kehidupan dalam pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3) Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4) Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-aql). Dalam konteks modern
menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan
mengeluarkan pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda al-rayi)
5) Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak
untuk menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).

Dalam fiqih sendiri terdapat lima pedoman kaidah fiqh yang harus menjadi acuan.
1. Suatu ungkapan dalam Alquran, hadis, atau ketentuan hukum dalam kitab fiqh klasik yang
dipertimbangkan adalah keumuman tujuan hukum, bukan bergantung kepada ketentuan teks
statis atau sebab (al-ibrah bi umum al-maqashid, la bikhusus al-nash wa al-sabab).
2. Kepentingan umum adalah dalil hukum yang kehujahannya mandiri, tak bergantung kepada
konfirmasi teks atau nash (al-maslahah dalil syari mustaqillun an al-nushus).
3. Akal mempunyai otoritas untuk menentukan baik dan buruk (mashalih dan mafasid), tanpa
bergantung kepada teks (istiqlal al-uqul bi idrak al-mashalih wa al-mafasid dun al-taalluq bi alnushus).
4. Kepentingan umum adalah hujah hukum yang terkuat (al-maslahah aqwa dalil al-syari).
5. Lapangan pemberlakuan rasionalitas maslahah adalah bidang hubungan antara manusia dan
tradisi, bukan aturan ibadah kepada Allah (majal al-amal bi al-maslahah wuha al-muamalah wa
al-adah dun al-ibadat).
2. Syariat Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ
ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal.
Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor,
seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan,
berdasarkan firman Allah SWT dalam Al Quran surat Al Baqorah ayat 195
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan
An Nisa ayat 29
dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
Al Maidah ayat 2
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan memberikan maaf dalam masalah qishash dan
berbagai diyat. Allah SWT berfirman :

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat. (QS. Al Baqarah : 178) .
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan
kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus
kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah
dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu
tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan
kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis
bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Untuk mendapatkan kejelasan hukum
trasnplantasi organ dari donor yang sudah meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum
pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai
hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Sebab dengan sekedar meninggalnya
seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu
hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan
tubuhnya, sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau
mewasiatkan penyumbangan organ tubuhnya.Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah
mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat
untuk menyumbangkannya. Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya,
kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemilikannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy
Syari (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga
sepertiga tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya
izin dari Asy Syari hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain.
Izin ini tidak mencakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak berhak berwasiat untuk
menyumbangkan salah satu organ tubuhnya setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka
Allah SWT telah mewariskan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan

demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena
mereka tidak memiliki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan
tubuh si mayit tersebut. Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa pihak
penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan disumbangkan, dan bahwa dia
mempunyai hak untuk memanfaatkan benda tersebut. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit
tidak dimiliki oleh para ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak
dimiliki oleh selain ahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena itu, seorang
dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang
sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun
hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan
bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang
hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat
sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul
Muminin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup. (HR. Ahmad,
Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,Rasulullah
pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda :
Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !
Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda :
Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang membakarnya, niscaya itu lebih
baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan !
Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan
sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah
sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.
c. Keadaan Darurat
Setelelah kita tinjau transplantasi organ dari Ilmu Fiqih, sekarang kita akan membahas mengenai
bagian bagian tubuh yang halal dan haram apabila didonorkan, sehingga kita sebagai seorang
perawat dapat mengetahui organ organ apa saja yang di halalkan untuk didonorkan. Adapun
ketentuan mengenai halal dan haram mendonorkan organ tubuh, yaitu :
I. Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali .
Diantara bagian tubuh yang dapat tumbuh kembali apabila di donorkan adalah darah, yang lebih
dikenal sebagai donor darah. Sejarah pertama kali diperkenalkan adanya donor darah, yaitu di
Prancis pada tahun 1667 M. Pada waktu itu donor darah berasal dari hewan dan dipindahkan ke

manusia, tetapi pendonoran darah ini mengakibatkan manusia tersebut meninggal. Kemudian
dilakukan percobaan sekali lagi di Inggris, tetapi kali ini diambilkan dari darah manusia lainnya
yaitu pada tahun 1918 M dan akhirnya berhasil.
Adapun pelaksanaan donor darah ini disebabkan karena pasien kekurangan atau kehabisan darah
seperti ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, kebakaran pada anggota tubuh, akibat persalinan
setelah melahirkan anak, masalah pada ginjal yang menyebabkan gagal ginjal, atau kanker darah
dan lain-lainnya.
Dari situ bisa disimpulkan bahwa donor darah hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan
dibutuhkan. ( Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal. 939 ) Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai
berikut :
Firman Allah swt :
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka
dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang
mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi
sebab hidupnya pasien dengan ijin Allah swt.
Firman Allah swt :
" Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
"( Qs Al Baqarah : 172 )
II. Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.

Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan


kematian seseorang, seperti : limpa, jantung, ginjal , otak, dan sebagainya. Maka mendonorkan
organ-organ tubuh tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam katagori
bunuh diri. Dan ini bertentangan dengan firman Allah swt :
" dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al Baqarah :
195)
Juga dengan firman Allah swt :

" Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
I II.Donor anggota tubuh yang tunggal .

Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda ( berpasangan ). Adapun yang
tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya
ganda ( berpasangan ) karena salah satu sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi
tunggal, seperti : mata yang tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram,
walaupun hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai
oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya
jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak, dibanding kalau
dia mendonorkan kepada orang lain.
IV.Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia ada yang
berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga, jantung dan sebagainya. Untuk melihat
hukum donor organ-organ tubuh seperti ini, maka harus diperinci terlebih dahulu :
1. Jika donor salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan
besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh, seperti seseorang yang
mendonorkan salah satu ginjalnya. Alasannya, bahwa seseorang masih bisa hidup, bahkan bisa
beraktifitas sehari-hari sebagaimana biasanya hanya menggunakan satu ginjal saja. Hanya saja
pemindahan ginjal dari pendonor ke pasien tersebut jangan sampai membahayakan pendonor itu
sendiri.
Berkata Syekh Bin Baz rahimaullahu - Mufti Saudi Arabia ( Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal.
941) : " Tidak apa-apa mendonorkan ginjal, jika memang sangat dibutuhkan, karena para
dokter telah menyatakan bahwa hal tersebut tidak berbahaya baginya, dan dalam sisi lain, bisa
bermanfaat bagi pasien yang membutuhkannya. Pendonornya Insya Allah akan mendapatkan
pahala dari Allah swt karena perbuatan ini termasuk berbuatan baik dan menolong orang lain
agar terselamatkan jiwanya, Sebagaimana firman Allah :
" dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik "
( Qs Al Baqarah : 192 )
Dan Rasulullah saw sendiri bersabda :
" Dan Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba tersebut membantu saudaranya "
( HR Muslim no 2699 ) .

2. Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan
atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh
tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika tidak membawa banyak manfaat bagi pasien penerima
donor, seperti halnya dalam pendonoran jantung.

Ginjal, pengetahuan kita diajak mengingat kembali fungsinya menyaring darah dan
membuang zat/material yang berbahaya. Ketakutan ginjal rusak atau katakanlah
menjelang tak berfungsi bisa kita kurangi dan hilangkan dengan gaya hidup sehat
dibarengi minum air secukupnya. Namun tak terlepas dari hal itu, satu bagian yang
masih membayangi perkembangan dunia kesehatan Indonesia mengenai ginjal,
yaitu bagaimana memasyarakatkan donor ginjal.
Jual-beli Ginjal
Ahli hukum kedokteran RSCM, dr. Herkutanto, SH, menjelaskan bahwa transplantasi
organ termasuk cangkok ginjal telah diatur dalam pasal 34 Undang-Undang
Kesehatan No 23/1993.
Transplantasi jaringan tubuh hanya boleh dilakukan tenaga-tenaga kesehatan yang
memang berkompeten dan juga memiliki syarat persetujuan dari donor maupun ahli
waris, ungkap Herkutanto menjelaskan isi pasal tersebut. Dari uraian itu jelas
sudah garis hukum Indonesia melarang keras transplantasi organ tanpa sebab.
Namun Herkuntanto mengakui mengenai transplantasi donor ginjal jenazah belum
memiliki dasar maupun ketentuan yang kuat antara pemerintah dan instansi
kesehatan. Pada umumnya, donor ginjal dari jenazah sudah tak terpakai lagi dan
juga tidak dilakukan di Indonesia. Sedangkan donor dari sang terpidana mati, mesti
memiliki asas kesukarelaan, tambahnya kemudian.
Mengenai jual-beli ginjal pun, prinsip itu tak berlaku di RS PGI Cikini yang
menerapkannya sejak tahun 1977. Menurut Indra Sukadis, selain aturan agama dari
sisi etika kedokteran jelas hal itu melanggar sumpah. Namun sayangnya, asas jualbeli organ ginjal itu hingga kini tidak memiliki aturan hitam di atas putih.
Pelanggaran Undang-Undang Kesehatan hanya menjabarkan kesalahan pihak-pihak
yang melakukan transplantasi tanpa keahlian memadai, itu pun diganjar dengan
hukuman penjara tujuh tahun pada pasal 81 UU Kesehatan.
Bertolak belakang dengan di negeri kita, China malah menjadikan organ ginjal
tersebut sebagai devisa negaranya. Pasalnya, negeri berasaskan komunis itu
membuka seluas-luasnya kepada penduduknya untuk menjual ginjalnya. Bahkan
bagi pendonor ada reward yang diberikan pemerintah, seperti pemberian pekerjaan
hingga asuransi kesehatan.
Pengalaman tersebut diungkapkan Dr. Herman, yang merupakan anggota
Paguyuban Cangkok Ginjal, saat mencangkok ginjalnya di tahun 2001. Menurutnya,
selain kemudahan pembelian ginjal, penerima pun mengetahui identitas
pendonornya. Namun, kita hanya boleh mengetahui berapa usianya, alamat dan
penyebab kenapa ia meninggal, itu saja, ungkap Herman yang ahli di Bidang
Hemodialisis (cuci darah) tersebut.
Ginjal Mayat
Semua manusia memiliki ginjal, namun tidak semua dapat menyumbangkan
ginjalnya setelah dirinya wafat. Lalu kapan sebenarnya orang yang meninggal itu
dapat diambil ginjalnya? Dr. Indrawati Sukadis mengatakan saat manusia meninggal
dan dikatakan mati batang otak.
Sedangkan Neurologis RSCM, Dr. Jofizal Jannis menambahkan bahwa mati batang
otak itu adalah fungsi otak sudah tak berguna lagi. Dijelaskan Jofizal, penentuan

mati batang otak itu ada beberapa kriteria, yaitu pertama melalui pengetesan
terhadap reaksi efek pupil bila diberikan cahaya. Kedua, tes dengan istilah reflek
mata boneka, yaitu memutar-mutar kepala. Kalau bola mata bergerak itu normal,
dan sebaliknya tetap berhenti bila ada kematian batang otak. Dan terakhir
mengetes kornea mata, apabila disentuh tapi tidak menutup itu berarti kena batang
otak juga, urai Jofizal.
Rasa nyeri juga tak terasa pada orang yang batang otaknya mati. Tetapi pada
manusia yang kesadarannya turun hebat tentu rasa nyeri itu masih terasa.
Pasalnya, kematian batang otak akan mengarah pada kematian. Sedangkan
kematian itu sendiri diuji dengan alat EEG. Pada alat ini, akan terlihat gelombang
datar. Selain EEG, alat TCD juga dapat mengukur kematian batang otak dengan tak
adanya aliran darah pada penunjukan alat.

Anda mungkin juga menyukai