Anda di halaman 1dari 29

Transgender dalam Pandangan Syariat

Islam

Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita
menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur
pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan
dibahas.

Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau
ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang
secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau
sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki
bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan
operasi kelamin.

Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana
pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di
dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku
seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam
fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa
berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.

‫ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين‬
‫لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة‬

Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau
sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam
permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal
wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki)
karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain
hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani,
Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).

Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka
tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang
perempuan tetap perempuan.

Selanjutnya, mengenai takhannuts, An-Nawawi berkata:

‫المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن وحركاتهن وهذا ال‬
‫ذم عليه وال إثم وال عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء وحركاتهن وسكناتهن‬
‫وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه‬

Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian
(mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian,
ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak
memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur
(dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang
sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya,
ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,”
(Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid VIII, halaman 57).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:

‫اء‬
ِ ‫س‬َ ‫الن‬ ِ ‫الر َجا ِل َو ْال ُمت ََر ِجال‬
ِ َ‫ت ِمن‬ ِ َ‫ي صلى هللا عليه وسلم لَعَنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمن‬
َّ ‫أ َ َّن النَّ ِب‬
Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para
wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).

Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku
takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di
antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:

‫وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء‬

Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah
mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),”
(Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid V, halaman 271).

Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau
sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah
alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah
yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir:

‫والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع األمرين‬

Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul
dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang
tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr
Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV, halaman 332).
Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang
mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts
tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi
takhannuts-nya sejak lahir dan diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis.
Namun setelah diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia
masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari,
Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga,
2004 M, jilid X, halaman 64).

Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan :


1. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul.
2. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin.
3. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam. (Mohammad
Sibromulisi)

Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita
menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur
pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan
dibahas.
Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau
ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang
secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau
sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki
bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan
operasi kelamin.

Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana
pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di
dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku
seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam
fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa
berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.

‫ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين‬
‫لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة‬

Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau
sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam
permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal
wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki)
karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain
hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani,
Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).

Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka
tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang
perempuan tetap perempuan.

Selanjutnya, mengenai takhannuts, An-Nawawi berkata:

‫المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن وحركاتهن وهذا ال‬
‫ذم عليه وال إثم وال عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء وحركاتهن وسكناتهن‬
‫وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه‬

Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian
(mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian,
ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak
memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur
(dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang
sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya,
ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,”
(Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid VIII, halaman 57).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:

‫اء‬
ِ ‫س‬ ِ ‫الر َجا ِل َو ْال ُمت ََر ِجال‬
َ ِ‫ت ِمنَ الن‬ ِ َ‫ي صلى هللا عليه وسلم لَعَنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمن‬
َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬
Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para
wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).

Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku
takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di
antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:

‫وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء‬

Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah
mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),”
(Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid V, halaman 271).

Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau
sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah
alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah
yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir:

‫والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع األمرين‬

Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul
dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang
tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr
Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV, halaman 332).

Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang
mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts
tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi
takhannuts-nya sejak lahir dan diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis.
Namun setelah diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia
masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari,
Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga,
2004 M, jilid X, halaman 64).

Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan :


1. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul.
2. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin.
3. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam. (Mohammad
Sibromulisi)

Pandangan Agama-agama di Indonesia Mengenai Transplantasi dan Bedah


Plastik
BAB I
PENDAHULUAN
Ciri-ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memecahkannya dan
kemudian mencari teknologi untuk memenfaatkannya, dengan tujuan memperbaiki
kehidupan manusia. Semuanya dikembangkan dengan menggunakan akal, atau rasio, yang
merupakan salah satu keunggulan manusia disbanding makhluk hidup lainnya. Sampai
sekarangpun ciri watak manusia itu masih terus berlangsung. Satu demi satu ditemukan
teknologi baru untuk memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, lebih
menyenangkan, dan lebih memuaskan.
Akselerasi perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini, memiliki multi implikasi
yang sangaan luas. Salah satu implikasinya ialah perlunya dirumuskan pandangan islam
tentang hal tersebut. Demikian ini dimaksudkan agar orang mendapatkaan pedoman agamis
dalam memberikan respon terhadap implikasi ilmu dan teknologi itu. Contoh hasil ekselerasi
perkembangan tersebut ialah ditemukannya teknologi itu. Contoh hasil ekselerasi
perkembangan tersebut ialah ditemukannya teknologi transplantasi, cloning, dan operasi
plastic yang mana terdapat banyak perbedaan pendapat pada para ulama mengeenai
hukumnya.
Hal ini disebabkan karena ketiganya merupakan persoalan konteporer yang hukumnya
sendiri tidak pernah dibicarakaan dalam al-Quran maupun Hadist dan ijtihad para ulama
Mutaqaddimin. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk menetapkan hukumnya adalah
melaluai ijtihad. Oleh karena itu, dalam makalh ini akan dibahas mengenai ketiga masalah
tersebut dari segi medis, melainkan juga dari segi ilmu agama islam

BAB II
PEMBAHASAN

A. TRANSPLANTASI ORGAN
1. Definisi Transplantasi Organ
Transplantasi atau yang dikenal dengan pencangkokan ialah pengembilan dan
penempelan organ, jaringan, atau sel, dari satu tempat ke tempat lain (Largiarder, 1970:14;
Ramali dan Pamuncak, 1982:216; I’shom, 1980:7)
Transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan
atau jaringan tubuh manusia tertentu yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri
dalam rangka pengobatan untuk menggatikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi
dengan baik (pasal 1 butir 5 UUK).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan,
sel atau organ manusia tertentu yang masih mempunyai daya hidup sehat dari suatu tempat ke
tempat lain baik pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan atau
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
dengan persyaratan dan kondisi tertentu.

2. Macam-macam Transplantasi Organ


Sebelum membahas macaam-macam transplantasi organ, hendaknya diketahui makna
dari donor, rasipien dan organ tubuh. Yang dimaksud dengan donor adalah orang yang
menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan padaa orang lain yang
organ tubuhnya sakit atau terjadi kelainan. Adapun istilah jika objek pengambila transpalant
dari makhluk hidup disebut living donor sedangkan resipien adalah orang yang menerima
jaringan atau organ yang dicangkokkan,
Yang dimaksud dengan organ tubuh adalah kumpulan jaringan yang memiliki fungsi
tertentu, seperti jantung, hati, dan lain-lain. Dalam praktek pencangkokan organ tubuh , organ
atau jaringan yang dicangkok atau adakaalanya diambil dari tubuh orang lain dan ada pula
yang di ambil dari hewan.
Maka pencangkokan organ tubuh dilihat dari segi hubungan genetic antara donor dan
resipien dibagi menjadi tiga, yaitu :
 Autotransplantasi : Pencangkokan yang resipen dan donornya adalah satu individu. Jadi
organ atau jaringan itu di ambil dari tubuh itu sendiri.
 Homotransplantasi : Pencangkokan yang resipien dan donornya dua individu yang sejenis.
Jadi organ atau jaringan itu dicangkok dari tubuh orang lain. Pada homo transplantasi,
adakalanya donornya dari orang yang masih hidup (codaver donor) dan adakalanya orang
yang sudah meninggal (living donor).
 Heterotransplantasi : Pencangkokan yang resipien dan donornya adalah dua individu yang
berbeda jenisnya. Misalnya resipiennya manusia sedangkan donornya adalah hewan.
Sedangkan pencangkokan organ tubuh dilihat dari segi jenis pencangkokan yang
dipakai dibagi menjadi :
 Pencangkokan jaringan, seperti pencangkokan kornea mata.
 Pencangkokan organ, seperti pengcangkokan ginjal, jantung, hati dan sebagainya.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
 Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
 Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian
tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu :
 Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang di ambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan / organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan/ organ.
 Adaptasi resepien, yaaitu usaha dan kemampuan diri dari penerimaan jaringan/ organ tubuh
baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolah jaringan/ organ tersebut, untuk
berfungsi baik, menggati yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
3. Macam-macam Donor
Berkaitan dengan donor, pencangkokan dapat dikelompokan menjadi tida macam,
yaitu :
a. Donor dalam keadaan hidup sehat
Pada pencangkokan semacam ini diperlukan seleksi yang cermat dan harus diadakan
pemeriksaan kesehatan yang lengkap dan menyeluruh baik terhadap donor maupun resipien.
Ini dilakukan untuk menghindari kegagaalan transplantasi yang disebabkan adanya penolakan
tubuh resipien dan juga untuk mencegah resiko bagi donor.
b. Donor dalam keadaan hidup koma
Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan meninggal, maka dalam
pengambilan organ tubuh donor memerlukan alaat control dan penunjang kehidupan.
Kemudian alat-alat penunjang kehidupan tersebut dicabut, setelah proses pengambilan organ
tubuhnya. Yang perlu diperhatikan adalah kriteria mati secara medis atau klinis dan yuridis
perlu ditentukan dengan tegas. Apakah kriteria meninggal itu di tandai dengan berhentinya
denyut jantung dan pernafasan, sebgaimana rumusan PP No.18/1981 atau di tandai dengan
berhentinya fungsi otak, seperti pada rumusan kongres Ikatan Dokter Indonesia tahun 1985.
Penegasan kriteria ini sangat penting bagi dokter sebgai pegangan dalam menjalankan
tugasnya, sehingga ia tidak khawatir dituntut melakukan pembunuhan berencana oleh
keluarga yang bersangkutan sehubungan dengan praktek pencangkokan.
c. Donor dalam keadaan meninggal.
Keadaan ini merupakan keadaan yang paling tidak ideal untuk melakukan donor. Organ
tubuh yang akan dicangkokan diambil ketika donor sudah meninggal berdasarkan ketentuan
medis dan yuridis. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah daya tahan organ yang akan
dicangkokan, apakah masih ada kemungkinan untuk bias berfungsi bagi resipien atu sel-sel
dan jaringannya sudah mati, sehingga tidak bias digunakan lagi. Sehingga tidak berakibat
fatal bagi resipien.

4. Fungsi Transplantasi Organ


Transplantasi antara lain memiliki fungsi sebagai pengobatan (terpeutik), optik, dan
kosmetik atau tektonik – memperbaiki bentuk (Gunawan, 1980:23; Salim, 1969:70). Sebagai
pengobatan, adakalanya dalam skala emergensi, yang jika tidak dilakukan, berpeluang besar
berakhir dengan kematian. Ada kalanya, tidak sampai seperti itu, tetapi jika tidak dilakukan
akan berakibat penderitaan yang berkepanjangan (Rahman, 1980:33).Untuk fungsi optik
dimaksudkan sebagai upaya optimalisasi penglihatan (Salim, 1969:70). Sedangkan untuk
fungsi kosmetik, dimaksudkan agar, tampilan orang, lebih baik daripada tanpa transplantasi.
Untuk yang terakhir ini, sering disebut bedah plastik. Hanya untuk bedah plastik, demi
kepentingan estetika, kadang dilakukan dengan membuang bagian tertentu dari jaringan
tubuh, bukan kemudian ditempelkan ke tempat lain.

5. Tujuan Transplantasi Organ


Tujuan utama dari pencangkokan tubuh adalah bersifat kemanusiaan, menghindarkan
suatu kematian yang diduga akan terjadi jika tidak dilakukan pencangkokan dan melepaskan
derita kesakitan atau kelainan biologis. Oleh karena itu, transplantasi atau pencangkokan
organ lebih kepada fungsi pengobatan ( terapeutik ).
Sesuai dengan pasal 33 undang-undang kesehatan yang menerangkan bahwa:
1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ
atau jaringan tubuh, tranfusi darah, implan obat atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan
rekonstruksi.
2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan
komersial.

6. Tekhnik Pencangkokan Organ


Dalam pencangkokan organ tubuh perlu diperhatikan tahapan atau fase-fase
dimulainya pencangkokan. Selain itu juga sifat organ atau jaringan yang dipindahkan. antara
dua spesies tergantung pada faktor biologis. Satu organ harus dikeluarkan dari badan manusia
yang tidak terkontaminasi dengan bakteri atau virus atau metastase dari tumor. Kebanyakan
donor yang cocok adalah korban dari kecelakaan lalu lintas dan penderita pendarahan
subrachnoid (suatu pendarahan yang terjadi pada jaringan yang meliputi otak yang seperti
pembuluh darah).Jelas tak ada gunanya pencangkokan organ yang nekrose (mati). sel-sel dari
organ jaringan yang akan dicangkokan harus yang hidup.
Oleh karena itu organ yang dipakai untuk transplantasi harus diambil dari manusia
dengan batang otak yang sudah mati tapi dengan sirkulasi yang masih baik atau dengan
sirkulasi yang baru saja berhenti. Kriteria yang diterima di Inggris untuk apa yang dinamai
mati otak oleh ahli bedah otak dan ahli syaraf tidak begitu dipentingkan secara serius.
Satu-satunya yang harus dipikir adalah ketentuan kliniknya serta pemeriksaaan harus
dilakukan oleh dokter yang ahli secara tepat. Walaupun kadang-kadang pada program televisi
yang tertentu ada dijumpai program yang dapat mengganggu opini dan kepercayaan publik
terhadap profesi kedokteran dalam hal ini, tetapi secara umum rakyat biasa masih mempunyai
kepercayaan terhadap dokter untuk melakukan keputusan yang tepat untuk menghentikan
ventilasi pada penderita dengan batang otak yang sudah mati. Serta masih banyak orang yang
mempunyai sikap kecenderungan untuk menyerahkan secara suka rela sesudah mati.
Pada saat sirkulasi pendarahan, organ yang akan dicangkokan berhenti. Organ
tersebut dimasukkan ke dalam larutan fisiologis yang dingin. Serta pembuluh darah diperfussi
dengan larutan elektrolit yang dingin yang berisi komposisi ion dan tekanan osmostik serupa
dengan cairan intra sellurer.Organ dimasukkan ke dalam ruangan steril yang dikelilingi oleh
air es. Ginjal akan dapat bertahan selam 24 jam, hepar 10 jam, jantung paru-paru 5-6 jam,
pankreas juga 10 jam. Lebih dari 100.000 pencangkokan ginjal telah dilakukan di seluruh
dunia dengan hasil yang sangat memuaskan hati.
Sampai sekarang masih ada beberapa orang yang masih hidup dengan cangkokan
yang masih bekerja sesudah 20 tahun. Ginjal mempunyai kelebihan dari organ lain untuk
dicangkok karena penderita dengan kegagalan ginjal masih dapat bertahan hidup dalam
kondisi fisik yang sesuai dengan 2 atau 3 kali dialise setiap minggu dan kesamaan ini tidak
dijumpai pada kegagalan jantung paru-paru dan hepear. Bena serta drainase ureter secepat
mungkin harus dikembalikan
seperti semula. Penanggulangan immuno supressif anti penolakan jaringan harus dimualai
langsung sesudah opersi. Biasanya dengan dosis rendah azathioprine, cylosporine A dan
steroid. Dengan penentuan fungsi ginjal setiap hari dapat diketahui reaksi penolakan sedini
mungkin dan ini dikonfirmasikan dengan melakukan biopsy needle dari ginjal transkutan.
Bila ada penolakan sellurer biasanya ini dapat ditanggulangi dengan memberikan
dosis yang besar dari steroid atau antibody monoclonal. Angka kehidupan 1 tahun dan 5
tahun kira-kira 90 % dan 85% bila donornya adalah saudara seayah dengan HLA yang
identik, 85% dan 70% bila donornya adalah anak, 80% dan 60% bila donornya dari mayat,
biasanya komplikasi timbul pada enam bulan pertama pasca bedah.

7. Peraturan Perundang-Undangan dan Etika Transplantsi Organ


a. Aspek Hukum Transplantasi Organ
Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal
yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah
suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi
mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan
dapat dibenarkan.
Peraturan tranplantasi organ termuat dalam :
a) Pasal 33 dan 34 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
 Pasal 33
1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ
dan atau jaringan tubuh , transfusi darah, implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah
pastik dan rekonstruksi.
2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan
komersial.
 Pasal 34
1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan
tertentu.
2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b) PP No. 18 Tahun 1981
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan
transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai
berikut:
 Pasal 1
(c). Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh
beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut
(d). Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama
dan tertentu.
(e). Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk
menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
(f). Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain
untuk keperluan kesehatan
(g). Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat (g) mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar
nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati
bila fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak.
 Pasal 10
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita
meninggal dunia
 Pasal 11
(1). Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk
oleh mentri kesehatan
(2). Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
 Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik
dengan dokter yang melakukan transplantasi.
 Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2
(dua) orang saksi
 Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank
mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis
dengan keluarga terdekat.
 Pasal 15
(1). Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh
donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan
- kemungkinan yang terjadi.
(2). Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor
yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
 Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
 Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia
 Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke
dan dari luar negeri.
Tujuan pengaturan
 Melarang transplantasi untuk tujuan komersial
 Transplantasi bukanlah suatu obyek yang dapat diperjual belikan dalam mencari keuntungan.
 Tindakan transplantasi adalah suatu usaha mulia yang bertujuan menolong sesama manusia
untuk mengurangi penderitaannya.
c) Aspek Etis Transplantasi Organ
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan
kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib
dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan dalam KODEKI, yaitu:
 Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
 Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
 Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya
telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh
untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.Yang perlu diperhatikan dalam
tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya, yang
dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang
melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena
bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya, tetapi jangan sampai terjadi
penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan
penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan
meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan
denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter
transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
8. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
a. Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor hidup, (b)
jenazah dan donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien, (e) dokter dan pelaksana
lain, dan (f) masyarakat. Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam
transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini.
a) Donor Hidup adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain (
resepien ). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan
mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko
untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan.
Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis.
Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk
mencegah timbulnya masalah.
b) Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh –
sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan
apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan
c) Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi
di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan
kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu
ketentuan untuk mencegah timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
d) Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup
atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal
yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan
dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari
bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika
ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi
kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
e) Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang
mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan
emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong
pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan -
pertimbangan kepentingan pribadi.
f) Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi.
Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama
diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
B. PANDANGAN AGAMA YANG ADA DI INDONESIA TENTANG TRANSPLANTASI
1. ISLAM
a. Transplantasi organ ketika masih hidup.
 Pendapat 1
Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis
(pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
 Dalil1
Firman Allah SWT “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah
maha penyayang kepadamu“ ( Q.S.An-Nisa’:4:29) dan Firman Allah SWT “Dan Janganlah
kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berbuat baik” (Q.S.Al-Baqarah :2:195). Maksudnya adalah bahwa Allah
SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa
kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ
tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian, manusia
hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas. Manusia tidak
memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh manusia Adalah
Allah swt.
b. Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma.
 Pendapat
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam
keadaan koma, hukumnyaharam.
 Dalil
Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa
kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan
perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw “Tidak boleh melakukan
pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan” Manusia wajib
berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup
dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut
nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien.
c. Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal.
 Pendapat 1
Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh manusia
merupakan hal yang terlarang.
 Dalil
Ada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang
terkenal, yaitu: “Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup”
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi
merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak
untuk mendonorkannya kepada orang lain.
 Pendapat 2
Hukumnya Boleh.
 Dalil
Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa “Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan
mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar
dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat”.Selama
dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan
kepadanya. Adapun dalil-dalil yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan hukum
trasplantasi organ tubuh, antara lain :
 Alqur’an
Surat Al-Baqarah ayat 195
Artinya : “ Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.“ Ayat tersebut menjelaskan bahwa islam
tidak membenarkan seseorang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya, tanpa berusaha
mencari penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk upaya transplantasi , yang
memberikan harapan untuk bisa bertahan hidup dan Surat Al-Maidah ayat 32
Artinya : “ Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah
Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada
mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi.” Ayat tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti
transplantasi) sangat dihargai oleh agama islam.
Al-Maidah ayat 2 Artinya :
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa- Nya. “Perintah untuk saling tolong menolong dalam
mengerjakan kebajikan dan taqwa ini merupakan perintah bagi seluruh manusia, yakni
hendaklah sebagian kalian menolong sebagian yang lain. Ayat-ayat tersebut menyuruh
berbuat baik kepada sesama manusia dan saling tolong menolong dalam hal kebaikan.
Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong menolong dalam
kebaikan karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya.
 Hadist
Hadis Nabi SAW :”Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhya Allah
tidak meletakkan suatu pentakit, kecuali dia juga meletakkan obat penyembuhnya,selain
penyakit yang satu, yaitu penyakit tua.”(H.R. Ahmad, Ibnu Hibbandan Al-Hakim dari
Usamah Ibnu Syuraih) Hadist tersebut menunjukkan, bahwa wajib hukumnya berobat bila
sakit, apapun jenis dan macam penyakitnya, kecuali penyakit tua. Oleh sebab itu, melakukan
transplantasi sebagai upaya untuk menghilangkan penyakit hukumnya mubah, asalkan tidak
melanggar norma ajaran islam. Dari dalil-dalil diatas maka dapat diambil hukum mengenai
transplantasi organ yaitu: Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata, ginjal) yang sudah
meninggal secara yuridis dan medis hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan
islam, dengan syarat bahwa resipien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila
tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal, tetapi tidak
berhasil. Pendapat yang mendukung transplantasi organ adalah: Hingga kini, tidak ada ulama
yang mengajukan argumen tertulis yang secara terang-terangan mendukung transplantasi
organ. Namun demikian, ulama di berbagai belahan dunia telah menulis argumen-argumen
yang mendukung maupun mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan tengtang transplantasi
organ. Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ berpendapat bahwa
transplantasi organ harus dipahami sebagai satu bentuk layanan altruistik bagi sesama
muslim. Pendirian mereka tentang transplantasi organ dapat diringkas sebagai berikut:
a) Kesejahteraan publik (al-Mashlahah) Kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan
ketentuan-ketentuan berikut : -
o Transplantasi organ tersebut adalah satu-satunya bentuk (cara) penyembuhan yang bisa
ditempuh.
o Derajat keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi.
o Ada persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau dari ahli warisnya.
o Kematian orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar diakui oleh dokter yang
reputasinya terjamin, sebelum diadakan operasi pengambilan organ.
o Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi berikut implikasnya.
b) Altruisme (al-Itsar) Dalam surat Al-maidah ayat 2 telah menganjurkan bahwa umat islam
untuk bekerja sama satu sama lain dan memperkuat ikatan persaudaraan mereka. Dengan
demikian, berdasarkan ajaran diatas, tindakan seseorang yang masih hidup untuk mendonorka
salah satu organ tubuhnya kepada saudara kandungnya atau orang lain yang sangat
membutuhkan harus dipandang sebagai tindakan altruisme dari orang-orang yang menyadari
bahwa mereka memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
c) Organ Tubuh Non muslim Kebolehan bagi seorang muslim untuk menerima organ tubuh
nonmuslim didasarkan pada dua syarat berikut ; - Organ yang dibutuhkan tidak bisa diperoleh
dari tubuh seorang muslim. - Nyawa muslim itu bisa melayang jika transplantasi tidak segera
dilakukan.
Akan tetapi Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila :
o Transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, dengan
alasan : Firman Allah dalam Alqur’an S. Al-Baqarah ayat 195, bahwa ayat tersebut
mengingatkan , agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus
memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor, meskipun
perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.
o Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam keadaan koma. Walaupun menurut dokter
bahwa si donor itu akan segera meninggal maka transplantasi tetap haram hukumnya karena
hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah. Dalam hadis nabi
dikatakan : “ Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat
madharat pada orang lain.”(HR. Ibnu Majah, No.2331)
o Penjualan Organ Tubuh
Sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia, ulama sepakat bahwa praktik
seperti itu hukumnya haram berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut :
 Seseorang tidak boleh menjual benda-benda yang bukan miliknya.
 Sebuah hadis menyatakan, “ Diantara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban di
akhirat adalah mereka yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya.”Dengan
demikian , jika seseorang menjual manusia merdeka, maka selamanya si pembeli tidak
memiliki hak apapun atas diri manusia itu, karena sejak awal hukum transaksi itu sendiri
adalah haram.
 Penjualan organ manusia bisa mendatangkan penyimpangan, dalam arti bahwa hal tersebut
dapat mengakibatkan diperdagangkannya organ-organ tubuh orang miskin dipasaran
layaknya komoditi lain.
d. Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ.
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat
yang muncul tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling
bertolak belakang, meski menggunakan sumber-sumber yang sama. Dalam pembahasan ini
akan disampaikan beberapa pandangan yang cukup terkenal, dan alasan-alasan yang
mendukung dan menentang transplantasi organ, menurut aziz dalam beranda, yaitu:
 Pandangan yang menentang pencangkokan organ.
Ada tiga alasan yang mendasar, yaitu:
a) Kesucian hidup/tubuh manusia.
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang
jelas mengenai ini dalam Al-Qur’an.Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi
Muhammad yang terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi
atas tubuh manusia, meskipun sudah menjadi mayat, “Mematahkan tulang mayat seseorang
adalah sama berdosa dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih
hidup”
b) Tubuh manusia adalah amanah. Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan
miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia
tidak boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.
c) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada
tubuh orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-
bagiannya bisa dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.
 Pandangan yang mendukung pencangkokan organ.
a) Kesejahteraan publik (maslahah).
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa
pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk
menyelamatkan hidup manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam.
b) Altruisme.
Ada kewajiban yang amat kuat bagi muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama
muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi
(tentu ini dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya), dan
karenanya dianjurkan
2. PROTESTAN
Hal itu tertulis dalam Kitab Matius 22:38-39: Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hatimu dan segenap akal budimu. Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.
3. Kristen
Pada umumnya Gereja memperkenankan transplantasi organ tubuh, adalah Injil Kehidupan,
menurut pandangan Iman Kristen transplantasi organ merupakan salah satu bentuk perbuatan
yang terpuji karena dapat membantu orang yang kesehatan tubuhnya terganggu atau sakit dan
juga ingin menyelamatkan jiwa seseorang. Apabila donor organ tubuh adalah seorang yang
telah meninggal dunia, maka tidak timbiul masalah normal. Seorang yang mungkin
berkehendak untuk mendonorkan tubuhnya dan memperuntukkannya bagi tujuan-tujuan yang
berguna, yang secara moral tidak bercela dan bahkan luhur dan punya keinginan untuk
menolong orang yang sakit dan menderita maka keputusan ini tidak dikutuk melainkan
dibenarkan. Kaitan transplantasi organ menurut Firman Tuhan :
Kejadian 2 : 21 – 22 , lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak, ketika ia tidur,
Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan
daging.
4. KATOLIK
Pencangkokan ditegaskan Paus Yohanes Paulus I pada September 1978:
Mendonorkan anggota tubuh setelah meninggal adalah sumbangan kemanusiaan yang mulia
dalam rangka memperbaiki dan memperpanjang hidup sesamanya.
Katolik melihat organ jaringan donasi / sebagai tindakan amal dan cinta. Transplantasi secara
moral dan etis dapat diterima oleh Vatikan
5. HINDU
Tertulis dalam kitab Dharma Sastra Sarasamuccaya, antara lain Saras III. 39 :
Sudah menjadi hukum keluarga bahwa saat kematian telah tiba tinggallah jasmani yang tidak
berguna dan pasti dibuang. Maka itu, berusahalah berbuat berdasarkan darma sebagai
sahabatmu untuk mengantarkan engkau ke dunia bahagia kekal.
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa
pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat
menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari
keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus
dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan
dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material.
Prinsip kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas
kita yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman (roh).
Badan jasmani merupakan benda material yang dibangun dari lima zat (Panca Maha bhuta)
dan akan hancur kembali menyatu ke alam makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai
guna. Sedangkan Jiwatman adalah kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani ini
mati, senjata tidak dapat melukaiNya, api tidak bisa membakarNya, angin tidak bisa
mengeringkan-Nya dan air tidak bisa membasahi-Nya.
Dari sudut pandang Agama Hindu transplantasi organ tubuh manusia diperkenankan dengan
dasar alasan kemanusiaan secara sukarela untuk menolong nyawa manusia lain, yang tidak
diperkenankan menjadikan organ tubuh manusia sebagai objek jual beli secara komersial.
Tindakan transplantasi harus didahului dengan serangkaian prosedur yang harus dilalui oleh
pasien, selain prosedur test kesehatan terdapat prosedur yang wajib dilakukan oleh pasien
yaitu membuat persetujuan secara tertulis tentang kesediannya menjalani transplantasi organ.
Agama Hindu tidak melarang umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan
dasar yajna (pengorbankan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan sesama umat manusia. Transplantasi sebagai salah satu bentuk pelaksanaan
ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna serta disesuaikan dengan adat desa setempat
karena Agama Hindu sangat fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman.
6. BUDHA
Berdana berupa organ merupakan Dana Paramita, yang dapat meningkatkan nilai kehidupan
manusia di dalam kehidupan yang akan datang.
7. Hukum Positif
Aspek hukum Transplantasi organ Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan
tubuh manusia telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Dalam UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dan dalam Pasal 81 ayat (1)a, Pasal 81 ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi
administratif terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) PP No. 81 Tahun 1981 tentang
Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta UU No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang berisi ketentuan mengenai jenis
perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal
5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 120.000.000,
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000, (enam ratus juta rupiah).
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
 Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
 Pasal 65
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli
waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

 Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan
apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
 Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau
bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
 Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat
dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
 Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih
apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

C. BEDAH PLASTIK

1. Definisi Bedah Plastik

Bedah plastik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Plastikos” yang berarti membentuk atau
memberi bentuk. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Plastic Surgery” dan dalam bahasa
Arab dikenal dengan “Jirahah Tajmil” yakni bedah / operasi yang dilakukan untuk
mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik yang nampak atau
tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi
dan estetika (seni) tubuh.
Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu bedah yang bertujuan untuk merekonstruksi,
memperbaiki, membentuk atau memberi bentuk pada bagian tubuh manusia melalui operasi
kedokteran sehingga kembali dalam bentuk dan fungsi yang normal dan dengan proporsi
yang lebih baik. Ilmu ini sendiri merupakan cabang dari ilmu bedah yang bertujuan untuk
mengembalikan bentuk dan fungsi yang normal dan menyempurnakan bentuk dengan
proporsi yang lebih baik.

 Jenis Bedah Plastik


Jenis bedah plastik secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembedahan
untuk rekonstruksi dan pembedahan untuk kosmetik. Dengan definisi tersebut berarti dapat
disimpulkan, bedah plastik merupakan ilmu yang memiliki ciri lebih memperhatikan
penampakan hasil akhir dari suatu tindakan agar tampak mendekati normal atau lebih baik.
Sebagian Ulama hadits yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan operasi
plastik itu hanya ada dua:
1. Untuk mengobati aib yang ada dibadan, atau dikarenakan kejadian yang menimpanya seperti
kecelakaan, kebakaran atau yang lainya. Maka operasi ini dimaksudkan untuk pengobatan.
2. Atau untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap mengganggu
atau tidak nyaman untuk dilihat orang, istilah yang kedua ini adalah untuk kecantikan dan
keindahan.
Dengan demikian, operasi plastik terdiri atas 2 ( dua ) bagian, yakni :
1. Operasi tanpa ada unsur kesengajaan
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan hanya untuk pengobatan dari aib (cacat) yang
ada di badan, baik karena cacat dari lahir (bawaan) seperti bibir sumbing, jari tangan atau
kaki yang berlebih, dan yang kedua bisa disebabkan oleh penyakit yang akhirnya merubah
sebagian anggota badan, seperti akibat dari penyakit lepra / kusta, TBC, atau karena luka
bakar pada wajah akibat siraman air panas.
2. Operasi yang dilakukan dengan sengaja
Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena
kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan dan
mempercantik diri.
Operasi ini ada bermacam-macam, akan tetapi yang sering kita jumpai atau yang paling
umum terbagi dua, dan setiap bagian mempunyai hukum masing-masing:
 Operasi anggota badan
Diantaranya adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, pantat (maaf)
dengan ditambah, dikurang atau dibuang, dengan keinginan agar terlihat cantik.
 Operasi mempermuda
Adapun operasi bagian kedua ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berumur tua,
dengan menarik kerutan diwajah, lengan, pantat, tangan, atau alis.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa anggapan masyarakat tentang
operasi plastik dianggap keliru. Saat ini, pandangan masyarakat tentang bedah plastik
berorientasi hanya pada masalah kecantikan (estetik), seperti sedot lemak, memancungkan
hidung, mengencangkan muka, dan lain sebagainya. Sesungguhnya, ruang lingkup bedah
plastik sangatlah luas. Tidak hanya masalah estetika, tetapi juga rekonstruksi, seperti pada
kasus-kasus luka bakar, trauma wajah pada kasus kecelakaan, cacat bawaan lahir
(congenital), seperti bibir sumbing, kelainan pada alat kelamin, serta kelainan congenital
lainnya. Reparasi patah tulang muka, termasuk tulang hidung, tulang rahang atas maupun
bawah, termasuk dalam cakupan bedah plastik. Dengan demikian, tindakan bedah tidak
hanya bertujuan kosmetik, tetapi juga terapi.

D. PANDANGAN AGAMA DI INDONESIA TENTANG BEDAH PLASTIK


1. Pandangan Agama Hindu Tentang Bedah Plastik
Mengenai bedah plastic atau mengubah tubuh, dalam ajaraan agama Hindu disebutkan dalam
beberapaa wahyunya yang dituliskan di daun lontar yang berjumlah empat helai yaitu : Yama
Purwa Tattwam. Yama Purana Tattwam, Yama Purwana Tattwam, Yama Tattwam.
Dikatakan bahwa inti yang diuraikan di keempat lontar itu berkenaan tentang pengertian
tentang asal tubuh manusia, setelah kematian dan kewajiban menjaga tubuh yang merupakan
pinjaman. Disebutkan secara jelas bahwa roh/atman diberikan pinjam berupa badan atau
tubuh manusia secara lengkap oleh Sang Hyang Widhi sejak dari embrio (masih dalam
kandungan) sampai tua dan mati nanti.
Setelah meninggal dunia (artinya roh atau atman tidak menggunakan atu lepas dari
tubuh) maka badan atau tubuh pinjaman ini harus dikembalikan dalah keadaan utuh (masih
tetap sama seperti bentuk pertama kali dilahirkan tanpa kurang sedikitpun) kepada Panca
Mahabhuta.
Pemahaman mengenai operasi plastic untuk setiap agama pastilah sama, yakni operasi
plastic adlah usaha untuk merubah bentuk tubuh sebagian atau keseeluruhan pada bagian
tubuh tertentu untuk tujuan pribadi (kecantikan) ataupun merupakan tindak lanjut dari upaya
medis (dengan penyebab yang beraneka ragaam, seperti kecelakaan, operasi karena
kerusakan beberapa bagian permukaan tubuh oleh berbagai penyebab, dan antisipasi dari
beberapa penyakit yang menyebabkan amputasi). Akan tetapi untuk ajaran agama hindu
sendiri, telah disebutkan dengan jela bahwa larangan untuk mengubah bentuk tubuh untuk
alas an apapun dilarang. Para pemeluknya juga diwajibkan untuk menjaga keutuhan tubuh
yang dipinjamnya dari tuhan mereka dari kecacatan dengaan senanghati memproteksi diri
akan hal-hal yang mungkin akan berakibat pada pengubahan bentuk tubuhnya.

HUKUM AGAMA HINDU MELAKUKAN OPERASI PLASTIK


Dalam penjelasan sebelumnya, disebutkan hal-hal yang menjadi dasar bahwa di
dalam ajaaran agama Hindu melaraang secara keras para pemeluknya untuk melakukan
perubahaan secara fissik. Di dalam kitabnya telah disebutkan bahwa hokum merubah bentuk
tubuh sudah sangat jelas, karena para pemeluk agama Hindu percaya bahwa tubuh atau badan
merupakan ssesuatu yang dipinjam dan harus dikembalikan seperti ketika kita berhutang atau
meminjam barang dari teman atau orang lain. Kita harus bertanggung jawab memelihara dan
menjaga barang tersebut agar tetap utuh dalam keadaan yang sama seperti saat pertama kali
lepas dari tangan sipeminjam sebelum kita akan mengembalikan ke pemiliknya. Dari
pengertian itu, umat hindu juga tidak disarankan untuk memvermaak tubuhnya, dengan
disunat, operasi plastic, di tattoo, atau menyumbangkan organ-organ tubuh lainnya seperti
ginjal, dan lain-lain. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa operasi plastic tidak
diperbolehkan. Bahkan Bintal Made, yang merupakan pemuka agama Hiindu di pura
Vaikuntha Vyomantara Yogyakartaa, mengatakan operasi plastic termasuk dalam tindakan
Maha Petaka . Maha Petaka sendiri adalah dosa yang paling besar didalam ajaran agama
Hindu. Dan dengan demikian operasi plastic dapat disamakan dengan prilaku membunuh.
Operasi plastic apabila dilakukan untuk mempercantik diri seperti memancungkan hidung,
mengubah warna kulit, dan mengubah jenis kelamin tentu tidak diperbolehkan.
Dalam ajaran agama Hindu sendiri diajarkan bahwa kecantikan yang sejati adalah
kecantikan yang berasal dari dalam (inner beauty). Dan pada dasarnya manusia sudah
diciptakan sebaik-baiknya, tergantung dari manusia itu sendiri merawat dirinya. Merawat diri
yang dimaksudkan disini adalah perilaku rajin membersihkan diri, berpakaian rapi, bertata
karma baik, denganbegitu manusia dapat dikatakan cantik dan sedap dipandang, karena ada
sesuatu dalam dirinya yaitu kecantikan dari dalam. Bintal Made menambahkan sejelek-
jeleknya orang apabila ia dapat merawat tubuhnya dengan baik, pasti cantiklah orang itu.
Tidak ada orang yang sama persis didunia ini, walaupun orang tersebut adalah anak kembar
pasti ada perbedaanya. Ada orang yang cantik wajahnya, ada yang cantik hatinya, ada juga
yang tidak. Itulah yang disebut dengan keadilan Tuhan. Tuhan tidak mungkin menciptakan
manusia hanya dengan kekurangannya saja. Oleh karena itu semua orang pasti memiliki
kelebihan. Dan karena keadilan Tuhan maka apa yang telah diberikan Tuhan kepada manusia
adalah sempurna, dan manusia tidak berhak untuk mengutak-atik hal-hal yang sudah
sempurna tersebut. Namun, ada pula pengecualian untuk operasi plastic dalam agama Hindu.
Apabila operasi itu dilakukan untuk memperbaiki apa yang telah diberikan Tuhan seperti
bibir sumbing, terkena air keras atau luka bakr, maupun kecelakaan, maka operasi
plastiksemacam ini jelas diperbolehkan. Karena operasi tersebut dilakukan untuk
memperbaiki dan merawat apa yang semestinya baik. Dan dalam agama Hindu pun diajarkan
bahwa kita harus merawat diri kita termasuk mengobati luka dan cacat kecelakaan

2. Pandangan Agama Islam terhadap Bedah Plastik


Operasi Ikhtiyariyah (yang sengaja dilakukan) yaitu operasi yang dilakukan bukan
karena alas an medis, namun mutlak hanya hasrat seseorang dalam memperindah diri dan
berlebih-lebihan didalam menafsirkan kata-kata indah itu. Operasi model ini tebagi kepada
dua bagian yaitu :
o Operasi yang merubah bentuk, misalnya seperti:
- Memperindah hidung, seperti membuat lebih mancung, dan lain-lain
- Memperindah dagu, dengan meruncingkannya, dan lain-lain
- Memperindah payudara dengan mengecikannya jika terlalu besar atau membesarkannya
dengan suntik silicon atau dengan menambah hormone untuk memontokkan payudara dengan
berbagai cara yang telah ditemukan.
- Memperindah kuping
- Memperindah perut dengan menghilangkan lemak atau bagian yang lebih dari tubuh.
o Operasi yang mengawetkan umur
- Memperindah wajah dengan menghilangkan kerutan yang ada dengan skaler atau alat
lainnya
- Memperindah kulit dengan mengangkat lemak yang ada dan membentuk wajah dengan apa
yang dikehendaki
- Memperindah kulit tangan dengan menghilangkan kerut seolah kulit masih padat dan muda
- Memperindah alis baik dengan mencukurnya agar Nampak lebih muda.
Mungkin ini menurut penulis bagian-bagian yang sering kita temui dan yang paling
umum; para ulama berbeda pendapat mengenai hokum operasi plastic ini :
Kebanyakan ulama hadits berpendapat bahwa tidak boleh melakukan operasi ini
dengan dalil diantaranya sebgai berikut:
Allah berfirman (“ Allah telah melaknatnya. Setan berkata, “sungguh akan kutarik
bagian yang ditentukan dari hamba-hambaMu. Dan sungguh akan kusesatkan mereka, dan
akan kubangkitkan angan-angan kosong mereka, dan aku suruh mereka memotong telinga
binatang ternak lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan suruh mereka
(merobah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merobahnya, dan barangsiapa yang
menjadikan setan sebagai pelingdung maka sungguh dia telah merugi dengan kerugian yang
nyata” [Q.S An-Nisaa’ ayat 118-119]
Ayat ini menjelaskan kepada kita dengan konteks celaan dan haramnya melakukan
pengubahan pada diri yang telah diciptakan Allah dengan sebaik-baik penciptaan, karena
mengikuti akan hawa nafsu dan keinginan syaitan yang dilaknat Allah.
Diriwayatkan dari Iman Bukhari dan Muslim Ra. dari Abdullah ibn Mas’ud Ra.beliau
pernah berkata” “Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan meminta untuk ditatokan,
yang mencukur (menipiskan) aliss dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya
kelihatan cantik dan merubah ciptaa Allah.” (H.R Bukhari)[dari hadits ini, dapat diambil
sebuah dalil bahwa Allah Swt. Melaknat mereka yang melakukan perkara ini dengan
mengubah ciptaan-Nya.
Dari Asmaa bahwa ada seorang perempuan yang mendatangi Rasulullah Saw. Dan
berkata, “ Wahai Rasulullah, dua orang anak perempuanku akan menjadi pengantin, akan
tetapi ia mengadu kepadaku bahwa rambutnya rontok, apakah berdosa jika aku sambung
rambutnya?”, maka Rasulullah pun menjawab, “Sesungguhnya Allah melaknat perempuan
yang menyambut atau minta disambungkan (rambutnya)”
Hadits ini dengan jelas mengatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang
menyambung rambutnya atau istilah sekarang dikenal dengan konde atau wig dan jauh dari
rahmat Allah Swt.
Qias, Untuk melengkapi pendapat ini, maka akan saya coba menggunakan qias dan
akal. Operasi plastic semacam ini tidak dibolehkan dengan mengqias larangan Nabi Saw.
Terhadap orang yang menyambung rambutnya, tattoo, mengikir (menjarangkan) gigi atau apa
saja yang berhubungan dengan perubahan terhadap apa yang telah diciptakan Allah Swt.
Secara akal kita akan menyangka bahwa orang itu kelihatannya indah dan cantik akan
tetapi, ia telah melakukan operasi plastic pada dirinya, perbuatan ini sama dengan pemalsuan
atau penipuan terhadap dirinya sendiri bahkan orang lain, adapun hukumnya orang yang
menipu adalah haram menurut syara’.
Begitu juga dengan bahaya yang akan terjadi jika operasi itu gagal, bias menambah
kerusakan didalam tubuhnya dan sedikit sekali berhasilnya, apapun caranya tetap
membahayakan dirinya dan ini tidak sesuai dengan hokum syara’, sesuai dengan firman
Allah yang berbunyi (wallahu ‘alam) “ Jangan bawa diri kalian dalam kerusakan”
Setelah kita perhatikan dalil-dalil diatas dengan seksama, maka jelaslah bahwa
operasi plastic itu diharamkan menurut syara’ dengan keinginan untuk mempercantik dan
memperindah diri, dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Operasi plastic merubah ciptaan Allah Swt.
2. Adanya unsur pemalsuan dan penipuan
3. Dari sisi lain, bahwa negatifnya lebih banyak dari manfaatnya, karena bahaya yang akan
terjadi sangat besar apabila operasi itu gagal, bias menyebabkan kerusakan anggota badan
bahkan kematian.
4. Syarat pembedahan yang dibenarkan Islam; memiliki keperluan untuk tujuan kesehatan
semata-mata dan tiada niat lain, diakui doctor professional yang ahli dalam bidang itu bahwa
pembedahan akan berhasil dilakukan tanpa resiko, bahaya dan mudarat.
5. Untuk pemakaian kosmetik, disyaratkan kandunganya halal, tidak dari najiss
(kolagen/plasenta) dan tidak berlebihan(tabarruj) akan tetapi berhias ini sangan di tekankan
bagi mereka yang ingin menyenangkan suaminya.
Allah Swt tidak lah menciptakan makhluknya dengan sia-sia, “ yang telah menciptakan kamu
lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang. Dalam
bentuk apa saja yang dia kehendaki, dia menyusun tubuhnmu.” [Q.S Al-Infithaar ayat 7-8]
Sesungguhnya Allah Swt. Menciptakan kalian dalam keadaan sempurna dan
seimbang satu sama lainnya dengan sebaik-baik penciptaan. “Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [Q.S At-Tiin Ayat 4]. Sudah
sepantasnya kita sebgai makhluk Allah mensyukuri apa-apa yang telah diberikan kepada kita.
Hukum Agama Islam Operasi Plastik
Hokum operasi plastic ada yang mubah da ada yang haram. Operasi plastic yang
mengubah adalah bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-uyub al-khalqiyyah)
seperti bibir sumbing, atau cacat yang dating kemudian (al-uyub al-thari’ah) akibat
kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat
kebakaran/kecelakaan. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyah hal. 183;
Fahad bin Abdullah Al- Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal 12; Hani’ al-
Jubair, Al-Dhawabith al-Syariyyah li al-Amaliyyat al-Tajmiiiliyyah, hal 11; Walid bin Rasyid
as-Saidan, Al-Qawaid al-Syariyah fi al-Masa’il Al-Thibbiyyah,hal.59).
Selain itu, terdapat hadits Nabi SAW yang melekat perempuan yang merenggangkan
gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni.). (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam haditss
ini terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M.Utsman
Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 37). Iman Na Operasi plastic
untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan
keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW bersabda, “
Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya,” (HR.
Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula, “Wahai hamba-hamba Allah berobatlah
kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan
pula obatnya,” (HR. Tirmidzi, no.1961).
Adapun operasi plastic yang diharamkan, adlah yang bertujuan semata untuk
mempercantuk atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pngobatan atau
memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah
dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua diwajah, dan sebagainya.
Dalil keharamnnya firman Allah SWT (artinya) : “dan akan aku (syaithan) suruh
mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya” (QS An-Nisaa :
119). Ayat ini dating sebagi kecaman (dzamm) atas perbuatan syaithan yang selalu mengajak
manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, diantaranya adalah mengubah ciptaan
Allah (taghyit khalqillah). Operasi plastic untuk mempercantik diri termasuk dalam
pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. ( M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi,
Ahkam Jirahah Al Thibbiyah, hal 194).
Imam Nawawi berkata, “Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram asalah yang
dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau
karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka
dari itu, operasi plastic untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram.

3. Bedah Plastik Dalam Pandangan Buddha (Buddhisme)


Bedah plastic menurut Buddha (Buddhisme), hal ini tidak melanggar sila sepanjang
memiliki tujuan yang positif atau bukan untuk penipuan. Contohnya : penjahat kabur
kemudian mengubah wajahnya dengan tujuan orang tidak mengenal lagi sehingga ia lolos
dari kejahatannya. Dalam agama Buddha, wanita yang mengubah kelamin menjadi pria tidak
diperkenankan untuk menjadi bhikkhu. Selain itu pandangan agama Buddha setuju apabila
bedah plastic untuk pengobatan, misalnya: bibir sumbing, luka bakar, atau penyakit kulit
yang akibat dari kecelakaan maupun bawaan sejak lahir melainkan bukan agar kelihatan awet
muda terus.
Buddhisme tidak melarang bedah plastic, tetapi apabila kita melakukan bedah untuk
tujuan mempercantik diri berarti itu kurang sesuai dengan ajaran Buddha, karena hal tersebut
telah muncul Lobha (keserakahan/ melekat pada objek). Jika bedah plastic itu berjalan
dengan lancer dan hasilnya bagus, kita akan semakin melekat padanya. Tetapi apabila bedah
plastic itu tidak berjalan dengan lancer atau hasilnya menjadi buruk dari yang sebelumnya,
maka akan menimbulkan Dosa (kebencian/menolak objek). Apabila hal tersebut sudah terjadi
maka akan timbul Moha (kebodohan batin) yang selalu mengikutinya.
Dalam Brahma Viharapharana, Buddha mengajarkan kita bahwa “Semua makhluk
adalah pemilik perbuatan mereka sendiri, terwarisi oleh perbuatan mereka sendiri, lahir dari
perbuatan mereka sendiri, berkerabat dengan perbuatan mereka sendiri, tergantung pada
perbuatan mereka sendiri, berkerabat dengan perbuatan mereka sendiri, tergantung pada
perbuatan mereka sendiri. Perbuatan apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk;
perbuatan itulah yang akan mereka warisi” (Parita Suci, Yayasan Sangha Theravada
Indonesia: 40) dengan demikian kita tahu bahwa dalam ajaran agama Buddha, baik atau
buruknya kondisi pada kehidupan ini merupakan akibat dari karma masa lampau (baik atau
buruk). Tetapi untuk memperbaiki karma yang kurang baik, misalnya: memiliki wajah yang
kurang cantik, tidak tampan, kulit hitam, dan sebaginya; bukan dengan cara bedah plastic
walaupun sebenarnya memiliki kesehatan jasmani dan rohani, melainkan memperbaiki
perbuatan kita agar sesuai ajaran yang benar. Seperti yang tertulis dalam Dhammapada ayat
262 yang tertulis “Bukan karena wajahnya yang tampan yang menandakan seseorang dapat
menyebut dirinya orang baik apabila ia masih bersifat iri, kikir dan suka menipu”. Jadi yang
diutamakan dalam agama Buddha adalah jiwa yang baik.

4. Pandangan Agama Kristen Protestan terhadap Bedah Plastik


Menurut beberapa teolog menyatakan bahwa yesus mengkaburkan pembedahan
antara budaya Taurat (2:27-3:6), adat istiadat (Folk Culture, 7:1-23) dengan budaya popular
yang didiskriminasi oleh elit masyarakatnya, orang kusta yang dimarjinalkan, perempuan
pendarahan karena haid sebagi ‘cerita ditengah cerita’ (5:21-43). Markus menunjukan kontras
antara orang-orang dalam gereja yakni keluarga dan kerabat Yairus dengan seorang
perempuan yang tersisih dari pusat keimanannya (bait Tuhan) akibat budaya Taurat yang
tidak manusiawi pda praktiknya (imamat15:25).
Perspektif Alkitab, Subyek perangkat tambahan kosmetik hanya samar-samar
disebutkan dalam Alkitab. Untungnya bahwa tidak adanya intruksi langsung tidak
meninggalkan kita tak berdaya. Seperti setiap area kehidupan yang lain, Allah telah
memberikan prinsip-prinsip yang diperlukan yang akan memandu melalui keputusan pribadi
tentang kosmetik meningkat prosedur ekstrim atau sebaliknya.
Prinsip 1 Tubuh saya bukan milik saya, tetapi kepada Allah. Setiap kali kita
menganggaap tubuh dan bagaimana mengobatinya, kita harus mulai dengan kenyaataan
bahwa, sebagai orang Kristen, tubuh kita milik Allah dan harus digunakan hanya untuk
membawa dia kehormatan. Karena tubuh saya tidak lagi milik sya, saya harus
memperlakukan seolah-olah barang berharga pinjaman dari teman. Itu berarti saya akan
berkonsultasi dengan pemilik sebelum saya melakukan sesuatu untuk mengubahnya.
Prinsip 2 dengan focus daya pada menyenangkan Tuhan, aku bias membuat pilihan
yakin tentang penampilan saya. Dengan harga diriku berlabuh di siapa saya dalam kristus,
aku bias melanjutkan maju dalam membuat pilihan yang bijak tentang penampilan saya serta
keputusan pribadi lainnya. Saya bisa tahu bahwa usaha saya untuk mempercantik wajah dan
tubuh saya tidak berusaha untuk mendapatkan nilai dan nilai, tetapi hanya untuk menjadi
yang terbaik yang saya bisa.
Prinsip 3 Tuhan terbaik hati mengijinkan saya untuk membuat pilihan pribadi, tapi
saya diharapkan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan saleh yang membedakan saya
dari dunia. Alkitab menganjurkan bahwa sebagai penerima anugerah Tuhan, aku bias
membuat keputusan pribadi dengan hati nurani yang bersih. Saya tidak perlu resah atas
keputusan pribadi dengan hati nurani yang bersih. Sya tidak perlu resah atas mentenangkan
Allah jika aku kebetulan mengacaukan. “Tapi” dalam Titus 2:11-12, saya teringat itu
anugerah Allah adalaah hal yang snagta mengajarkan saya untuk “mengatakan “Tidak” untuk
nafsu kefasikan dan duniawi, dan hidup mengendalikan diri, tegak dan saleh dikehidupan
zaman sekarang.” Prinsip ini menuntun saya untuk melihat bahwa sementara aku memiliki
kebebasan dalam Kristus, bahwa kebebasan tidak pernah digunakan dengan cara yang akan
menodai saya chrishtian kesaksian. Itu tidak berarti saya akan harus memutuskan terhadap
prosedur kosmetik tertentu, tetapi ini berarti saya harus mempertimbangkan bagaimana
beberapaa prosedur dapat mempengaruhi hubungan sya dan keefektifan saya sebagai saksi.
Prinsip 4 fokus saya seharusnya pada wanita batin saya. Alkitab menjelaskan bahwa
Tuhan lebih tertarik pada hati yang indah dari pada kepala indal ikal. Dlam 1 Samuel, Daud
diangkat menjasi raja bukan tingginya, saudara tampan karena daud memiliki hati untuk
Tuhan. Dan dalam 1 Petrus, wanita diingatkan untuk lebih berupaya untuk mengembangkan
dan tenang roh lemah lembut daripada kecantikan luar. Namun, bagian kedua untuk
menunjukan tidak ada yang salah dengan penampilan yang indah atau perawatan eksternal.
Daud dikatakan telah memiliki “penampilan yang bagus dan fitur tampan” ( 1 Samuel 16:12)
dan Petrus menunjukan bahwa beberapa perhiasan keluar adalah noema. Prinsip disini adalah
sementara perhiasan dan kecantikan luar baik-baik saja, mereka tidak boleh menjadi apa yang
membuatku. Jika saya menghabiskan lebih banyak uang, waktu, dan usaha mengembangkan
keindahan diluar saya daripada perempuan batin saya, saya harus memikirkan kembali
prioritas saya.
Jika anda seorang percaya dalam Yesus kristus, Allah telah memberikan roh Kudus-
Nya untuk membantu anda menjalani hidup sesuai dengan rencana yang sempurna, membuat
keputusan Ilahi dijalan. Mengapa tidak mengucapkan doa sederhana untuk menyetel ke
Tuhan dan dengan iman mengundang dia untuk memberdayakan anda dengan Roh-Nya.
Bapa, saya memerlukan Dikau. Saya mengakui bahwa saya telah berdosa terhadap engaku
dengan mengarahkan hidup saya dendiri. saya berterima kasih kepada Anda bahwa anda telah
diampuni dosa-dosa saya melalui kematian kristus dikayu salib untuk saya. Sekarang saya
mengundang Kristus untuk kembali mengambil tempat-Nya diatas takhta hidup saya.
Penuhilah aku dengan Roh kudus seperti enkau memerintahkan saya untuk di Isi, dan sebagai
anda dijanjikan di Your Word yang akan anda lakukan jika saya bertanya dalam iman. Aku
berdoa ini dalam nama Yesus sebagai ungkapan iman saya, sya berterimakasih untuk
mengarahkan hidup saya dan untuk mengisi saya dengan roh kudus. Amin.

5. Pandangan Agama Katolik Terhadap Operasi Plastik


Berdasarkan beberapa kitab dapat disimpulkan bahwa bedah plastic di perbolehkan
dalam agama katolik, jika untuk langkah penyembuhan entah secara fisik untuk
merekonstaruksi bagian tubuh akibat cacat bawaan atau kecelakaan. Tentu asalkan
prosedurnya tidak menimbulkan resiko kerusakan pada tubuh setelah pembedahan. Namun
bedah plastic tidak dapat diizinkan jika itu merusak kebaikan lebih besar dari pada apa yang
dapat dicapai, dn apabila tujuan dan prosedurnya secara mendasar tidak dapat diterima secara
moral, seperti transgender(ganti jenis kelamin).
Tanggapan diberikut memang bukan tanggapan yang baku, karena tidak aada
dokumen gereja Katolik yang secara tegas mengatur hal bedah kosmetik. Namun semoga
dengan prinsip dasar diatas, kita dapat, dengan hati nurani yang bersih menentukan penilaian
tentang hal ini, sesuai dengan keadaan dan kasusnya. Dengan prinsip ini, silahkan sang dokter
dan calon pasiennya itu menilai, dengan hati nuraninya masing-masing apakah tindakan
operasi kosmetik itu dapat/ layak dilakukan.
KGK 2288 kehidupan dan kesehatan merupakan hal-hal yang bernilai, yang
dipercayakan Tuhan kepada kita. Kita harus merawatnya dengan cara yang bijaksana dan
bersama itu juga memperhatikan kebutuhan orang lain dan kesejahteraan umum…
KGK 2289 Memang ajaran susila menunut menghormati kehidupan jasmani, tetapi ia
tidak mengangkatnya menjadi nilai absolut. Ia [ajaran susila] melawan satu pendapat kafir
baru, yang condong kepada pendewaan badan, mengurbankan segala sesuatu untuk KGK
2293 … Ilmu pengetahuan dan teknik merupakan sarana-sarana yang bernilai kalu mengabdi
kepada manusia dan memajukan perkembangannya secara menyeluruh demi kebahagian
semua orang … Ilmu pengetahuan dan teknik ditunjukan kepada manusia, olehnya mereka
diciptaka dan dikembangkan; dengan demikian mereka menemukan, baik kesadaran
mengenai tujuan maupun batas-batasanya, hanya di dalam pribadi manusia dan nilai
susilanya.
KGK 2294 Pendapat bahwa penelitian ilmiah dan pemanfaatannya aladah bebas niali,
merupakan satu ilusi. Juga kriteria untuk pengarahan penelitian tidak dapat begitu saja
disimpulkan secara sempit dari daya guna teknis atau dari manfaatnya, yang dinikmati oleh
yang satu sambil merugikan yang lain; atau lebih lagi tidak bias disimpulkan dari ideology
yang berlaku. Ilmu pengetahuan dan teknik sesuai dengan artinya menuntut penghormatan
mutlak akan nilai-nilai dasar moral. Mereka haruss melayani manusia, hak-haknya yang tidak
boleh diganggu gugat, kebahagiaannya yang benar dan menyeluruh, sesuai dengan rencana
dan kehendak Allah.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan, sel atau organ manusia tertentu yang
masih mempunyai daya hidup sehat dari suatu tempat ke tempat lain baik pada tubuhnya
sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan atau untuk menggantikan organ tubuh
yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik dengan persyaratan dan kondisi
tertentu. Transplantasi antara lain memiliki fungsi sebagai pengobatan (terpeutik), optik, dan
kosmetik atau tektonik – memperbaiki bentuk.
2. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul, transgender tidak bisa mengubah
status kelamin, transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam.
3. Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu bedah yang bertujuan untuk merekonstruksi,
memperbaiki, membentuk atau memberi bentuk pada bagian tubuh manusia melalui operasi
kedokteran sehingga kembali dalam bentuk dan fungsi yang normal dan dengan proporsi
yang lebih baik.Ulama berbeda pendapat tentang bedah plastik. Sebagian membolehkan jika
ditujukan untuk terapi dan sebagian lain mengharamkan bila digunakan demi alasan
kosmetik.
B. Saran
Diharapkan para mahasiswa kebidanan bukan hanya mengetahui masalah dalam dunia
kesehatan dari segi medis, tetapi juga dari segi agama Islam.

DAFTAR PUSAKA
Alkaf, Halid. 2003.Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya, Jakarta :PB UIN.
Asy-Syaukani, Lutfi. 1998.Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer,
Bandung:Pustaka Hidayah:.
-Hasan,Ali.2000.Masail Fiqhi Yah Al-Haditsah Pada Masalah Masalah Kontenporer Hukum
Islam.Jakarta :PT Raja Gravindo Persada.
-Mahfudh, Sahal. 2004. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam. Surabaya : LTN NU dan
Diantama.
-Masyhuri, A. Aziz. 2004.Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas
Ulama’Nahdlatul Ulama’
1928-2000, Cet. I, Jakarta :Qultum Media.

-------.2004.Sistl em Pengambilan Putusan Hukum dan Hirarki Himpunan Keputusan Bahtsul


Masail, Jakarta: Qultum Media.

Munir. A, Hukum Islam Tentang Transplantasi dan Bedah Kosmetik (Makalah Disampaikan
Pada Kajian 31 Mei 2008 Oleh Majlis Tarjih PWM JATIM)
Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27
Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000
Qardhawi,yusuf.1995.Fatwa Fatwa Kontemporer.Jakarta :Gema Insani ekspres.
-------.2002.Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid III.Jakarta:Pustaka Al kautsar.
Sumber : http://azharku.wordpress.com
http://saadpwmjatim.blogspot.com/2008/05/transplantasi-dalam
Breda, Hadisty 2015. Makalah transplantasi organ menurut pandangan Islam :
http://www.academia.edu

Prostesis dan Orthosis

Orthosis/Orthose/ ortesa adalah segala alat yang ditambahkan ke tubuh atau alat bantu
penyangga tubuh atau anggota gerak tubuh yang layu, lumpuh atau cacat untuk menstabilkan
atau immobilize bagian tubuh, mencegah kecacatan, melindungi dari luka, atau membantu
fungsi dari anggota tubuh.

Orthose dibagi dalam 3 jenis, berdasarkan atas bagian dari tubuh manusia, yaitu:

A. Orthose anggota gerak atas, Orthose ini diberikan kepada orang yang mengalami
kecacatan atau kelumpuhan pada anggota gerak atas yaitu lengan dan tangan. Orthose untuk
orang sakit, penyakit tersebut misalnya stroke, osteoarthritis, cerebral palsy. Fungsi orthose
yang lain sebagai alat koreksi kecacatan agar dapat meningkatkan luas garak sendi, dan
sebagai immobilitation pada masa pemulihan setelah operasi.

Contoh:
1. Static cock up splint yang digunakan pada tangan yang mengalami drop hand yang
memungkinkan jari-jari tangan tidak dapat digerakan.
2. Cock up slint dynamic yang digunakan pada tangan yang mengalami drop hand yang
memungkinkan jari-jari tangan dapat digerakan.
3. Elbow brace yang digunakan untuk penguat sendi siku, orthose pada AGA.
4. Arm corset yang digunakan untuk stabilitasi lengan bawah karena fracture.
5. Night splint yang digunakan untuk tangan yang mengalami drop hand tetapi digunakan
pada malam hari.

B. Orthose anggota gerak bawah, Orthose ini diberikan kepada orang yang mengalami
kecacatan atau kelumpuhan pada anggota gerak bawah yaitu paha, betis dan kaki.

Contoh:
1. HKAFO (hip knee ankle foot orthose) yang digunakan pada anggota gerak bawah yang
seluruhnya mengalami kelayuan.
2. KAFO (knee ankle foot orthose) yang digunakan pada pasien dengan kelainan panjang
tungkai dan polio.
3. AFO (ankle foot orthose) yang digunakan untuk koreksi kecacatan pada daerah ankle dan
foot yang mengalami drop foot.
4. FO (foot orthose) yang digunakan untuk koreksi kecacatan pada telapak kaki.
5. Orthopaedic shoes yang digunakan untuk mengoreksi kelainan kaki yang cacat, seperti flat
foot, menetralisir dari kaki yang mengalami valgus atau varus.

C. Orthose untuk orang sehat, Orthose untuk orang yang sehat seperti deker lutut, deker
ankle, dan corset.

D. Alat bantu mobilisasi, Alat bantu mobilisasi seperti crutch, walker, kursi roda, dan three
foot.

Beberapa Fungsi Orthosis


* memperbaiki atau mengkoreksi alignment anggota tubuh.
* membantu atau mengkontrol pergerakan sendi.
* penyangga, maka dari itu mengurangi beban
* pelindung dari gangguan fisik

Prostesis adalah perangkat yang dirancang untuk menggantikan fungsi atau penampilan
dari ekstremitas bawah yang hilang akibat amputasi semaksimal mungkin. Sebaliknya, ortosis
dirancang untuk mendukung, melengkapi, dan atau menambah fungsi dari ekstremitas bawah
yang ada.

Prostesis dan ortosis akan dianggap berfungsi apabila memiliki parameter diantaranya
sebagai berikut:

> Stabil
Prostesis dan ortosis di gunakan setiap harinya sebagai perangkat untuk meningkatkan
kemampuan ambulasi. Dalam keadaan diam berdiri maupun bergerak, badan ditopang oleh
prostesis dan ortosis. Prostesis dan ortosis yang stabil menghasilkan keamanan bagi
penggunanya karena menghindari dari jatuh yang dapat menimbulkan masalah baru.
> Selaras
Berbekal pengetahuan biomekanik yang mantap, prostetis dan ortotis kami dapat
menghasilkan komposisi yang selaras antara soket dengan komponen sehingga
meminimalisir deviasi dalam melakukan ambulasi.
Dengan berkurangnya deviasi yang sering muncul terutama pada pasien amputasi berarti
memaksimalkan penampilan berjalan pengguna prostesis dan ortosis yang artinya
meminimalisir kerusakan-kerusakan berantai pada anatomi tubuh akibat kebiasan jalan yang
buruk.
> Seimbang
Pengukuran tinggi yang akurat pada titik-titik krusial anatomi tubuh pasien wajib dilakukan
pada awal pemeriksaan oleh prostetis dan ortotis di klinik DARE Foundation. Hasilnya
adalah kenyamanan pada saat duduk, diam berdiri, ambulasi dan juga meminimalisir deviasi
pada saat berjalan sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri kembali pada pasien
pengguna prostesis dan ortosis.

Sumber :
http://rsop.co.id/
http://www.darefoundation.or.id/index.php/kami-membangun-fungsi
http://arif-plb2011.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-orthose-orthosis.html

Share :

Anda mungkin juga menyukai