Islam
Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita
menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur
pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan
dibahas.
Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau
ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang
secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau
sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki
bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan
operasi kelamin.
Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana
pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di
dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku
seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam
fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa
berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.
ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين
لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة
Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau
sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam
permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal
wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki)
karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain
hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani,
Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).
Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka
tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang
perempuan tetap perempuan.
المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن وحركاتهن وهذا ال
ذم عليه وال إثم وال عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء وحركاتهن وسكناتهن
وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه
Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian
(mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian,
ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak
memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur
(dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang
sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya,
ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,”
(Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid VIII, halaman 57).
اء
ِ سَ الن ِ الر َجا ِل َو ْال ُمت ََر ِجال
ِ َت ِمن ِ َي صلى هللا عليه وسلم لَعَنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمن
َّ أ َ َّن النَّ ِب
Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para
wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).
Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku
takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di
antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:
وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء
Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah
mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),”
(Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid V, halaman 271).
Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau
sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah
alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah
yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir:
والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع األمرين
Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul
dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang
tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr
Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV, halaman 332).
Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang
mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts
tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi
takhannuts-nya sejak lahir dan diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis.
Namun setelah diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia
masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari,
Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga,
2004 M, jilid X, halaman 64).
Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita
menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur
pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan
dibahas.
Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau
ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang
secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau
sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki
bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan
operasi kelamin.
Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana
pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di
dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku
seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam
fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa
berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.
ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين
لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة
Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau
sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam
permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal
wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki)
karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain
hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani,
Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).
Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka
tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang
perempuan tetap perempuan.
المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن وحركاتهن وهذا ال
ذم عليه وال إثم وال عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء وحركاتهن وسكناتهن
وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه
Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian
(mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian,
ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak
memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur
(dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang
sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya,
ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,”
(Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid VIII, halaman 57).
اء
ِ س ِ الر َجا ِل َو ْال ُمت ََر ِجال
َ ِت ِمنَ الن ِ َي صلى هللا عليه وسلم لَعَنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمن
َّ ِأ َ َّن النَّب
Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para
wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).
Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku
takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di
antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:
وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء
Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah
mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),”
(Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua,
2003 M, jilid V, halaman 271).
Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau
sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah
alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah
yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir:
والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع األمرين
Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul
dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang
tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr
Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV, halaman 332).
Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang
mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts
tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi
takhannuts-nya sejak lahir dan diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis.
Namun setelah diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia
masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari,
Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga,
2004 M, jilid X, halaman 64).
BAB II
PEMBAHASAN
A. TRANSPLANTASI ORGAN
1. Definisi Transplantasi Organ
Transplantasi atau yang dikenal dengan pencangkokan ialah pengembilan dan
penempelan organ, jaringan, atau sel, dari satu tempat ke tempat lain (Largiarder, 1970:14;
Ramali dan Pamuncak, 1982:216; I’shom, 1980:7)
Transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan
atau jaringan tubuh manusia tertentu yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri
dalam rangka pengobatan untuk menggatikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi
dengan baik (pasal 1 butir 5 UUK).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan,
sel atau organ manusia tertentu yang masih mempunyai daya hidup sehat dari suatu tempat ke
tempat lain baik pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan atau
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan
apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau
bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat
dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih
apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
C. BEDAH PLASTIK
Bedah plastik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Plastikos” yang berarti membentuk atau
memberi bentuk. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Plastic Surgery” dan dalam bahasa
Arab dikenal dengan “Jirahah Tajmil” yakni bedah / operasi yang dilakukan untuk
mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik yang nampak atau
tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi
dan estetika (seni) tubuh.
Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu bedah yang bertujuan untuk merekonstruksi,
memperbaiki, membentuk atau memberi bentuk pada bagian tubuh manusia melalui operasi
kedokteran sehingga kembali dalam bentuk dan fungsi yang normal dan dengan proporsi
yang lebih baik. Ilmu ini sendiri merupakan cabang dari ilmu bedah yang bertujuan untuk
mengembalikan bentuk dan fungsi yang normal dan menyempurnakan bentuk dengan
proporsi yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan, sel atau organ manusia tertentu yang
masih mempunyai daya hidup sehat dari suatu tempat ke tempat lain baik pada tubuhnya
sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan atau untuk menggantikan organ tubuh
yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik dengan persyaratan dan kondisi
tertentu. Transplantasi antara lain memiliki fungsi sebagai pengobatan (terpeutik), optik, dan
kosmetik atau tektonik – memperbaiki bentuk.
2. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul, transgender tidak bisa mengubah
status kelamin, transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam.
3. Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu bedah yang bertujuan untuk merekonstruksi,
memperbaiki, membentuk atau memberi bentuk pada bagian tubuh manusia melalui operasi
kedokteran sehingga kembali dalam bentuk dan fungsi yang normal dan dengan proporsi
yang lebih baik.Ulama berbeda pendapat tentang bedah plastik. Sebagian membolehkan jika
ditujukan untuk terapi dan sebagian lain mengharamkan bila digunakan demi alasan
kosmetik.
B. Saran
Diharapkan para mahasiswa kebidanan bukan hanya mengetahui masalah dalam dunia
kesehatan dari segi medis, tetapi juga dari segi agama Islam.
DAFTAR PUSAKA
Alkaf, Halid. 2003.Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya, Jakarta :PB UIN.
Asy-Syaukani, Lutfi. 1998.Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer,
Bandung:Pustaka Hidayah:.
-Hasan,Ali.2000.Masail Fiqhi Yah Al-Haditsah Pada Masalah Masalah Kontenporer Hukum
Islam.Jakarta :PT Raja Gravindo Persada.
-Mahfudh, Sahal. 2004. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam. Surabaya : LTN NU dan
Diantama.
-Masyhuri, A. Aziz. 2004.Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas
Ulama’Nahdlatul Ulama’
1928-2000, Cet. I, Jakarta :Qultum Media.
Munir. A, Hukum Islam Tentang Transplantasi dan Bedah Kosmetik (Makalah Disampaikan
Pada Kajian 31 Mei 2008 Oleh Majlis Tarjih PWM JATIM)
Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27
Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000
Qardhawi,yusuf.1995.Fatwa Fatwa Kontemporer.Jakarta :Gema Insani ekspres.
-------.2002.Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid III.Jakarta:Pustaka Al kautsar.
Sumber : http://azharku.wordpress.com
http://saadpwmjatim.blogspot.com/2008/05/transplantasi-dalam
Breda, Hadisty 2015. Makalah transplantasi organ menurut pandangan Islam :
http://www.academia.edu
Orthosis/Orthose/ ortesa adalah segala alat yang ditambahkan ke tubuh atau alat bantu
penyangga tubuh atau anggota gerak tubuh yang layu, lumpuh atau cacat untuk menstabilkan
atau immobilize bagian tubuh, mencegah kecacatan, melindungi dari luka, atau membantu
fungsi dari anggota tubuh.
Orthose dibagi dalam 3 jenis, berdasarkan atas bagian dari tubuh manusia, yaitu:
A. Orthose anggota gerak atas, Orthose ini diberikan kepada orang yang mengalami
kecacatan atau kelumpuhan pada anggota gerak atas yaitu lengan dan tangan. Orthose untuk
orang sakit, penyakit tersebut misalnya stroke, osteoarthritis, cerebral palsy. Fungsi orthose
yang lain sebagai alat koreksi kecacatan agar dapat meningkatkan luas garak sendi, dan
sebagai immobilitation pada masa pemulihan setelah operasi.
Contoh:
1. Static cock up splint yang digunakan pada tangan yang mengalami drop hand yang
memungkinkan jari-jari tangan tidak dapat digerakan.
2. Cock up slint dynamic yang digunakan pada tangan yang mengalami drop hand yang
memungkinkan jari-jari tangan dapat digerakan.
3. Elbow brace yang digunakan untuk penguat sendi siku, orthose pada AGA.
4. Arm corset yang digunakan untuk stabilitasi lengan bawah karena fracture.
5. Night splint yang digunakan untuk tangan yang mengalami drop hand tetapi digunakan
pada malam hari.
B. Orthose anggota gerak bawah, Orthose ini diberikan kepada orang yang mengalami
kecacatan atau kelumpuhan pada anggota gerak bawah yaitu paha, betis dan kaki.
Contoh:
1. HKAFO (hip knee ankle foot orthose) yang digunakan pada anggota gerak bawah yang
seluruhnya mengalami kelayuan.
2. KAFO (knee ankle foot orthose) yang digunakan pada pasien dengan kelainan panjang
tungkai dan polio.
3. AFO (ankle foot orthose) yang digunakan untuk koreksi kecacatan pada daerah ankle dan
foot yang mengalami drop foot.
4. FO (foot orthose) yang digunakan untuk koreksi kecacatan pada telapak kaki.
5. Orthopaedic shoes yang digunakan untuk mengoreksi kelainan kaki yang cacat, seperti flat
foot, menetralisir dari kaki yang mengalami valgus atau varus.
C. Orthose untuk orang sehat, Orthose untuk orang yang sehat seperti deker lutut, deker
ankle, dan corset.
D. Alat bantu mobilisasi, Alat bantu mobilisasi seperti crutch, walker, kursi roda, dan three
foot.
Prostesis adalah perangkat yang dirancang untuk menggantikan fungsi atau penampilan
dari ekstremitas bawah yang hilang akibat amputasi semaksimal mungkin. Sebaliknya, ortosis
dirancang untuk mendukung, melengkapi, dan atau menambah fungsi dari ekstremitas bawah
yang ada.
Prostesis dan ortosis akan dianggap berfungsi apabila memiliki parameter diantaranya
sebagai berikut:
> Stabil
Prostesis dan ortosis di gunakan setiap harinya sebagai perangkat untuk meningkatkan
kemampuan ambulasi. Dalam keadaan diam berdiri maupun bergerak, badan ditopang oleh
prostesis dan ortosis. Prostesis dan ortosis yang stabil menghasilkan keamanan bagi
penggunanya karena menghindari dari jatuh yang dapat menimbulkan masalah baru.
> Selaras
Berbekal pengetahuan biomekanik yang mantap, prostetis dan ortotis kami dapat
menghasilkan komposisi yang selaras antara soket dengan komponen sehingga
meminimalisir deviasi dalam melakukan ambulasi.
Dengan berkurangnya deviasi yang sering muncul terutama pada pasien amputasi berarti
memaksimalkan penampilan berjalan pengguna prostesis dan ortosis yang artinya
meminimalisir kerusakan-kerusakan berantai pada anatomi tubuh akibat kebiasan jalan yang
buruk.
> Seimbang
Pengukuran tinggi yang akurat pada titik-titik krusial anatomi tubuh pasien wajib dilakukan
pada awal pemeriksaan oleh prostetis dan ortotis di klinik DARE Foundation. Hasilnya
adalah kenyamanan pada saat duduk, diam berdiri, ambulasi dan juga meminimalisir deviasi
pada saat berjalan sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri kembali pada pasien
pengguna prostesis dan ortosis.
Sumber :
http://rsop.co.id/
http://www.darefoundation.or.id/index.php/kami-membangun-fungsi
http://arif-plb2011.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-orthose-orthosis.html
Share :