Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN TAFSIR TAHLILI AYAT NUSYUZ (AN NISAA : 34) STUDI KRITIK ANALISA AMINA WADUD TENTANG BENTUK

KEKERASAN DALAM PENAFSIRAN AYAT NUSYUZ Oleh : Dilan Imam Adilan LATAR BELAKANG MASALAH Dalam tataran global kemajuan peradaban manusia peran Al Quran dan As Sunnah masih tetap kukuh sebagai gerbang pembuka sekaligus benteng kokoh yang tak akan pernah roboh. Perkembangan zaman yang meliputi berbagai dimensi; teknologi sains, sosial, politik serta berbagai konsep dan ideologi. Konsep tentang Tuhan, agama, dan manusia sampai ke ranah pemikiran tak akan sanggup untuk meluluhlantahkan pondasi awal yang dibangun sempurna oleh para ulama. Dalam kaitan konsep manusia, Islam memberikan porsi yang besar dalam menyoroti kedudukan perempuan. Salah satu surat dalam Al Quran ada yang bernama an-Nisa, artinya kaum wanita. Dalam surat ini Allah SWT mengangkat harkat derajat wanita yang biasa disepelekan di kalangan bangsa Arab waktu itu dalam hal pernikahan, rumah tangga dan waris. Dalam surat al Mujadilah yang berarti seorang wanita yang menggugat. Dalam ayat pertamanya Allah menyatakan dengan tegas :


Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS.Al Mujadilah : 1) Islam menilai bahwa perempuan adalah pasangan laki-laki. Artinya tidak berbeda kelas, melainkan sederajat, karena masing-masing pasangan bagi yang lainnya, saling membutuhkan terhadap pasangannya. Ini juga berarti bahwa hubungan pria dan

wanita bukan hubungan yang saling berlawanan berhadap-hadapan, melainkan hubungan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi.1 Firman Allah SWT :

.. .. ...
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri.. (QS. An Nisaa : 1). Nusyuz menurut Ar Raghib al Asfahani, ialah seorang perempuan berbuat durhaka kepada suaminya dan mengangkat dirinya dari berbuat ketaatan pada suaminya. 2 Sedangkan menurut As Suyuti dalam tafsirnya Al Jalalain yang dimaksud Nusyuz adalah para perempuan yang bermaksiat(membangkang) ketika tampak jelas perintah dari suaminya.3 Sedangkan menurut Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. dalam bukunya Paradigma Tafsir Feminis4 mengungkapkan bahwa yang disebut Nusyuz adalah legitimasi kepemimpinan laki-laki atas perempuan dan jika terjadi nusyuz pembangkangan, maka laki-laki melakukan tindak kekerasan (violence) terhadap istri (perempuan). Sebagaimana termaktub dalam ayat Al Quran :

34 : ( ]34)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
1 Nashruddin Syarief,Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung : PersisPers,2010, hlm.225-226. 2 Ar Raghib al Asfahani, Mujam Mufradat Lil Alfadzil Quran, Beirut-Libanon : Dar El Kotob Ilmiyyah, 2008,hlm.548. 3 Jalaluddin as Suyuthi, Tafsir Jalalain, Qairo : Dar El Hadits,tt.juz.1 4 Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarkhi : Telaah Kritis Penafsiran Dekonstruksi Riffat Hasan, Yogyakarta: Sabda Persada, 2003, hlm. 65-72

maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) [289][290]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS.An Nisaa : ayat 34). Ayat ini merupakan legitimasi yuridis tentang posisi laki-laki (suami) dalam keluarga sebagai pemimpin yang mempunyai otoritas memimpin. Ayat ini juga memberikan pembenaran kepada suaminya untuk mengambil langkah-langkah tertentu ketika seorang istri membangkang (nusyuz) antara lain suami boleh memukul dalam kerangka edukasi agar istri tidak membangkang, Dalam sebuah rumah tangga, pasti ada saja gangguan dan hambatan baik dari dalam maupun dari luar. Ketidak harmonisan dalam rumah tangga yang sering terjadi seringkali berujung pada bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Pada hal kekerasan inilah yang sering banyak dirugikan adalah kaum perempuan. Karena secara fisik perempuanlah pihak yang paling lemah dalam anggota keluarga. Kekerasan (violence) adalah serangan terhadap Walaupun fisik maupun integritas mental psikologi dari seseorang.5 yang kekerasan terhadap manusia bersumber

bermacam-macam, namun ada kekarasan yang bersumber dari perbedaan gender. Kekerasan ini disebut juga dengan gender-related violence yang bersumber pada kekuasaan. Kekerasan ini terjadi dari tingkat rumah tangga sampai
6

negara

dan

bahkan

ada

yang

beranggapan dari tafsir agama. Ada beberapa poin yang terangkum dalam deklarasi PBB Tahun 1993.

5 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 1996, hlm 17. 6mengenai Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan mendefenisikan : Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin (gender based violance) yang berakibat atau mungkin barakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi. Lihat Sri Suhandjati Sukri, Islam Menentang

Para tokoh feminisme menilai bahwa bentuk kekerasan terhadap perempuan, lebih khusus lagi nampak corak patiarkhi ini masuk ke dalam corak memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an sample nya an Nisaa : 34. Menurut mereka penafsiran juga dipengaruhi oleh seorang subyektifitas penafsir, sehigga fenomena inilah yang membenarkan pendapat tersebut. Munculnya tafsir partiarkhi tersebut disebabkan karena selama ini sumber-sumber yang menjadi landasan tradisi Islam terutama al-Qur'an, hadits dan fiqih, para penasfirnya banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Sehingga mereka menguasai definisi teks-teks keagamaan baik secara ontologis, teologis dan sosiologis diabanding perempuan. Hegemoni penafsiran inilah yang akan direkonstruksi para tokoh feminisme diantaranya Amina Wadud dengan pendekatan tafsir yang khas feminis. Sehingga akan melahirkan sebuah model pemahaman keagamaan yang berkeadilan dan egaliter. Salah satu ayat yang menjadi bahan pemikirannya adalah keberadaan surat al-Nisa ayat 34 yang mereka analisa sebagai berikut : Menurut Amina Wadud7 penafsiran mufassir mengenai ayat nusyuz sangat mengabaikan unsur keadilan dan keseimbangan hak antara suami dan isteri dan

Kekerasan Terhadap Isteri, Yogyakarta: Gama Media, 2004, hlm. 3-5. Sedangkan ruang lingkup terjadinya kekerasan terhadap perempuan menurut Deklarasi PBB Tahun 1993 mengenai Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, secara ringkas adalah : a. Kekerasan dalam wilayah domestik.meliputi kekerasan yang pelaku dan korbannya terikat hubungan keluarga atau kedekatan karena faktor lain. Seperti penganiayaan isteri, mantan isteri, pacar/tunangan, anak kandung/ anak tiri, dan orang tua. b. Kekerasan dalam wilayah publik yang terjadi di luar hubungan keluarga, seperti di tempat kerja termasuk di dalamnya kerja rumah tangga, seperti pembantu rumah tangga, baby sitter, perawat lansia/orang sakit, juga di tempat umum (di kendaraan umum, pasar, restoran dll). Termasuk kekerasan di wilayah publik adalah pornografi, perdagangan perempuan, pelacuran paksa dll c. Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau individu/kelompok yang mewakili negara seperti pejabat, politisi/militer. Termasuk dalam kekerasan lingkup negara ini adalah kekerasan yang dibenarkan atau dibiarkan oleh negara seperrti perkosaan, pembunuhan atau penganiayaan dalam situasi konflik bersenjata. 7 Asghar Ali Engineer, The Quran Women and Modern Society, (tarj.) Agus Nuryanto, Yogyakarta: LKiS, 2003, hlm. 65.

cenderung

berbau

tindak

kekerasan.

Dengan

pendekatan

metodologinya ia memberikan tafsir yang lebih berkeadilan dengan mengupas 3 kata kunci dari surat an-Nisa ayat 34 8 yang menurutnya menjadi pokok persoalan kaitannya dengan persoalan nusyuz. Salah satu poin analisanya, diantaranya kata dharaba dalam ayat 34 Amina mencoba menganalisis secara gramatical makna dharaba. Dengan mengemukakan bahwa dharaba tidak mesti harus dimaknai memukul. bisa diartikan secara simbolik. Disamping itu dengan melihat asbabun nuzul, keberadaan ayat 34 ini merupakan langkah mengeliminir kekerasan yang dilakukan oleh Saad bin al-Rabi kepada isterinya. Maka betul bila menurut Amina bahwa kata dharaba tidak mesti harus dimaknai dengan mamukul secara fisik. Dengan memahami asbabun nuzul dari ayat tersebut maka akan dapat dipahami apa sebenarnya maksud yang terkandung dalam ayat tersebut. Hal pokok terpenting yang ketiga adalah persoalan ketaatan (thaat). Ia memberikan penjelasan yang cukup berani, bahwa tidak ada keterangan al- Qur'an yang secara eksplisit memerintahkan seorang wanita supaya mentaati suaminya, al-Qur'an juga tidak pernah menyatakan bahwa ketaatan kepada suami merupakan ciri-ciri wanita yang baik (66:5). Juga bukan persyaratan bagi wanita untuk memasuki komunitas Islam (60:12).Maksud dari pemaknaan dan tafsir yang beliau lakukan, Amina ingin mendudukan pola hubungan rumah tangga yang betul-betul harmonis jauh dari tekanan. Tidak ada pihakpihak yang merasa tertindas dan menindas tetapi berdasarkan pada pola hubungan bahwa laki-laki merupakan patner. 8 Pendekatan ini di Indonesia diperkenalkan oleh Prof. Quraish Shihab. Di mana
prinsip yang harus diperhatikan ialah membiarkan al-Quran berbicara menurut dirinya sendiri. Artinya jika terdapat kata atau istilah yang maknanya belum jelas, segera bertanya dan mencari pada ayat yang lain yang juga menggunakan kata yang sama, namun dalam konteks yang berbeda. Baca : M. Quraish Shihab dalam Membumikan al-Quran, (Bandung; Mizan, 1992). 13 Lynn Wilcox, Women and Holy Quran : A Sufi Perspektif, (tarj.) DICTIA, Jakarta: Teguh Krf dzarya, 1998, hlm.130.

Dan analisa yang beliau paparkan, merupakan suatu bentuk perlawanan dengan semangat gender dan aliran feminisme yang beliau usung. Dan pembahasan mengenai hal ini menjadi penting karena tema atau bahasan metodologi tafsir tahlili yang akhirnya memunculkan corak tafsir yang mutamad (menjadi pegangan) seperti tafsir bil matsur, rayi, isyari dsb hingga muncul kitab-kitab tafsir mutabar seperti Tafsir Quranul Adzim Ibnu Katsir, Al Kasyaf Az Zamakhsaari, At Thaabari dsb tetap menjadi sandaran bagi kita dan menjadi referensi utama yang tak tergantikan.

B.PERUMUSAN MASALAH
Hal yang menjadi fokus analisa mengerucut pada pemakaian metodologi tafsir yang relevan sebagai dasar pijakan dalam penafsiran ayat nusyuz dan tinjauan teoritis secara mendalam tentang bentuk kekerasan pada perempuan. Dan juga mengadakan studi kritik pada bentuk penafsiran yang tidak benar, karena terbentuk lewat framework Barat yang digunakan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan permasalahan sebagai berikut;
1. Bagaimana ayat nusyuz ini dipaparkan dengan metodologi tafsir tahlili? 2. Bagaimana argumentasi Amina Wadud dan analisanya mengenai ayat nusyuz yang

ditengarai sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan?


3. Bagaimana tinjauan teoritis tentang kekerasan pada perempuan dan bagaimana

islam menyikapinya?
4. Kritik dan kesimpulan yang bisa kita ambil dari penafsiran ayat nusyuz ini?

C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk ; 6

1. Menjelaskan makna ayat nusyuz lewat metodologi tafsir tahlili. 2. Mengetahui argumentasi Amina Wadud dan analisanya mengenai ayat nusyuz dan

tinjauan teoritis tentang kekerasan terhadap perempuan..


3. Mengetahui kritik dan kesimpulan. 4. Menyampaikannya kepada masyarakat.

D. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan referensi kutubu tafsir dan ulumu tafsir untuk membuat suatu kajian tahlili, yang merangkum riwayat-riwayat, asbabun nuzul, dan pendapat para ulama mutabar di studi tafsir serta qoidah penafsiran yang mereka pakai pada ayat nusyuz ini. Kemudian setelah itu, dikumpulkan analisa Amina Wadud mengenai ayat nusyuz ini dan latar belakang biografi kehidupan baik itu pendidikan dan corak pemikiran nya. Setelah itu, akan dilakukan penelitian tentang bentuk kekerasan yang terjadi pada perempuan secara mendalam dari segi teoritis. Dan kemudian diakhiri dengan kritik dan kesimpulan dari permasalahan tersebut. E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I berisi pendahuluan. Di dalamnya terdapat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan sitematika penelitian. Bab II Kajian Tahlili tafsir ayat nusyuz yang melingkupi kumpulan riwayat dalam kitab-kitab tafsir mutabar, asbabun nuzul, status hukum dsb. Di dalamnya terdapat kumpulan pendapat, analisa, dan juga biografi latar belakang mereka. Bab III berisi pendapat Amina Wadud mengenai ayat nusyuz tersebut dari segi penafsiran dan qoidah-qoidah penafsiran nya. Di dalamnya dicantumkan biografi Amina Wadud, analisa pendapat dan kesimpulan.

Bab IV berisi pengertian tindak kekerasan yang terjadi dikalangan perempuan, bentuk-bentuknya, pelaku, relasi dengan laki-laki dan pandangan islam mengenai kekerasan pada perempuan. Bab V berisi penutup yang di dalamnya terdapat kesimpulan serta kritik dan saran.

F. TINJAUAN PUSTAKA Ayat ini adalah yang paling banyak mengundang perdebatan sejauh

memperhatikan konsep dominasi kaum laki-laki. Abdul Mustaqim, dalam bukunya Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarkhi : Telaah Kritis Penafsiran Dekonstruksi Riffat Hasan, mengungkapkan bahwa yang disebut Nusyuz menurut analisa Amina Wadud adalah legitimasi kepemimpinan laki-laki atas perempuan dan jika terjadi nusyuz pembangkangan, maka laki-laki melakukan tindak kekerasan (violence) terhadap istri (perempuan). Sedangkan, menurut Asghar Ali Engineer The Quran Women and Modern Society, menyatakan bahwa kebanyakan agama berasal dari sebelum abad pertengahan, para pendirinya (utusan) adalah laki-laki, tumbuh dan berkembang pada masyarakat patriarkhi, para ulama baik fuqaha dan mufassirin dari kaum laki-laki, maka tidak mengherankan apabila kemudian agama ini memberikan posisi yang dominan kepada laki-laki dan mereduksi posisi perempuan seakan-akan menepati posisi yang kedua. Pendapat Engineer tersebut tidak semuanya benar tetapi juga tidak salah bila kita telusuri secara historis perkembangan agama dan seluk-beluk termasuk perangkatnya. Meskipun begitu kita juga harus melihat dalam konteks sosiologis atau sosio-historis. Karena akan lebih benar apabila kita mengatakan bahwa masyarakat patriarkhilah yang harus bertanggungjawab terhadap status inferior perempuan seperti itu. Lebih khusus lagi corak patiarkhi ini masuk ke Asghar Ali Engineer. Sejauh ini belum ada kajian khusus yang membahas tentang penafsiran ayat nusyuz, namun dalam beberapa literatur sebut saja The Quran Women and Modern Society, (tarj.) dipaparkan bagaimana analisa Amina Wadud mengenai ayat nusyuz ini. Hal yang perlu diluruskan adalah bagaimana kita 8

mengembalikan persoalan pada sumber kajian islam contohnya kutubu tafsir yang dihasilkan oleh para ulama tafsir. Dan penulis akan mencoba membuka pintu gerbang itu, dan memberikan hasil penelitian yang semoga bermanfaat dan juga maslahat.

Anda mungkin juga menyukai