Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya hukum berfungsi mengatur perilaku masyarakat. Hukum
perjanjian sebagai salah satu aspek di bidang hukum merupakan perwujudan
dari keinginan mewujudkan fungsi hukum yang mengatur hubungan bisnis
yang berlangsung di masyarakat.
Hubungan bisnis yang berkembang telah menunjukkan adanya pola
perilaku bisnis yang yang memandang perjanjian tidak semata-mata sebagai
bentuk formal, tetapi merupakan hasil dari tawar-menawar antara mereka.
Dalam dunia bisnis, perjanjian dan hukum perjanjian seringkali dianggap
tidak terlalu penting. Mereka lebih menghargai prinsip-prinsip bisnis berupa
komitmen untuk melaksanakan perjanjian secara bertanggungjawab. Oleh
karena itu, tidak mengherankan apabila terjadi suatu perjanjian bisnis yang
mengandung risiko tinggi seringkali dilakukan hanya melalui telepon,
internet, atau bahkan hanya dengan menggunakan secarik kertas nota.
Salah satu contoh pola perilaku bisnis yang menganggap bahwa hukum
perjanjian tidak terlalu penting adalah perjanjian jual-beli organ tubuh
manusia untuk transplantasi yang dewasa ini semakin banyak dilakukan oleh
para pihak yang berkepentingan.
Di dunia maya, jual-beli organ tubuh manusia khususnya ginjal, dapat
dengan mudah ditemukan, bahkan praktik itu dilakukan secara terang-
terangan. Hanya dengan mengetik jual-beli ginjal di search engine seperti
Google, dalam waktu singkat search engine tersebut segera menampilkan
banyak direktori yang menyediakan layanan jual-beli ginjal. Berikut ini
adalah salah satu contohnya : Nama saya Beni, 29 tahun, Saya gemar
berolahgara, tidak mengonsumsi rokok, minuman keras dan narkoba. Harga
dibuka dari RP500 juta, dapat dinegosiasi. Pengecekan dapat dilakukan di

1
klinik-klinik atau laboratorium seperti Prodia oleh dua pihak, dari saya dan
dari peminat. Lebih ekonomis dari pada ke Cina. Bila tertarik hubungi saya
081.940.6xxx.
Kebutuhan akan organ yang sangat tinggi berdampak pada semakin
banyaknya jual-beli organ tubuh manusia di pasar gelap. Menurut jurnal
kesehatan The Lancet, harga ginjal di pasaran dapat mencapai 15.000 dollar
AS. Kesulitan mencari donor di Indonesia membuat penderita gagal ginjal
harus mencari ginjal sampai ke negeri Cina. Walaupun tidak murah,
persediaan organ yang sangat banyak membuat mereka tertarik menjalani
transplantasi di sana.
Berdasarkan hal-hal di atas, organ tubuh manusia telah menjadi obyek
dalam perjanjian jual-beli. Para pihak yang terlibat di dalam perjanjian jual-
beli organ tubuh tersebut tidak memperhatikan hukum khususnya Hukum
Perjanjian yang seharusnya ditaati dalam setiap proses perjanjian jual-beli.
Transplantasi diperlukan dalam rangka penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, sebagaimana dituangkan di dalam Pasal 64 ayat (1)
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang berbunyi
sebagai berikut: “Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dan / atau jaringan tubuh, implan obat
dan / atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan
sel punca.”
Namun demikian, cara untuk memperoleh organ tubuh harus dilakukan
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
analisis terhadap permasalahan yang diidentifikasikan sebagai berikut :
Apakah organ tubuh manusia dapat dikategorikan sebagai benda yang dapat
dijadikan obyek perjanjian jual-beli dalam perspektif Hukum Hukum Islam ?
Bagaimanakah perjanjian jual-beli organ tubuh manusia untuk transplantasi
menurut Hukum Islam?

2
B. Rumusan masalah
Pembahsan yang akan kita fokuskan dalam makalah ini adalah :
1. Apakah organ tubuh manusia dapat dikategorikan sebagai benda yang dapat
dijadikan obyek perjanjian jual-beli dalam perspektif Hukum Hukum Islam ?
2. Bagaimanakah perjanjian jual-beli organ tubuh manusia untuk
transplantasi menurut Hukum Islam?

C. Tujaun penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hukum transplantasi organ tubuh menurut hukum Islam.
2. Untuk mengetahui hukum jual beli organ tubuh menurut hukum Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transpalati Tubuh


Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu ‘to transplant’ yang berarti ‘to
move from one place to another’ artinya: berpindah dari satu tempat ke

tempat yang lain1. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Tentang


Kesehatan, Pasal 1 ayat 5 dirumuskan pengertian sebagai berikut:
Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat
dan atau jaringan organ tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau
tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat atau
jaringan organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.2
Adapun dalam istilah Ilmu Kedokteran, tranplantasi adalah
memindahkan jaringan atau organ yang berasal dari tubuh yang sama atau
tubuh yang lain.3
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa transplantasi
organ tubuh ialah pemindahan (pencangkokan) alat dan atau jaringan tubuh
manusia (hewan) yang masih berfungsi untuk menggantikan organ tubuh
resipien (penerima) yang sudah tidak berfungsi, dalam rangka pengobatan
atau upaya penyelamatan pihak resipien.
Adapun yang dimaksud dengan organ adalah kumpulan jaringan yang
mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang
mempunyai fungsi tertentu, seperti jantung, hati, dan lain-lain. Sedangkan
tujuan transplantasi (pencangkokan) jaringan atau organ adalah sebagai usaha
terakhir pengobatan bagi orang yang bersangkutan, setelah berbagai usaha
pengobatan lain yang dilakukan mengalami kegagalan. Hal ini dilakukan
1
Mahjuddin Masaīlul Fiqhiyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 258.
2
Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, Pasal 1 ayat 5.
3
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten, “Bayi Tabung dan
Pencangkokan Dalam Sorotan Hukum Islam”, 5-6.

4
untuk mempertahankan eksistensi manusia, seperti pencangkokan jantung,
hati, ginjal dan lain sebagainya.4
Pada pelaksanaan transplantasi organ tubuh terdapat tiga pihak yang
terkait dengannya: pertama, donor yaitu orang yang menyumbangkan organ
tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan pada orang lain yang organ
tubuhnya menderita sakit atau terjadi kelainan. Kedua, resipien yaitu orang
yang menerima organ tubuh dari donor yang karena organ tubuhnya harus
diganti. Ketiga, tim ahli yaitu para dokter yang menangani operasi
transplantasi dari pihak donor kepada resipien.5

B. Macam-macam Tranplantasi dan Donor Organ Tubuh


Berdasarkan sifat pemindahan organ tubuh atau jaringan tubuh yang
dipindahkan ke tubuh lain, tranplantasi terbagi 3 :
1. Autograft
Pemindahan organ jaringan atau organ dari suatu tempat ke tempat yang
lain dalam tubuh pasien, contohnya : operasi bibir sumbing.
2. Allograft
Pemindahan jaringan atau organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain
dengan sama spesiesnya (manusia dengan manusia), contohnya
transplantasi ginjal dan kornea mata.
3. Xenograft
Pemindahan jaringan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain dengan
berbeda spesies (manusia dengan hewan).6

4
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah (Jakarta: Logos
Publishing House, 1995), 112.
5
Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2014), 101.
6
Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 147.

5
Menurut Kutbuddin Aibak, bahwa dilihat dari hubungan genetik antara donor dan
resipien ada 3 macam pencangkokan (transplantasi), yaitu:
1. Auto Tranplantasi
Transplantasi di mana donor dan resipiennya satu individu. Seperti seseorang
yang pipinya dioperasi untuk memulihkan bentuk, maka diambil daging dari
bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2. Homo transplantasi
Transplantasi antara donor dan resipiennya merupakan individu yang sama
jenisnya (jenis manusia dengan manusia).
3. Hetero transplantasi
Donor dan resipiennya merupakan dua individu berlainan jenis. Seperti
transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkaan resipiennya manusia.7

Adapun beberapa tipe donor organ tubuh dan masing-masing tipe memiliki
permasalahan sendiri :
1. Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan
general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap), baik terhadap donor
maupun terhadap penerima (resipien) demi menghindari kegagalan transplantasi
yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resipien, sekaligus mencegah
resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan meninggal segera. Untuk tipe
ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang
kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat
penunjang kehidupan tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ
tubuhnya.
3. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara
medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara

7
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer (Yogyakarta: TERAS, 2009), 122-123.

6
medis dan yuridis serta harus diperhatikan pula daya tahan tubuh yang mau
diambil untuk ditransplantasikan.8

C. Hukum Tranplantasi Tubuh


Dikarenakan kemajuan teknologi dan tidak adanya kejadian ini dimasa lalu dan
tidak adanya dalil khusus yang menjelaskan tentang ini, maka para ulama
berijtihad dalam masalah ini ulama. Sehingga timbul perberbeda pendapat di
antara mereka, antara membolehkan dan mengharamkan berikut rincian pendapat
dan argumen masing-masing diantara mereka.
Al-Nawawi berpendapat bahwa apabila seseorang menyambung tulangnya
dengan barang najis dikarenakan tidak ada barang yang suci, maka hukunya
diperbolehkan. Namun, apabila ada barang suci kemudian disambung dengan
barang najis maka hukumnya wajib dibuka jika tidak menimbulkan bahaya.9
Zakariya al-Ansari pun sependapat dengan pendapat al-Nawawi dalam
kitabnya Fathu al-Wahhab Syarh Manhaj al-Thullab bahwa seseorang yang
melakukan penyambungan tulang atas dasar kebutuhan yang mendesak dengan
tulang yang najis disebabkan tidak adanya tulang lain yang cocok, maka hal itu
diperbolehkan dan sah shalatnya. Terkecuali apabila tidak ada kebutuhan yang
mendesak atau ada tulang lain yang suci maka wajib membukanya walaupun
sudah tertutup oleh daging. Dengan catatan, proses pengambilan aman dan
tidak menimbulkan bahaya serta kematian.10
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasannya praktik transplantasi itu boleh
dilakukan. Meskipun diperbolehkan, akan tetapi sifatnya tidaklah mutlak
melainkan muqayyad (bersyarat). Oleh karena itu, seseorang tidak boleh
mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan meninggalkan

8
Ibid, h. 121-122.
9
Yahya al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin (Libanon: Daar al-Fikr, 1992), 31.
10
Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab Sharh Manhaj al-Tullab (Libanon: Dar al-Fikr,
1998), Vol 1, h. 344.

7
dharar, kemelaratan, dan kesengsaraan bagi dirinya atau orang yang mempunyai
hak tetap atas dirinya. Tidak pula diperkenankan mendonorkan organ tubuh yang
cuma satu- satunya dalam tubuhnya, misalnya hati dan jantung. Hal ini tidak
memungkin dapat hidup tanpa adanya organ tersebut; dan tidak diperkenankan
menghilangkan dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya.11
D. Dalil dari al-Quran yang membolehkan :
1. Di dalam surat An Nisa ayat 29 :

.‫وال تقتلوا أنفسكم إن اهلل كان بكم رحيما‬


“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha
Penyayang kepadamu”.12
Di dalam ayat ini Allah melarang seseorang untuk membunuh dirinya
sendiri. Sehingga ketika ada suatu penyakit maka dibolehkan untuk
melakukan transplantasi tubuh untuk menyelamatkan diri atau untuk
kesembuhan. Oleh karena itu, jika seseorang mendonorkan organ tubuhnya
yang tidak vital dan tidak mencelakakan dirinya, maka ia telah
menyelamatkan nyawa orang lain atau nyawanya sendiri. Dan dalam ayat ini
juga mengandung pengharaman membiarkan diri dalam menghadapi suatu
penyakit.
2. Surat Al An’am ayat 119:

.‫وما لكم أال تأكلوا مما ذكر اسم اهلل عليه وقد فصل لكم ما حرم عليكم إال ما اضررمت إليه‬
“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yeng
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah
telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali
apa yang terpaksa kamu memakannya”.13

11
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer 2 (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 759.
12
Hamim Tohari, al Quran Tikrar (Jakarta: Sygma Creative Media Corp, 2014), h. 83
13
Ibid, h. 143.

8
Bahwasanya transplantasi yang dilakukan atas dasar darurat (keterpaksaan)
dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mubah (boleh).
3. Surat Al Maidah ayat 32 :

‫اد يف األرض‬00 ‫ري نفس أو فس‬00 ‫ا بغ‬00 ‫ل نفس‬00 ‫ه من قت‬00 ‫رائيل أن‬00 ‫ين إس‬00 ‫ا على ب‬00 ‫ك كتبن‬00 ‫ل ذل‬00 ‫من أج‬

.‫فكأمنا قتل الناس مجيعا ومن أحياها فكأمنا أحيا الناس مجيعا‬
“Oleh karena itu kami tetepakan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah melarang membunuh seseorang
dalam bentuk apapun kecuali tiga hal, yaitu membunuh orang kafir, pezina,
orang zhalim dan pelaku kesyirikan. Sama halnya diibaratkan membunuh
seorang nabi atau pemimpin bagaikan membunuh seluruh manusia. Adapun
sebaliknya bagi siapa yang memelihara kehidupan satu juwa dari kerusakan
maka sama halnya telah memelihara atau menghidupkan seluruh manusia.
Menurut M. Quraish Shihab bahwa ayat ini mempersamakan antara
pembunuhan terhadap seorang manusia yang tidak berdosa dengan
membunuh sesama manusia, dan yang menyelamatkannya sama dengan
menyelamatkan semua manusia. Peraturan baik apapun yang ditetapkan
oleh manusia atau oleh Allah Swt., pada hakikatnya adalah untuk
kemaslahatan manusia.14

E. Dalil dari Al Quran yang melarang :


14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), vol. III, 81.

9
1. Surat An Nisa : 29

.‫وال تقتلوا أنفسكم‬


Dan janganlah kalian membunuh diri kalian.
Termasuk diantara membunuh diri adalah dengan memberikan organ tubuh
kepada orang lain yang mana si pendonor akan mengalami suatu penyakit di
masa yang akan datang.
2. Surat Al Baqarah : 195

.‫وأنفقوا يف سبيل اهلل وال تلقوا بأيديكم إىل التهلكة وأحسنوا إن اهلل حيب احملسنني‬
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

F. Transplantasi tubuh menurut hadis:


1. Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan al-Khudri Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ال ضرر وال ضرار‬


Tidak boleh ada bahaya dan tidak ada boleh membahayakan orang lain.
Hadis ini diriwayatkan Jemaah dari sahabat, dan telah dikeluarkan Imam
Malik di dalam Muwaththa’ nomor (1565), dan Ahmad (2867), dan dia
adalah hadis mursal tetapi maknanya disepakati oleh para ulama, dan berkata
‘Abdul Bar bahwa makna hadis ini shahih di dalam ushul, Tamhid (2/157).
Dan hadis ini merupakan hadis yang shorih di dalam pelarangan memberikan
mudhorat.15

2. Hadis dari ‘Aisyah radhiyallohu ‘anha bahwasanya rasulullah bersabda :


15
‘Adil bin ‘Abdillah al-Mathrudi, al-Qawaid al-Fiqhiyyah (Medan: Jami’ah as-Sunnah,1429
H), h. 45

10
‫حدثنا القعنيب حدثنا عبد العزيز بن حممد عن سعد يعين بن سعيد عن عمرة بنت عبد الرمحن‬

.‫عن عائشة أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال كسر عظم امليت ككسره حيا‬
“Telah mengabarkan kepada kami al Qa’nabi telah mengakabrkan
kepada kami ‘Abdul Aziz bin Muhammad dari Sa’ad bin Said dari ‘Amrah
binti ‘Abdi ar Rahman dari ‘Aisyah bahwasanya rasulullah bersabda :
mematahkan tulang mayat sama dengan mematahkan tulangnya ketika dia
masih hidup.”
Berdasarkan hadis diatas, dapat disimpulkan bahwa merusak jasad
mayat itu dilarang, maka hal ini membawa impilkasi dilarangnya membedah
tubuh mayat untuk diambil organnya dan di transplantasikan kepada orang
lain.16

G. Transplantasi tubuh menurut kaidah fiqh :

1. ‫ال ضرر وال ضرار‬17


“Tidak boleh mendapatkan mudhorot dan tidak boleh memberikan
mudhorot”.
Menurut Zuhdi, ada beberapa dalil yang dinilai sebagai dasar
pengharaman transplantasi organ tubuh ketika pendonor dalam keadaan
hidup.18 Para ulama Uṣul, menafsirkan kaidah tersebut dengan pengertian
“tidak boleh menghilangkan ḍarar dengan menimbulkan ḍarar yang sama
atau yang lebih besar daripadanya. Karena itu, tidak boleh mendermakan
organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, dan kaki. Karena yang
16
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning , Eutanasia, tranfusi darah, transplantasi organ, dan
Eksperimen pada hewan telaah Fikih dan Bioetika Islam, Terj. Mujibuttahman (Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2004), h. 82.
17
Ibid, h. 44
18
Masfu’ Zuhdi, Pencangkokan Organ Tubuh dalam Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Haji Mas
Agung, 1993), h. 112.

11
demikian itu adalah menghilangkan dharar orang lain dengan menimbulkan
dharar pada diri sendiri yang lebih besar, sebab dengan begitu dia
mengabaikan kegunaan organ itu bagi dirinya dan menjadikan buruk
rupanya. Begitu pula halnya organ tubuh bagian dalam yang berpasangan
tetapi salah satu dari pasangan itu tidak berfungsi atau sakit, maka organ ini
dianggap seperti satu organ. Hal itu merupakan contoh bagi yang dharar-nya
menimpa salah seorang yang mempunyai hak tetap terhadap penderma
(donor), seperti hak istri, anak, suami, atau orang yang berpiutang
(mengutangkan sesuatu kepadanya).

2. ‫درء املفاسد أوىل من جلب املصاحل‬19


“Menolak kerusakan lebih utama dari pada mendatangkan kemaslahatan”.

3. ‫الضرر ال يزال بالضرر‬20


“Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang lain”.
Kaidah di atas menegaskan bahwa dalam Islam tidak dibenarkan
penanggulangan suatu bahaya dengan menimbulkan bahaya yang lain.
Sedangkan orang yang mendonorkan organ tubuhnya dalam keadaan hidup
sehat dalam rangka membantu dan menyelamatkan orang lain adalah dinilai
upaya menghilangkan bahaya dengan konsekuensi timbulnya bahaya yang
lain. Seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari kebinasaan,
daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri dan
berakibat fatal, akhirnya ia tidak mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya, terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.
Transplantasi seseorang harus lebih mengutamakan memelihara dirinya dari
kebinasaan dari pada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri
sendiri, akhirnya ia tidak dapat melaksanakan tugasnya dan kewajibannya
terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.
19
‘Adil bin ‘Abdillah al-Mathrudi, Op. Cit, h. 52
20
Ibid, h. 49

12
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu ia masih hidup
sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko, suatu waktu akan
mengalami ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau
ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaat bagi seorang
manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk
ditolong kembali. Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari resipien
dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor.
Sedangkan masalah pencangkokan ginjal, apabila yang bersumber dari
manusia baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, disepakati oleh
kebanyakan ulama hukum Islam tentang kebolehannya bila di cangkokan
kepada pasien yang membutuhkannya, karena dianggap sangat dibutuhkan.
Simposium Nasional II tentang “transplantasi organ”, telah ditandatangani
sebuah persetujuan antara NU, PP Muhammadiyah dan MUI tentang
kebolehan transplantasi organ dalam keadaan darurat dengan tujuan
menyelamatkan nyawa orang lain. Ulama lain seperti Quraisy Shihab, juga
membolehkan. Menurut beliau maṣlaḥat orang yang hidup lebih
didahulukan. Selain itu, K H. ‘Alī Yafie, juga menguatkan bahwa ada
kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi
yaitu “hurmatul hayyi a’dhamu min hurmatil mayyiti” (kehormatan orang
hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.21
Dari beberapa dalil di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukum
asal Transplantasi tubuh itu terlarang, dan hukum ini bisa berubah menjadi
dibolehkan dengan catatan :
a. Si pendonor tidak akan mendapatkan mafsadat pada dirinya.
b. Kondisi yang menerima donor adalah darurat.

21
Hasil Muktamar NU. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Panitia Muktamar

NU, 1995

13
c. Adanya kemungkinan besar proses donor ini berhasil.
Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia bahwa kebolehan
mencangkokan adalah dengan berbagai syarat, yaitu (1) donor adalah orang
yang telah meninggal dunia, (2) ada wasiat dari donor yang telah diketahui,
(3) transplantasi harus dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman.22

H. Hukum jual beli organ tubuh


Menurut hukum Islam apapun alasannya jual beli organ tubuh
hukumnya adalah haram. Alasan diharamkannya adalah karena kegiatan
jual beli oragna tersebut melanggar atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Selain hukum Islam yang melarang, hukum di Indonesia juga tidak
memperbolehkan adanya kegiatan ini. Hal ini tercantum dalam pasal 33
ayat (2) UU no 23/1992 tentang kesehatan dan pasal 17 PP no 1811981
tentan bedah mayat klinis dan anatornis hukum Islam memperbolehkan
adanya tranplantasi organ tubuh, asalkan kegiatan tersebut tidak
mengarah kepada permintaan imbalan sejumlah uang tertentu yang telah
dipersyaratkan sebelumnya, yang dikhawatirkan kepada jual beli organ
tubuh. Tetapi jika memang terjadi pemberian imbalan atas suatu organ
tubuh yang telah diberikan seseorang kepada orang lain tersebut, hal itu
boleh saja dilakukan asalkan pada saat pemberian imbalan tersebut tidak
diperjanjikan sebelumnya dan tidak ditetukan besar imbalannya dengan
kata lain pemberian imbalan kepada si pemilik organ oleh si penerima
organ tersebut harus dilakukan seikhlasnya.
Menurut KH. Ma’ruf Amin, bahwa untuk tranplantasi organnya
diperbolehkan tapi yang tidak diperbolehkan atau haram adalah jual beli
organnya. Karena sebenarnya manusia tidak berhak “memberikan” organ
kita itu. Tapi manusia memanfaatkan organ yang diberikan tuhan

22
Said Aqil Husein Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial (Jakarta: Penamadani,
2004), h. 98-99.

14
kepadanya. Tetapi jika ada yang memerlukan organ orang lain dan diatur
oleh negara (pemerintah) dalam hal ini tidak diperjual belikan maka
diperbolehkan. Sepanjang tidak membahayakan pendonor dan resipiens,
boleh memberikan, namun tidak boleh adanya komersialisasi. Karena
manusia hanya diamanati oleh sang pencipta untuk menjaga anugerah
yang telah diberikan oleh-Nya.23

BAB III

A. Kesimpulan
23
http//erabaru.or.id/k-20.htm. Diakses pada 17 November 2021.

15
Transplantasi organ sebagai teknik pengobatan merupakan
kemajuan dan temuan baru dalam dunia kedokteran modern.
Transplantasi ini dalam tinjauan hukum Islam merupakan masalah
kontemporer, dan tidak ada Nash alQuran dan Hadis yang secara
eksplisit menyebutkan tentang perkara ini. Sebagai konsekuensi ulama
kontemporer harus membahas masalah ini dengan mengkaji ayat-ayat
alQuran dan Hadis yang berkaitan dengan hal tersebut, sehingga
sangat wajar jika terjadi perbedaan pendapat dengan dalil-dalil yang
mendukung argumentasi mereka masing-masing.
Ulama yang melarang secara umum berpendapat bahwa ;
kesucian hidup atau manusia, tubuh manusia sebagai amanah, dan
praktik transplantasi bisa disamakan dengan memperlakukan tubuh
manusia sebagai benda material. Adapun ulama yang
membperbolehkan berpendapat bahwa tindakan tersebut merupkan
tindakan atruisme (al itsar), yakni mendahulukan kepentingan orang
lain serta dapat membawa kesejahteraan publik.
Menurut hukum Islam apapun alasannya jual beli organ tubuh
hukumnya adalah haram. Alasan diharamkannya adalah karena
kegiatan jual beli oragna tersebut melanggar atau tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Selain hukum Islam yang melarang, hukum di Indonesia
juga tidak memperbolehkan adanya kegiatan ini.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempuranaan. Oleh sebab
itu penulis membuka diri untuk menerima saran dan masukkan yang
membangun demi kelengkapan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

16
Aibak, Kutbuddin Aibak. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: TERAS.
al-Anshari, Zakariya. 1998. Fath al-Wahhab Sharh Manhaj al-Tullab. Libanon: Dar
al-Fikr.
al-Mathrudi, ‘Adil bin ‘Abdillah. 1429. al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Medan: Jami’ah as-
Sunnah.
Al-Munawar, Said Aqil Husein. 2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial. Jakarta:
Penamadani,
al-Nawawi, Yahya. 1992. Minhaj al-Thalibin. Libanon: Daar al-Fikr.
Djamil, Fathurrahman. 1995. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah.
Jakarta: Logos Publishing House.
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. 2004. Kloning , Eutanasia, tranfusi darah, transplantasi
organ, dan Eksperimen pada hewan telaah Fikih dan Bioetika Islam, Terj.
Mujibuttahman. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Hamim Tohari, al Quran Tikrar (Jakarta: Sygma Creative Media Corp, 2014), h. 83
Hasil Muktamar NU. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Panitia Muktamar

NU, 1995
http//erabaru.or.id/k-20.htm. Diakses pada 17 November 2021.
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten, “Bayi Tabung dan
Pencangkokan Dalam Sorotan Hukum Islam”, 5-6.
Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten, “Bayi Tabung dan
Pencangkokan Dalam Sorotan Hukum Islam”, 5-6.
Lentera Hati.
Mahjuddin .Masaīlul Fiqhiyah. 1994. Jakarta: Kalam Mulia.
Nata, Abuddin. 2014. Masail Al-Fiqhiyah . Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Qardhawi, Yusuf. 1995. Fatwa-fatwa Kontemporer 2. Jakarta: Gema Insani.

17
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta:
Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, Pasal 1 ayat 5.
Zuhdi, Masfu’. 1993. Pencangkokan Organ Tubuh dalam Masail Fiqhiyah, Jakarta:
Haji Mas Agung,.

18

Anda mungkin juga menyukai