Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KEADILAN HUKUM BAGI PENDONOR ORGAN DI DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN


Oleh :

Ayu Prihatinah
Fakultas Hukum Universitas Bung Karno

Abstract

. Transplantasi organ donor hidup merupakan suatu tindakan

pembedahan yang sangat beresiko dan rawan dengan peraturan hukum. Dalam

Pasal 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 berbunyi “setiap orang berhak

atas Kesehatan” artinya jaminan Kesehatan itu tidak melihat apakah dia

adalah pendonor maupun dia adalah penerima donor, kesehatan ialah hak bagi

siapapun. Dalam ketentuan teknis yuridis, transplantasi organ diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016

Tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ.Ketentuan tersebut mengatur

mengenai pembentukan Komite Transplantasi Nasional yang terdiri atas unsur

tokoh agama/masyarakat, profesi kedokteran terkait, psikolog/psikiater, ahli

etik kedokteran/hukum, pekerja sosial, dan Kementerian Kesehatan. Setiap

calon Pendonor dan calon Resipien harus terdaftar di Komite Transplantasi

Nasional, setelah memenuhi persyaratan.

Kata Kunci : Transplantasi organ, Komite Transplantasi Nasional,

Jaminan Kesehatan.

1
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Data Global Observatory on Donation and

Transplantion menunjukkan bahwa pada tahun 2020 (dirilis tahun

2022), jumlah organ yang ditransplantasikan di Indonesia berkisar 0 –

2,4 organ per satu juta populasi. Di tahun 2023, Data di Indonesia

semakin menurun, bahkan tidak tersedia. Di Malaysia, memiliki angka

2,5 – 9,9. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Korea Selatan,

dan sebagian negara-negara di Eropa setiap tahunnya mentransplantasi

organ sebanyak lebih dari 75 organ per satu juta populasi.1

Transplantasi organ telah menyelamatkan banyak jiwa dan

meningkatkan kualitas hidup bagi penerimanya. Dalam Preamble of

The Declaration of Istanbul on Organ Trafficking and Transplant

Tourism GLQ\DWDNDQ ³Organ transplantation, one of the medical

miracles of the twentieth century, has prolonged and improved the

lives of hundreds of thousands of patients worldwide. Transplantasi

organ adalah salah satu keajaiban medis dari abad kedua puluh, telah

1
Urgensi Donor Organ Untuk Kesahatan dan Pendidikan https://fkkmk.ugm.ac.id/urgensi-
donor-organ-untuk-kesehatan-dan-pendidikan/ diakses 16 Januari Pukul 14.01 Wib.

2
berlangsung lama dan meningkatkan kehidupan ratusan ribu pasien di

seluruh dunia.2

Perkembangan Transplantasi organ tubuh manusia saat ini

semakin berkembang, tidak hanya organ Jantung manusia, namun

berkembang ke Cangkok Ginjal, Hati, dan beberapa organ lain

termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot ligamen

maupun syaraf.3 Untuk kepentingan Transplantasi organ dan jaringan

tubuh manusia, umumnya diperoleh dari oleh penerima dari keluarga

dekat. Sebagai seorang calon donor organ, kedekatan sifat dasar

kondisi kesehatan fisik dan kelayakan secara kesehatan menjadi

pertimbangan mengapa donor organ umumnya dilakukan antar

keluarga yang memiliki pertalian kekerabatan dengan harapan

memiliki kesamaan golongan darah dan kesamaan dalam sifat dan

karakter antibodi / kekebalan tubuh serta terkait masalah etika dan

kemanusiaan,4 Peningkatan permintaan organ tubuh telah

menghadirkan bentuk kejahatan baru berupa perdagangan gelap organ

tubuh. Trini Handayani berpendapat ³Kegagalan meningkatkan suplai

2
Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Perdagangan Organ
Tubuh Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2012 hal 68
3
Ruslan Abdul Gani, Persidangan Antarbangsa Fiqh Semasa & Prundangan Islam (PAFSPI),
Jabatan Syariah, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2015, hal 37.
4
Barder John Nasution, Hukum Kesehatan dan Pertanggung Jawaban Dokter, Jakarta Rineka
Cipta, 2005 hal 16.

3
organ tubuh akan menyebabkan penjualan gelap, yakni orang miskin

menjual bagian tubuhnya kepada orang kaya terus berlangsung.5

Organ tubuh merupakan hal yang sangat penting karena

berkaitandengan nyawa manusia, sehingga pendonor akan

mendonorkannya setelah melakukan pertimbangan yang matang. Hal

ini tentu akan meningkatkan hargargan yang akan didonorkan. Etika

dan kemananusiaan dalam kondisi donor organ menjadi hal yang sulit

untuk diukur, ketika penerima donor mengharapkan adanya

kesembuhan sementara bagi pendonor organ akan mengalami

gangguan kesehatan jika melakukan donor. Oleh karenanya perlu ada

suatu analisis lebih dalam mengenai Analisis Keadilan Hukum Bagi

Pendonor Organ Di Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan.

II. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat diteliti dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keadilan hukum bagi pendonor organ menurut Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ?

2. Bagaimana Hukum Positif Indonesia dalam menindaklanjuti kasus

perdagangan organ tubuh manusia terkhusus kasus donor organ ?

5
Trini Handayani, 2012, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Perdagangan
Organ Tubuh Manusia, Mandar Maju, Bandung,h. 68.

4
III. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, karena

didasarkan pada pendekatan peraturan perundang-undangan. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan undang-undang lain

sebagai literatur. Penelitian normatif ini menggunakan berbagai data sekunder

seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum

dan dapat berupa pendapat para sarjana. Metode yang digunakan dalam

menganalisis dan mengolah data ini adalah metode analisis kualitatif yaitu

dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan

bukan dengan angka-angka.

IV. Pembahasan

A. Keadilan hukum bagi pendonor organ menurut Undang-Undang No. 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Nilai-nilai Pancasila merupakan landasan dasar dan motivasi untuk

semua perbuatan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam

kehidupan bernegara, suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila.6 Nilai kemanusiaan

merupakan unsur dari sila kedua Pancasila. Nilai kemanusiaan lebih

6
Aminullah. 2016. Implementasi NilaiNilai Pancasila dalam Kehidupan
Bermasyarakat. Jurnal Ilmiah IKIP Mataram, Edisi No. 1 Vol. 3, hlm. 621.

5
menekankan pada perlakuan seseorang individu kepada individu atau

masyarakat lainnya.

Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa

negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud

adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan

kebenaran dan keadilan. Secara umum, dalam setiap negara yang menganut

paham negara hukum terdapat tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum

(supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law),

dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum

(due process of law). Dalam hukum kesehatan kasus donor organ menjadi

fenomena yang sulit untuk ditafsirkan apakah keadilan hukum dalam kasus

transplantasi organ donor itu hanya untuk penerima donor ataukah keadilan

itu untuk dua belah pihak antara pendonor dan penerima donor.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 berbunyi “setiap

orang berhak atas Kesehatan” artinya jaminan Kesehatan itu tidak melihat

apakah dia adalah pendonor maupun dia adalah penerima donor, kesehatan

ialah hak bagi siapapun. Transplantasi organ donor hidup merupakan suatu

tindakan pembedahan yang sangat beresiko dan rawan dengan peraturan

hukum. Karena selain hasilnya yang tidak dapat dipastikan, dalam suatu

6
transplantasi pasti ada beberapa pihak yang ikut terlibat dan berperan serta

dalam usaha transplantasi.

Pihak-pihak yang terlibat dalam usaha transplantasi donor hidup, yaitu

: Donor Hidup, Keluarga donor dan Ahli waris, Resipien, Dokter dan

tenaga kesehatan lainnya. Dan hubungan yang tercipta diantara ketiga

pihak tersebut adalah hubungan terapiutik. Hubungan yang terbangun

antara Doktor, Pasien dalam melakukan transplantasi organ merupakan

bagian dari transaksi terapiutik atau yang biasa disebut dengan perjanjian

terapiutik juga dapat disebut kontrak terapiutik. Transaksi terapiutik adalah

perjanjian antara dokter dengan dengan pasien dan pendonor, berupa

hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewaijban bagi kedua belah

pihak.

Hermie Hadiati Koeswadji mengemukakan pengertian kontrak

terapiutik, beliau menggunakan istilah transaksi terapiutik untuk kontrak

terapiutik, menurut beliau transaksi terapiutik adalah sebuah transaksi

untuk menentukan maupun mencari terapi yang paling tepat bagi pasien

dan doktor. Dalam transaksi terapiutik tersebut kedua belah pihak harus

memenuhi syarat syarat tertentu, dan bila transaksi sudah terjadi maka

7
kedua belah pihak terlibat hak dan kewajiban sebagaimana yang telah

disepakati oleh keduanya.7

Sekalipun transaksi terapiutik dikategorikan sebagai perjanjian

pemberian jasa, namun didasarkan pada perkembangannya merupakan

hubungan pelayanan atas kepercayaan, dan didasarkan prinsip pemberian

pertolongan, sehingga disebut sebagai hubungan pemberian pertolongan

medik. Didasari prinsip pemberian pertolongan, maka dokter tidak

dibenarkan memberikan pertolongan medik melebihi kebutuhan dari orang

yang ditolong, karena pemberian pertolongan bertujuan untuk memulihkan

kemampuan orang untuk dapat mengatur diri sebaik-baiknya. Dengan

demikian pelayanan medik yang diberikan kepada pasien harus berorientasi

demi kepentingan pasien.8

Dapat digambarkan bahwa pada perjanjian terapiutik, yang terjadi

adalah pihak dokter memberikan pelayanan medik berdasarkan ilmu,

kopetensi, ketrampilan dan pengalaman dengan tujuan kesehatan dan

kesembuhan pasien. Hal ini dapat dikatakan dokter memberikan sesuatu

kepada pasien dan pendonor, yaitu pelayanan medik. Dari pihak pasien dan

7
H.Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2007, Hal 45-46
8
Veronica Komalawati, Peran Inform Consent Dalam Transaksi Terapiutik(Persetujuan
Dalam Hubungan Dokter dan Pasien) Suatu Tinjauan Yuridis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal
140-141.

8
pendonor pun harus memberikan sesuatu, yaitu kejujuran dalam

memberikan keterangan tentang perjalanan penyakitnya, mengikuti nasehat

dokter, untuk menunjang kesehatan atau kesembuhan bagi pasien dan juga

kenyamanan pendonor..

B. Hukum positif Indonesia dalam menindaklanjuti kasus perdagangan organ

tubuh manusia terkhusus kasus donor organ.

Dewasa ini perawatan dan pemulihan kesehatan terkait dengan

kerusakan organ dapat dilakukan dengan transplantasi organ Negara

Indonesia juga memperbolehkan melakukan transplantasi organ yang diatur

dalam Undang- Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya

disebut UU No. 36/2009), Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 38 Tahun

2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ (selanjutnya disebut

Permenkes No. 38/2016), dan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1981

tentang Bedah Mayar Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta

Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia (selanjutnya disebut PP

No. 18/1981) serta peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan

dengan transplantasi organ.

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia umumnya didapat

dari keluarga dekat karena kesamaan golongan darah dan kesamaan sifat

dan karakter antibodi/kekebalan tubuh serta masalah etika dan

9
kemanusiaan.Dokter dalam menjalankan profesinya juga harus

memperhatikan Kode Etik Kedokteran. Kode etik kedokteran yang ada di

Indonesia diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia berdasarkan Surat

Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No.

221/PB/A.4/04/2002 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Kode Etik Kedokteran Indonesia mengatur mengenai Kewajiban

Umum; Kewajiban Dokter Terhadap Pasien; Kewajiban Dokter Terhadap

Teman Sejawatnya; Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri. Kode etik

kedokteran Indonesia apabila dikaitkan dengan transplantasi organ maka

setiap dokter yang ikut serta dalam melakukan transplantasi

organ/menjalankan profesi kedokterannya wajib berpegang teguh pada

Kode etik kedokteran Indonesia. Transplantasi dipandang dari sudut etika

harus dipertimbangkan dari 4 prinsip dasar Biomedikal etik yaitu:

1. Respect for autonomy berarti bahwa mendonorkan organ

merupakan perbuatan mulia.

2. Non Malficient berarti bahwa Setiap operasi transplantasi

yang dijalankan selalu mengandung risiko.

3. Benefience berarti bahwa Prinsip berbuat kebaikan

mengandung arti bahwa kita harus berbuat baik kepada

10
orang lain, terutama apabila tidak mengandung risiko bagi

pemberi kebijakan.

4. Justice berarti bahwa prinsip keadilan dalam donasi dan

transplantasi organ lebih relevan terhadap alokasi organ,

yang menyangkut kepada perlakuan yang adil, sama dan

sesuai dengan kebutuhan pasien yang tidak terpengaruhi

oleh faktor lain.

Berdasarkan 4 prinsip dasar biomedikal etik tersebut, maka

transplantasi organ diharapkan dapat terwujud sesuai dengan tujuan

awalnya yaitu untuk kemanusiaan. Transplantasi organ akan sesuai dengan

tujuan awalnya apabila regulasi yang ada yang mengatur mengenai

transplantasi jelas dan tenaga kesehatan dalam hal ini dokter yang

melakukan transplantasi berpegang teguh pada kode etik kedokteran dan

regulasi transplantasi organ.

Adanya regulasi transplantasi organ bertujuan untuk memberikan

perlindungan dan kepastian hukum bagi pendonor, resipien, rumah sakit

penyelenggara transplantasi organ, dan tenaga kesehatan pemberi

pelayanan transplantasi organ. Hukum diciptakan manusia bukan hanya

untuk kepastian, tetapi juga untuk kebahagiaan dan kesejaheraan.

Kesejahteraan yaitu sistem ekonomi yang dipraktekkan suatu

11
pemerintahan tentang program-program kesejahteraan sosial (social

welfare)seperti dalam pelayanan kesehatan (health care), pendidikan

(education), tenaga kerja (employment), dan jaminan sosial (social

security).9

Perlindungan terhadap transplantasi yang dilakukan menurut standar medis

dan upaya pencegahan terhadap perdagangan organ secara ilegal membutuhkan

kebijakan yang mantap. Kebijakan hukum pidana atau penal policy mempunyai

tujuan praktis yakni : untuk memungkinkan peraturan hukum dirumuskan dengan

lebih baik agar dapat memberi pedoman bagi semua pihak baik bagi pembuat

undang-undang, pengadilan yang menerapkan undang-undang dan para

penyelenggara atau pelaksanaan putusan pengadilan.7 Dalam peraturan di Indonesia,

tindakan transplantasi organ tubuh diperbolehkan untuk tujuan penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan. Transplantasi hanya dilakukan untuk tujuan

kemanusia. Larangan terhadap transplantasi organ dilakukan terhadap tindakan-

tindakan yang bertujuan untuk komersial. Transplantasi hanya dapat dilakukan

dengan standar kesehatan yang bermutu tinggi. Untuk menjamin hal tersebut pembuat

undang-undang menentukan sebagai berikut :

Pasal 65 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

9
Wikipedia, the free encyclopedia (on-line),sub bab artikel “welfare state”,
copyright 2002,(http://www.en.wikipedia.org/wiki/welfarestate), diakses tanggal 10 Januari
2024.

12
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga Kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor
harus memperhatikan Kesehatan pendonor yang bersangkutan dan
mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau
keluarganya.

Dalam Pasal 192 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan ditentukan pula pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja

memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh. Dalam pasal tersebut

menjelaskan bahwa

Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ


atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan idana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).´

Perdagangan organ secara ilegal dikategorikan pula sebagai tindak pidana

perdagangan orang.

Pemidanaan bagi pelaku penjualan organ adalah perwujudan dari perlindungan

korban. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pengertian perlindungan korban

dapat dilihat dari dua makna, yaitu:

a. dapat diartikan sebagai “Perlindungan hukum untuk tidak menjadi

Korban Tindak Pidana ” (berarti perlindungan HAM atau kepentingan

hukum seseorang).

13
b. dapat diartikan sebagai “Perlindungan untuk memperoleh

jaminan/santunan hukum atas penderitaan/ kerugiaan orang yang telah

menjadi korban tindak (jadi identik dengan penyantunan korban ).

Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik (rehabilitasi),

pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan pemaafan),

pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan/santunan

kesejahteraan sosial), dan sebagainya.10

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang menentukan ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan

perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan

seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,

penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,

penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh

persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan

mengeksploitasi termasuk terhadap pengangkatan anak dengan tujuan eksploitasi

organ tubuh, baik yang dilakukan di Indonesia maupun lintas batas negara.

Dalam ketentuan teknis yuridis, transplantasi organ diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang

Penyelenggaraan Transplantasi Organ.Ketentuan tersebut mengatur mengenai

10
Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, h. 61.

14
pembentukan Komite Transplantasi Nasional yang terdiri atas unsur tokoh

agama/masyarakat, profesi kedokteran terkait, psikolog/psikiater, ahli etik

kedokteran/hukum, pekerja sosial, dan Kementerian Kesehatan. Setiap calon

Pendonor dan calon Resipien harus terdaftar di Komite Transplantasi Nasional,

setelah memenuhi persyaratan.

Untuk mencegah perdagangan organ tubuh secara illegal, maka dalam Pasal

13 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan tersebut sudah ditentukan bahwa Setiap

orang dapat menjadi Pendonor secara sukarela tanpa meminta imbalan. Pendonor

dapat berupa pendonor hidup maupun pendonor mati batang otak, baik yang memiliki

hubungan darah maupun tidak. Pendonor hidup hanya dapat mendonorkan salah satu

ginjal dari kedua ginjalnya; dan/atau hanya sebagian organ hati, pankreas, atau paru-

parunya.

V. Kesimpulan

Transplantasi organ donor hidup merupakan suatu tindakan pembedahan yang

sangat beresiko dan rawan dengan peraturan hukum. Dalam Pasal 4 Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 berbunyi “setiap orang berhak atas Kesehatan” artinya

jaminan Kesehatan itu tidak melihat apakah dia adalah pendonor maupun dia adalah

penerima donor, kesehatan ialah hak bagi siapapun. Dalam ketentuan teknis yuridis,

transplantasi organ diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ.Ketentuan

15
tersebut mengatur mengenai pembentukan Komite Transplantasi Nasional yang

terdiri atas unsur tokoh agama/masyarakat, profesi kedokteran terkait,

psikolog/psikiater, ahli etik kedokteran/hukum, pekerja sosial, dan Kementerian

Kesehatan. Setiap calon Pendonor dan calon Resipien harus terdaftar di Komite

Transplantasi Nasional, setelah memenuhi persyaratan.

Daftar Pustaka

16
Urgensi Donor Organ Untuk Kesahatan dan Pendidikan
https://fkkmk.ugm.ac.id/urgensi-donor-organ-untuk-kesehatan-dan-
pendidikan/ diakses 16 Januari Pukul 14.01 Wib.
Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perbuatan
Perdagangan Organ Tubuh Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2012
hal 68
Ruslan Abdul Gani, Persidangan Antarbangsa Fiqh Semasa & Prundangan
Islam (PAFSPI), Jabatan Syariah, Fakulti Pengajian Islam, Universiti
Kebangsaan Malaysia, 2015, hal 37.
Barder John Nasution, Hukum Kesehatan dan Pertanggung Jawaban Dokter,
Jakarta Rineka Cipta, 2005 hal 16.
Trini Handayani, 2012, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perbuatan
Perdagangan Organ Tubuh Manusia, Mandar Maju, Bandung,h. 68.
Aminullah. 2016. Implementasi NilaiNilai Pancasila dalam Kehidupan
Bermasyarakat. Jurnal Ilmiah IKIP Mataram, Edisi No. 1 Vol. 3, hlm.
621.
H.Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal 45-46
Veronica Komalawati, Peran Inform Consent Dalam Transaksi
Terapiutik(Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien) Suatu
Tinjauan Yuridis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 140-141.

Wikipedia, the free encyclopedia (on-line),sub bab artikel “welfare


state”, copyright
2002,(http://www.en.wikipedia.org/wiki/welfarestate), diakses tanggal
10 Januari 2024.
Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta,
h. 61.

17

Anda mungkin juga menyukai