Anda di halaman 1dari 17

TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN MANUSIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur berkelompok mata kuliah Etika dan
Hukum Kesehatan kelas E.
Oleh
Kelompok 3 Etika Dan Hukum Kesehatan Kelas E
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Rike Andriyani
152110101068
Heni Nuraini
152110101070
Dini Widya
152110101073
Aprilia Wahyuning Tyas
152110101082
Maudyna Saskia H.P
152110101084
Ambar Wati
152110101086
Zubdatul Widad
152110101086
8. Umdatus Sholiha

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda
Rasulullah Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul Transplantasi Organ dan Jaringan Manusia ini
disusun untuk memenuhi tugas kelompok terstruktur pada penugasan mata kuliah
Etika dan Hukum Kesehatan E
Penulis mengucapkan rasa terimasih yang sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama
penyusunan makalah ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut
kami sampaikan kepada:
1. Dr. Ragil Ismi Hartanti, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan makalah ini.
2. Orang tua dan rekan-rekan yang menempuh mata kuliah Etika dan Hukum
Kesehatan kelas E yang telah memberikan dukungan moral.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi
maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan makalah ini.
Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
Jember, 05 Agustus 2016
Tim Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1.

Latar Belakang..........................................................................................1

1.2.

Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3.

Tujuan........................................................................................................2

1.4.

Manfaat......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1.

Definisi Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh....................................3

2.2.

Aspek Hukum Transplantasi.....................................................................4

2.3.

Aspek etik transplantasi...........................................................................10

BAB III PENUTUP...............................................................................................13


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, dunia juga mengalami

perkembangan di berbagai bidang. Salah satunya adalah kemajuan di bidang


kesehatan yaitu teknik transplantasi organ.
Transplantasi organ adalah transplantasi atau cangkok atau pemindahan
seluruh atau sebagian tubuh yang sama. Transplantasi di tujukan untuk menggantikan
organ yang rusak dan tidak berfungsi pada penerima dengan orang lain yang masih
berfungsi dari pendonor. Pendonor organ dapat merupakan orang yang masih hidup
maupun meninggal.
Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor
kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan transplantasi dalam
bidang kesehatan sangat maju dengan pesat.
Sedangkan transplantasi organ yang lazim dikerjakan di Indonesia adalah
pemindahan suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia,
sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh
atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat
yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ
yang rusak atau tak berfungsi pada penerima.
Saat ini di Indonesia, transplantasi organ ataupun jaringan diatur dalam UU
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Sedangkan peraturan pelaksanaannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan
Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Hal ini
tentu saja menimbulkan suatupertanyaan tentang relevansi antara Peraturan
Pemerintah dan Undang-Undang dimana Peraturan Pemerintah diterbitkan jauh
sebelum Undang-Undang.

1.2.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan jenis transplantasi organ ?


2. Bagaimana transplantasi organ tubuh dan jaringan dalam aspek hukum ?
3. Apa aspek etik transplantasi organ dan jaringan tubuh ?

1.3.

Tujuan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang transplantasi organ dan jaringan tubuh secara umum,
dan mengetahui tentang aspek hukum dan etik dari transplantasi organ dan
jaringan tubuh.
b. Tujuan Khusus
1.
Mengetahui tentang pengertian dan jenis dari transplantasi organ
2.
Mengetahui aspek hukum tentang transplantasi organ dan jaringan tubuh
3.
Mengetahui aspek etik dari transplantasi organ dan jaringan tubuh

1.4.

Manfaat

Memberikan informasi dan wawasan kepada pembaca mengenai transplantasi organ


dan jenisnya, serta tinjauan dari segi hukum dan etika. khususnya bagi para calon
tenaga kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh
Transplantasi organ dan atau jaringan manusia merupakan tindakan medik yang sangat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Tranplantasi atau
biasa disebut donor organ atau jaringan adalah pemindahan organ tubuh atau jaringan
manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk menggantikan organ tubuh yang
tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan teknik dan cara biasa,
bahkan harapan hidup penderita hampir tidak ada lagi. Syarat tersebut melipui kecocokan
organ dari donor dan resipen. Resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ
dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri.
Organ tubuh yang ditransplantasikan biasanya adalah organ vital seperti ginjal, jantung,
dan mata. Namun dalam perkembangannya organ-organ tubuh lainnya pun dapat
ditransplantasikan untuk membantu orang yang sangat memerlukannya. Walaupun
transplantasi organ dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan
begitu saja karena harus dipertimbangkan dari segi nonmedik, yaitu dari segi agama, hukum,
budaya, etika, dan moral. Kendala lain yang dihadapi indonesia dewasa ini dalam
menetapkan terapi transplantasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related
Donor,LDR) dan donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan sama yang saling mendukung
antara para pakar (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat),
dengan pemerintah dan swasta.
Jika dilihat dari fungsi dan manfaatnya transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai
life saving. Live saving maksudnya adalah dengan dilakukannya transplantasi diharapkan
bisa memperpanjang jangka waktu seseorang untuk bertahan dari penyakit yang dideritanya.
Hingga waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa
sel, jaringan, maupun organ tubuh, yaitu sebagai berikut.
1. Autograft, yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.
2. Allograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke yubuh lain yang sama spesiesnya.
3. Isograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada
kembar identik.
4. Xenograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama
spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup
atau dari jenezah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi meninggal adalah
3

mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari donor hidup adalah kulit,
ginjal, sumsum tulang dan darah. Organ/jaringan yang diambil dari jenazah adalah jantung,
hati, ginjal, kornea, pankreas, paru dan sel otak. Dalam 2 dasawarsa terakhir ini telah pula
dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam operasi
lintas koroner oleh George E. Green dan transplantasi sel-sel substansia nigra dari bayi yang
meninggal

kepada pasien penyakit parkinson. Semua upaya dalam bidang transplantasi

tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan peninjauan dari sudut hukum dan etika
kedokteran.
2.2. Aspek Hukum Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan, dan sel tubuh dipandang sebagai suatu
usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah
suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan. Namun,
karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material,
perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.
Di dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh manusia diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063 untuk selanjutnya disingkat UU No.
36/2009) khususnya pada Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67. Pasal 64 UU No.
36/2009 menentukan :
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan
bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Tata cara melakukan transplantasi telah diatur secara umum dalam Pasal 65 UU No.
36/2009 yang menentukan :
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan

tubuh

dari

seorang

donor

harus

memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan


pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Secara khusus yang terkait dengan transplantasi sel, Pasal 66 UU No. 36/2009
telah menentukan: Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan,
hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya. Selanjutnya
Pasal 67 UU No. 36/2009 menentukan :
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen
atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam PP No. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis, dan
transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi
sebagai berikut.
Pasal 1
a. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh

beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh
tersebut.
b. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang

sama dan tertentu.


c. Transplantasi adalah rangkaiantindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau

jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan
untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang
lain untuk keperluan kesehatan.
e. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang

berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah
berhenti.
Ayat e di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas. Karena itu, IDI dalam
seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan
dalam SK PB IDI No.336/PB IDI/A.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK
PB IDI No.231/PB/A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan

mati bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau
irreversible, atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Selanjutnya dalam PP tersebut di atas terdapat pasal-pasal berikut.
Pasal 10
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketemuan-ketemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu
harus dengan persetujuan tertulis pasien dan atau keluarganya yang terdekat setelah
pasien meninggal dunia.
Pasal 11
1. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
2. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter
yang merawat atau mengobati donor yang berhubungan.
Pasal 12
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 (dua) orang dokter
yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Pasal 14 dan Pasal 15
dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau
Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan
tertulis keluarga yang terdekat.
Pasal 15
1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia
diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberi
tahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi,
akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
2. Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor
yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17
6

Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia


Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua
bentuk ke dan dari luar negeri.
Sebagai penjelasan Pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh
manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah
sepantasnya dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau
jaringan tubuh manusia ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penelitian
ilmiah, kerja sama dan saling menolong dalam keadaan tertentu.
Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa
pasal tentang transplantasi sebagai berikut.
Pasal 33
1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, inplan obat dan atau alat kesehatan,
serta bedah plastik dan rekontruksi.
2. Transplantasi organ dan atau jarinan tubuh serta transfusi darah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang
untuk tujuan komersial.
Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
sarana kesehatan tertentu.
2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis,
bedah mayat anatomis, dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam
Undang-undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan
tubuh dan tranfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk
dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.
Adapun tindak pidana pada transplantasi organ tercantum dalam Pasal 192 UU No.
36/2009 yang menentukan: Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ
dan/atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
7

ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Berawal dari rumusan delik inilah
menyebabkan pengaturan hukum terkait transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia
di Indonesia mengalami berbagai permasalahan, khususnya dalam tataran pelaksanaannya.
Pada prinsipnya secara normatif, sebagai penyembuhan penyakit

dan

untuk

alasan

pemulihan kesehatan, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dapat dilakukan
di Indonesia. Namun dalam UU No. 36/ 2009 terdapat rumusan delik yang menentukan
bahwa memperjualbelikan organ dan/atau jaringan tubuh manusia dengan dalih apapun
dapat dipidana. Hal ini membuktikan bahwa di satu sisi transplantasi organ diperbolehkan,
tetapi disisi lain tidak diatur tentang mekanisme atau cara perolehan organ untuk
transplantasi, bahkan jual beli organ dengan dalih apapun dapat dipidana. Berbagai persoalan
bermunculan karena ketidakjelasan pengaturan bahkan tidak adanya pengaturan secara
komprehensif tentang syarat dan mekanisme perolehan organ dan/atau jaringan tubuh
manusia untuk kepentingan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Hal ini
membuktikan adanya kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam pengaturan

terkait

transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia.


Tidak hanya ketentuan pidana tersebut, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh
manusia ternyata secara tidak langsung juga dirumuskan dalam Undang - Undang No. 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4720 untuk selanjutnya disingkat UU No. 21/2007). Di dalam UU No. 21/2007,
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilihat secara lebih luas, bukan lagi pada subyek
hukum yang secara langsung bersinggungan dengan pelaksanaan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh, yaitu si donor dan si penerima donor (recipient), tetapi pada subyek
hukum di luar si donor dan si penerima donor (recipient). Pihak-pihak yang dimaksud ialah
pihak ketiga yang mempunyai tujuan melakukan perdagangan orang dengan maksud
mengeksploitasi orang tersebut. Di dalam konteks ini, transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh manusia diformulasi dalam pengertian eksploitasi sebagaimana diatur pada Pasal 1
angka 7 UU No. 21/2007 yang menentukan :
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual,
organ

reproduksi,

atau

secara

melawan

hukum

memindahkan

atau

mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau


8

kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil
maupun immateriil.
Selanjutnya transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia diformulasikan
dalam rumusan delik sebagaimana diatur pada Bab II UU No. 21/2007 pada Pasal 2, Pasal 3,
dan Pasal 4 yang menentukan :
Pasal 2 UU No.21/2007 menentukan :
(1) Setiap

orang

yang

melakukan

perekrutan,

pengangkutan,

penampungan,

pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,


penggunaan

kekerasan,

penculikan,

penyekapan,

pemalsuan, penipuan,

penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi


bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah
Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
120.000.000,- (Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,(Enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Pasal 3 UU No. 21/2007 menentukan:
Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah Negara Republik Indonesia dengan
maksud untuk dieksploitasi di wilayah Negara Republik Indonesia atau dieksploitasi
di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (Seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah).
Pasal 4 UU No. 21/2007 menentukan:
Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah Negara
Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah Negara
Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp.

120.000.000,-

Rp.

(Seratus

dua

puluh

600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah).

juta

rupiah)

dan

paling

banyak

2.3. Aspek etik transplantasi


Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan
kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etika kedokteran, tindakan ini wajib di
lakukan jika ada indikasi,berlandaskan berdasarkan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu :
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani.
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Bertitik tolak pada pasal-pasal tersebut di atas, para dokter harus menguasi ,
mengembangkan dan memanfaatkan iptek transplantasi untuk kemaslahatan pasien dan
keluarganya.
Pasal-pasal dalam transplantasi dalam PP NO.18 tahun 1981, pada hakikatnya telah
mencangkup aspek etik, terutama mengenai dilarangnya memperjualbelikan alat atau jaingan
tubuh untuk tujuan tranplantasi ataupun meminta kompensasi material lainnya. Namun,
timbul pertanyaan jika tidak boleh diperjual belikan atau di ganti rugi,bagaimana
meningkatkan jumlah donor. Apakah imbalan non

materil diperbolehkan? Misalnya,

meminta narapidana menjadi donor dan kepadanya diberikan pengurangan masa pidana atau
remisi sebagai imbalan. Agaknya transaksi ini bukan mustahil dilaksanakan karena tidak ada
yang dirugikam, bahkan saling menguntungkan.
Hal ini yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat
mati seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh 2 (dua) orang dokter yang tidak
ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi. Ini berkaitan dengan
keberhasilan transplantansi karena bertambah segar organ atau jaringan bertambah baik
hasilnya. Namun, jangan sampai terjadi penyimpangan, yaitu pasien yang hampir meninggal,
tetapi belum meninggal telah diambil organ tubuhnya. Penentuan saat meninggal seseorang di
rumah sakit modern dewasa ini dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan
dinyatakan meninggal jika telah terdapat mati batang otak dan secara pasti tidak terjadi lagi

10

pernapasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh para dokter
lain yang bukan pelaksana transplantasi agar benar-benar objektif.
Dalam decade terakhir ini telah mulai diteliti kemungkinan dilakukannya transplantasi
wajah (face transplants), sesuatu hal yang baru dalam teknologi kedokteran. Transplantasi
wajah bukan bertujuan untuk kosmetik atau kecantikan, melainkan suatu terapi untuk
mengubah wajah yang telah rusak berat, misalnya karena trauma, luka bakar, dan kanker
mulut yang melibatkan mata, bibir, dan pipi. Melalui transplantasi wajah dan metode bedah
rekonstruksi diharapkan penampilan wajahnya lebih normal.
Transplantasi wajah pertama kali dilakukan di Rumah Sakit lyon, Perancis pada tahun
2005 di bawah pimpinan Dr. Jean-Michel-Dubernard pada pasien Adelie yang wajahnya
robek akibat anjingnya mengganas, sehingga bagian hidung; dagu dan bibirnya hilang.
Donornya adalah seorang pasien yang otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Tranplatansi
berlangsung sukses; Adelie memiliki hidung, dagu, dan bibir baru.
Dari segi medis, masalah utama adalah bagaimana agar pasien memiliki kemampuan
menoleransi terapi imunosupresi agresif yang sangat dibutuhan untuk mengatasi reaksi
penolakan tubuh terhadap kulit dan organ yang dicangkokkan. Obat-obat ini harus
dikonsumsi seumur hidup oleh resipiens, padahal selain harganya mahal, dapat menimbulkan
efek samping yang berat seperti gagal ginjal. Hal lain yang mencemaskan adalah jika obatobat tersebut dihentikan pemakaiannya, dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal. Masalah
medis lainnya adalah bahwa prosedur operasionalnya belum sempurna, terutama mengenai
penyambungan pembuluh darah dan saraf di wajah, yang dapat mengakibatkan ekpresi dan
pergerakan wajah tidak sepenuhnya ideal, bahkan terlihat seolah-olah topeng belaka.
Dari segi etik, transplantasi wajah telah mengundang banyak kritik dari pakar
bioetika, psikolog, psikiater dan lain-lainnya. Bagi yang pro menyatakan bahwa transplantasi
wajah sangat membantu resipiens dalam penampilannya di tengah-tengah masyarakat. Bagi
yang kontra, merasa amat berat bagi resipiens mengemban pemakaian wajah orang lain yang
telah meninggal, dampaknya terhadap keluarga donor dan resipiens dan masalah kepribadian
resipiens yang tidak sesuai dengan donor sehingga menyulitkan adaptasi terhadap wajah baru.
Penerimaan masyarakat sekitar merupakan hal yang penting pula, jangan sampai resipiens
dikucilkan, bahkan sebaliknya masyarakat harus menunjukkan rasa simpati dan menghibur
mereka yang mempunyai masalah.
Di Indonesia, transplantasi wajah (face off) telah dilakukan pertama kali pada seorang
wanita bernama Siti Nurjazila (Lisa) berusia 22 tahun, di RS Sutomo, Surabaya pada tahun
2006, oleh tim yang dipimpin dr. M. Syaifuddin Noer, Sp.Bp. Wajah Lisa menderita cedera
11

berat dan rusak, diduga karena ulah suaminya yang kasar. Pada operasi face off ini kulit
diambil dari punggung pasien sendiri dan memerlukan pembedahan bertahap. Karena
rumitnya transplantasi wajah ini, dari segi medis, etik, dan hokum masih memerlukan
pembahasan lanjutan.
Keberhasilan transplantansi ginjal pada tahun 1954 di Amerika telah membawa
dampak luas terhadap kemajuan di bidang ilmu kedokteran. Diikuti oleh kesuksesan
tranplatansi organ lain ; jantung dan hati pada tahun 1967; paru-paru tahun 1983, memberi
harapan pada penderita-penderia kegagalan organ untuk dapat hidup lebih lama dan
meningkatkan kualitas hidup mereka.
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, terjadi peningkatan jumlah daftar
tunggu pasien yang membutuhkan organ. Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
tranplatansi organ mencapai angka keberhasilan yang tinggi setelah melalui serangkaian
prosedur medis yang tepat.
Namun di sisi lain juga timbul permasalahan etik dalam hal transplantasi organ ini.
Secara umum permasalahan dapat di bagi dalam tataran mako dan mikro. Pada tataran makro,
permasalahan yang timbul adalah :
1. Adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan organ dengan organ yang tersedia untuk
transplantasikan.
2. Efek lanjut adalah terjadinya bisnis jual beli organ oleh karena kebutuhan ekonomi
yang mendesak.
Pada permasalahan yang pertama, para ahli kedokteran berusaha keras untuk mencoba
mencari sumber-sumber organ, bahkan pada beberapa negara membuat kebijakan-kebijakan
untuk memenuhi kebutuhan organ tersebut. Beberapa sumber organ adalah berasal dari donor
hidup, pasien dengan mati otak (brain death), pasien yang meninggal (kurang dari 10 menit )
bahkan yang lebih parah adalah pengambilan organ pada narapidana-narapidana dengan
hukuman mati. Di negara-negara yang sudah mempunyai organisasi procurement organs,
mereka memiliki database yang menyangkut daftar tunggu pasien, daftar donor hidup
lengkap beserta data medisnya.

12

BAB III
PENUTUP

13

DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan
edisi 4. Jakarta: EGC
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
https://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ diakses pada tanggal 2 agustus 2016

14

Anda mungkin juga menyukai