KEHIDUPAN
Disusun oleh:
Halaman Judul
Bab I .............................................................................................................................................. 3
Definisi ............................................................................................................................ 3
Tujuan ............................................................................................................................. 4
3
BAB I
DEFINISI
A. Definisi
1. Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
2. Kondisi terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
ada harapan lagi bagi pesakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat
disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
3. Berdasarkan ilmu keperawatan, kondisi terminal adalah suatu proses yang
progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan
fisik, psikososial dan spiritual bagi individu.
4. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang. Terkadang kematian
menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua.
5. Menurut Dadang Hawari (1977, 53) Orang yang mengalami penyakit
terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit
kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah
akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan.
6. Untuk dapat memberikan perawatan terminal dengan baik, perlu diketahui
ada beberapa reaksi emosional yang dialami oleh pasien yang akan meninggal.
Reaksi emosional itu individual, tergantung kepada kepribadian masing
masing pasien. Ada pasien yang menghadapi semua tahapan reaksi emosional
dan ada pula yang hanya sebagian saja. Kubler-Rosa (1969), telah
menggambarkan/membagi tahap tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap,
yaitu :
a. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi
dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:
Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?.
Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan
yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang
ajal).
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-
citanya. Timbul pemikiran pada diri klien, seperti: Mengapa hal ini terjadi
pada diriku. Kemarahan-kemarahan tersebut biasanya diekspresikan
kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien, seperti : keluarga, teman
dan tenaga kesehatan yang merawatnya.
c. Menawar/Bergaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
4
dirinya. Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian bisa terjadi,
seringkali klien berkata: Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera,
sebelum anak saya lulus jadi sarjana.
d. Kemurungan/Depression
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis, ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang di samping pasien yang sedang melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana
rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu
dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat dan sebagainya.
7. Akhir kehidupan adalah suatu kondisi dimana pasien sedang menghadapi
suatu kematian, dimana hal ini memberikan perubahan secara drastis
terhadap kondisi fisik maupun psikologis pasien atau keluarganya.
B. Tujuan
1. Sebagai panduan bagi perawatan pasien terminal di RS UMM sehingga
perawatan pasien terminal dan akhir kehidupan dapat terlaksana sesuai
standar yang berlaku di RS UMM.
2. Mewujudkan pelayanan Islami di RS UMM.
5
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasien terminal dan akhir kehidupan ini bisa terdapat di unit perawatan manapun di
rumah sakit, oleh karena itu panduan ini bisa diterapkan pada setiap unit perawatan
Pengkajian dan pengkajian ulang yang dilakukan pada pasien dengan kondisi
terminal, harus mengevaluasi:
6
BAB III
TATA LAKSANA
1. Setiap pasien dengan kondisi terminal harus dilakukan pengkajian awal dan
pengkajian ulang oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
Tanda-tanda klinis menjelang kematian:
1) Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinaria dan lainnya.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2) Kelambatan dalam sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi
b. Sianosis pada daerah ekstremitas
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3) Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital:
a. Nadi lambat dan lemah
b. Tekanan darah turun
c. Pernafasan nafas cepat, cepat dangkal dan tidak teratur
7
4) Gambaran mendatar pada EKG
2. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) atau dokter jaga menyampaikan kondisi
pasien berdasar pengkajian kepada keluarga pasien.
3. Selanjutnya dilakukan managemen perawatan pasien dengan kondisi terminal
oleh DPJP atau dokter jaga dan perawat, yaitu :
a. Bantuan emosional
1) Pada fase menolak
Dokter atau perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara menanyakan tentang kondisi atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2) Pada fase marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Dokter atau perawat perlu membantunya agar mengerti
bahwa masih merupakan hal yang normaldalam merespon perasaan
kehilangan menjelang kematian. Akan lebih baik bila kemarahan
ditunjukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan
rasa aman.
3) Pada fase menawar
Pada fase ini dokter atau perawat perlu mendengarkan segala keluhannya
dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi
rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada fase depresi
Pada fase ini dokter atau perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang di
sampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dan pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada fase penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah
menerima keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam
program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.
b. Bantuan memenuhi kebutuhan fisiologis
1) Kebersihan diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melalukan kebersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
8
intra muskuler atau subkutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah
menurun.
3) Membebaskan jalan nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan
nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah
dengan dipasang drainage dari mulut dan diberikan oksigen.
4) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur, (miring kiri, miring
kanan) untuk mencegah dekubitus dan dilakukan secara periodik, jika
diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena
tonus otot sudah menurun.
5) Nutrisi
Pasien seringkali anoreksia, nausea karena adanya peristaltik. Dapat
diberikan anti emetik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin.
6) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laksan perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau
dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
7) Perubahan Sensori
Pasien dalam kondisi sekarat, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala ke arah lampu/tempat terang. Pasien
masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat
dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
9
1) Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
2) Menanyakan kepada pasien bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya.
3) Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
4) Keyakinan spiritual mencakup praktik ibadah sesuai dengan
keyakinan/ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga
harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitif terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian. Sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
10
Klien mengekspresikan sesuai tahap perkembangan, pola kultur
terhadap kesehatan, penyakit dan kematian yang dikomunikasikan
baik secara verbal maupun non verbal.
3) Faktor presipitasi
Prognosis akhir penyakit yang menyebabkan kematian
Faktor transisi dari akhir kehidupan menuju kematian
Dukungan dari keluarga dan orang terdekat
Hilangnya harga diri karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga
klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat
hidup.
4) Faktor pelaku
Respon terhadap klien
Respon terhadap diagnosis
Isolasi sosial
5) Mekanisme coping
(a) Denial
Adalah mekanisme coping yang berhubungan dengan penyakit fisik
yang berfungsi sebagai pelindung klien untuk memahami penyakit
secara bertahap adalah :
(1) Tahap awal (initial stage)
Tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan saya harus
meninggal karena penyakit ini.
(2) Tahap kronik (chronic stage)
Persetujuan dengan proses penyakit aku menyadari dengan
sakit akan meninggal tetapi tidak sekarang, terjadi secara
mendadak dan perlahan-lahan.
11
2) Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dan
orang lain.
3) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan lingkungannya
penuh dengan stress (tempat perawatan).
4) Risiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan
dan sistem pendukung keagamaan, kurang privasi atau ketidakmampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian.
c. Kriteria hasil
1) Klien atau keluarga akan:
a) Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan
b) Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal
tanggung jawab peran dan gaya hidup.
2) Klien akan:
a) Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
b) Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
c) Menyatakan kematian akan terjadi
Intervensi keperawatan :
12
b) Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan.
c) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan pengobatannya.
d) Identifikasi dan dukung mekanisme coping efektif, klien yang cemas
mempunyai penyempitan lapang persepsi dengan penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkungan peningkatan ansietas
tegang, emosional dan nyeri fisik.
2) Kaji tingkat ansietas klien:
Rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang. Beberapa
rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akuran dan dapat
dihilangkan dengan memberikan informasikan akurat. Klien dengan
ansietas berat atau parah tidak menyerap pelajaran.
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan
mereka. Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberikan kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan coping yang positif.
Menghargai klien untuk coping positif dapat menguatkan respon coping
yang akan datang.
Diagnosis II
Kriteria hasil:
Klien akan:
Intervensi keperawatan :
13
perasaan ketidakberdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien
dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon
merekaterhadap situasi tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi coping positif yang terbukti yang
memberikan keberhasilan pada masa lalu. Strategi coping positif membantu
penerimaan dan pemecahan masalah.
3) Berikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan atribut diri yang
positif. Memfokuskan pada atribut yang positif, meningkatkan penerimaan
diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi. Jawab
semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka, proses berkabung adaptif
tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi diterima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidaknyamanan dan dukungan. Penelitian menunjukkan bahwa klien
sakit terminal paling menghargai tindakan berikut:
a) Membantu berdandan
b) Mendukung fungsi kemandirian
c) Memberikan obat nyeri saat diperlikan
d) Meningkatkan kenyamanan fisik (Skorula dan Bonet, 1982)
Diagnosis III
Kriteria hasil:
Intervensi Keperawatan
14
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan post operasi yang dipikirkan
dan diberikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5) Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
perawat. Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningkatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
6) Konsul dengan atau berikan rujukan ke sumber komunitas dan sumber
lainnya. Keluarga dengan masalah-masalah seperti kebutuhan finansial,
coping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan
sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankan fungsi
keluarga.
Diagnosis IV
Kriteria Hasil:
Intervensi Keperawatan :
e. Implementasi
Sesuai dengan intervensi
f. Evaluasi
1) Klien merasa nyaman dan mengekspresikan perasaannya pada perawat.
15
2) Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3) Klien selalu ingat kepada Allah SWT dan selalu bertawakkal
4) Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali
kepadaNya.
16
BAB IV
DOKUMENTASI
17
BAB V
PENUTUP
Direktur,
18
KEPUSTAKAAN
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). (2003). Advance Care
Planning.Preferences for Care at the End of Life.
http://www.ahrq.gov/research/findings/factsheets/aging/endhferia/index.html .
CHCSs Home Health and Hospiece-Coaming Home to Caring. (2008). Guidelines for End
of Life Care. http://www.chesme.org/document/upload/Terminally%20III%20er-do.pdf
Kemp&Pillitter. Tahun 1984. Fundamental of Nursing. Boston:Little Brown&co
Kozier&Erb. Tahun 1991. Fundamentals of Nursing. Volume II, 4th.ed.
California:Addison-Wisley PublishingCo.
Kubler-Ross, E. Tahun 1969, On Death and Dying, London: Tavistock Publication
Lynda Juall Carpenito-Moyet, (1999), Diagnosis Keperawatan, Jakarta, EGC
P. J. M. Stevens, dkk. Tahun 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Working Group on Clinical Ethnics of Hospital Authority Clinical Ethnics Committe.
(2002). HA Guidlines on Life-Sustaining Treatment in the Terminally lll.
http://www.ha.org.hk/haho/cc/clinicalethicreport/eng/grapic.pdf
19
Disusun oleh:
20
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Bab V Penutup............................................................................................................................ 27
DEFINISI
22
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Panduan ini diberlakukan untuk semua pasien dan keluarganya yang dirawat di
RS Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Pelaksana panduan ini adalah petugas Binroh RS Universitas Muhammadiyah
Malang yang tugasnya adalah pada saat sebelum mengunjungi pasien, setiap
petugas Binroh diharapkan memperhatikan jadwal kunjungannya dan mendata
pasien yang baru, kemudian mempersiapkan buku data kunjungan dan buku
tuntunan rohani bagi orang sakit yang akan diberikan pada pasien yang akan
dikunjunginya.
3. Ketika yang sakit adalah pasien bayi dan anak-anak, maka kunjungan binroh
ditujukan kepada keluarga pasien.
23
BAB III
TATA LAKSANA
24
9. Petugas Binroh mengingatkan kepada pasien bahwa dengan sakit itu
orang menyadari betapa lemahnya manusia dan betapa besar kekuasaan Tuhan,
kuasa untuk membuat sakit dan kuasa untuk menyembuhkan. Manusia tidak
berdaya dan selalu harus tunduk dan menyerah kepada kehendak dan ketentuan
Allah SWT setelah takdir menentukan.
10. Petugas Binroh mengingatkan bahwa dengan dasar rasa sabar dan ikhlas
terhadap sakit dan penderitaannya itu akan menjadi obat bagi penyakitnya,
demikian pula kalau sebaliknya.
11. Agar senantiasa ditanamkan rasa optimisme (penuh rasa harap) kepada
para pasien, bahwa Insya Allah penyakitnya itu akan sembuh dengan izin dan
kehendak Allah SWT walau sakit yang bagaimana pun juga, sebab Allah SWT
Maha Kuasa dan tiap-tiap penyakit itu ada obatnya.
12. Dinasihatkan kepada para pasien agar menghilangkan segala pemikiran
terhadap segala urusan yang ada di rumah, serahkan saja kepada keluarganya
yang sehat untuk mengurusinya. Dengan demikian pikiran pasien akan lebih
tenang dan lebih membantu proses kecepatan sembuhnya.
13. Para pasien agar dinasihati tetap menuruti nasihat dan petunjuk dokter
dan perawat dalam hal pengobatan, makanan, dan lain-lain.
14. Petugas Binroh membacakan doa, pasien dan keluarga supaya sama-sama
mengamininya.
15. Kepada pasien yang telah kritis agar petugas Binroh memberikan contoh
dan menyarankan kepada keluarga pasien agar ditalqin (dituntun membaca Laa
ilaaha illahllah), dan kepada pasien yang sudah dalam keadaan demikian itu
dinasihatkan agar lebih memperbesar rasa optimisnya (rasa lebih besar
harapannya) terhadap Allah SWT, bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-
dosanya sehingga ia akan merasa tenang dan tidak panik.
16. Kepada pasien yang tidak beragama Islam, hendaklah petugas Binroh
bijaksana dalam melayaninya. Petugas dapat menampakkan dan memberikan
sikap-sikap dan kata-kata yang menarik yang menunjukkan bahwa ajaran Islam
adalah amat baik, termasuk sikap terhadap pemeluk agama selain Islam.
Tentunya kesemuanya itu dengan cara-cara yang tidak menyinggung perasaannya
dan tidak keluar dari ajaran agama Islam.
25
3. Kepada keluarga yang diberi izin untuk menunggu pasien, petugas Binroh
perlu menyarankan agar ia menjaga pasien tersebut didasari atas keikhlasan dan
kesabaran, bahwa hal itu termasuk ibadah, apalagi anak terhadap orang tuanya.
4. Jika pasien sudah dalam keadaan kritis, sudah tidak ada harapan untuk
sembuh, petugas Binroh menasihatkan kepada keluarga yang menunggui agar
jangan panik dan bingung, namun tetap bertawakkal berserah diri kepada Allah
SWT sambil mendoakan doa yang dituntun oleh Nabi Muhammad SAW.
5. Perlu diingatkan pula kepada keluarga yang menjenguk pasien agar
senantiasa menjaga ketenangan suasana, jangan bersuara keras, gaduh, serta
jangan bergurau.
6. Petugas Binroh perlu mengingatkan keluarga pasien jangan terlalu banyak
berkomunikasi yang kurang perlu kepada pasien/keluarga, jangan bergurau atau
melakukan sesuatu yang akan mengganggu suasana/ketenangan pasien.
1. Petugas ruangan mengecek kembali identitas pasien, termasuk agama dan nilai
kepercayaan pasien.
2. Menyiapkan formulir permintaan bimbingan rohani apabila pasien/keluarga
meminta adanya bimbingan rohani.
3. Mempersilahkan pasien/keluarga untuk mendatangkan sendiri rohaniawannya.
4. Menegur apabila proses bimbingan rohani mengganggu ketenangan pasien dan
pasien lainnya.
26
BAB IV
DOKUMENTASI
27
BAB V
PENUTUP
Pasien dan keluarga pasien berhak mendapatkan layanan yang menyangkut rohani dan
spiritualnya, untuk itu perlu dibuatkan pedoman tentang layanan tersebut. Semoga
dengan pelayanan tersebut pasien terbantu penyembuhannya dari sisi rohani dan
spiritualnya.
Direktur,
28
KEPUSTAKAAN
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). (2003). Advance Care
Planning.Preferences for Care at the End of Life.
http://www.ahrq.gov/research/findings/factsheets/aging/endhferia/index.html .
CHCSs Home Health and Hospiece-Coaming Home to Caring. (2008). Guidelines for End
of Life Care. http://www.chesme.org/document/upload/Terminally%20III%20er-do.pdf
Kemp&Pillitter. Tahun 1984. Fundamental of Nursing. Boston:Little Brown&co
Kozier&Erb. Tahun 1991. Fundamentals of Nursing. Volume II, 4th.ed.
California:Addison-Wisley PublishingCo.
Kubler-Ross, E. Tahun 1969, On Death and Dying, London: Tavistock Publication
Lynda Juall Carpenito-Moyet, (1999), Diagnosis Keperawatan, Jakarta, EGC
P. J. M. Stevens, dkk. Tahun 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Working Group on Clinical Ethnics of Hospital Authority Clinical Ethnics Committe.
(2002). HA Guidlines on Life-Sustaining Treatment in the Terminally lll.
http://www.ha.org.hk/haho/cc/clinicalethicreport/eng/grapic.pdf
DAFTAR SOP
29
No. NO DOKUMEN JUDUL
1. SOP Pasien Terminal
2. SOP Layanan khusnul
khotimah
3. SOP Pemulasaran Jenazah
4. SOP Binroh
5. SOP Binroh untuk pasien
selain beragama selain islam
6. SOP Pemberian Edukasi
pada pasien
30
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2
Standar Prosedur
Tanggal Terbit Ditetapkan
Operasional
31
c. Bantuan memenuhi kebutuhan sosial
i. Tanyakan siapa saja yang ingin didatangkan untuk
bertemu dengan pasien dan diskusikan dengan keluarga;
ii. Gali perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan
perlu diisolasi;
iii. Jaga penampilan pasien pada saat menerima kunjungan
orang-orang terdekatnya;
iv. Minta agar orang-orang terdekat (saudara/teman dekat)
untuk sering mengunjungi dan membawa buku bacaan
untuk pasien apabila pasien mampu membaca;
v. Hormati keinginan pasien terkait nilai-nilai yang diyakini
selama masih dalam batas kewajaran dan tidak
mengganggu pelayanan pada pasien lainnya.
d. Bantuan memenuhi kebutuhan spiritual
i. Tanyakan kepada pasien tentang harapan hidupnya dan
rencana pasien selanjutnya menjelang kematian;
ii. Tanyakan kepada pasien dan atau keluarga bila ingin
mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi
kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya;
iii. Bantu dan dorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
3. Lakukan observasi rutin minimal 2x dalam satu shift.
4. Motivasi keluarga untuk mendoakan pasien dan tidak
meninggalkan pasien sendirian.
5. Hubungi tim binroh jika diperlukan.
6. Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan di formulir
pengkajian pasien pada tahap akhir kehidupan dan formulir
pengkajian ulang.
1. Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan
Instalasi terkait 2. ICU, IGD
32
Agar pasien yang akan meninggal di RS UMM dibimbing sesuai
dengan syariat Islam. Hal ini akan membentuk citra baik di
Tujuan masyarakat bahwa pasien yang meninggal di RS UMM diantarkan
secara baik dan tetap berpegang teguh pada agama Islam (husnul
khotimah).
Layanan Husnul Khotimah sesuai dengan SK Direktur RSU
Kebijakan Universitas Muhammadiyah Malang tentang Pelayanan Pasien
Satpam:
Kalau ada pasien yang sedang kritis pada shift malam, maka satpam
menghubungi petugas layanan husnul khotimah shift malam. Sebelum
pihak kerohanian datang, perawat mengawali memberikan layanan
husul khotimah.
Binroh:
1. Keluarga pasien dikumpulkan dan diberi penjelasan oleh
petugas kerohanian bahwa secara medis pasien dalam
keadaan sakaratul maut. Diharapkan keluarga pasien tabah
dan rela menerima keadaan itu. Kalau memungkinkan,
menghadapkan atau memiringkan pasien yang sedang kritis
ke arah kiblat.
2. Apabila pasien yang kita sangka hampir menjelang ajalnya itu
ternyata bisa mengucapkan kalimah Laa ilaaha illallah sebagai
kata-kata yang terakhir, maka kita biarkan dia terus-menerus
mengucapkannya. Tapi kalau dia belum mengucapkannya,
atau sudah mengucapkannya tapi telah mengucapkan kata-
kata lain, maka petugas kerohanian dan keluarga pasien secara
bergantian menuntun pasien untuk mengucapkan kalimat Laa
ilaaha illallah di dekat telinganya supaya ditirukan
mengucapkannya, atau paling tidak ditirukan di dalam
hatinya.
3. Ketika pasien dipastikan oleh dokter sudah meninggal dunia,
petugas kerohanian menjelaskan kepada keluarga pasien
bahwa pasien sudah berpulang ke Rahmatullah. Petugas
kerohanian mengajak keluarga pasien berdoa bersama dan
hendaklah mata pasien dipejamkan kalau ia terbuka sambil
diucapkan doa.
4. Menutup jenazah dengan kain hibarah (kain yang bermotif)
yang telah disiapkan, lalu petugas kerohanian menawarkan
keluarga jenazah agar jenazahnya disucikan atau dimandikan
33
di RS UMM.
34
PEMULASARAAN JENAZAH
Ruang Perawatan:
Informasikan ke bagian kerohanian (shift pagi dan sore) atau tim
perawatan jenazah dengan bantuan resepsionis bahwa ada
permintaan perawatan jenazah.
Memandikan Jenazah:
1. Kalau jenazahnya laki-laki maka mandikan oleh tim laki-laki, dan
sebaliknya. Dan dibenarkan apabila istrinya meninggal maka
yang memandikan adalah suaminya.
2. Awali memandikan jenazah dengan membaca basmalah dalam
hati.
3. Tekan perut jenazah pelan-pelan agar kotorannya keluar dari
duburnya. Kemudian kotoran dibersihkan dengan tangan kiri.
4. Basuh dengan air anggota wudlu jenazah, dimulai dari mulutnya
sampai kedua kakinya. Kemudian basuh jenazah dengan daun
35
bidara (sabun) dimulai dari anggota tubuh yang kanan jumlah
gasal, tiga atau lima kali atau lebih dari itu. Dan siraman yang
terakhir taruhlah kapur barus meskipun sedikit.
5. Bagi jenazah yang berambut panjang maka rambut dijalin atau
dipintal tiga pintal lalu dikeringkan dengan handuk. Dan
apabila jenazah ada cacat tubuhnya jangan diceritakan ke
orang lain.
Mengafani Jenazah:
1. Kafanilah jenazah dengan baik menggunakan kain kafan putih
yang menutup seluruh tubuhnya.
2. Di kain kafan berikanlah bau-bauan yang harum (cendana)
kecuali jenazah yang sedang ihram.
Kafanilah jenazah pria dalam tiga helai kain dan jenazah wanita
dengan kain basahan, baju kurung, kudung-selubung lalu kain.
1. Binroh
2. Tim perawatan jenazah
Instalasi terkait 3. Satpam
Ruang Perawatan Jenazah
36
LAYANAN BINA ROHANI KE PASIEN
Binroh:
Proses Pelaksanaan Bimbingan Rohani ke Pasien
1. Petugas masuk ruangan pasien sambil ucapkan salam, lalu
perkenalkan diri sebagai bagian dari Binroh.
2. Lihat kondisi umum pasien untuk diberikan bimbingan.
3. Beri bimbingan pada pasien agar jangan gelisah, bingung,
pesimis, dll dan harus optimis dalam ikhtiar berobat mencari
kesembuhan.
4. Terhadap pasien yang beragama Islam sampaikan:
a. Tanyakan apa sudah menjalankan/pernah menjalankan
ibadah terutama sholat 5 waktu?
Prosedur
b. Tanyakan apa sudah mengetahui cara menjalankan sholat
bagi orang yang sedang sakit, termasuk cara bersuci dari
hadas besar dan kecil, tayamum, menjama sholat, dll.
c. Bagi pasien yang ringan sakitnya dan tidak ada halangan
anjurkan turut sholat berjamaah setiap waktu sholat di
masjid.
37
d. Pada pasien yang akan dioperasi ingatkan untuk membaca
doa dan ingatkan sholat terlebih dahulu, termasuk
menjama sholat apabila telah tiba waktunya sholat
sebelum berangkat untuk operasi.
e. Dan bagi pasien yang belum menjalankan sholat agar
diberi nasihat secara baik.
5. Berikan buku tuntunan rohani bagi orang sakit kepada pasien
yang dikunjungi.
6. Kepada pasien yang tidak beragama Islam layani dengan
bijaksana dan dengan cara yang tidak menyinggung perasaan
dan tidak keluar dari ajaran agama.
7. Untuk pasien yang masuk ruang perawatan pada shift malam,
kunjungi pada shift pagi atau sore hari berikutnya.
38
PELAYANAN ROHANI BAGI PASIEN BERAGAMA
SELAIN ISLAM
39
bapak/ibu?
5. Jelaskan tentang layanan bina rohani bagi pasien dan keluarga
bahwa :
a. RS UMM tidak menyediakan rohaniawan selain Islam,
namun apabila pasien dan keluarga menghendaki adanya
rohaniawan tersebut dapat dihubungi oleh keluarga pasien
untuk hadir ke RS UMM.
b. Apabila rohaniawan selain Islam yang diundang sudah
hadir di RS UMM, maka bimbingan agama sesuai agama
dan kepercayaannya dapat dilakukan di ruang perawatan.
c. Lakukan bimbingan di ruangan perawatan dengan syarat
tidak mengganggu pasien lain dan lingkungan RS UMM
(tidak berisik dan menimbulkan kegaduhan serta polusi
baik udara, suara, maupun air).
6. Jika keluarga dan petugas menyetujui mendatangkan rohaniawan
yang diinginkan, pastikan bahwa prosesi keagamaan yang
dilakukan tidak mengganggu pasien lain dan lungkungan RS
UMM.
7. Tegur apabila prosesi keagamaan yang dilakukan mengganggu
pasien lain atau lingkungan RS UMM.
8. Mintalah bantuan bagian keamanan apabila dinilai perlu guna
ketertiban lingkungan RS UMM dan kenyamanan pasien.
5. Instalasi Rawat Inap
Instalasi terkait 6. Binroh
7. Petugas Keamanan
40
PEMBERIAN EDUKASI
41