Anda di halaman 1dari 13

Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kolaka Timur

Nomor : 188.45/SK/100/2018

Tanggal : 07 Agustus 2018

Tentang : Panduan Tahap Terminal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi terminal merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju
pada proses kematian. Proses menghadapi kematian merupakan bagian dari
kehidupan normal yang harus dijalani. Meskipun demikian pasien yang berada
pada akhir hidupnya tetap memerlukan pelayanan yang mencakup bio, psiko,
sosial, spritual, kultural. Untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit satu
panduan.
Panduan ini diharapkan dapat menjadi pegangan atau acuan bagi Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka Timur dalam melaksanakan pelayanan
pasien pada tahap terminal secara komprehensif.
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan
Pelayanan Tahap Terminal di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka
Timur diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung (legal aspect).
Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (Lembaran
Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3495;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4431;
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
159b/Menkes/SK/PerII/1988 tentang Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
131/menkes/SK/II/2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional, diatur upaya
kesehatan masyarakat;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
7. Surat Keputusan Direktur Nomor 909 Tahun 2014 tentang Hak Pasien dan
Keluarga.

B. Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan
lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh
suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari,
dan merupakan suatu kehilangan.

1
A. Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap
menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
1) Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi,
dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran
seperti:“Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan
ini?”.Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan
yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).
2) Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
Timbul pemikiran pada diri klien, seperti:“Mengapa hal ini terjadi dengan
diriku kemarahan-kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada
obyek-obyek yang dekat dengan pasien, seperti:keluarga, teman dan tenaga
kesehatan yang merawatnya.
3) Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya.Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi,
seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera,
sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
4) Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
5) Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu
kematian.Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang
ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat,
dan sebagainya.
B. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1) Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
2) Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya
terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
3) Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti,
biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya
kanker.
4) Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada
pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
C. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
1) Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea,
muntah, perutkembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.

2
2) Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan,
telinga dan hidung.
3) Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4) Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-
kadang pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan
sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.
C. Tanda-tanda klinis saat meninggal
1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
D. Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah.Pada tahun
1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang
indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.
E. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya
Terhadap Kematian.Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam
3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan
keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena
kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun
merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui
akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat
melaksanaan hal tersebut.

3
F. Bantuan yang dapat Diberikan
1. Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien engan
denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau
prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-
perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya
agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam
merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih
baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang
dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala
keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena
akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik
jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa
pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal
mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri
sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut,
badan, dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada
pasien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya.
Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri
yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena
dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi
sistem sirkulasi sudah menurun
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih
baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak
sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari
mulut dan pemberian oksigen
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring
kiri, miring kanan ) untuk mencegah decubitus dan dilakukan

4
secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
e. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea
dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi
kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan
cair atau Intra Vena/Infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu
diberikan untuk mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia
dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk
yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga
kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet,
harus diberikan salep
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang.
Pasien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu
merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk
bertemu dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya,
misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya
dan perlu diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan
pasien untuk membersihkan diri dan merapikan diri
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien
apabila pasien mampu membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
- Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya
dan rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian
- Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan
pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual
sesuai dengan keyakinannya.
- Membantudan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan
keyakinanya/ ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan
keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien
menjelang kematian dapat terpenuhi.

5
BAB II

RUANG LINGKUP

1. Panduan ini diterapkan pada semua pasien tahap akhir baik rawat inap maupun
IGD.
2. Pelaksana panduan ini adalah tenaga kesehatan (Dokter dan Perawat) yang
bekerja di Rumah sakit umun daerah Kabupaten Kolaka Timur.
3. Beberapa pasien yang mendasari dilakukan pelayanan tahap akhir (tahap
terminal):
a. Pasien yang mengalami MBO (Mati Batang Otak)
b. Pasien dengan dialisis jangka panjang.
c. Pasien tidak ada kemajuan klinis setelah dilakukan usaha terapi yang
maksimal.

6
BAB III
KEBIJAKAN

A. Pasien menolak dilakukan DNR


B. Pasien memakai gelang warna ungu
C. Pasien menandatangani formulir

7
BAB IV

TATA LAKSANA

1. Aspek keperawatan

a. Asesmen keperawatan

Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan


mengintervensi dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut :

1) Asesmen tingkat pemahaman pasien dan/keluarga :


a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien
dan tidak membicarakannya lagi, kadang – kadang menghindari
percakapan tentang kematian demi menghindari tekanan.
c) Open awareness : keluarga telah mengetahui proses kematian dan
tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun
terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapat
kesempatan untuk menyelesaikan masalah – masalah, bahkan
dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman.
b. Asesmen factor fisik pasien

Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada


berbagai masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali
perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi :

1) Pernapasan (breath)

a) Apakah teratur atau tidak teratur

b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,


stridor crackles, dll

c) Apakah terjadi sesak napas,

d) Apakah ada batuk, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan
jenisnya

e) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak

2) Kardiovaskuler (blood)

a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau irregular


b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah
teraba, hilang timbul atau tidak teraba
d) Apakah pendarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam
CmH2O
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg g) Lain –lain bila ada
3) Persyarafan (brain)

a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motoric dan


kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil d)
Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan

8
4) Perkemihan (blader)

a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor

b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari

c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau


dengan bantuan dower kateter

d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc/jam,


bagaimana warnanya, bagaimana bauhnya

5) Pencernaan (bowel)

a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun

b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak

c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa

d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.

e) Apakah ada mual atau muntah.

f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau


tidak, bagaimana konsistensi, warna dan bau dari feses

6) Musculoskeletal / intergumen

a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas atau terbatas

b) Bagaimana warna kulit, apakah icterus, sianotik, kemerahan, pucat


atau hiperpigmentasi

c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya

d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya

e) Apakah ada luka atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa
jenis lukanya

f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya

g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa
jenis frakturnya

h) Apakah ada jalur infus atau tidak, bila ada dimana lokasinya

c. Asesmen tingkat nyeri pasien

Lakukan asesmen rasa nyeri pasien. Bila nyeri sangat mengganggu , maka
segera lakukan menajemen nyeri yang memadai.

d. Asesmen factor kulturopsikososial

1) Tahap Denial : asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien


dan penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap Anger : pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak
terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3) Tahapan Bargaining : pasien mulai menerima keadaan dan
berusaha untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang
.

9
4) Tahapan Depresi : asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat
terbuka untuk mendapatkan data dari pasien.
5) Tahapan Acceptance : asesmen keinginan pasien
untuk istirahat/menyendiri.

e. Asesmen Faktor Spiritual

Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang


dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien
sedang berada di tahapan bargaining.

1) Intervensi Keperawatan
a) Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur
pasien.
b) Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien.
c) Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada
jalan nafas.
d) Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat
e) Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan /
infeksi kornea
f) Lakukan oral hygiene
g) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan
masase pada daerah penonjolan tulang dengan menggunakan
minyak kayu putih untuk mencegah decubitus
h) Lakukan manajemen nyeri yang
memadai
i) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak
pasien berdoa
j) Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada
keluarga yang berduka
k) Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan
hidup (with drawing life support) atau penundaan bantuan hidup
(with holding life support).

2). Aspek Medis

a.) Intervensi Medis

Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius,


maka beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup
pasien, sebagai berikut :

1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)

Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang


mengalami henti nafas atau henti jantung. RJPO diindikasikan
untuk pasien yang tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda
– tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.

2) Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)

Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu


karena penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal
nafas.

10
3) Pemberian Nutrisi

Feeding Tube, seringkali pasien sakit terminal tidak


bisa mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga
perlu dilakukan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut.

4) Tindakan DialisisTindakan dialisis diberikan pada pasien terminal


yang mengalami penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun
yang kronik dengan LFG <15 mL/menit. Pada keadaan ini fungsi
ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin
dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.

5) Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki resiko infeksi berat 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering
ditemukan pada saluran pernafasan, saluran kemih, peredaran
darah atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas,
pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya
perawatan. Penyebab meningkatnya resiko infeksi ini bersifat
multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun, gangguan
fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik spektrum luas,
katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang
buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau
menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.
b) WithDrawing life support & withholding life support

Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan


hidup (with drawing life support) dan penundaan bantuan hidup
(with holding life support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat.

Adapun persyaratan with drawing life support & withholding life


support sebagai berikut :

1) Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan
penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding
life support) pada seorang pasien, maka harus mendapat
persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan penghentian/
penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien harus
diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan
Pemberian Informasi Kondisi Terminal yang disimpan
dalam rekan medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan
setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang
bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut :

11
a) Diagnosis :

(1) Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat


tersebut

(2) Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan


withdrawing/ withholding life support

b) Terapi yang sudah diberikan

(1) Prognosis :

(a) Prognosis tentang hidup – matinya (ad vitam);

(b) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);

(c) Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).

2) Kondisi Terminal

Tidak dilakukan tindakan – tindakan luar biasa, pada pasien-


pasien yang jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian
dan bukan memperpanjang kehidupan.

Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan


bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan,
hanya dilakukan tindakan terapeutik/ paliatif agar pasien merasa
nyaman dan bebas nyeri.

12
BAB V

DOKUMENTASI

a. Formulir asesmen tahap terminal


b. Formulir informed consent
c. Formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran
d. Formulir Penolakan Tindakan Kedokteran

13

Anda mungkin juga menyukai