Anda di halaman 1dari 30

PANDUAN

SKRINING DAN TRIAGE

RSU BIDADARI BINJAI


JL. PERINTIS KEMERDEKAAN NO.174 A
TELP. (061) 8830003
FAX (061) 8821030
KEBUN LADA – BINJAI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit mempertimbangkan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
sebagai bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para professional
sehingga kebutuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit bisa selaras.
Sehubungan dengan ini diperlukan koordinasi pelayanan, pemberian pelayanan yang
efisien kepada pasien, sampai transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah atau
ke palayanan lain. Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang benar tentang kebutuhan
pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit. Menyesuaikan kebutuhan pasien
dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang didapat
tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat sekrining pada kontak pertama.
Skrining dilaksanakan di IGD melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium
klinik atau diagnostik imajing sebelumnya. Sekrining dapat terjadi disumber rujukan,
pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit.
Keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada
hasil sekrining dan evaluasi. Proses sekrining mempertimbangkan dapat diterima atau
tidak pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan rujukan kepelayanan kesehatan
lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai sesuai kebutuhan pasien.

B. TUJUAN
1. Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan
kondisinya lewat sekrining pada kontak pertama.
2. Menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan
dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan
terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah.
3. Mengumpulkan informasi yang sistematis tentang pasien
4. Membuat basis informasi yang komprehensif untuk pengambilan keputusan
tentang perawatan setiap pasien.
5. Menyediakan perawatan yang tepat bagi pasien

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan instalasi gawat darurat meliputi:
1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan:
- Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
- Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
- Keadaan tidak gawat dan tidak darurat

D. DASAR HUKUM

E. BATASAN OPERASIONAL
1. Instalasi gawat darurat
Adalah unit pelayanan dirumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada
pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan
berbagai multidisiplin.
2. Triage
Adalah pengelompkan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma/penyakit
serta kecepatan penanganan/ pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penetuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul
4. Survey primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi ang mengancam jiwa
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survey primer dengan mencari perubahan –perubahan anatomi
yang akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi
vital yang ada berakhir dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya.
7. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
misalnya kanker stadium lanjut
8. Pasien darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal
9. Pasien tidak gawat tidak darurat
Pasien yang menderita suatu penyakit yang tidak mengancam nyawa dan tidak
membutuhkan tindakan segera seperti pasien TBC tanpa komplikasi.
10. Kecelakaan ( Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datang secara mendadak,
tidak dikehendaki sehingga menimbulakan cedera fisik, mental, dan social.
11. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehiduapan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan
pertolongan dan bantuan.
12. Kematian
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah
satu sistem atau organ yaitu: susunan saraf pusat, pernafasan, kardiovaskuler, hati,
ginjal, pancreas. Kegagalan system / organ tersebut dapat disebabkan oleh trauma/
cedera, infeksi, keracunan, degeneresasi (failure), asfiksia, kehilangan cairan dan
elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss of water and electrolit) dan lain-
lain
BAB II
KETENTUAN UMUM

A. PENGERTIAN
Skrining merupakan pengenalan dini secara pro-aktif untuk mengetahui atau
menemukan adanya masalah atau faktor risiko. Skrining bisa dikatakan sebagai usaha
untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan
menggunakan tes atau pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara
cepat sehingga bisa diputuskan apakah pasien bisa mendapat pelayanan kesehatan atau
tidak di Rumah Sakit Bidadari Binjai.
Skrining pada unit gawat darurat dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual
atau pengamatan, anamnesis, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya. Gawat darurat
adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera dan
apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat Darurat
(IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan
darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan,
sesuai dengan standar.
Tahap awal skrining pasien adalah melakukan triase. Triase merupakan proses yang
mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Tujuan utama
adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa dan memprioritaskan
penanganan pasien.

B. PENGORGANISASIAN
Penangungjawab: Kepala IGD
Anggota:
1. Dokter jaga
2. Perawat igd
3. Petugas resepsionis
4. Petugas laboratorium
5. Petugas radiologi

C. KEBIJAKAN
1. Sekrining dimulai sebelum pasien mendapat pelayanan kesehatan.
2. Dokter jaga melakukan triase pasien dan menentukan kegawatdaruratannya.
3. Pasien gawat darurat ditangani terlebih dahulu dan sidtabilisasi.
4. Informasi sebelum masuk rumah sakit akan digunakan untuk menentukan apakah
pasien diterima atau tidak sebagai pasien di rumah sakit.
5. Sekrining dilakukan dalam satu jam pertama untuk menentukan kebutuhan layanan
kesehatan pasien.
BAB III
PEDOMAN SEKRINING
.
A. Test Skrining
Test dapat dilakukan dengan:
1. Anamese
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu termasuk penyakit sistemik
c. Riwayat penyakit keluarga
d. Riwayat rawat inap sebelumnya
e. Riwayat operasi sebelumnya
f. Riwayat peristiwa anestesi sebelumnya
g. Riwayat alergi obat
h. Riwayat kebiasaan seperti perokok atau minum alkohol
i. Riwayat pekerjaan

2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memperoleh informasi tentang sistem organ tertentu.
Pemeriksaan fisik terfokus harus mencakup komponen-komponen berikut:
a. Tingkat kesadaran dan GCS
b. Status psikologis
c. Skala nyeri
d. Status gizi mencakup berat dan tinggi badan
e. Tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan dan saturasi oksigen
f. Pemeriksaan head to toe secara cermat dan sistematis yaitu kepala, mata, hidung,
mulut, telinga, leher, dada, perut, ekstremitas atas, ekstremitas bawah dan
pemeriksaan anogenital.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan secara cepat untuk menentukan kebutuhan layanan kesehatan pasien, yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
- Darah lengkap
- Urin rutin
- Faal ginjal : ureum, kreatinin
- Faal hepar : SGOT, SGPT, bil
- Analisis gas darah (Agda)
- Enzim jantung : Trop T, Ckmb
b. Pemeriksaan radiologi
- Head CT-Scan tanpa kontras
- Rontgen (x-ray) : Thorak AP/PA/Lat, Abdomen BNO/plain abdomen,
ekstremitas.
c. Pemeriksaan lain
- EKG

B. Skrining pasien gawat darurat

Penderita non trauma atau trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan


yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat
penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini
dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Initial assessment
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-
hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.

I. Persiapan
a. Fase Pra-Rumah Sakit
- Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
- Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum
penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
- Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti
waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat
penderita.
b. Fase Rumah Sakit
- Perencanaan sebelum penderita tiba
- Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat
yang mudah dijangkau
- Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau
- Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-
waktu dibutuhkan.
- Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Terdapat dua jenis triase, yaitu:
a. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.
b. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan
tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal (mass casualties):
a. Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
b. Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
c. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan
dilakukan operasi
d. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi
UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.
e. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah

Berikut adalah waktu yang dibutuhkan untuk menangani masing-masing kelompok,


yaitu:
Berikut adalah alur skema triase untuk mass casualties, yaitu:
Pemberian label kondisi pasien pada di IGD yang bukan kasus masal (multiple
casualties):
1. Prioritas1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa dan memerlukan evaluasi dan intervensi
segera. Pasien dibawa ke ruang resusitasi dengan waktu tunggu 0 (nol) menit. Yang
termasuk kasus emergensi yaitu:
 Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
 Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
 Fraktur terbuka dan fraktur compound
 Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
 Shock tipe apapun, tekanan darah <80 mmhg untuk dewasa
 cardiac arrest
 respiratory arrest
 frekuensi nafas <10x/menit
 distress pernafasan hebat
 penurunan kesadaran dengan GCS <9
 kejang
2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)
Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan
kaki, waktu tunggu 30 menit dan diletakkan di area critical care. Yang termauk kasus
urgentsi yaitu:
 Trauma thorax non asfiksia
 Fraktur tertutup pada tulang panjang atau tauma yang terlokalisir
 Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )
 Cedera pada bagian / jaringan lunak
 nyeri yang sangat hebat
 cedera kepala sedang, somnolem, GCS<13
 akut hemiparese
 demam dengan letargi
 trauma sam dan basa pada mata
 intoksikasi zat
 hipotensi
 perdarahan sedang
 hipoksia dengan saturasi 90-95%
 dehidrasi
3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU(kasus ringan)
Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama,
kondisi yang timbul sudah lama dan diletakkan di area ambulatory / ruang P3. Waktu
tunggu 1 jam. Yang termauk kasus non urgentsi yaitu:
 Minor injuries
 Seluruh kasus-kasus ambulant / rawat jalan
 perdarahan ringan
 aspirasi benda asing tanpa distress pernafasan
 kesulitan menelan tanpa distress pernafasan
 cedera kepala ringan
 nyeri ringan-sedang
 muntah datau diare tanpa dehidrasi
 infamasi mata atau benda asing
 trauma dengan luka lecet atau edem sendi
4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal)
 Tidak ada respon pada semua rangsangan
 Tidak ada respirasi spontan
 Tidak ada bukti aktivitas jantung
 Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
Berikut tanda-tanda kegawat daruratan pada bayi dibawah 6 bulan:

III. Primary Survey

A. Airway dengan kontrol servikal


a. Penilaian

Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
b. Pengelolaan airway

Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid

Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

Pasang airway definitif sesuai indikasi

Fiksasi leher
Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita
multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas
klavikula.
b. Evaluasi
Berikut indikasi airway definitif
Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar(< GCS 8) Apnea
• Paralisis neuromuskuler
• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat


• Takipnea
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang
• Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat,
• Muntah - muntah bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor
Berikut Algoritme Airway
Keperluan Segera Airway Definitif

* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat

ketrampilan/pengalaman B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi

a. Penilaian

Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-
line immobilisasi

Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

Auskultasi thoraks bilateral
b. Pengelolaan

Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)

Ventilasi dengan Bag Valve Mask

Menghilangkan tension pneumothorax

Menutup open pneumothorax

Memasang pulse oxymeter
c. Evaluasi

C. Circulation dengan kontrol perdarahan


a. Penilaian

Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

Mengetahui sumber perdarahan internal

Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.

Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

Periksa tekanan darah
b. Pengelolaan

Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi
pada ahli bedah.

Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).

Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

Cegah hipotermia

C. Evaluasi

D. Disability

Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi

Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

1. Exposure/Environment

Buka pakaian penderita

Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.

IV. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Airway terbuka baik dan tidak ditemukan suara tambahan seperti mengorok. Bila
diperlukan dipasang orofaringeal airway.
c. Ventilasi baik dimana oksigenasi cukup sampai ke perifer. Pantau saturasi dengan
oksimetri, gerakan dinding dada baik dan tidak terdapat tanda sianosi.
d. Resusitasi cairan dengan dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml
pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat.
e. Evaluasi resusitasi cairan
- Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
- Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi
tanda-tanda syok
- Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal,
yaitu:
1. Respon cepat
 Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
 Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
 Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
 Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih
diperlukan
 Berikut gambaran pasien dengan respon cepat:

2. Respon Sementara
 Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
 Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
 Konsultasikan pada ahli bedah
3. Tanpa respon
 Konsultasikan pada ahli bedah
 Perlu tindakan operatif sangat segera
 Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung
atau kontusio miokard
 Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya

Berikut perkiraan kehilangan cairan berdasarkan kondisi klinis pasien:


KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah (mL) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan Darah (%Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%


volume darah)

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun


Tekanan nadi Normal atauMenurun Menurun Menurun
(mm Hg) Naik

Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35

Produksi Urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti


(mL/jam)

CNS/ Status Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung,lesu


Mental bingung (lethargic)

Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid danKristaloiddan


(Hukum 3:1) darah darah

Berikut penilaian awal dan pengelolaan syok:


KONDISI PENILAIAN PENGELOLAAN
(Pemeriksaan Fisik)
Tension  Deviasi Tracheal  Needle decompression
Pneumothorax  Distensi vena leher  Tube thoracostomy
 Hipersonor
 Bising nafas (-)
Massive hemothorax  Deviasi Tracheal  Venous access
 Vena leher kolaps  Perbaikan Volume
 Perkusi : dullness  Konsultasi bedah
 Bising nafas (-)  Tube thoracostomy
Cardiac tamponade  Distensi vena leher  Pericardiocentesis
 Bunyi jantung jauh  Venous access
 Ultrasound  Perbaikan Volume
 Pericardiotomy
 Thoracotomy

Perdarahan Intraabdominal  Distensi abdomen  Venous access


 Uterine lift, bila hamil  Perbaikan Volume
 DPL/ultrasonography  Konsultasi bedah
 Pemeriksaan Vaginal  Jauhkan uterus dari
vena cava
Perdarahan Luar  Kenali sumber perdarahan  Kontrol Perdarahan
 Direct pressure
 Bidai / Splints
 Luka Kulit kepala yang
berdarah : Jahit
V. Tambahan Pada Primary Survey Dan Resusitasi
1. Pasang EKG
 Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi
 Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
2. Pasang kateter uretra
 Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine
 Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH,
jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian
bedah
 Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
 Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita
 Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam
pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
3. Pasang kateter lambung
 Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang
merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
 Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya
aspirasi bila pasien muntah.
4. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
 Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (agda), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
5. Pemeriksaan foto rontsen
 Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-
ray portabel.
 Pemeriksaan foto rontsen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary
survey.
 Pada wanita hamil, foto rontsen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
VI. Secondary Survey
1. Anamnesis (khusus pasien trauma)
Anamnesis yang harus diingat :
S :Syndrome
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yang Identifikasi/
Penilaian Penemuan Klinis Konfirmasi dengan
dinilai Tentukan
Tingkat - Beratnya - Skor GCS - 8, cedera kepala berat - CT Scan
9 -12, cedera kepala
Kesadaran trauma kapitis - sedang - Ulangi tanpa
13-15, cedera kepala
- ringan relaksasi Otot
Pupil - Jenis cedera - Ukuran - "mass effect" - CT Scan
Kepala - Bentuk - Diffuse axional injury
- Luka pada - Reaksi - Perlukaan mata
mata
Kepala - Luka pada kulit - Inspeksi - Luka kulit kepala - CT Scan
Kepala adanya luka - Fraktur impresi
- Fraktur tulang dan fraktur - Fraktur basis
tengkorak - Palpasi
adanya
fraktur
Maksilofasia
l - Luka jaringan - Inspeksi - Fraktur tulang wajah - Foto tulang wajah
lunak Deformitas
- Fraktur - Maloklusi - Cedera jaringan lunak - CT Scan tulang
- Kerusakan - Palpasi : wajah
syaraf krepitus
- Luka dalam
mulut/gigi
Foto
Leher - Cedera pada - Inspeksi - Deformitas faring - servikal
faring - Palpasi - Emfisema subkutan - Angiografi
/
- Fraktur servikal - Auskultasi - Hematoma Doppler
- Kerusakan - Murmur - Esofagoskopi
Laringosko
vaskular - Tembusnya platisma - pi
Nyeri, nyeri tekan C
- Cedera - spine
esofagus
- Gangguan
nerologis
Jejas, deformitas, Foto
Toraks - Perlukaan - Inspeksi - gerakan - toraks
Paradoks
dinding toraks - Palpasi - al - CT Scan
Angiogra
- Emfisema - Auskultasi - Nyeri tekan dada, krepitus - fi
subkutan - Bising nafas berkurang - Bronchoskopi
- Pneumo/ - Bunyi jantung jauh - Tube torakostomi
Krepitasi
hematotorak - mediastinum - Perikardio sintesis
Nyeri punggung
- Cedera - hebat - USG Trans-
bronchus Esofagus
- Kontusio paru
- Kerusakan
aorta torakalis
Abdomen/ - Perlukaan dd. - Inspeksi - Nyeri, nyeri tekan abd. - DPL
pinggang Abdomen - Palpasi - Iritasi peritoneal - FAST
Cedera organ
- Cedera intra-- Auskultasi - viseral - CT Scan
Cedera Laparoto
peritoneal - Tentukan - retroperitoneal - mi
- Cedera arah penetrasi - Foto dengan
retroperitoneal kontras
Angiogra
- fi
Foto
Pelvis - Cedera Genito-- Palpasi - Cedera Genito- rinarius - pelvis
urinarius simfisis pubis (hematuria) - Urogram
Uretrogra
- Fraktur pelvis untuk - Fraktur pelvis - m
Perlukaa
pelebaran - n perineum, rektum, - Sistogram
- Nyeri tekan vagina - IVP
tulang elvis - CT Scan dengan
- Tentukan kontras
instabilitas
(hany
pelvis a
satu kali)
- Inspeksi
perineum
- Pem.
Rektum/vagin
a
Foto
Medula - Trauma kapitis - Pemeriksaan - "mass effect" unilateral - polos
spinalis - Trauma motorik - Tetraparesis - MRI
medulla - Pemeriksaan - Paraparesis
spinalis sensorik - Cedera radiks
syaraf
- Trauma syaraf
perifer
Fraktur atau Foto
Kolumna - Fraktur - Respon - dislokasi - polos
vertebralis - lnstabilitas verbal - CT Scan
kolumna terhadap
Vertebralis nyeri,
- Kerusakan - tanda
syaraf lateralisasi
- Nyeri tekan
- Deformitas
Foto
Ekstremitas - Cedera jaringan - Inspeksi - Jejas, pembengkakan, pucat - ronsen
lunak - Palpasi - Mal-alignment - Doppler
Pengukur
- Fraktur - Nyeri, nyeri tekan, Krepitasi - an
- Kerusakan - Pulsasi hilang/ berkurang tekanan
sendi - Kompartemen kompartemen
Angiogra
- Defisit neuro- - Defisit neurologis - fi
vascular
VII. Tambahan Pada Secondary Survey
- Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan
teliti dan pastikan hemodinamik stabil
- Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan
tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
- Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
- CT scan kepala, abdomen
- USG abdomen, transoesofagus
- Foto ekstremitas
- Foto vertebra tambahan
- Urografi dengan kontras

VIII. Re-Evaluasi Penderita


- Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
- Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
- Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

IX. Transfer Ke Pusat Rujukan Yang Lebih Baik


Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan
SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
Tata cara rujuk pasien sesuai dengan panduan transfer pasien. Beberapa kondisi pasien
perlu dirujuk yaitu:
1. Pasien yang menderita HIV
2. Pasien kesehatan jiwa
3. Pasien TBC multidrug resisten
4. Pasien yang memerlukan ruang isolasi seperti flu burung, burn centre
5. Pasien bedah plastik untuk kecantikan
6. Pasien hemodialisa dengan Hepatitis B
7. Pasien yang membutuhkan tindakan transplantasi organ.
8. Pasien neonates yang membutuhkan pelayanan NICU
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Formulir Rujukan
(Data yang dianjurkan untuk dibawa)
A. Data penderita F. Pemeriksaan diagnostik
1. Nama 1. Data lab.: terlampir
2. Alamat 2. Foto ronsen : terlampir
3. Kota 3. EKG: terlampir
4. Umur Sex 4. Contoh darah, cairan LCS
Beratbadan 5. terlampir
5. Nama keluarga terdekat
6. Alamat G. Terapi yang diberikan
7. Kota 1. Medikasi yang telah diberikan,
8. No. telpon 2. jumlah, waktu
3. Cairan yang diberikan: jenis,
B. Waktu 4. jumlah
1. Tanggal : 5. Lain-lain
2. Tanggal cedera
3. Waktu masuk UGD H. Keadaan penderita saat
4. Waktu masuk kamar operasi Dirujuk
5. Waktu saat dirujuk

C.Riwayat SAMPLE :
I. Pengelolaan selama transport

J. Data rumah sakit yang


D. Keadaan saat datang merujuk
1. Nadi 1. Nama dokter
2. Tekanan darah 2. Rumah Sakit
3. Laju Pernafasan 3. No. Telpon
4. Suhu
K. Data rumah sakit penerima
E. Diagnosis rujukan
1. Nama dokter
2. Rumah Sakit
3. No. Telpon
B. Pencatatan Dan Pelaporan
Semua hasil pemeriksaan baik anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
triase dan primary survey serta secondary survey hingga rujukan dicatat dalam Rekam
Medis oleh dokter, perawat dan pendamping perujuk.

C. Monitoring Dan Evaluasi


Audit dilaksanakan terhadap 10 orang pasien yang datang, dilakukan triase dan skrining
kebutuhan layanan yang masuk melalui IGD setiap bulannya. Audit dilakukan oleh
kepala IGD dan dilaporkan kepada direktur medis dan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai