PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial.Infeksi nosokomial
masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi pengukuran
tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister dan
Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik. Tantangan dalam
pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering disebut disiplin epidemiologi
rumah sakit.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar,
khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain
serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang, kebjiakan
penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi sterilisasi perlu
dipatuhi dengan ketat. Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan
pergeseran resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang
sistematik dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Komite Pengendalian Infeksi
dan profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data, pendidikan,
konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi yang terpadu. Keberhasilan program
pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh efektivitas proses komunikasi untuk
menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh karyawan
rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat maupun berobat
jalan serta para pengunjung RSU Bidadari Binjai.
Upaya pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit umum restu ibu bersifat
multidisiplin, hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk mematuhi
prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain.
2. Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang rendah
supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.
3. Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kejadian infeksi supaya lebih bijaksana
4. Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang dimungkinkan
bila luas ruangan tidak cukup memadai.
1
5. Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian
pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan RSU Bidadari Binjai melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen/unit dengan meliputi kualitas
pelayanan,management resiko, clinical governace, serta kesehatan dan keselamatan kerja .
2. Tujuan Khusus
3. Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam
1. Sebagai pedoman pelayanan bagi staf RSU Bidadari Binjai dalam melaksanakan
tugas, wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
2. Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lain
secara efektif dan efisien.
3. Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPI
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi:
Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
Pelayanan PPI
Penggunaan APD
Pelayanan CSSD
Pelayanan Linen
Pelayanan Kesehatan karyawan
Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf, pengunjung dan pasien
Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan RSU
Bidadari Binjai
Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
Pelayanan manajement resiko PPI.
D. Batasan operasional
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb :
I. Konsep dasar penyakit
1. Konsep dasar penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia, ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari (Community acquaired
infection)atau berasal dari( Hospital Acquired infektion). Karena seringkali tidak bisa secara
2
pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured infeksi)
diganti (HAIs) yaitu healthcare-assosiated infections dengan arti lebih luas tidak hanya
terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga tidak terbatas pada
pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat saat melakukan tindakan
medis atau perawatan.
a. Batasan Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen ,dimana organisme
tersebut hidup,tumbuh dan berkembang biak,namun tanpa disertai adanya respon imun
atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan suspectibel pasien
dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman patogen tanpa mengalami
rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lain (sebagai carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme dimana
terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala Klinik.
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang
disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain
secara langsung maupun tidak langsung
e. Inflamasi
f. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya dolor, kalor,
rubor, tumor dan fungsiolesa.
f. SIRS (Sistem Inflamtory Respo Syndroma).
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang
merupakan respon tubuh (imflamasi) yang bersefat sitemik.kriteria SIRS bila ditemukan 2
atau lebih keadaan berikut: (1) hipertermi atau hipotermia,(2) takikardia sesuai usia,
(3) takipneu sesuai usia, (4) leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit
jumlah sel muda (batang) lebih dari 10 %. SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non
infeksi seperti luka bakar, pankreatitis, atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan
oleh infeksi disebut sepsis. Rantai penularan.
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan,apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka
infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia, dapat berupa bakteri, virus, riketsia, jamur, dan parasit. ada 3 faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: virulensi, patogenesis, jumlah dosis obat.
3
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat manusia sehat permukaan kulit,
selaput lendir saluran napas, pencernaan dan vagina meripakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar meliputi saluran napas, pencernaan, saluran kemih dan
kelamin,kulit,membran mukosa,trasplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya.
d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi (1) kontak; langsung
Vehicle; makan, minuman, darah, (5) vektor biasanya binatang pengerat dan serangga.
e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuhpejamu (yang
supectibel) dapat melalui saluran pernapsan, pencernaan, perkemihan atau luka.
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi, faktor yang mempengaruhi umur, usia, status
gisi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier (kateter, implantasi), dilakukan
tindakan operasi.
5
Diare yang berkelanjutan
Penurunan kelenjar limfe leher dan atau ketiak
Batuk terus-menerus
1. Flu burung
Dibagi menjadi 4:
a. Seseorang dalam penyelidikan
b. Kasus suspek
c. Kasus probabel
d. Kasus konfirmasi
e. Seseorang dalam penyelidikan
1. Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
kemungkinan terinfeksi H5N1, mis orang sehat namun kontak erat dengan kasus atau
penduduk sehat namun tinggal didaerah flu burung, adapun gejala yang ditimbulkan:
Batuk
Sakit tenggorokan
Pilek
Sesak nafas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita
(suspek, probabelatau konfirm) seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam
jarak 1 meter.
2. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti memasak, menyembelih atau
membersihkan bulu).
3. Dalam 7 (suspek, probabelatau konfirm) seperti membersihkan kotoran, bahan atau
produk lain.
4. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) mengkonsumsi produk unggas mentah atau
yang tidak dimasak dengan sempurna.
5. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) memegang atau menangani sampel
hewan atau manusia yang dicurigai mengandung H5N1.
6. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita(suspek, probabelatau konfirm) atau binatang selain unggas yang terinfeksi
(babi atau kucing.)
7. Ditemukan leukopeni.
8. Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa subtipe.
9. Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto.
6
Infeksi selaput mata
Diare atau gangguan pencernaan.
Fatigue
Pencegahan :
1. Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau burung terinfeksi.
2. Menghindari peternakan unggas.
3. Hati hati ketika menangani unggas.
4. Memasak ddengan suhu 60˚C selama 30 menit, atau 80˚C selama 1menit)
5. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan:
6. Setelah memgang unggas.
7. Setelah memegang daging unggas.
8. Setelah memasak.
Sebelum memasak
Pengobatan:
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala dan komplikasi
yang terinfeksi.
Macam obat :
1. Amantadine.
2. Rimatadine
7
3. Oseltamivir (tamiflu)
4. Zanavir (relenza)
3.TUBERKULOSIS (TBC)
Penyebab
TBC disebabkan oleh kuman/basil tahan asam (BTA) yakni micobactpi derium tuberkulosis.
Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa
hari ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis micobakterium lain juga dapat
menyebabkan penyakit pada manusia (matipik). Hampir semua organ tubuh dapat terserang
bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal, tulang dan paling sering paru.
Epidemiologi
Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India dan Cina,
diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten. Di indonesia diperkirakan terdapat 583
000 kasus baru dengan 140 000 kematian setiap tahun. Faktor resiko TB; HIV, DM, Gisi kurang,
kebiasaan merokok.
Cara penularan
Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.
Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes tuberculosis positif
memerlukan waktu antara 2 -10 minggu Resiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmuner
progresif infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua.Infeksi laten bisa terjadi
seumur hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.
Masa penularan
Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA, penularan
berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama min 2 minggu, sebaliknya
pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan persisten AFB positif dapat menjadi
sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil
yangdikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk/bersin,dan tindakan medis
beresiko tinggi seperti intubasi dan bronkoskopi
Gejala klinis :
Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu/lebih
Batuk berdahak
Sesak nafas
Nyeri dada
Sering deman
8
Nafsu makan menurun
Penurunan berat badan
BTA (+)
Pengobatan:
Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan metoda DOTS
(directly observed treatment shourtcore) diawasi poleh pengawas minum obat. Untuk
pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap hari
selama 2 bulan berturut terdiri Rifampicine, INH, Pyrazinamid, dan Etambutol diikuti INH
dan Rifampicine 3 kali seminggu selama 4 bulan.
Pencegahan
Penemuan dan pengobatan TB
Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum
Penemuan dan pengobatan TB
Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum yerinfeksi
Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.
9
Tanda dan gejala :
1. Infeksi luka
2. Bisul
3. Folikel rambut yang terinfeksi
4. Impetigo
5. Kulit yang sakit seperti digigit serangga
Diagnose :
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur untuk S
aureus. Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri tersebut kemudian
terkena antibiatik yang berbeda termasuk Meticilin dan S aureus tumbuh dengan baik di
Meticilindalam kultur yang disebut MRSA. Prosedur ayng sama juga dilakukan untuk
menentukan apakah seseorang merupakan pembawa MRSA (Screning untuk carrier) tetapi
sample kulit atauselaput lender hanya diswab tidak dibiopsi.
Pengobatan MRSA :
Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti menyebar
infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA yang tahan terhadap
antibiotic banyak akan sulit untuk mengobati namun beberapa antibiotic berhasil mengendalikan
infeksi tapi jarang.
Tindakan pencegahan:
1. Kebersihan tangansesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda.
2. Bila batuk terapkan etika batuk
3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup kain kasa,
ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.
4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan urine
5. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA.
6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya.
7. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengansabun dan clorin 0,5%
10
2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda- tanda infeksi
sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu diteliti masa inkubasi dari
infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari
mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi
infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit. Ada 2
keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:
1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah dan jenis kuman
penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling sederhana
seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang
dapat menularkan kuman pathogen.
6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.
2. Peralatan .
NGT
ET
Suktion kateter
Peralatan bronchospi
- Peralatan pernapasan
3. Manusia.
Haemofilus influenza.
Stapilococus Aereus
Stapilococcus pnemonia.
MDR stains.
Faktor-faktor resiko :
1. Kondisi pasien sendiri.
Usia > 70 tahun.
Pembedahan (thorakotomi,abdomen)
penyakit kronis.
Penyakit jantung kongestif.
Penyakit paru obstruksi kronis.
Perokok.
koma.
CVD.
2. Faktor pengobatan .
Sedasi
Anestesi umum
intubasi tracea
Pemakaian ventilator mekanik yang lama
Penggunaan antibiotika
penggunaan imunosupresif dan citostatika
13
Prinsip dasar pencegahan :
Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru melakukan tindakan operasi.
Tinggikan posisi kepala 30˚- 45˚
Bila tidak diperlukan hindari pembersihan jalan napas menggunakan suction kateter.
Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2 % setiap ganti shif. Ajarkan latihan batuk
efektif dan napas dalam sebelum dan sesudah operasi.
Lakukan perkusi dan postural drainage untuk merangsang batuk dan mengeluarkan lendir .
Mobilisasi dini setelah operasi
2. Peralatan ventilator
Bersihkan permukaan alat secara rutine dengan menggunakan detergent netral.
Penggunaan close suction diganti setiap 7 hari atau jika kotor.
Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial filter diganti 7 hari sekali atau jika kotor.
Termovent hepafilter diganti setiap hari.
Populasi beresiko HAP
1. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit.
2. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan.
3. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan
Infeksi rate HAP =
Numerator x 1000=.....%
Denominator
S kasus HAP perbulan x 1000=.......%
S Hari rawat tirah baring perbulan.
Populasi beresiko VAP :
1. Terfokus spesifik diruang ICU, NICU, PICU.
2. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik.
3. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang ventilasi mekanik perbulan.
4. Denominator adalah jumlah hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan
nfeksi rate VAP =
Numerator x 1000= .....%
Denominator
S kasus VAP perbulan x 1000 =........%
S Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.
14
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan bukti
hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan penyebab
lainnya :
Demam (>38° C) ,nyeri,eritema,atau panas pada vaskular yang terlihat.
Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikriba.
Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
d) Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
e) Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa ditemukan
penyebab lain :
Demam (>38°C rektal), hipotermia (<37°C), apneu, bradikardia, letargia,atau nyeri, atau
panan pada vaskular yang terlibat dan
Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskulartumbuh >15 koloni mikroba
Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif
Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan (lembab atau kotor)
Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika tidak
diperlukan lagi.
Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme :
* Dua dari gejala :
- Demam 38˚C
- Disuria
- Nikuria
16
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
* Dan salah satu tanda :
- Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
- Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.
- Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.
- Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah > 100.000
Kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.
- Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml
dan
Pasien diberi antibiotic yang sesuai.
- Diagnosis oleh dokter.
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman.
* tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil biakan
>100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan tak ada gejala :
- Demam 38˚C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
17
Dua dari gejala :
Demam 38˚C
Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.
•Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
• Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala :
- Demam 380C
- Hipotermia
- Apneu
- Bradikardi
- Disuria
- Letargi
- Muntah
• Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.
CATATAN:
- Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam,
- Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal.
2). Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala/tanda berikut tanpa penyebab lain:
- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100x/mnt
Dan Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
3) Untuk Neonatus
19
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara enam
gejala berikut :
- Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 370C) hipertermi ( 38˚C)dan
sklerema.
- Sistem kardiovaskuler antara lain :
Tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer buruk.
Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.
Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan.
2. Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
1). Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi
ditempat lain.
2). Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
- Demam > 380C.
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri
Dan Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut-turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat (organ/jaringan) lain.
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravascular (
kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan sepsis.
Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejalaberikut :
- Demam > 38˚C
- Hipotermi < 37˚C
- Apnea
- Bradikardi < 100/mnt
20
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut-turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat (organ /jaringan lain)
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravaskuler
(kateter intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi
CATATAN
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :
1. Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
2. Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman.
3. Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infuse
Kategori operasi :
1) Operasi bersih,adalah operasi dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra bedah
tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, gastroinestinal,
orofaring, urinarius, atau traktus biliaris atau operasi terencana dengan penutupan kulit
primer atau tanpa pemakaian drain tertutup.
Kebijakan
a. Kriteria ILO superfisial :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.
- Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)
- Terjadi hal 2 sebagai berikut
Drainase bahan purulen dari insisi superficia
Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara aseptic
dari tempat insisi superficial.
Sekurang kurangnya terdapat :
Satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir,
kemerahan,atau hangat pada perabaan.
Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan positif atau tidak
dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria ini.
Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani pasien tersebut.
21
b. Faktor Risiko ILO
- Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier MRSA, lama
rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
- Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik profilaksis, lama
operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah, mandi sebelum infeksi luka
operasi.
c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.
Kategori resiko:
1. Jenis luka
Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1
Keterangan :
- Luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi,tidak membuka saluran pernapasan dan
genitourinari.
- Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitourinari
- Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka
- Kotor dan infeksi: trauma terbuka, kontaminasi fecal
2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit.
Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya
Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor 0
Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1
Pencegahan ILO :
1. Pra bedah..
a. Persiapan pasien sebelum operasi.
Jika ditemukan tanda -tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari operasielektif dan jika
perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.
Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat
rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran dilakukan 1 jam sebelum
operasi dengan menggunakan alat cukur elektric.
Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula darah yang terlalu
rendah sebelum operasi.
Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif operasi.
22
Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min 1 jam
sebelum operasi.
2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah
Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasiuntuk mencegah ILO.
Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan bedah.
Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.
b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan.
Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10 menit
kemudian bersihkan cairan tadi
Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.
Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.
c. Sterilisasi instrumen bedah.
Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk
Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera seperti
instrumen jatuh saat operasi.
d. Pakaian bedah /drapes .
Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah saat operasi
berjalan .
23
Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.
Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO Ganti gaun bila tampak kotor dan
terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
e. Teknik aseptik dan bedah.
Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal /
epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.
Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.
Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang efektif,minimalkan
jaringanyang mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi operasi.
Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd lokasi tubuh
yang terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin bila sudah tidahk dibutuhkan.
3. Paska Bedah;
Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan penggantian
verban.
Lakukan mobilisasi sedini mungkin.
Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan bergizi
Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan bergizi
24
terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit
terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.
Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok eras. Flora tetap,
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku
jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat
menyebabkan infeksi seperti: s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora
sementara, yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan
sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme
inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004).
Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris secara mekanis dari kulit
kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient dengan menggunakan
bahan tertentu.
26
Termasuk Alat pelindung Diri adalah sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (perisai
muka, kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker, gaun dan
tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, bagaimanapun, terbuat dari kain
yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh)
menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini, bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena
mahal. Di banyak negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan
yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun
enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena cairan dapat menembusnya dengan mudah,
yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu
rapat untuk ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan
kontaminasi dapat terlihat.
Macam APD :
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kaca mata
4. Topi
5. Apron/celemek
6. Pelindung kaki
7. Gaun pelindung
8. Helm
1. Sarung tangan.
Tujuan memakai sarung tangan :
Melindungi tangan dari kontak dengan darah,cairan tubuh, secret, eksekreta, mukosa, kulit
yang utuh dan benda-benda yang terkontaminasi.
27
c) Sarung tangan rumah tangga
Digunakan di linen, gizi, IPAL
Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus (piring yg
licin, mencuci linen yang tebal, dll)
2. Pelindung wajah
Tujuan : melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata .
Jenis alat :
- Masker
- Kaca mata.
- Face sheild
3. Masker
Jenis masker:
a. Masker bedah
Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli bedah, VK
Di ganti bila basah atau selesai pembedahan
Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka
Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja ,bicara, batuk atau
bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke
dalam hidung atau mulut.
b. Masker khusus
Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang mendapatkan
imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit batuk.
28
Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi Karena saat ini rumah sakit
belum memiliki masker N95 maka untuk penggunakan diruang isolasi TBC menggunakan
masker bedah rangkap 2.
c. Masker biasa
Digunakan dalam keiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau (saat pengelolaan
sampah, kamar mandi, ipal dll)
Digunakan saat menderita batuk pilek..
Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau (personal higiene, Membantu
BAB, BAK, perawatan luka)
4. Gogless (kacamata)
Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata pengaman,
pelindung muka dan visor.
Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi, mengosongkan drinage.
5. Apron (Clemek)
Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi cipratan atau
kontak dengan cairan tubuh pasien.
Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen, dapur, IPAL,
Laboratorium, VK.
Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien (instrumen, urinal, pispot,
bengkok, dll).
6. Gaun
Tujuan :
- Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh
lainnya yang dapat mencemari baju.
Jenis Gaun :
- Gaun pelindung tidak kedap air.
- Gaun pelindung kedap air.
- Gaun steril.
- Gaun non steril.
29
-Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran/kontaminasi pada pakaian
petugas seperti ;
Seperti membersihkan luka bakar.
Tindakan drainage.
Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau Toilet
7. Pelindung kaki
Tujuan :
- Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan nalkes.
- Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan
Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan untuk
melindungi kaki dari:
a. Cairan atau bahan kimia yang berbahaya
b. Bahan atau peralatan yang tajam.
9. Helm
Terbuat dari plastik
Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan dengan
bangunan.
IV. Sterilisasi
Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial Adalah Penguapan
bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat dengan menggunakan oven
adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan untuk proses sterilisasi. Sterilisasi
uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan efektif, tetapi juga paling sulit
30
untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum 2001). Pada umumnya sterilisasi ini
adalah metode pilihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat
disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak
tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.
Panas kering:
170ºC selama 1 jam (total cycletime-meletakkan instrumen- instrumen di oven, pemanasan
hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5 jam), atau
160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).
Ingat:
Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target
Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih pendek, hanya
butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-alat individual.
32
mengangkutnya ke tempat peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika memilihnya
dibuka untuk digunakan.
Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau membahayakan efisiensi
barier bakterial atas materi yang sedang dipak adalah:
Bakteri di udara
Debu
Kelembaban
Berlubang, pecah, atau terkoyak segelnya
Terbukanya pak tersebut
Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut untuk
memastikannya tidak terkontaminasi
V. Dekontaminasi
33
Merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah
tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda lain
yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus direndam di
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV, HCV,
dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang Membersihkan alat tersebut (AORN 1990;
ASHCSP 1986).
Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi oleh
kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström (1981) menemukan
kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan dari 100
mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi. Berdasarkan
penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan,
didekontaminasi terlebih dulu untuk meminimalkan risiko infeksi.
Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal sebagai
berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance isolasi (BSI)
menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb :
34
Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi
menularkan infeksi.
Kebersihan tangan-prosedur yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi silang
(orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).
Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, selaput
lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor dan
sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.
Identifikasi Resiko
35
Analisa Resiko
Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,analisa dilakukan
dengan cara menilai :
1. seberapa sering peluang resiko muncul,
2. berat ringannya dampak yang ditimbulkan
Evaluasi Resiko
Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk
menentukan apakah resiko dan/besarnya dapat diterima atau ditolelir.Sedangkan kriteria resiko
adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnyaresiko dievaluasi. Dengan evaluasi resiko ini
setiap resiko dilelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai denga resiko,dengan demikian
tidak ada resiko yang terlewat.
Penanganan Resiko
Adalah proses memodifikasi Resiko :
1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas
yang menimbulkan resiko.
2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik, baik)
3. Mengubah kemungkinan.
4. Menghilangkan sumber infeksi
5. mengubah konsekuensi
6. berbagi resiko dengan pihak lain
7. mempertahankan resiko dengan informasi pilihan
Tujuan
Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu
pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host
lebih sulit dikontrol makapemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat
diperlukan.
1. Airborne Precaution
a. Penempatan pasien
36
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:
Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.
Pertukaran udara 6-12 kali/jam.
Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum
udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain
dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.
Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.
b. Respiratory Protection
c. Patient Transpor
Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting
saja.
Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien.
2. Droplet Precaution
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri
Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart Bila hal ini
tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya
b. Masker
Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft
Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan
c. Pemindahan pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang
perlu
Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai
masker.
3. Contact Precaution
37
a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri
Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
c. Gaun
Pakai gaun bersih/non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian
akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam
kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka
terbuka
Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan
lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan
lain.
d. Transportasi pasien
Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang
penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa
tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi
mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan.
38
Recommendation Isolation Precaution
“administrative Controls”
1. Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan
pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam
menjalankanya. Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)
2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan danadanya perbaikan langsung
39
Mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan masyarakat
sekitar,
Mengurangi risiko kecelakaan, dan
Mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf
Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor
administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air.
Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain,
tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang
ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain sabun dan
air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan ruang
perawatan intensif.
40
2. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau sekali pakai
saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI (ICN) RSPB untuk memungkinkan
pengembangan protokol langkah demi langkah untuk proses ulang.
3. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk menangani
alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR sesuai dengan
kondisi.
Pengelolaan linen
Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan, membawa,
dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci, mengeringkan, melipat, atau
membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memroses linen secara aman
dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah
utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan memilih
linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan
rumah tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk pecahan
gelas. Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai sarung
tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet.
Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat
mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS dengan
cara :
41
1.Pengertian
Cara melakukan perubahan bentuk, penambahan ruangan pada lokasi tertentu yang meliputi
design interior, eksterior, civil dan medical.
Definisi dari kegiatan konstruksi :
Tipe kegiatan renovasi ada 4 type:
a.Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum. Termasuk namun tidak terbatas pada:
penghapusan ubin langit langit untuk inspeksi visual (terbatas pada1 genteng per5m2), lukisan
(tetapi tidak pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trimlistrik; pipa kecil; setiap
kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding atau akses ke
langit-langitselain untuk inspeksi visual.
b.Tipe b skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit. Termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan komputer, akses keruang chase,
memotong dinding atau langit-langit di manamigrasi debu dapat dikendalikan.
c. Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat tinggi.Termasuk, tetapi
ketersediaan komponen bangunan built-inatau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan
atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai/wallpaper, ubindancase work langit
langit, konstruksi dinding baru, duct work kecil atau pekerjaan listrik diatas langit-langit,
kegiatan pemasangan kabel utama.
d. Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi Termasuk, tetap tidak terbatas pada,
penghancuran berat, penghapusan sistem plafon yang lengkap,dan konstruksi baru.
2. Tujuan.
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan renovasi
bangunan dan mengurangi resiko infeksi di fasilitas lama selama demolisi atau pembongaran,
pembangunan dan renovasi rumah sakit menetapkan kriteria resiko untuk menilai dampak
renovasi atau pembanganan (konstruksi) baru.
10. Kebijakan
Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan
Pedoman kontrol infeksi
XII Antibiogram
Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap antibiotika
yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit
42
XIV. Upaya pencehan dan kesehatan karyawan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja, juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain. Saat menjadi
karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah terinfeksi apa
saja dan status, imunisasi yang dianjurkan hepatitis B, bila memungkinkan haemophilus
influenza, campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test. Alur pasca pajanan.
Pedoman ini merupakan strategi preventifterhadap infeksi yanf didapatkan dari rumah
sakit, meliputi :
1. Monitoring dan suppprt kesehatan petugas
2. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS
3. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan
4. Menyediakan antivirus profilaksis
5. surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia
ke manuasia.
6. terapi dan follow up
7. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena
infeksi.
8. upayakan support psikososial.
Tujuan:
1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit
2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
3. Mencegah KLB
43
c. Evaluasi
1. dilakukan sebelum dan sesudah pajanan
2. Status imunisasi
3. Riwayat kesehtan yang lalu
4. Terapi saat ini
5. Pemeriksaan fisik
6. Pemerisaan lab dan radiologi
7. Edukasi :
SPO PPI
Kewaspdaan isolasi
Kewaspadaan transmisi
8. Pelaporan yang meliputi :
Informasi resiko ekspos.
Alur mangemen dan tindak lanjut
Penyimpanan data
E. Landasan Hukum
1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart minimal
pelayana Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit.
4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.
6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang standart pelayanan Rumah sakit.
44
7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata
kerja Departemen Kesehatan
BAB II
STANDART KETENAGAAN
A. Kualifikasi Ketenagaan
Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan
45
NO NAMA KUALIFIKASI JABATAN
1. dr. Gisheila Julinda Tami Dokter Umum Ketua PPI/IPCO
2. Asmiati, Amd.Keb D3 Kebidanan Sekretaris Tim
PPI/IPCO
3. Edy Pratama, S. Kep S1 Keperawatan Anggota PPI
4. Wahyudi, Amk D3 Kepewatan (OK) Anggota PPI
5. Medianta, Amd.Keb D3 Kebidanan Anggota PPI
6. Dwi Nanda Pratiwi, Apt, S.Far Sarjana Farmasi Anggota PPI
7. Rizki Mustikasari, Amd. Ankes D3 Analis Kesehatan Anggota PPI
8. Wahyudi Kepala CS Anggota PPI
9. Nelly Aritonang, Amd.Keb D3 Kebidanan (KR) Anggota PPI
10. Putra Kepala Laundry Anggota PPI
46
Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
Menentukan kebijakan PPI
Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS
Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
Mengesahkan SPO PPI
47
Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
Melaksanakan pelatihan PPIRS
Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .
Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi PPI
Audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah, laundry, Gizidengan menggunakan daftar
tilik.
Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.
Membuat laboran surveilens.
Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
penggunaannya.
Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.
Menerima laporan dari TIM PPIdan membuat laporan kepada direktur.
Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan
tindakan yang menyimpang dari SPO.
Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
Membuat SPO PPI
Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
4. IPCLN
1. Kriteria IPCLN :
- Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
- Memiliki komitmen di bidang PPI
- Memiliki kemampuan leadership
2. Tugas IPCLN :
Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang perawatan
kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.
Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
48
Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan
tindakan yang menyimpang dari SPO.
Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB (HAIs).
Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit.
B. Distribusi Tenaga
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara
komprehensif dari setiap unit pelayanan di rumah sakit ;
QMR,IGD,Poli rawat jalan,Unit Rawat inap, Sekretariat, akuntansi, IPSRS, Gizi,
linen, farmasi, SMF,l aboratorium, Iko,
ICU, House keeping (CS).
49
BAB III
STANDAR FASILITAS
3. Fasilitas pelayanan
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan, petugas
laboratorium dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-
tindakan keamanan biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa
fasilitas tersebut telah ditetapkan .
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak, pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya:
Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan
psikologi
Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut
(rumah sakit /kamar jenazah)
50
5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan
dipatuhi (cmplience kebersihan tangan).
6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit
menular,dengan menyediakan lokasi diluar ugd,sebagai tempat pemeriksaan
awal ,identifikasi sebagai pengobatan darirat,pasien yang perlu dirujuk untuk
penatalaksaanselanjutnya.
51
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor
- Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
Petugas ruangan mengantarkan linen kotor ke tong yang telah disediakan disetiap lantai
Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis pada buku
penyerahan linen kotor
Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan deterjen
selama 10 menit
Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
Swab linen bersih.
57
BAB V
LOGISTIK
58
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Limbah medis/klinis
Limbah domestik/sampah non medis
Limbah infeksius
2. Limbah cair
3. Limbah gas
H. Pendidikan dan pelatihan PPI
1. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
- Pelatihan penanggulangan bencana.
- Simulasi penanggulangan bencana
- Pelatihan penggunaan APD
- Pelatihan surveilens
- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
- Pelatihan bagi regu pemadam
- Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
2. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi lain
bagi personil K3.
60
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
- Pemasangan gambar etika batuk
Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeksi
- Kohort droplet infeksi
- Kohort air borne infeksi
- Kohort imunosupresif
Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.
61
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
62
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut
kepada pasien yang dirawat .
Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing
unit pelayanan.
Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.
63
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
64
- Tingkat risiko tinggi dan ekstrim: Root Cause Analysis (RCA) yang dikoordinasi
oleh komite keselamatan pasien.
a. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah
(ekstrim) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian
tersebut kepada direksi RSU Bidadari Binjai. Bila insiden keselamatan pasien
yang terjadi mempunyai tingkat risiko kuning (tinggi) maka komite
keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada direktur RSU
Bidadari Binjai. PT Bidadari Medical Nusantara.
b. Komite keselamatan pasien RSU Bidadari Binjai melakukan rekapitulasi
laporan insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada
direktur RSU Bidadari Binjai.
65
d. Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim
diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuh kantindakan segera
yang melibatkan direktur.
e. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang
benar, maka perlu dibentuk time lakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM lain
yang terkait dengan jenis insiden keselamatan pasien yangterjadi.
f. Dalam melakukan RCA langkah-langkah yang diamb ladalah membentuk tim RCA
observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan
asesmen dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan akar masalah.
g. Hasil temuan dari RCA ditindak lanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang
sama tidak terulang kembali.
2) Unit CSSD :
a. Indikator bouwie dict tes, kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan hasilnya baik
b. Maintence autoclave
c. Kalibrasi Autoclave external baik
d. Indikator mekanik, kimia, biologi
3) Upaya kesehatan :
Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan petugas.
Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap ruangan ,wastafel dan
ruangan publik.
Edukasi PPI pada calon karyawan
66
Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem informasi rumah
sakit
Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala
Tersediannya APD yang diperlukan
Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat senior
Penyehatan lingkungan
Ruangan dan lingkungan yang bersih
Sampah dibuang sesuai jenisnya
Terlaksananya formularium antibiotikan
g. Indikator mutu lingkungan
Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan perundangan yang
berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)
Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.
Ketersediaan pengolahan limbah infeksius
Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkunga Penurunan Angka
Kuman di area pelayanan khusus.
67
BAB IX
PENUTUP
Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di RSU Bidadari Binjai.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi
adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf, pasien dan pengunjung Rumah sakit, sehingga
dapat merubah perilaku yang sehat, penyaiapan sarana dan prasarana PPI. Upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga memerlukan
dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RSU Bidadari
Binjai, lebih baik mencegah dari pada mengobati.
68
DAFTAR ISI
69