Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUADAYA

KONSEP KEMATIAN,KEHILANGAN DAN BERDUKA

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1.Agnes Yolanda(2114201108)

2. Anggia Flosty Amarha (2114201110)

3. Diva Bunga (2114201120)

4.Holydea Gina Triana Zebua (2114201127 )

5. Laras Sartika (2114201130)

6. Rada Sukma Putri (2114201140)

7. Riyat Dadtul Jannah (2114201148 )

8. Tita Nuraziza (2114201156)

9. Svaviti Cristi Telaumbanua (2114201155)

10. Melta Sari Kumanichi (2114201132)

DOSEN PENGAMPU: NS. WENI MAILITA,M.KEP

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan Rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam ” “KONSEP KEMATIAN,KEHILANGAN DAN BERDUKA””

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen NS.
WENI MAILITA,M.KEP. pada mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan.Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca sehingga
penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, 08 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 3
LATAR BELAKANG......................................................................................................... 3
RUMUSAN MASALAH.................................................................................................... 3
TUJUAN.............................................................................................................................. 3
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................... 4
1. KONSEP KEMATIAN .................................................................................................. 4
2. KONSEP KEHILANGAN.............................................................................................. 7
3. KONSEP BERDUKA..................................................................................................... 11
BAB 3 PENUTUP............................................................................................................... 16
KESIMPULAN................................................................................................................... 16
SARAN................................................................................................................................ 16
DAFTAR PISTKA ............................................................................................................. 17
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu keadaan yang
sebelumnya ada,kemudian menjadi tidak ada .baik terjadi sebagian atau keseluruhanya ( lambert
dan lambert,1985.h.35) kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya.sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun berbeda dalam berbentuk.

Duka cita dilihat sebagai susatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah – ubah duka cita
berbanding lurus dengan emosi.pikiran maupun perilaku dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya.sejak lahir individu sudah mengalami kehilanga dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian kematian dan dampaknya?

2. Apa pengertian kehilangan dan dampaknya?

3. Apa pengertian berduka dan dampaknya?

C.TUJUAN

1. Agar pembaca dapat memahami arti kematian dan dampaknya

2. Agar pembaca dapat memahami arti kehilangan dan dampaknya

3. Agar pembaca dapat memahami arti berduka dan dampaknya


BAB 1I

PEMBAHASAN

1. KONSEP KEMATIAN

A. Definisi Kematian

Kematian merupakan fakta biologis, akan tetapi kematian juga memiliki dimensi sosial dan
psikologis. Secara biologis kematian merupakan berhentinya proses aktivitas dalam tubuh
biologis seorang individu yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, berhentinya detak
jantung, berhentinya tekanan aliran darah dan berhentinya proses pernafasan.

Dimensi sosial dari kematian berkaitan dengan perilaku dan perawatan sebelum kematian,
tempat letak di mana proses sebelum dan sesudah bagi kematian si mati. Penawaran dan proses
untuk memperlambat atau mempercepat kematian, tata aturan di seputar kematian, upacara ritual
dan adat istiadat setelah kematian serta pengalihan kekayaan dan pengalihan peran sosial yang
pernah menjadi tanggung jawab si mati (Hartini, 2007).

Ismail (2009) mengatakan bahwa secara medis kematian dapat dideteksi yaitu ditandai
dengan berhentinya detak jantung seseorang. Namun pengetahuan tentang kematian sampai abad
moderen ini masih sangat terbatas. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan dia akan mati. Karena
itu tidak sedikit pula yang merasa gelisah dan stress akibat sesuatu hal yang misterius ini.
Dimensi psikologis dari kematian menekankan pada dinamika psikologi individu yang akan mati
maupun orang- orang di sekitar si mati baik sebelum dan sesudah kematian (Hartini,2007).

Sihab (2008) mengatakan bahwa kematian pemutusan segala kelezatan duniawi, dia adalah
pemisah antara manusia dan pengaruh kenyamanan hidup orangorang yang lalai. Hal ini sejalan
dengan firman Allah dalam Al- Qur’an “Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan
kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kokoh” (Annisa:4:78). Maut juga
disebut sebagai pengancam hidup bagi manusia, sehingga kebanyakan dari individu takut akan
kematian itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematian terjadi ketika berhentinya
proses aktivitas dalam tubuh biologis seorang individu yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak, berhentinya detak jantung, berhentinya tekanan aliran darah dan berhentinya proses
pernafasan serta terhentinya hubungan manusia dengan alam dunia.
B. Perspektif Mengenai Kematian
a. Kematian dalam Persfektif Agama Islam

Menurut persfektif Islam kematian dianggap sebagai peralihan kehidupan, dari dunia
menuju kehidupan di alam lain. Kematian didefinisikan sebagai kehilangan permanen dari fungsi
integratif manusia secara keseluruhan (Hasan, 2006). Al- qur’an merupakan media terbaik yang
paling representatif dalam mengungkapkan perspektif Islam mengenai kematian dan pasca
kematian.

Al- qur’an memberikan perhatian yang cukup berpengaruh pada masalah ini dalam
kehidupan individu dan masyarakat (bangsa). Bahkan al- qur’an sering menyandingkan antara
keimanan pada Allah dalam keimanan pada hari akhir, sehingga sekali lagi, mengesankan bahwa
keimanan pada Allah saja belum cukup bagi individu dalam mewujudkan kesempurnaan mental,
ketenangan jiwa, dan kesalehan moral serta perilaku tanpa disertai keimanan pada hari akhir
(Rasyid,2008).

Menurut para ulama kematian bukan sekedar ketiadaan atau kebinasaan belaka, tetapi
sebenarnya mati adalah terputusnya hubungan roh dengan tubuh, terhalangnya hubungan antara
keduanya, dan bergantinya keadaan dari suatu alam ke alam lainnya (Al- Qurtubi, 2005).

b. Kematian dalam Persfektif Psikologi

Psikologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang
melihat kematian sebagai suatu peristiwa dahsyat yang sesungguhnya sangat berpengaruh dalam
kehidupan seseorang. Ada segolonganborang yang memandang kematian sebagai sebuah
malapetaka. Namun ada pandangan yang sebaliknya bahwa hidup di dunia hanya sementara, dan
ada kehidupan lain yang lebih mulia kelak, yaitu kehidupan di akhirat. Maut merupakan luka
paling parah untuk narsisisme insani. Untuk menghadapi frustrasi terbesar ini, manusia bertindak
religius (Dister, 1982). Masalah kematian sangat menggusarkan manusia. Mitos, filsafat juga
ilmu pengetahuan tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan.

Kekosongan batin akan semakin terasa ketika individu dihadapkan pada peristiwa- peristiwa
kematian. Terutama jika dihadapkan pada kematian orangorang terdekat dan yang paling
dicintai. Rasa kehilangan bersifat individual, karena setiap individu tidak akan merasakan hal
yang sama tentang kehilangan. Sebagian individu akan merasa kehilangan hal yang biasa dalam
hidupnya dan dapat menerimanya dengan sabar. Individu yang tidak dapat menerima kehilangan
orang yang disayang dalam hidupnya akan merasa sendiri dan berada dalam keterpurukan.

Berbagai proses yang dilalui untuk kembali dari keterpurukan karena setiap orang akan
mengalami hal- hal yang unik dan khusus, tergantung bagaimana cara dia ditinggalkan. Sebagian
individu yang lebih memilih untuk tegar karena kesadaran utuk melanjutkan kehidupan. Perasaan
kehilangan akan semakin berat dirasakan jika kadar rasa memiliki itu tinggi hal ini terjadi karena
adanya kedekatan batin yang tinggi.

Kematian juga disikapi manusia mengenai dirinya. Sadar bahwa suatu saat dirinya juga
akan mengalami kematian. Masing- masing mulai menakar diri. Menginvetarisasi semua
aktivitas dan lakon hidup. Mengingat kebaikan dan keburukan yang sudah pernah dilakukan.
Khawatir akan balasan yang akan diterima dihari kebangkitan. Perasaan seperti ini sering
dirasakan dan menghantui manusia yang terjadi semacam kecemasan batin. Sebagai suatu ilmu
pengetahuan empiris psikologi terikat pada pengalaman dunia. Psikologi tidak melihat kehidupan
manusia setelah mati, melainkan mempelajari bagaimana sikap dan pandangan manusia terhadap
masalah kematian dan apa makna kematian bagi manusia itu sendiri (Boharudin, 2011)

c. Kematian dalam Perspektif Remaja

Salah satu peristiwa hidup yang dihadapi remaja adalah kematian anggota keluarga dicintai
atau kematian sendiri yang akan datang kepada mereka yang mengancam jiwa. Kematian bukan
masalah yang biasa bagi remaja. Sekitar 4% remaja di Amerika Serikat kehilangan orang tua
karena kematian sebelum mereka mencapai usia 18, dan 1,5 juta remaja tinggal di keluarga orang
tua tunggal karena kematian (US Biro Sensus, 1993).

Koocher dan Gudas (1992) dengan tepat menyatakan bahwa asumsi remaja tentang
kematian yakni tidak nyamannya remaja dengan kematian, bukan realitas kemampuan remaja
untuk memahami dan mengatasi kematian. Sebagai akibatnya, remaja memiliki kekhawatiran
ketika berpikir tentang kematian, dan kekhawatiran terhadap pertanyaan tentang kematian.

Masa remaja, timbulnya pemikiran operasional formal, kematian dipahami sepenuhnya, dan
ide-ide teologis yang abstrak dapat di masukkan dalam konsepsivremaja tentang kematian
(Gudas & Koocher, 2001). Studi lain menunjukkan bahwa tidak semua remaja mampu
memahami kematian akan tetapi peristiwa itu akan sangat terkait erat dengan masa
perkembangan remaja terutama pada perkembangan kognitif (Koocher, 1973; Putih, Elsom, &
Prawat, 1978). Tidak mengherankan, remaja yang telah memiliki pengalaman tentang kematian
tampaknya memiliki pemahaman yang lebih matang dari pada rekan-rekan mereka yang kurang
berpengalaman (Schonfeld& Kappelman, 1990).

Tidak adanya pengalaman tentang kematian membuat remaja kurang mampu dalam
memahami konsep tentang kematian. Pengembangan konsep kematian tampaknya tergantung
sampai batas tertentu pada perkembangan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa pemahaman
remaja terhadap kematian bervariasi secara sistematis dengan usia (dan mungkin dengan tingkat
perkembangan kognitif remaja). Namun, untuk remaja khususnya, pengalaman tentang kematian
anggota keluarga tercinta dapat berfungsi untuk mempercepat pemahaman tentang kematian.
Peristiwa hidup mungkin mampu memberikan informasi dan pemahaman tentang kematian
yang kemudian akan mampu mempengaruhi karakteristik pola pikir dan aktivitas sehari-hari dan
pengalaman remaja. Pengalaman ditinggal oleh orang- orang yang mereka sayangi akan
memberikan dampak positif maupunbdampak negatif bagi remaja.

Dampak negatif dari pengalaman remaja tentang kematian akan membuat mereka takut
untuk mengenang kematian dan merasa bahwa kematian itu sebagaibhal yang menakutkan. Tapi
jika melihat dari sisi positif pengalaman remaja tentang kematian maka remaja mampu
memahami kematian dan lebih mengakui kebesaran Allah sebagai pemilik semesta alam dan
lebih mendekatkan diri pada sang Khalik.

2. KONSEP KEHILANGAN

A. Definisi

Lambert mengatakan bahwa: kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemungkinan menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan cenderung mengalami kembali walaupun dalam bentuk berbeda.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


a. Arti dari kehilangan
b. Sosial budaya
c. Kepercayaan / spiritual
d. Peran seks/jenis kelamin
e. Status social ekonomi
f. Kondisi fisik dan psikologi individu.

C. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
a. Kehilangan aktual atau nyata.

Kehilangan ini sangat mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, seperti hilangnya
anggota tubuh sebahagian, amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
b. Kehilangan persepsi.
Kehilangan jenis ini hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.

4. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu:
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau orang yang berarti

Merupakan salah satu jenis kehilangan yang paling mengganggu dari tipe-tipe
kehilangan. Kematian akan berdampak menimbulkan kehilangan bagi orang yang dicintai.
Karena hilangnya keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.

b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Kehilangan ini meliputi kehilangan perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kehilangan kemampuan fisik dan mental, sersta kehilngan akan peran dalam kehidupan, dan
dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
seluruhnya. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan
pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

c. Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan benda milik sendiri atau bersama-sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

d. Kehilangan lingkungan

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya individu dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara menetap. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan
proses penyesuaian baru.

e. Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan
dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian.

5. Rentang Respon Kehilangan


Denial —–> Anger —–> Bergaining ——> Depresi —— > Acceptance
a. Fase denial
• Merupakan reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
• Ungkapan verbal pada fase ini biasanya individu mengatakan itu tidak mungkin,
― saya Sdak percaya itu terjadi .
• Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.

b. Fase anger / marah


• Individu mulaimenyadari akan kenyataan yang terjadi
• Tibul respon marah diproyeksikan pada orang lain

• Reaksi fisik yang timbul adalah; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal, serta perilaku agresif.

c. Fase bergaining / tawar- menawar.


• Ungkapan secara verbal pada fase ini adalah; kenapa harus terjadi pada saya ? , kalau saja yang
sakit bukan saya,seandainya saya hati-hati .

d. Fase depresi
• Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
• Gejala pada fase ini individu menolak makan, mengeluh suslit tidur, letih, dorongan libido
menurun.

e. Fase acceptance
• Pikiran pada objek yang hilang mulai berkurang.
• Ungkapan verbal pada fase ini adalah” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh,
yah, akhirnya saya harus operasi”

6. Tanda dan Gejala


Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain:
a. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
b. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
c. Reaksi emosional yang lambat
d. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal
Tanda yang mungkin dijumpai pada pasien kehilangan antara lain:
a. Isolasi sosial atau menarik diri
b. Gagal untuk mengembangkan hubungan/ minat-minat baru
c. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan

3.KONSEP BERDUKA

A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilanganyang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susahtidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalamanindividu dalam


merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakanseseorang, hubungan/kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelumterjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalamanindividu yang


responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan,
objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe inikadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal,
atau kesalahan/kekacauan.

B. Teori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakanuntuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan jugarencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka danmengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikandukungan dalam bentuk empati

1.Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapatdiaplokasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
•Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas,
atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan

•Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkinmengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dankekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

•Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,karena


kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dariseseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

•Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisamerasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa laluterhadap almarhum.

• Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2.Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a) Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti
itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkanklien.

b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiaporang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase iniorang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal inimerupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakanmenifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

c) Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelasuntuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapatorang lain.

d) Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari maknakehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupayamelewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah

e) Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Rossmendefinisikan sikap


penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapikenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.

3.Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkupyang


tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksiyang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berdukayang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

4.Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

1.Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalamdan dirasakan paling akut.

3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulaimemasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka

A. Fase Pengingkaran

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi,dengan mengatakan “ Tidak,
saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga
yang didiagnosa dengan penyakitterminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini
dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

B. Fase Marah

Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataanterjadinya kehilangan
Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yangsering diproyeksikan kepada orang lain
atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang iamenunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduhdokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara
lainmuka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

C.Fase Tawar-menawar

Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,maka ia akan maju ke
fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan padaTuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila
proses ini oleh keluargamaka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit,
bukan anak saya”.

D.Fase Depresi

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadangsebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan
bunuh diri, dsb. Gejala fisik yangditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libidomanurun.

E.Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yangselalu berpusat
kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atauhilang. Individu telah menerima
kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan
dan secara bertahap perhatiannyaakan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “
atau “apa yangdapat saya lakukan agar cepat sembuh”.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaandamai, maka dia
akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaankehilangannya dengan tuntas. Tetapi
bila tidak dapat menerima fase ini maka iaakan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi
perasaan kehilanganselanjutnya
BAB III

PENUTUP

1.KESIMPULAN

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan.
Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2. Saran

Dari makalah ini kami memberikan saran antara lain:

1. Seseorang harus dapat menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan
selalu berduka jika mendapat rejeki.

2. Suatu kehilangan atau berduka harus di syukuri oleh seseorang, khususnya perawat apabila
pasien mendapat musibah atau meninggal dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L. R. 1994. Dying, Death and Bereavement (3ed). Massachussets: Allyn dan Bacon Alsa, A. 2007.
Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta;
Pustaka Pelajar Astuti, Y. D. 2005. Kematian Akibat Bencana dan Pengaruhnya pada Kondisi Psikologis
Survivor: Tinjauan Tentang Arti Penting Death Education. HumaS1s: Indonesian Psychological Journal
Vol.2 No.1 Januari 2005:41-53 Atwater, E. & Duffy. K. G. 1999. Psichology For Living: Adjusment, Growth,
and Behaviour Today (6ed). New Jersey; Prentice- Hall,Inc Azwar, Saifudin. 2010. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Cahya Intan Sari, 2012. Grief Pada Remaja Karena Orang Tuanya
Meninggal(Skripsi). Jakarta: Fakultas Psikologi Gunadarma. Fahransa Adeke Dini, Grief Pada Ayah Yang
Anaknya Meninggal Dunia Secara Mendadak, 2008,Depok: Fakultas Psikologi UI Ginanjar Ari, 2004,
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Jakarta:Arga Wijaya Persada Goleman,
Daniel. (2000). Emitional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman,
Daniel. (2000). Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama. Hamidi, Dr. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Malang; Universitas Muhammadiyah Malang
Press. Hidayat, A, Aziz Alimul. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan
jilid 1. Jakarta : Salemba Medika. Jeffreys, J. S. 2005. Helping grieving people: When tears aren’t enough.
New York: Brunner-Routlegde. Lemme, B. H. 1995. Development in Adulthood. USA: Allyn & Bacon.
Moleong, Lexy J, 2013, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi . Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai