Anda di halaman 1dari 18

KONSEP KEMATIAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Yeni Kartika Sari, M.Kep.,Ns

Kelompok 5 :

1 Aditya Maulana 2211004


2 Aulya Meiga Betafiana 2211014
3 ClaraNi’matun Nafidhah 2211016
4 Elok Sukma Prihandini 2211023
5 Desi Indi Pratiwi 2211093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKes PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt., Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan hidayah
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Konsep Kehilangan,
Kematian, dan Berduka. Kami berterimakasih kepada Ibu Yeni kartika Sari,
M.Kep.,Ns selaku dosen mata kuliah KETERAMPILAN DASAR
KEPERAWATAN STIKes PATRIA HUSADA BLITAR yang telah memberikan
tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep kehilangan,
kematian dan berduka.
Kami Juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Kami berharap laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.

Blitar,18 Oktober 2023


DAFTAR ISI

Daftar Isi
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 2


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3Tujuan Masalah 2
1.4 Manfaat Tujuan 2
BAB 2 KONSEP TEORI 1

2.1 Definisi Kematian 2


Ketik judul bab (Tingkat 3) 6

2.2 Definisi Kehilangan 2


2.3 Definisi Berduka 2
BAB 3 PENUTUP 4
3.1 KESIMPULAN 5
3.2 SARAN 5
DAFTAR PUSTAKA 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan
manusia.Kematian merupakan fakta hidup, setiap manusia di dunia pasti akan
mati. Kematian tidak hanya dialami oleh kaum lanjut usia, tapi juga oleh
orang- orang yang masih muda, anak- anak bahkan bayi. Seseorang dapat
meninggal karena sakit, usia lanjut, kecelakaanSetiap orang yang meninggal
akan disertai dengan adanya orang lain yang ditinggalkan, untuk setiap
orangtua yang meninggal akan ada anak- anak yang ditinggalkan. Kematian
dari seseorang yang kita kenal terlebih kita cintai, akan sangat berpengaruh
terhadap kehidupan selanjutnya. Apa lagi jika orang tersebut dekat dengan
kita, orang yang dikasihi, maka akan ada masa diamana kita akan meratapi
kepergian mereka dan merasakan kesedihan yang mendalam.
.Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Berduka dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu
berubah-ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi,
pikiran maupun perilaku seseorang. adalah suatu proses yang ditandai dengan
beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan,
yaitu: menolak (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi
(depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita terdiri dari
berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita
berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kematian ?
2.Apa pengertian kehilangan ?
3. Apa pengertian berduka ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Agar pembaca dapat memahami arti kehilangan dan dampaknya.
2. Agar pembaca dapat memahami arti berduka dan dampaknya.
3. Agar pembaca dapat memahami arti kematian dan dampaknya.

1.4 Manfaat Tujuan


BAB II
KONSEP TEORI
2.1 KEMATIAN

2.1.1 Definisi Kematian


Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan manusia.
Kematian merupakan fakta hidup, setiap manusia di dunia pasti akan mati.
Kematian tidak hanya dialami oleh kaum lanjut usia, tapi juga oleh orang- orang
yang masih muda,anak- anak bahkan bayi. Seseorang dapat meninggal karena
sakit, usia lanjut, kecelakaan dan sebagainya. Setiap orang yang meninggal akan
disertai dengan adanya orang lain yang ditinggalkan, untuk setiap orangtua yang
meninggal akan ada anak- anak yang ditinggalkan. Kematian dari seseorang yang
kita kenal terlebih kita cintai, akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan
selanjutnya. Apa lagi jika orang tersebut dekat dengan kita, orang yang dikasihi,
maka akan ada masa diamana kita akan meratapi kepergian mereka dan
merasakan kesedihan yang mendalam. Peristiwa kematian juga mempengaruhi
proses perkembangan, hal ini dikarenakan kematian itu menimbulkan duka yang
mendalam bagi remaja dan rasa duka itu menyebabkan munculnya penolakan,
tidak mampu menerima kenyataan, perasaan bebas, putus asa, menangis, resah,
marah, perasaan bersalah, merasa kehilangan, rindu, perasaan tidak rela. Adapun
faktor yang menyebabkan rasa duka yang dialami subjek yaitu hubungan individu
dengan almarhum, proses kematian, jenis kelamin orang yang ditinggalkan, latar
belakang keluarga, dan dukungan sosial.
2.1.2 Konsep Kematian
a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya
jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah
berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah
ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi
resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula
terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada
tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan
kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi
sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk
kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun,
secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ
masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan
melakukan interaksi social
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social,
yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari
kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan
sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun
sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak
dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati,
dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati.
Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan
tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau
kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan
otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan
fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ
lain akan mati kemudian.
2.1.3 Jenis Kematian
Kematian dibagi dibagi menjadi beberapa jenis, jenis-jenis kematian
tentu akan mempengaruhi rasa berduka cita atau duka cita pada seseorang.
Terdapat dua jenis kematian antara lain kematian yang tiba-tiba dan
kematian yang diantisipasi (Ann dan Lee, 2001).
a. Kematian yang diantisipasi
Menurut Ann dan Lee (2001) dapat dipahami sebagai reaksi
akan kesadaran terhadap kehilangan di waktu yang akan datang.
Beberapa orang percaya bahwa kematian yang telah diketahui
terlebih dahulu atau diantisipasi terlebih dahulu dapat memudahkan
orang-orang untuk mengatasi duka cita daripada kematian secara
tiba-tiba.Jika seseorang mengetahui bahwa saudara atau orang yang
terdekat akan meninggal dunia, maka secara tidak langsung memberi
waktu untuk menyelesaikan urusan beberapa urusan dengan orang
tersebut. Sehingga orang yang akan ditinggalkan dapat menjadi lebih
mudah untuk mengatasi duka citadaripada orang yang ditinggalkan
pada kematian tiba-tiba (Niven, 2013).
b. Kematian Mendadak
Pada kematian mendadak dapat muncul dalam konteks
tertentu Misalnya, perang mengakibatkan suatu keadaan tertentu
yang melingkupi kematian, dan keadaan ini mempengaruhi sikap
seseorang dalam mengatasi rasa berduka cita Seseorang yang
kehilangan karena kematian secara mendadak biasanya
menginginkan informasi secepatnya dan biasanya yang detail
mengenai penyebab kematian, guna membantu orang yang
kehilangan untuk segera merasakan kehilangan. Selain itu kematian
yang mendadak bukan hanya tidak diduga-duga tetapi menyebabkan
orang yang ditinggalkan tidak dapat menyelesaikan urusan-urusan
yang belum selesai dengan orang yang meninggal (Niven, 2013)
2.2 KEHILANGAN

2.2.1 Definisi Kehilangan


Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah
atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga,
sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya
pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak
ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert, 1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.
2.2.2 Konsep Kehilangan
2.2.3 Jenis Kehilangan
a. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang
telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena
bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki org
tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal.
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan
yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma
periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya
pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. Kehilangan
melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi
melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah
kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya: mengalami
cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam.
c. Kehilangan orang terdekat.
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet
terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset
membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan
sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan
atau kematian.
d. Kehilangan aspek diri.
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh,
fungsi fisiologis, atau psikologis Kehilangan anggota tubuh dapat
mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payu dara.
Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control kandung
kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi
fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau
cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera,
atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini
dapat menghilangkan sejatera individu. Orang tersebut tidak hanya
mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e. Kehilangan hidup.
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik
dimana orang tersebut akan meninggal. Doka (1993)
menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam- hidup
kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada
gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada
krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit
dan pengobatanya yang sering melibatkan serangkain krisis yang
diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien
yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi
kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien
dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus
berubah Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan
melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan
adekuat.
b. Sifat kehilangan
1. Tiba-tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak
diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian
karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit
diterima.
2. Berangsur angsur (Dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan,
berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh
klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan
yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri
mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan
bermusuhan. Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada
makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan
menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi
kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi
peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen)
mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali
ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.
2.2.4. Tipe kehilangan
a. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
b. Perceived Loss (psikologis)
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal-hal yang tidak dapat
diraba atau dinyatakan secara jelas.
c. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu
kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan
klien (anggota) menderita sakit terminal.Tipe dari kehilangan
dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak
menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individunberespon terhadap
kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin
menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan
peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan
peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding
saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-
tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan
yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya
seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang
dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan seperti kehilangan
kepercayaan diri atau prestise.

2.2.5 Tahapan proses kehilangan


1. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
berfikir positif - kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan -
perbaikan - mampu beradaptasi dan merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu
berfikir negatif - tidak berdaya marah dan berlaku agresif - diekspresikan
ke dalam diri (tidak diungkapkan)- muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan -
individuberfikir negatif tidak berdaya marah dan berlaku agresif -
diekspresikan ke luar diri individu -berperilaku konstruktif-perbaikan -
mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan -
individuberfikir negatif-tidak berdaya-marah dan berlaku agresif -
diekspresikan ke luar diri individu - berperilaku destruktif-perasaan
bersalah - ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif).

2.3 Berduka

2.3.1 Definisi Berduka


Berduka adalah respon emosi yang dickspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah,
cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain- lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2.3.2 Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani
proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya
dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase
yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka
maupun menjelang ajal.
 Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan
atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat,
insomnia dan kelelahan.
 Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
 Fase III (restitusi))
Berusaha mencoba untuk sepakat damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
 Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal
tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
 Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang
sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.

2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai
berikut:
 Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti "Tidak, tidak mungkin seperti itu," atau "Tidak
akan terjadi pada saya!" umum dilontarkan klien.
 Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin "bertindak lebih"
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah
sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
 Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus
atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali
mencari pendapat orang lain.
 Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
 Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran
diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor
yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3
katagori:
 Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
 Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka
dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
 Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial
dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Tinjau Kasus
Disebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan
menikah, sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu
sama lain sangat sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut
merasakan sakit, bargitu pula sebaliknya. Ketika itu ningrum baru saja di ketahui
positif hamil. Arza dan ningrum pun sangat senang dan berusaha semaksimal
mungkin melindungi dan menjaga calon anak merek itu. Pada satu arza
mengalami kecelakaan yang mengakibatkan arza meninggal. Ibu ningrum
mengatakan hal ini membuat ningrum merasa sangat terpukul dia terus menangis,
tidak mau makan dan keluar kamar dia mengurung diri dan memandang foto arza
dia menjadi jarang berbicara dan terkadang sering teriak memanggil nama arza.
Ibu ningrum merasa sedih, tidak menerima kehilangan, tidur tidak teratur, dan
sering menangis. Beliau tampak marah dan panik. Ibu perperilaku pasif selera
makan menurun kurang merespon saat diajak bicara. Ibu selalu ingin sendiri,
tampak menarik diri terlihat sedih tidak ada kontak mata saat berbicara merasa
tidak mempunyai kontak mata yang jelas. Dia sering berkata bahwa tidak percaya
arza telah pergi sealin itu dia sering terbangun dan menangis keras memanggil
arza. Saat pengkajian ningrum tampak lemas, wajah tampak kusut. Klien tampak
putus asa dan sedih, klien susah berkonsentrasi ketika perawat bertanya. Tampak
kantung mata tanda-tanda vital N:75x/mnt, s:37 derajat C, TD:120/80 mmHg
RR:24x/mnt
Pengkajian
Peng kajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi dukacita klien. Apa
yang Saya pikir, dikatakan, dirasakan, dirasakan dan diperhatikan melalui
perilaku. Beberapa Percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar-agar
mengetahui apa yang merekapikir dan rasakan adalah:
• Persepsi yang memadai tentang kehilangan
- Dukungan yang memadai ketika suram akibatnya kehilangan
- Perilaku koping yang memadai selama proses
A. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi jarak merespons kehilangan adalah
1) Faktor Genetik : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai sejarah depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani Individu dengan keadaan
Fisik yang sehat, pola hidup yang teratur. Cenderung mempunyai kemampuan
mengatasi menekankan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik.
3) Kesehatan Mental: Individu yang mengalamsaya gangguan jiwa terutama yang
mempunyai sejarah depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadap isi tuasi kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu: Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masakana-kanakakan mempengaruhi individu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa(Stuart-Sundeen, 1991).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak tujuan terhadap menekankan yang
menghadap.
B. Faktor presipitasi
Ada sayang rapastres yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan Kehilangan
terima kasih sayang secaranya taentaah imajinasi individu seperti kehilangan sifat
biopsiko sosial antara lain meliputi:
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan suatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi
dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ketipikal,
abnormal, atau keslahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan meberikan
dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe: aktual atau nyata dan persepsi.
Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu: kehilangan seseorang yang dicintai,
kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal,
kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose, 1969.h.51, membagi respon duka dalam lima
fase, yaitu: pengikaran, marah, tawar-menawarn, depresi dan penerimaan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai