Disusun oleh :
Muhammad Fachrudin
Elisah
Mata kuliah
Hukum Adat
Pengertian Hukum Perkawinan Adat
Menurut UU No.1 Tahun 1974 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hukum adat, arti perkawinan sangatlah
penting dalam penghidupan masyarakat kita sebab perkawinan itu tidak
hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, namun juga orang
tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga
mereka masing-masing. Bahkan dalam hukum adat perkawinan itu bukan
hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja,
tetapi perkawinan merupakan peristiwa yang penting bagi leluhur mereka
yang telah tiada. Para leluhur yang telah tiada ini diharap dapat
memberikan restu kepada calon mempelai wanita dan laki-laki agar dapat
hidup rukun sampai kakek nenek.
Dalam hukum perkawinan adat, sebuah perkawinan tidak hanya menjadi
urusan kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan, melainkan juga
menjadi urusan masyarakat sekitarnya dan sukunya, Tujuan dari
perkawinan adat ini adalah untuk melahirkan generasi baru dengan latar
belakang budaya yang sama, sehingga suku dan budaya tersebut masih
terasa eksistensinya seiring dengan perkembangan zaman yang semakin
modern ini.
1. Sistem Perkawinan Adat
Sistem perkawinan adat di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Sistem endogami
Orang hanya diperbolehkan kawin dengan orang dari suku
keluarganya sendiri, seperti di Toraja, namun lambat laun akan
hilang karena hubungan daerah satu dengan daerah lain kini
makin mudah selain itu di Toraja susunan keluarganya adalah
parental.
2. Sistem exogami
Orang diharuskan kawin dengan orang di luar suku keluarganya,
seperti di Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan.
3. Sistem eleutherogami.
Sistem ini tidak mengenal larangan seperti endogami dan
exogami.
Larangan yang terdapat dalam sistem ini adalah bertalian
dengan Ikatan kekeluargaan, yaitu karena:
a. Nasab (turunan yang dekat) = seperti kawin dengan ibu,
nenek, anak kandung, cucu, juga dengan saudara kandung,
saudaranya bapak atau saudaranya ibu.
b. Musyaharah (per iparan) = seperti kawin dengan ibu tiri,
menantu, mertua, atau anak tiri.
2. Asas-asas Perkawinan Adat
Asas-asas perkawinan dalam hukum adat
dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Bentuk perkawinan berdasarkan arah
persiapan :
- Pertunangan
Suatu keadaan yang bersifat khusus dan
dilangsungkan sebelum perkawinan.
Pertunangan adalah persetujuan antar
pihak laki-laki dan pihak perempuan untuk
melangsungkan perkawinan. Persetujuan
ini dicapai oleh kedua belah pihak setelah
adanya proses lamaran. Pertunangan baru
mengikat apabila dari pihak laki-laki sudah
memberikan kepada pihak perempuan
sebuah tanda pengikat dalam adat Jawa
disebut paningset.
2. Asas-asas Perkawinan Adat