Anda di halaman 1dari 16

HUKUM ADAT

PERKAWINAN
Gabriel Paul Yubilio Adinugroho / 202005000137
Jasmine Andira / 202005000095
Voni Margareta Bahri / 202005000091
Cornelius Rosavino Dwiputranto / 202005000017
Juan Kefas / 202005000216
Amadeus Reizha S / 202005000198
PENGERTIAN

Perkawinan Adat adalah ikatan hidup bersama antara seorang pria dan wanita,
yang bersifat komunal dengan tujuan mendapatkan generasi penerus agar
supaya kehidupan persekutuan atau clan-nya tidak punah, yang didahului
dengan rangkaian upacara adat.
A.Van Gennep

A. Van Gennep berpendapat bahwa Perkawinan sebagai suatu rites de passage (upacara peralihan) peralihan
status kedua mempelai. Peralihan terdiri dari tiga tahap:

● Rites De Separation.
● Rites De Marga.
● Rites D’agreegation
TUJUAN PERKAWINAN ADAT

Adapun tujuan diadakannya perkawinan adat ini adalah untuk mempertahankan dan
meneruskan keturunan menurut garis dari ayah atau ibu untuk ikut membahagiakan rumah
tangga keluarga / kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat dalam kehidupan perkawinan, dan
untuk mempertahankan kebudayaan yang ada
ASAS-ASAS PERKAWINAN ADAT
1. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan kekerabatan yang rukun dan
damai, bahagia, dan kekal.
2. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama atau kepercayaan, tetapi juga
harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat.
3. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan anggota keluarga dan anggota kerabat. Masyarakat adat
dapat menolak kedudukan suami atau istri yang tidak diakui masyarakat adat
4. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seseorang pria dengan beberapa wanita, sebagai istri
kedudukannya masing masing ditentukan menurut hukum adat setempat.
5. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masih anak anak.
Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan izin orang tua, keluarga, dan
kerabat.
6. Perceraian ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh. Perceraian antara suami istri dapat
berakibat pecahnya kekerabatan antara kedua belah pihak.
7. Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku, ada
istri yang berkedudukan sebagai ibu rumah tangga dan ada istri yang bukan ibu rumah tangga.
ASAS-ASAS PERKAWINAN MENURUT UU No. 1 TAHUN 1974
1. Bahwa perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling
membantu dan melengkapi, keduanya dapat mengembangkan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan
yang bersifat material dan spiritual.
2. Perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing- masing agama dan kepercayaannya, dan di
samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundangan yang berlaku.
3. Perkawinan harus memenuhi administrasi dengan jalan mencatatkan diri pada kantor pencatatan yang telah
ditentukan oleh perundang- undangan.
4. Perkawinan menurut asas monogami, meskipun tidak bersifat mutlak karena masih ada kemungkinan untuk
beristri lebih dari seorang, bila dikehendaki oleh pihak- pihak yang bersangkutan dan ajaran agamanya
mengijinkan untuk itu ketentuan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang- undang.
5. Perkawinan dilakukan oleh pihak yang telah matang jiwa raganya atau telah dewasa, kematangan ini sesuai
dengan tuntutan jaman di manabaru dilancarkan keluarga berencana dalam rangka pembangunan nasional.
6. Memperkecil dan mempersulit perceraian.
7. Kedudukan suami istri dalam kehidupan perkawinan adalah seimbang baik kehidupan rumah tangga maupun
dalam kehidupan masyarakat.
SYARAT PERKAWINAN ADAT
Dalam hukum adat ( terutama jawa) ada syarat perkawinan sama dengan yang terdapat dalam
hukum islam, yaitu mempelai laki-laki, calon mempelai wanita, wali nikah, adanya saksi dan
dilaksanakan ijab kabul. Jadi yang dimaksud syarat-syarat perkawinan adalah syarat-syarat demi
kelangsungan perkawinan tersebut. Syarat-syarat perkawinan dapat diklasifikasikan kedalam hal-hal
sebagai berikut:
1. Mas Kawin (bride-price) yaitu pemberian sejumlah harta benda dari pihak laki-laki kepada
perempuan, dengan variasi sebagai berikut :
A. Harta benda diserahkan kepada kerabat wanita dan selanjutnya pembagiannya diserahkan
kepada mereka,
B. Secara tegas menyerahkan kepada perempuan,
C. menyerahkan sebagian kepada perempuan dan sebagian kepada kerabatnya.
2. Pembalasan Jasa Berupa Tenaga Kerja (bride-service) merupakan syarat di dalam keadaan darurat.
3. Pertukaran gadis (bride-exchange) yaitu laki-laki yang melamar seorang gadis untuk dinikahi.
BENTUK PERKAWINAN ADAT
Bentuk Perkawinan secara adat berbeda-beda, tergantung dari garis keturunan yang diikuti oleh masyarakat tersebut.
Secara garis besar terbagi dalam 3 kelompok garis keturunan yaitu:
Masyarakat yang menarik garis keturunan dari satu pihak.
● Masyarakat Unilateral Hanya dari keturunan laki-laki (patrilineal) atau hanya dari
perempuan saja (Matrilineal).

● Masyarakat Bilateral Masyarakat yang menarik garis keturunan dari kedua pihak
(Bilineal/Bilateral).

Masyarakat dimana garis keturunan seseorang ditarik


● Masyarakat Alternerend berganti–ganti sesuai dengan bentuk perkawinan yang
dilakukan oleh orang tuanya.
Setiap macam kelompok masyarakat tersebut mempunyai bentuk perkawinan yang berbeda juga, di Indonesia dapat
dijumpai 3 bentuk perkawinan antara lain:

1. Bentuk perkawinan jujur: bentuk perkawinan dimana pihak laki-laki memberikan jujur kepada pihak
perempuan.Sifat dari kawin jujur ini sendiri adalah exogami atau yang berarti suatu larangan
menikah dengan warga se-klan atau semarga. perkwinan jujur ini dapat ditemui di daerah tapanuli
2. Bentuk perkawinan semendo: perkawinan dengan menjadikan seorang laki-laki sebagai menantu
dan laki-laki ini tidak memberikan jujur kepada pihak mempelai perempuan bahkan dia adalah
penerima jujur.. sifat dari kawin semendo ini sendiri adalah matrilokal dan exogami. bentuk
perkawinan ini dapat dijumpai di daerah minangkabau.
3. Bentuk perkawinan bebas: pada umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat yag bersifat
parental,yang berarti Anak menghubungkan diri dengan kedua orangtuanya. Anak juga
menghubungkan diri dengan kerabat ayah-ibunya secara bilateral. perkawinan ini tidak menentukan
secara tegas dimana suami atau istri harus tinggal bersama, tergantung pada keinginan
masing-masing pihak,bentuk perkawinan ini sering dijumpai di daerah kalimantan, jawa.
MACAM - MACAM SISTEM PERKAWINAN ADAT
1. Sistem Endogami : Sistem perkawinan yang hanya memperbolehkan seseorang
mengadakan perkawinan dengan seseorang dari suku sendiri. Menurut Van Vollenhoven hanya ada
satu daerah saja yang secara praktisi mengenal sistem ini yaitu daerah Toraja.
2. Sistem Eksogami : Sistem perkawinan yang mengharuskan seseorang menikah dengan yang
berlainan suku atau suku lain. Sistem ini dijumpai di Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera
Selatan, dan Seram
3. Sistem Eleutherogami : Sistem ini tidak mengenal larangan-larangan atau keharusan-keharusan.
Larangan dalam sistem ini adalah larangan yang bersangkutan dengan ikatan kekeluargaan, yaitu
● Nasab (keturunan) ; seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung, cucu, saudara kandung, saudara
bapak atau ibu
● Musyaharah (per-iparan) ; seperti kawin dengan ibu tiri, anak tiri, mertua, menantu

Sistem ini dapat dijumpai hampir di seluruh masyarakat Indonesia, termasuk Jawa.
PEREMPUAN YANG BOLEH DINIKAHI
MENURUT HUKUM ADAT
1. Dalam sistem patrilineal, yang ada di suku Batak, perempuan yang boleh dinikahi adalah
perempuan yang berbeda marga dan perempuan yang tidak memiliki penyakit turunan
(perempuan yang sehat).

2. Prinsip materilineal pada orang Minangkabau membolehkan perempuan untuk dinikahi, asalkan
perempuan tersebut tidak sesuku.

3. Pada bilateral perempuan yang boleh dinikahi adalah perempuan yang bukan saudara kadung,
sepupu, dan bukan kakak dari istri kakak kandung (ipar).
,
LARANGAN PERKAWINAN
Dibagi menjadi 2 bentuk larangan, yaitu

● Larangan Umum
○ Larangan Incest : larangan perkawinan yang bersifat umum artinya larangan perkawinan itu berlaku
untuk semua golongan masyarakat. Contoh : larangan perkawianan antara ayah dan anak, ibu dan anak,
atau kakak dan adik
○ Larangan Perkawinan Lain Generasi : perkawinan antara mereka yang berlainan generasi, terutama bila
perempuannya berada pada generasi yang lebih tua. Contoh : saudara kandung ayah atau ibu dengan
keponakannya.
● Larangan Khusus
○ Perkawinan Paralel Cousin Marriage Laki-Laki : perkawinan dengan saudara sepupu yang
mengakibatkan perkawinan semarga. Contoh : Suku Batak, Suku Minahasa, Suku aceh, Suku Bali
○ Perkawinan Cross Cousin Marriage : perkawinan antara seseorang laki-laki dengan saudara sepupunya
perempuan.
ADAT MENETAP SETELAH MENIKAH
1. Natoloka : Tinggal di rumah kerabat masing-masing
2. Patrilokal : Tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat suami
3. Matrilokal : Tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat istri
4. Bilokal : Secara bergantian untuk tinggal di sekitar pusat kediaman suami
atau istri
5. Utrolokal : Kedua mempelai baru bebas untuk menentukan tinggal di sekitar
kediaman suami atau istri
6. Neolokal : Menentukan sendiri tempat tinggal di kediaman yang baru
7. Avunculokal : Tinggal di sekitar pusat kediaman saudara laki-laki dari ibu
PERCERAIAN

Pengertian Perceraian
Kata “Cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti:

1. Pisah; 2. Putus hubungan sebagai suami istri; talak.

Kata “Perceraian” mengandung arti:

1.Perpisahan; 2. Perihal bercerai (antara suami istri); perpecahan.

Perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan
berakhirnya hubungan keluarga antara suami dan istri tersebut
PENYEBAB PERCERAIAN
Penyebab Perceraian Menurut Hukum Adat Secara Umum :

1. Perzinahan
2. Tidak memberi nafkah
3. Penganiayaan
4. Cacat tubuh/ kesehatan
5. Perselisihan

Hal-hal Lain yang Bersifat Khusus Menjadi Penyebab Perceraian Antara Lain :

1. Adanya dorongan oleh kepentingan kerabat dan masyarakat


2. Karena kerukunan rumah tangga telah tidak dapat dengan sungguh-sungguH dipertahankan
lagi
3. Karena campur tangan pihak mertua sudah terlalu jauh dalam soal rumah tangga mereka
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai