Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpah berkat dan rahmat dari
Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai Sistem
Pawiwahan Menurut Adat Bali. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya
Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman penulis, maka
tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya .

Denpasar, 1 Mei 2016

Penulis

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..1
DAFTAR ISI....2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....3
B. Rumusan Masalah...3
C. Tujuan Penulisan.4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan Menurut Adat Bali............................................5
B. Tujuan Pernikahan Menurut Adat Bali...................................................6
C. Syarat Sah Suatu Perkawinan Menurut Adat Bali..7
D. Sistem Perkawinan Menurut Adar Bali10
E. Tata Cara Pelaksanaan Pernikahan Adat Bali...11
BAB III KESIMPULAN...16
DAFTAR PUSTAKA.17

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 2

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu
Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi
secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama.
Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan
Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan
pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk
mencapai moksa.
Dalam setiap pelaksanaan upacara perkawinan Hindu, tidak mengabaikan adat yang
telah ada dalam masyarakat, karena umat Hindu selain berpedoman pada Kitab Weda,
juga berpedoman pada mrti dan hukum Hindu yang berdasar- kan pada kebiasaan
yang telah dilakukan secara turun temurun disuatu tempatyang disebut Acara.
Upacara perkawinan pada hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah
mengikatkan diri sebagai suami-istri. Sedangkan pengertian perkawinaan sendiri
adalah jalinan ikatan secara lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan abadi selamanya
hingga akhir usia. Dalam perkawinan umat Hindu di Bali, ada dua tujuan hidup yang
harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang
berdasarkan Dharma.
B.

Rumusan Masalah

1)

Apa pengertian upacara perkawinan menurut adat Bali?

2)

Apa tujuan perkawinan menurut adat Bali?

3)

Apa yang menjadi syarat sahnya suatu perkawinan dalam adat Bali?

4)

Bagaimana sistem perkawinan adat di Bali?

5)

Bagaimana Tata Cara Pelaksanaan Upacara Perkawinan Hindu di Bali?

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 3

C.

Tujuan Penulisan

1)

Untuk mengetahui pengertian upacara perkawinan menurut adat Bali

2)

Untuk mengetahui tujuan perkawinan menurut adat Bali

3)

Untuk mengetahui menjadi syarat sahnya suatu perkawinan dalam adat Bali

4)

Untuk mengetahui sistem perkawinan adat di Bali

5)

Untuk mengetahui Tata Cara Pelaksanaan Upacara Perkawinan Hindu di Bali

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 4

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Perkawinan Menurut Adat Bali

Upacara perkawinan merupakan persaksian, baik kehadapan Ida Sang Hyang


Widhi Wasa, maupun kepada masyarakat bahwa kedua orang tersebut mengikatkan
diri sebagai suami-istri dan segala akibat perbuatannya menjadi tanggung jawab
mereka bersama. Di samping itu upacara tersebut juga merupakan pembersihan
terhadap sukla swanita (bibit) serta lahir bathinnya. Hal ini dimaksud agar bibit dari
kedua mempelai bebas dari pengaruh-pengaruh buruk (gangguan Bhuta Kala),
sehingga kalau keduanya bertemu (terjadi pembuahan) akan terbentuklah sebuah
Manik yang sudah bersih. Dengan demikian diharapkan agar Roh yang akan
menjiwai Manik itu adalah Roh yang baik/suci dan kemudian akan lahirlah seorang
anak yang berguna dimasyarakat (yang menjadi idaman orang tuanya).
Dalam agama Hindu di Bali istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan. Pengertian
Pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata
pawiwahan berasal dari kata dasar wiwaha. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pesta
pernikahan; perkawinan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:1130).
Pengertian pawiwahan secara semantik dapat dipandang dari sudut yang berbeda beda
sesuai dengan pedoman yang digunakan. Pengertian pawiwahan tersebut antara lain:
menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dijelaskan pengertian
perkawinan yang berbunyi: Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan hidup Grhasta
Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar Agastya Parwa adalah
mewujudkan suatu kehidupan yang disebut Yatha sakti Kayika Dharma yang
artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta
harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini.
Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh
seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat saya simpulkan bahwa pawiwahan
adalah ikatan lahir batin (skala dan niskala ) antara seorang pria dan wanita untuk
membentuk keluarga bahagia dan kekal yang diakui oleh hukum Negara, Agama dan
Adat
Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 5

B.

Tujuan Pernikahan Menurut Adat Bali

Pada dasarnya manusia selain sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk
sosial, sehingga mereka harus hidup bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Tuhan telah menciptakan manusia dengan berlainan jenis kelamin, yaitu pria
dan wanita yang masing-masing telah menyadari perannya masing-masing.
Telah menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial bahwa setiap pria dan wanita
mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala
bidang.Menurut ajaran agama Hindu, tujuan perkawinan adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Manu dalam kitab Manawa Dharma Sastra disebutkan Perkawinan itu
akan Dharma dan diabadikan berdasarkan Veda dan merupakan salah satu sarira
samkara atau penyucian badan melalui perkawinan.
2.
Untuk memperoleh keturunan (anak) yang dapat dipandang sebagai jalan untuk
menebus hutang (Rna) dan juga untuk melepaskan derita orang tuanya, diwaktu
mereka meninggal nanti.
3.
Kawin dan mempunyai anak adalah Dharma dan merupakan perintah agama
yang dimuliakan (Sukartha, 2002:4).
Menurut I Made Titib dalam makalah Menumbuhkembangkan pendidikan agama
pada keluarga disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah
mewujudkan 3 hal yaitu:
Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang
meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yaja , sebab di
dalam grhastalah aktivitas Yaja dapat dilaksanakan secara sempurna.
2.
Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan
amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yaja dan lahirnya putra yang suputra
seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada
Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan
lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.
Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan
adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan undangundang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan
dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia
dan kekal maka dalam agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Weda
perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam
hidup manusia.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 6

C.

Syarat Sah Suatu Perkawinan Menurut Adat Bali

Proses upacara adat pernikahan di Bali disebut Mekala-kalaan (natab


banten). Pelaksaan upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta yang diadakan di
halaman rumah sebagai titik sentral kekuatan Kala Bhucari yang dipercaya sebagai
penguasa wilayah madyaning mandala perumahan.
Makalan-kalaan sendiri berasal dari kata Kala yang mengandung pengertian energi.
Upacara mekala-kalaan ini mempunyai maksud untuk menetralisir kekuatan
kala/energi yang bersifat buruk/negatif dan berubah menjadi positif/baik.
Adapun maksud dari upacara ini adalah sebagai pengesahan perkawinan antara kedua
mempelai dan sekaligus penyucian benih yang terkandung di dalam diri kedua
mempelai.

Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali :

Sanggah Surya/bambu melekungmerupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang


Widhi Wasa, ini merupakan istananyaDewa Surya dan Sang Hyang Semara
Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung
simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini
bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan,
ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah
digantungkan sebuah kulkul berisi beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang
Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta
kebijaksanaan simbol pengantin wanita.

Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)simbol calon pengantin yang diletakkan


sebagai alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.

Tikeh Dadakan (tikar kecil)Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai
simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar
adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).

Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin
pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang
kepurusan dari pengantin pria.

Benang Putihdibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan


benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada
cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari,
yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan
upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi
sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol
Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 7

dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam
kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alamGrhasta Asrama.

Tegen tegenan makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil


alihan tanggung jawab sekala dan niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :
1.
Batang tebu berarti hidup pengantin mengandung arti kehidup dijalani secara
bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
2.
Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma
berdasarkan Dharma.
3.

Periuk simbol windhu.

4.

Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi).

5.
Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan
kerahayuan.

Suwun-suwunan(sarana jinjingan)Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita


yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau
istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir
dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.

Dagang-daganganmelambangkan kesepakatan dari suami istri untuk


membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat
perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi
dagang.

Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita
saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu
agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik,
prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah
menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.

Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya


diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang
berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dariTriguna (satwam,
rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dariTri Murti (Brahma, Wisnu,
Siwa) mengisyaratkan kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling
tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara
simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila
mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masingmasing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar
kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di
bawah tempat tidur mempelai.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 8


Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang
bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Perkawinan/Wiwahadalam Manavadharmasastra dianggap sah menurut Hukum
Hindu bila :
1)
Brahma Wiwaha : Pemberian seorang gadis setelah terlebih dulu dirias (dengan
pakian yang maha) dan setelah menghormati (dengan menghadiahi permata) kepada
seorang yang ahli dalam Veda, lagi pula budi bahasanya yang baik, yang diundang
(oleh ayah ayah si wanita) disebut acara Brahma Wiwaha
2)
Daiwa Wiwaha : Pemberian seorang anak wanita yang setelah terlebih dahulu
dihias dengan perhiasan-perhiasan kepada seorang pendeta yang melaksanakan
upacara pada saat upacara itu berlangsung disebut acara Daiwa Wiwaha
3)
Arsa Wiwaha : Kalau seorang ayah mengawinkan anak perempuannya sesuai
dengan peraturan setelah menerima seekor sapi atau seekor atau dua pasang lembu
dari penganten pria untuk memenuhi peraturan dharma, disebut secara Arsa
Wiwaha
4)
Prajapati Wiwaha : Pemberian seorang anak perempuan (oleh ayah si wanita)
setelah berpesan kepada mempelai dengan mantra semoga kamu berdua
melaksanakan kewajiban-kewajiban bersama-sama. Dan setelah menunjukan
penghormatan (kepada penganten pria), perkawinan ini dalam kitab Smerti dinamai
acara perkawinanPrajapati
5)
Asura Wiwaha : Kalau penganten pria menerima seorang perempuan setelah
pria itu memberingas kawin sesuai menurut kemampuannya dan didorong oleh
keinginananya sendiri kepada mempelai wanita dan keluarganya, cara ini dinamakan
perkawinan Asura
6)
Gandharma Wiwaha : Pertemuan suka sama suka antara seorang perempuan
dengan kekasihnya yang timbul dari nafsunya dan melakukan perhubungan kelamin
dinamakan perkawinanGandharwa
7)
Raksasa Wiwaha : Melarikan seoranag gadis dengan paksa dari rumahnya
dimana wanita berteriak-teriak menangis setelah keluarganya terbunuh atau terluka,
rumahnya dirusak, dinamakan perkawinan Raksasa
8)
Paisca Wiwaha : Kalau seorang laki-laki dengan cara mencuri-curi memperkosa
seorang wanita yang sedang tidur, sedang mabuk atau bingung, cara demikian adalah
perkawinan Paisca yang amat rendah dan penus dosa.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 9

D.

Sistem Perkawinan Adat Di Bali

Berdasarkan tradisi atau hukum adat bagi umat Hindu terdapat empat sistem yang
dilaksanakan sebagai berikut :
1.

Sistem Mapadik/Meminang/Meminta

Pihak calon suami meminta datang kerumah calon istri untuk mengadakan
perkawinan;
2.

Sistem Ngerorod/Rangkat (kawin lari):

Bentuk perkawinan cinta sama cinta berjalan berdua/beserta keluarga laki secara
resmi tak diketahui keluarga perempuan.
3.

Sistem Nyentana/Nyeburin (selarian):

Bentuk perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita
dan sebagai pradana dari pihak laki.
4.

Sistem Melegandang/secara paksa tanpa rasa cinta:

Bentuk perkawinan secara paksa tidak didasarkan cinta sama cinta.


Menurut Wayan P.Windia, dikutip dari makalah Perempuan Bali, Warisan dan Kawin
Pada Gelahang, Perkawina di Bali dibagi beradasarkan :
v Bentuk Pekawinan :
v Perkawinan Biasa.
v Perkawinan Nyentana/Nyeburin.
v Perkawinan Matunggu
v Perkawinan Paselang.
v Perkawinan Pada Gelahang
Perkawinan Pada Gelahang adalah perkawinan yang dilangsungkan sesuai ajran
agama Hindu dan hukum adat Bali yang tidak termasuk perkawinan biasa (kawin ke
luar) dan juga tidak termasuk perkawinan nyentana (kawin ke dalam), melainkan
suami dan istri tetap berstatus ke purusa dirumahnya masing-masing, sehingga harus
mengemban dua tanggung jawab (swadharma).

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 10

E.

Tata Cara Pelaksanaan Pernikahan Adat Di Bali

Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma,
Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi secara
bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama.
Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan
Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan
pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk
mencapai moksa.
v Pengertian Wiwaha.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan
hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar Agastya
Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut Yatha sakti Kayika
Dharma yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi
seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam
kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar
disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
v Tujuan Wiwaha.
Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas
yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan amat
membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya dengan sukses atau
memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Bimbingan tersebut akan
amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli dalam bidang agama Hindu,
terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang grhastha, untuk bisa mandiri di
dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma.
v Menyucikan Diri
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan
kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya.
Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan Ri sakwehning sarwa bhuta,
iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang
panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang
artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai
manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk peleburan
perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan menjelma sebagai manusia, karma
dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui
Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 11

perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu


yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau anak itu dapat dipelihara dan dididik
menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya,
demikian disebutkan dalam Slokantara.
Perkawinan umat Hindu merupakan suatu yang suci dan sakral, oleh sebab itu pada
jaman Weda, perkawinan ditentukan oleh seorang Resi, yang mampu melihat secara
jelas, melebihi penglihatan rohani, pasangan yang akan dikawinkan. Dengan
pandangan seorang Resi ahli atau Brahmana Sista, cocok atau tidak cocoknya suatu
pasangan pengantin akan dapat dilihat dengan jelas.
Pasangan yang tidak cocok (secara rohani) dianjurkan untuk membatalkan rencana
perkawinannya, karena dapat dipastikan akan berakibat fatal bagi kedua mempelai
bersangkutan. Setelah jaman Dharma Sastra, pasangan pengantin tidak lagi
dipertemukan oleh Resi, namun oleh raja atau orang tua mempelai, dengan
mempertimbangkan duniawi, seperti menjaga martabat keluarga, pertimbangan
kekayaan, kecantikan, kegantengan dan lain-lain. Saat inilah mulai merosotnya nilainilai rohani sebagai dasar pertimbangan.
Pada jaman modern dan era globalisasi seperti sekarang ini, peran orang tua
barangkali sudah tidak begitu dominan dalam menentukan jodoh putra-putranya.
Anak-anak muda sekarang ini lebih banyak menentukan jodohnya sendiri. Penentuan
jodoh oleh diri sendiri itu amat tergantuang pada kadar kemampuan mereka yang
melakukan perkawinan. Tapi nampaknya lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan
duniawi, seperti kecantikan fisik, derajat keluarga dan ukuran sosial ekonomi dan
bukan derajat rohani.
v Makna dan Lambang
UU Perkawinan no 1 th 1974, sahnya suatu perkawinan adalah sesuai hukum agama
masing-masing. Jadi bagi umat Hindu, melalui proses upacara agama yang disebut
Mekala-kalaan (natab banten), biasanya dipuput oleh seorang pinandita. Upacara ini
dilaksanakan di halaman rumah (tengah natah) karena merupakan titik sentral
kekuatan Kala Bhucari sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan.
Makala-kalaan berasal dari kata kala yang berarti energi. Kala merupakan
manifestasi kekuatan kama yang memiliki mutu keraksasaan (asuri sampad), sehingga
dapat memberi pengaruh kepada pasangan pengantin yang biasa disebut dalam sebel
kandel.
Dengan upacara mekala-kalaan sebagai sarana penetralisir (nyomia) kekuatan kala
yang bersifat negatif agar menjadi kala hita atau untuk merubah menjadi mutu
kedewataan (Daiwi Sampad). Jadi dengan mohon panugrahan dari Sang Hyang Kala
Bhucari, nyomia Sang Hyang Kala Nareswari menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan
Sang Hyang Semara Ratih. Jadi makna upacara mekala-kalaan sebagai pengesahan
perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 12

v Peralatan Upacara Mekala-kalaan Sanggah Surya


Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan
sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang
Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang
Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang
Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa kebajikan,
ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.
Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan
bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta
kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
v Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta
diduduki oleh kedua calon pengantin.
v Tikeh Dadakan (tikar kecil)
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen)
dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai
simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
v Keris
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria.
Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan
dari pengantin pria.
v Benang Putih
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari
12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing
dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.
Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya
Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis
sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian
tersebut.
Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang
pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dari Brahmacari Asrama
menuju alam Grhasta Asrama.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 13

v Tegen tegenan
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab
sekala dan niskala. Perangkat tegen-tegenan :
1.
Batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu
ruas demi ruas, secara manis.
2.
Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma
berdasarkan Dharma
3.

Periuk simbol windhu

4.

Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)

5.

Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.

v Suwun-suwunan (sarana jinjingan)


Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan
bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang
diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil
berkembang menjadi besar.
v Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap
menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti
kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
v Sapu lidi (3 lebih)
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama
lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan
kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan
pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan
kehidupan rumah tangga.
v Sambuk Kupakan (serabut kelapa)
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup
kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa
berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari
Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung
sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin
wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat
di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri,
Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 14

agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan
di bawah tempat tidur mempelai.
v Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon
penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Setelah upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan dengan cara membersihkan diri
(mandi) hal itu disebut dengan angelus wimoha yang berarti melaksanakan
perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta
kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih
agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.
Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang berarti
bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik yang
selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur kepada
Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai wanita.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 15

BAB III
KESIMPULAN

Upacara perkawinan merupakan persaksian, baik kehadapan Ida Sang Hyang


Widhi Wasa, maupun kepada masyarakat bahwa kedua orang tersebut mengikatkan
diri sebagai suami-istri dan segala akibat perbuatannya menjadi tanggung jawab
mereka bersama.
Tujuan Upacara Perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan (anak) yang dapat
dipandang sebagai jalan untuk menebus hutang (Rna) dan juga untuk melepaskan
derita orang tuanya, diwaktu mereka meninggal nanti.
Syarat Sahnya suatu perkawinan yaitu ditandai dengan melaksanakan upacara
perkawinan dengan menghadirkan Tri Saksi (Bhuta Saksi, Manusa Saksi dan Dewa
Saksi).
Sistem Perkawinan Hindu di Bali ada 4 yaitu sistem memadik (meminta), sistem
ngrorod, sistem nyentana dan sistem ngulapin.
Tata
Cara
Pelaksanaan
Upacara
Perkawinan
Hindu
di
Bali
Upacara-upacara di dalam perkawinan kiranya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
upacara medengen-dengenan (mekala-kalaan) dan upacara mapejati.

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 16

DAFTAR PUSTAKA

Sudirga, Ida Bagus, dkk. 2007. Widya Dharma Agama Hindu. Jakarta : Ganesa Exact
Sudharta, Tjok Rai. 2002.Manusia Hindu. Denpasar : Yayasan Dharma Naradha.
Soekanto, Soerjono. 2013. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali

Page 17

Anda mungkin juga menyukai