Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpah berkat dan rahmat dari
Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah mengenai Sistem
Pawiwahan Menurut Adat Bali. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan pemahaman dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya
Penulis menyadari akibat keterbatasan waktu dan pengalaman penulis, maka
tulisan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan penulisan ini.Harapan penulis semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya .
Penulis
Page 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..1
DAFTAR ISI....2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....3
B. Rumusan Masalah...3
C. Tujuan Penulisan.4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan Menurut Adat Bali............................................5
B. Tujuan Pernikahan Menurut Adat Bali...................................................6
C. Syarat Sah Suatu Perkawinan Menurut Adat Bali..7
D. Sistem Perkawinan Menurut Adar Bali10
E. Tata Cara Pelaksanaan Pernikahan Adat Bali...11
BAB III KESIMPULAN...16
DAFTAR PUSTAKA.17
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu
Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi
secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama.
Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan
Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan
pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk
mencapai moksa.
Dalam setiap pelaksanaan upacara perkawinan Hindu, tidak mengabaikan adat yang
telah ada dalam masyarakat, karena umat Hindu selain berpedoman pada Kitab Weda,
juga berpedoman pada mrti dan hukum Hindu yang berdasar- kan pada kebiasaan
yang telah dilakukan secara turun temurun disuatu tempatyang disebut Acara.
Upacara perkawinan pada hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah
mengikatkan diri sebagai suami-istri. Sedangkan pengertian perkawinaan sendiri
adalah jalinan ikatan secara lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan abadi selamanya
hingga akhir usia. Dalam perkawinan umat Hindu di Bali, ada dua tujuan hidup yang
harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang
berdasarkan Dharma.
B.
Rumusan Masalah
1)
2)
3)
Apa yang menjadi syarat sahnya suatu perkawinan dalam adat Bali?
4)
5)
Page 3
C.
Tujuan Penulisan
1)
2)
3)
Untuk mengetahui menjadi syarat sahnya suatu perkawinan dalam adat Bali
4)
5)
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Page 5
B.
Pada dasarnya manusia selain sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk
sosial, sehingga mereka harus hidup bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Tuhan telah menciptakan manusia dengan berlainan jenis kelamin, yaitu pria
dan wanita yang masing-masing telah menyadari perannya masing-masing.
Telah menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial bahwa setiap pria dan wanita
mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala
bidang.Menurut ajaran agama Hindu, tujuan perkawinan adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Manu dalam kitab Manawa Dharma Sastra disebutkan Perkawinan itu
akan Dharma dan diabadikan berdasarkan Veda dan merupakan salah satu sarira
samkara atau penyucian badan melalui perkawinan.
2.
Untuk memperoleh keturunan (anak) yang dapat dipandang sebagai jalan untuk
menebus hutang (Rna) dan juga untuk melepaskan derita orang tuanya, diwaktu
mereka meninggal nanti.
3.
Kawin dan mempunyai anak adalah Dharma dan merupakan perintah agama
yang dimuliakan (Sukartha, 2002:4).
Menurut I Made Titib dalam makalah Menumbuhkembangkan pendidikan agama
pada keluarga disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah
mewujudkan 3 hal yaitu:
Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang
meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yaja , sebab di
dalam grhastalah aktivitas Yaja dapat dilaksanakan secara sempurna.
2.
Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan
amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yaja dan lahirnya putra yang suputra
seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada
Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan
lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.
Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan
adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan undangundang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan
dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia
dan kekal maka dalam agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Weda
perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam
hidup manusia.
Page 6
C.
Tikeh Dadakan (tikar kecil)Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai
simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar
adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin
pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang
kepurusan dari pengantin pria.
Page 7
dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam
kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alamGrhasta Asrama.
4.
5.
Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan
kerahayuan.
Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita
saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu
agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik,
prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah
menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Page 8
Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang
bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Perkawinan/Wiwahadalam Manavadharmasastra dianggap sah menurut Hukum
Hindu bila :
1)
Brahma Wiwaha : Pemberian seorang gadis setelah terlebih dulu dirias (dengan
pakian yang maha) dan setelah menghormati (dengan menghadiahi permata) kepada
seorang yang ahli dalam Veda, lagi pula budi bahasanya yang baik, yang diundang
(oleh ayah ayah si wanita) disebut acara Brahma Wiwaha
2)
Daiwa Wiwaha : Pemberian seorang anak wanita yang setelah terlebih dahulu
dihias dengan perhiasan-perhiasan kepada seorang pendeta yang melaksanakan
upacara pada saat upacara itu berlangsung disebut acara Daiwa Wiwaha
3)
Arsa Wiwaha : Kalau seorang ayah mengawinkan anak perempuannya sesuai
dengan peraturan setelah menerima seekor sapi atau seekor atau dua pasang lembu
dari penganten pria untuk memenuhi peraturan dharma, disebut secara Arsa
Wiwaha
4)
Prajapati Wiwaha : Pemberian seorang anak perempuan (oleh ayah si wanita)
setelah berpesan kepada mempelai dengan mantra semoga kamu berdua
melaksanakan kewajiban-kewajiban bersama-sama. Dan setelah menunjukan
penghormatan (kepada penganten pria), perkawinan ini dalam kitab Smerti dinamai
acara perkawinanPrajapati
5)
Asura Wiwaha : Kalau penganten pria menerima seorang perempuan setelah
pria itu memberingas kawin sesuai menurut kemampuannya dan didorong oleh
keinginananya sendiri kepada mempelai wanita dan keluarganya, cara ini dinamakan
perkawinan Asura
6)
Gandharma Wiwaha : Pertemuan suka sama suka antara seorang perempuan
dengan kekasihnya yang timbul dari nafsunya dan melakukan perhubungan kelamin
dinamakan perkawinanGandharwa
7)
Raksasa Wiwaha : Melarikan seoranag gadis dengan paksa dari rumahnya
dimana wanita berteriak-teriak menangis setelah keluarganya terbunuh atau terluka,
rumahnya dirusak, dinamakan perkawinan Raksasa
8)
Paisca Wiwaha : Kalau seorang laki-laki dengan cara mencuri-curi memperkosa
seorang wanita yang sedang tidur, sedang mabuk atau bingung, cara demikian adalah
perkawinan Paisca yang amat rendah dan penus dosa.
Page 9
D.
Berdasarkan tradisi atau hukum adat bagi umat Hindu terdapat empat sistem yang
dilaksanakan sebagai berikut :
1.
Sistem Mapadik/Meminang/Meminta
Pihak calon suami meminta datang kerumah calon istri untuk mengadakan
perkawinan;
2.
Bentuk perkawinan cinta sama cinta berjalan berdua/beserta keluarga laki secara
resmi tak diketahui keluarga perempuan.
3.
Bentuk perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita
dan sebagai pradana dari pihak laki.
4.
Page 10
E.
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma,
Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi secara
bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama.
Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan
Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan
pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk
mencapai moksa.
v Pengertian Wiwaha.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan
hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar Agastya
Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut Yatha sakti Kayika
Dharma yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi
seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam
kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar
disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
v Tujuan Wiwaha.
Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas
yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan amat
membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya dengan sukses atau
memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Bimbingan tersebut akan
amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli dalam bidang agama Hindu,
terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang grhastha, untuk bisa mandiri di
dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma.
v Menyucikan Diri
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan
kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya.
Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan Ri sakwehning sarwa bhuta,
iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang
panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang
artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai
manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk peleburan
perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan menjelma sebagai manusia, karma
dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui
Sistem Pawiwahan Menurut Adat Bali
Page 11
Page 12
Page 13
v Tegen tegenan
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab
sekala dan niskala. Perangkat tegen-tegenan :
1.
Batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu
ruas demi ruas, secara manis.
2.
Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma
berdasarkan Dharma
3.
4.
5.
Page 14
agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan
di bawah tempat tidur mempelai.
v Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon
penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Setelah upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan dengan cara membersihkan diri
(mandi) hal itu disebut dengan angelus wimoha yang berarti melaksanakan
perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta
kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih
agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.
Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang berarti
bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik yang
selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur kepada
Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai wanita.
Page 15
BAB III
KESIMPULAN
Page 16
DAFTAR PUSTAKA
Sudirga, Ida Bagus, dkk. 2007. Widya Dharma Agama Hindu. Jakarta : Ganesa Exact
Sudharta, Tjok Rai. 2002.Manusia Hindu. Denpasar : Yayasan Dharma Naradha.
Soekanto, Soerjono. 2013. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Page 17