Anda di halaman 1dari 5

Hiperlidemia

1. Definisi
Hiperlipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
meningkatnya kadar trigliserida dan kolesterol di dalam darah (Velayutham et al., 2008).
Hiperlipidemia dapat memicu terbentuknya aterosklerosis, kemudian memicu munculnya
penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung, stroke dan diabetes (Velayutham et al.,
2008; Hutter et al., 2004; Luley et al., 2000). Diagnosis hiperlipidemia dapat ditegakkan
berdasarkan pada peningkatan kadar trigliserida dalam darah (Goldstein et al., 1973).
Lemak trigliserida banyak terdapat dalam makanan. Bila asupan makanan berlebih, maka
kadar trigliserida dalam darah juga meningkat (hipertrigliseridemia) (Situmorang dan
Martha, 2014).
Pada umumnya kasus hipertrigliseridemia atau hiperkolesterolemia ringan
dapat dikendalikan dengan cara melakukan diet lemak jenuh dan rendah kalori.
Namun pada kasus yang berat, diet lemak jenuh dan rendah kalori saja belum tentu
dapat mengendalikan hipertrigliseridemia atau hiperkolesterolemia. Pada kasus berat,
pengendalian ini perlu dilakukan seumur hidup, sehingga obat antihiperlipidemia
seperti Gemfibrozil, Simvastatin dan Klofibrat pun harus digunakan dalam jangka
panjang (Adesta et al., 2010).
2. Patologi klinis

Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan dengan lipid yang
berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut menghasilkan 4 kelas utama
lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid dalam darah akan
mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan keduanya (hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu hiperlipidemia). Hiperlipoproteinemia
biasanya juga terganggu.
Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum) merupakan
gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan berat badan dan diet.
Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan
penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135 mg/dl). Ikatan LDL mudah
melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak pada dinding pembuluh darah yang
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis dan penyakit jantung
koroner.
3. Diagnosis
1. Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor resiko seperti
kegemukan, diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan faktor resiko
lainnya.
2. Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik kecuali jika
didaptkan riwayat penyakit yang menjadi faktor resiko dislipidemia. Selain itu,
kelainan mungkin didaptkan bila sudah terjadi komplikasi lebih lanjut seperti
penyakit jantung koroner.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid.
a. Persiapan
Pasien sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabi tanpa adanya
perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, tidak sakit
berat ataupun tidak ada operasi dalam 2 bulan terakhir. Selain itu, sebaiknya
pasien tidak mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2
minggu terakhir. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap
dilakukan dan disertai dengan catatan.
b. Pengambilan Bahan Pemeriksaan
Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena seminimal
mungkin dan bahan yang diambil adalah serum. Pengambilan bahan ini dilakukan
setelah pasien puasa selama 12-16 jam.
c. Analisis
Analisis kadar kolesterol dan trigliserid dilakukan dengan metode ensimatik
sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan kolesterol LDL dilakukan dengan
metode presipitasi dan ensimatik. Kadar kolesterol LDL dapat dilakukan secara
langsung atau menggunakan rumus Friedewaid jika didapatkan kadar trigliserida
< 400mg/d menggunakan rumus sebagai berikut:
4. Pemeriksaan klinis dan penunjang

1. Penatalaksanaan Umum
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang
meliputi modiflkasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. terapi diet
memiliki tujuan untuk menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak
jenuh dan kolesterol serta mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus
memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan
peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan
kalori.
2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi
a. Terapi Nutrisi Medis
Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan
yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering
keduanyadimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk menilai asupan
gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan
ahli gizi.Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai
dengan diet tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol
serum dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan. Pada pasien dengan
kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi sebaiknya mengurangi asupan
lemak jenuh. Namun pada pasien ini sebaiknya banyak mengkonsumsi lemak tak
jenuh rantai tunggal dan ganda. Asupan karbohidrat, alkohol dan lemaak perlu
dikurangi pada pasien dengan trigliserid yang tinggi.
b. Aktivitas Fisik
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar
HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan
meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan
berat badan.
Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung
maximal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .
3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama 5-
10 menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan
sepertidiutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-
60menit dalam tahap aerobik.
Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-menerus.
3. Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan farmakologi dilakukan bila terjadi kegagalan dengan pengobatan
non-farmakologis. Saat ini didapat beberapa golongan obat yaitu golongan resin, asam
nikotinat, golongan statin, derivat asam fibrat, probutol dan lain-lain namun obat lini
pertama yang danjurkan oleh NCEP-ATP III adalah HMG-CoA reductase inhibitor.
Apabila ditemukan kadar trigliserid >400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan
golongan asam fibrat untuk menurunkan trigliserid. Menurut kesepakatan kadar
kolesterol LDL merupakan sasaran utama pencegahan penyakit arteri koroner
sehingga ketika telah didapatkan kadar trigliserid yang menurun namun kadar
kolesterol LDL belum mencapai sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitorakan
dikombinasikan dengan asam fibrat. Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu
tablet (Niaspan yang merupakan kombinasi lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh
lebih efektif dibandingkan dengan lovastatin atau asam nikotinik sendiri dalam dosis
tinggi.
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau
sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6
minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutakan setiap 4-6 bulan. Bila
setelah 6 minggu terapi target belum tercapai, intensifkan/naikkan dosis statin atau
kombinasi dengan yang lain.
5. Tata laksana gizi
Penatalaksanaan hiperlipidemia meliputi pengaturan diet dan pemberian obat.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional cenderung meningkat dengan adanya
krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-
obat modern yang lebih mahal harganya (Suyatna, 2008). Obat tradisional secara umum
dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal tersebut dikarenakan obat
tradisional mempunyai efek samping yang relatif sedikit dibanding dengan obat modern
(Sari, 2006)
Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan
yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering
keduanyadimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi,
perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan ahli
gizi.Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet
tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai
setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan. Pada pasien dengan kadar kolesterol
LDL atau kolesterol total yang tinggi sebaiknya mengurangi asupan lemak jenuh. Namun
pada pasien ini sebaiknya banyak mengkonsumsi lemak tak jenuh rantai tunggal dan
ganda. Asupan karbohidrat, alkohol dan lemaak perlu dikurangi pada pasien dengan
trigliserid yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai