Anda di halaman 1dari 34

A.

Defenisi Diabetes Melitus Tipe 2

Non Insululin dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau biasa di kenal


dengan Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolic sebagai akibat
dari kurangnya pelepasan hormone insulin, aktivitas insulin (atau keduanya),
serta kurangnya pengangkut glukosa (atau keduanya). Diabetes Melitus tipe 2
merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu atau lebih factor
seperti kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat,
penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer (Kowalak, 2014). DM tipe 2
tidak tergantung pada insulin biasanya terjadi pada dewasa yang obese diatas
usia 40 tahun dan diatasi dengan diet disertai latihan bersama pemberian
obat-obatan antidiabetes oral.

Diabetes adalah penyakit kronis (menahun) yang terjadi ketika pankreas


(kelenjar ludah perut) tidak memproduksi cukup insulin, atau ketika tubuh
tidak secara efektif  menggunakan insulin. Diabetes biasa ditandai dengan
kadar gula darah di atas normal. Sedangkan diabetes tipe 2 adalah diabetes
yang disebabkan tubuh tidak efektif menggunakan insulin atau kekurangan
insulin yang relatif dibandingkan kadar gula darah.

Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin Dependent


Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin dalam tubuh
tidak dapat berfungsi dengan semestinya, hal ini dikarenakan berbagai
kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin atau berkurangnya
sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai
dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. (Nurul Wahdah, 2011).

Diabetes Mellitus Tipe II adalah defek sekresi insulin, dimana pankreas tidak
mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa
plasma yang normal, sehingga terjadi hiperglikemia yang disebabkan
insensitifitas seluler akibat insulin. (Elizabeth J Corwin, 2009).
Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar
insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal
membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport
glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi. (FKUI,
2011).

B. Klasifikasi Diabetes Melitus


 Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas
(reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90%
maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi
pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1
mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan
sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan
sebagai tipe 1 idiopatik. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum
usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.
 Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai
non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini
terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin
resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu
memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistan. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.
Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi
ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa
normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung
pada pemberian insulin. DM tipe 2 tidak tergantung pada insulin
biasanya terjadi pada dewasa yang obese diatas usia 40 tahun dan diatasi
dengan diet disertai latihan bersama pemberian obat-obatan antidiabetes
oral.
 Diabetes Gestasional

DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah


kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu
hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat
keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan
morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan
makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin
lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.
Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya
untuk menjadi DM di masa mendatang. Ini terjadi karena wanita yang
hamil terkadang memiliki kadar gula darah yang melebihi normal tapi
masih belum termasuk kadar gula pada diabetes, namun insulin juga tidak
bisa mengendalikannya. Diabetes gestasional dapat meningkatkan risiko
komplikasi kesehatan pada ibu serta janin. Karena itu, sangat penting bagi
penderita diabetes yang sedang hamil untuk menjaga keseimbangan kadar
gula darahnya.

C. Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Sel-sel dalam tubuh manusia membutuhkan energi dari gula (glukosa) untuk
bisa berfungsi dengan normal. Yang biasanya mengendalikan gula dalam
darah adalah hormon insulin. Insulin membantu sel mengambil dan
menggunakan glukosa dari aliran darah. Jika tubuh kekurangan insulin yang
relatif, artinya kadar gula darah sangat banyak akibat asupan berlebihan
sehingga kadar insulin tampak berkurang; atau muncul resistensi terhadap
insulin pada sel-sel tubuh, kadar gula (glukosa) darah akan meningkat drastis.
Inilah yang memicu dan menjadi penyebab penyakit diabetes (diabetes
melitus).

Diabetes tipe 2 terjadi pada saat organ pankreas dalam tubuh penderita tidak
memproduksi relatif cukup insulin untuk mempertahankan kadar gula darah
dalam batas normal. Penyebab lainnya adalah sel-sel tubuh yang menjadi
kurang peka terhadap insulin atau yang dikenal dengan istilah resistensi
terhadap insulin. Kadar gula darah biasanya dikendalikan oleh hormon
insulin yang diproduksi oleh pankreas. Insulin berfungsi untuk memindahkan
gula dari darah ke sel-sel tubuh yang akan mengubahnya menjadi energi.

Terdapat sejumlah faktor di balik kurangnya produksi insulin dalam diabetes


tipe 2. Beberapa faktor risiko tersebut meliputi:

a) Faktor Usia

Risiko diabetes tipe 2 akan makin tinggi seiring bertambahnya usia. Ini
mungkin dipicu oleh berat badan yang cenderung bertambah dan frekuensi
olahraga yang berkurang saat kita makin tua. Diabetes jenis ini umumnya
menyerang orang-orang yang berusia 40 tahun ke atas. Risiko orang
beretnis Asia bahkan tinggi, yaitu pada usia 25 tahun ke atas. Karena
semakin bertambahnya usia maka fungsi sel B pancreas menjadi menurun
sehingga berpengaruh pada produksi insulin, insulin yang dihasilkan
semakin berkurang sehingga kadar gula darah menjadi meningkat dan
menyebabkan hiperglikemia.

b) Hereditas

Memiliki anggota keluarga (terutama keluarga inti seperti ayah, ibu, dan
saudara kandung) yang menderita diabetes juga akan meningkatkan risiko
Anda. Risiko bagi anak-anak dengan ayah atau ibu penderita diabetes tipe
2 juga sepertiga lebih tinggi untuk terkena diabetes. Diabetes bisa
diturunkan melalui hubungan darah yang dekat selain itu karena terjadinya
retensi insulin sehingga menyebabkan kadar gula darah meningkat dan
terjadinya hiperglikemia.
c) Obesitas

Obesitas dapat menjadi salah satu factor penyebab terjadinya Diabetes


Melitus tipe 2 ini karena obesitas yang berasal dari gaya hidup yang
kurang gerak akan menyebabkan penumpukan lemak didalam tubuh dan
hati sehingga lemak bebas dan gula darah meningkat dan memblokir kerja
insulin (kemampuan insulin untuk mengenali gula melemah)
menyebabkan retensi insulin sehingga gula darah tidak dapat diserap oleh
tubuh maka sel-sel tubuh dan jaringan lemak bersaing untuk menyerap
insulin dan pankreas dipacu untuk memproduksi insulin lebih banyak
karena kerja pancreas terlalu berat menyebabkan organ pancreas kelelahan
dan organ pancreas menjadi rusak karena kerjanya yang terlalu berat,
pancreas yang rusak berpengaruh pada sekresi insulin sehingga
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Risiko diabetes tipe 2 lebih tinggi
pada orang yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.
Mengukur pinggang untuk mengecek tumpukan lemak di bagian ini adalah
cara tercepat untuk mengukur risiko diabetes Anda. Yang berisiko lebih
tinggi adalah wanita dengan ukuran pinggang 80 cm atau lebih serta pria
Asia dengan ukuran pinggang 90 cm atau lebih.

d) Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan seperti Thiazide & Beta bloker dalam jangka


waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada organ pankreas.
Pankreas yang sehat akan memproduksi zat yang tepat dalam jumlah dan
waktu yang tepat ketika kita makan. Namun pankreas yang memiliki
gangguan tidak mampu memproduksi enzim pencernaan secara optimal
sehingga penyerapan makanan juga terganggu dan menyebabkan diare
atau penurunan berat badan. Tidak hanya diare atau penurunan berat
badan, gangguan yang dialami oleh pankreas juga bisa menyebabkan
beberapa penyakit lain yang sangat berbahaya.
e) Stress
Stress dalam jangka waktu lama akan mengaktifkan system hipotalamus
pituitari dan akan menganggu keseimbangan hormone insulin apabila
keseimbangan hormone insulin terganggu maka produksi insulin pun akan
ikut terganggu sehingga dapat menyebabkan terjadinya retensi insulin dan
menyebabkan kadar gula darah menjadi meningkat.
f) Lifestyle
Gaya hidup merupakan salah satu factor pemicu untuk terjadinya diabetes
tipe 2 ini karena pola hidup yang salah dan kurang gerak(aktivitas fisik)
akan menyebabkan proses metabolisme menjadi menurun sehingga proses
pembakaran glukosa menjadi energy juga menurun dan menyebabkan
kadar gula menjadi meningkat, glukosa diuah menjadi glukogen dan
disimpan di hati dan otot sehingga menyebabkan terjadinya obesitas.
D. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 2

Gejala-gejala ini timbul setelah gula darah meningkat di dalam darah selama
beberapa waktu tertentu. Awalnya, gejala diabetes tipe 2 cenderung ringan.
Oleh sebab itu, banyak penderitanya yang sering tidak menyadari bila mereka
sudah mengidap penyakit ini. Berikut gejala yang akan muncul pada diabetes
mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:
 Gangrene
Gangrene adalah kondisi serius ketika banyak jaringan tubuh yang
nekrosis atau mati yang disebabkan karena terhambatnya sirkulasi darah,
darah yang tidak bisa mengalir lancer akan menyebabkan sel-sel akan
mati. gangrene terjadi pada penderita dengan kadar gula darah yang
tinggi dan tidak terkendali menyebabkan kerusakan pada saraf kaki yang
menyebabkan neuropati perifer. Atau kehilangan sensasi rasa dan
mengerasnya pada dinding arteri yang akan menyebabkan penyempitan
dan terhalangnya pasokan darah.
 Kebas
Kebas disebabkan karena gangguan pada pembuluh darah kapiler yang
kecil dan rusaknya pembuluh darah tepi atau perifer akibat darah yang
mengalir menuju perifer menjadi berkurang.
 Luka bernanah dan bau
Gangren bau karena adanya infeksi oleh bakteri klostirudium yang
menyebabkan luka menjadi basah dan infeksi yang lama serta tidak
kunjung sembuh. Bau disebabkan karena keluarnya nanah.
 Berat badan menurun
Berat badan yang turun drastis karena adanya gangguan pada insulin.
Biasanya pada saat kita makan. Maka kadar gula darah akan naik,
normalnya gula darah ini masuk ke dalam sel untuk metabolisem energi.
Tetapi, pada pasien diabetes, gula darah akan tetap beredar diperedaran
darah sehingga sel-selnya akan kelaparan, selain itu pendertita diabetes
berat badan menurun karena tidak adanya kalori yang bisa masuk ke dalam
sel maka berat badan sulit bertambah dan otot-ototpun menjadi kendur dan
kecil.
 Kelemahan atau kurang energi
Tubuh tidak mendapatkan gula dalam kadar yang cukup sehingga tubuh
juga akan kehilangan energy, selain itu proses metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak juga terganggu menyebabkan intake yang adekuat dan
akan menyebabkan tubuh merasa kelemahan.
 Polifagia
Glukosa jika masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi glikogen dengan
bantuan insulin dan disimpan dalam hati sebagai cadangan energi. Pada
penderita diabetes, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel target dan
berubah menjadi glikogen untuk disimpan di dalam hati sebagai cadangan
energi karena, insulin yang dihasilkan pancreas tidak dapat bekerja atau
insulin dapat bekerja tetapi bekerjanya lambat. Oleh karena itu, tidak ada
intake glukosa yang masuk sehingga penderita DM merasa cepat lapar dan
lemas (Polifagi).
 Polidipsi
Proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi yaitu filtrasi zat
dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM,
glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam
pembuluh darah sehingga proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis
(filtrasi zat dari tekanan tinggi ke tekanan rendah). Akibatnya, air yang ada
di pembuluh darah terambil oleh ginjal sehingga pembuluh darah menjadi
kekurangan air yang menyebabkan penderita menjadi cepat haus
(Polidipsi).
 Poliuri
Pada penderita DM, akibat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa
menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini
dapat menyebabkan hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi
ginjal juga meningkat. Akibatnya, glukosa dan Natrium yang diserap
ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak dan
membuat penderita menjadi cepat pipis (Poliuri).
 Edema
Glukosa menumpuk didalam darah (hiperglikemia) menyebabkan
glukosa didalam sel menjadi berkurang sehingga menyebabkan tubuh
kekurangan glukosa dan tubuh memproduksi sorbitol, sorbitol tertimbun
didalam sel dan gula menarik air diintravaskuler dan menyebabkan
penumpukan cairan di ekstrasel yang akan menyebabkan edema.
E. Patofisiologi (Pathway) Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh


satu atau lebih factor seperti kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa
yang tidak tepat, penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer. Factor
genetic merupakan hal yang signifikan dan awitan diabetes dipercepat oleh
obesitas serta gaya hidup sedentary (sering duduk), stress tambahan dapat
menjadi factor penting, penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan
menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi
retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan
sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin hingga
kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat
itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu
lagi mengsekresi insulin.

Individu yang mengidap DM Tipe II tetap mengahasilkan insulin. Akan


tetapi jarang terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan
jumlah total insulin yang di lepaskan. Hal ini mendorong semakin parah
kondisi seiring dengan bertambah usia pasien. Selain itu, sel-sel tubuh
terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resitensi terhadap insulin
yang bersirkulasi dalam darah. Akibatnya pembawa glukosa (transporter
glukosa glut-4) yang ada disel tidak adekuat. Karena sel kekurangan
glukosa, hati memulai proses glukoneogenesis, yang selanjutnya makin
meningkatkan kadar glukosa darah serta mestimulasai penguraian
simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk mengahasilkan sumber
bahan bakar alternative, sehingga meningkatkan zat- zat ini didalam darah.
Hanya sel-sel otak dan sel darah merah yang terus menggunakan glukosa
sebagai sumber energy yang efektif . Karena masih terdapa insulin ,
individu dengan DM Tipe II jarang mengandalkan asam lemak untuk
menghasilkan energi dan tidak rentang terhadap ketosis.

F. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2

Kadar gula darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah, saraf, dan organ tubuh. Diabetes termasuk penyakit kronis
yang berkembang secara bertahap, hingga akhirnya bisa memicu sejumlah
komplikasi jika tidak ditangani dengan baik. Berikut adalah sejumlah
komplikasi yang umumnya dialami oleh penderita diabetes.

a. Penyakit Kardiovaskuler
Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
jantung, stroke, aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
b. Kerusakan syaraf atau Neuropati
Kadar gula darah yang berlebihan dapat merusak saraf dan pembuluh
darah halus. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya sensasi
kesemutan atau perih yang biasa berawal dari ujung jari tangan dan kaki,
lalu menyebar ke bagian tubuh lain. Neuropati pada sistem pencernaan
dapat memicu mual, muntah, diare, atau konstipasi.
c. Kerusakan pada organ kaki
Neuropati atau terhambatnya aliran darah pada kaki penderita diabetes
berkemungkinan meningkatkan risiko komplikasi kesehatan kaki yang
biasanya terlambat disadari. Sekitar 10 persen penderita diabetes
mengalami infeksi serius akibat luka atau goresan kecil pada kaki.
Gejala komplikasi kaki yang harus diwaspadai adalah pembengkakan,
kulit yang terasa panas saat disentuh, serta luka yang tidak kunjung
sembuh.
d. Kerusakan Mata
khususnya retina. Retinopati muncul saat terjadi masalah pada pembuluh
darah di retina yang dapat mengakibatkan kebutaan jika dibiarkan.
Glaukoma dan katarak juga termasuk komplikasi yang mungkin terjadi
pada penderita diabetes, selain itu kebutaan juga bisa terjadi.
e. Kerusakan Ginjal
Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah halus yang menyaring limbah
dari darah. Jika pembuluh darah halus tersebut tersumbat atau bocor,
kinerja ginjal Anda bisa menurun. Kerusakan parah pada ginjal dapat
menyebabkan gagal ginjal yang membutuhkan dialisis (proses cuci
darah) atau bahkan transplantasi ginjal.
f. Gangguan Kulit

Diabetes akan membuat penderitanya rentan terkena penyakit kulit


seperti infeksi jamur maupun bakteri.
g. Ketoasidosis Diabetic

Sebuah komplikasi diabetes mematikan yang disebabkan kurangnya


insulin dalam tubuh seseorang biasa dikenal dengan nama ketoasidosis
diabetik. Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh tidak bisa mengolah gula
darah (glukosa) karena tidak cukupnya insulin dalam tubuh. Sebagai
pengganti glukosa, tubuh menggunakan lemak sebagai bahan bakar
pengganti. Hasil proses tersebut adalah senyawa bersifat asam dengan
jumlah cukup banyak bernama ketone, yang berbahaya bagi tubuh. Tipe 2
yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.

G. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus Tipe 2


Diagnosis sejak dini sangat penting agar diabetes dapat ditangani secepatnya.
Jika Anda mengalami gejala diabetes, Anda sebaiknya segera
mengkonsultasikannya kepada dokter. Sejumlah pemeriksaan yang umumnya
akan dianjurkan adalah sebagai berikut:

 Tes HbA1c
Pemeriksaan ini akan menunjukkan kadar gula rata-rata dalam darah
pasien selama periode 2-3 bulan terakhir. Tingkat HbA1c dengan angka
6,5% atau lebih akan menandakan pasien mengidap diabetes tipe 2. Tes ini
juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal  untuk orang yang
berisiko mengidap diabetes. Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin
meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah
selama 8-10 minggu terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaan
normal antara 70-140 mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka test AIC
akan menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh
anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan hemoglobinnopati. Pengukuran
AIC dilakukan minimal 4bulan sekali dalam setahun.
 Tes Toleransi Glukosa Oral
Tes ini berfungsi untuk mengevaluasi aktivitas insulin dalam tubuh.
Sampel darah pasien diambil sebanyak dua kali untuk pemeriksaan
glukosa puasa dan dua jam setelah makan.
Tes glukosa puasa akan dilakukan pada pagi hari setelah Anda berpuasa
selama 8 jam, hanya air putih yang tetap diperbolehkan minum. Anda juga
dianjurkan untuk tidak meminum obat-obatan tertentu yang dapat
memengaruhi hasil tes. Sampel darah akan diambil menjelang akhir fase
berpuasa.
Kemudian, Anda akan diminta untuk minum sirup yang mengandung 75
gram glukosa (gula). Tepat dua jam setelahnya, sampel darah Anda akan
kembali diambil untuk tes glukosa guna mengevaluasi aktivitas insulin
dalam tubuh.
 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung
dan dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia.
Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik
daripada kasat mata karena informasi yang diberikan lebih objektif
kuantitatif.
 Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal
yang bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak
memberikan informasi tentang kadar glukosa darah tersebut, sehingga tak
dapat membedakan normoglikemia atau hipoglikemia.
 Pemeriksaan Keton Urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton
urin dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi kolorimetrik antara benda
keton dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu.
 Cara Mengetahui Hasil Tes

Kadar gula Anda yang diketahui dari hasil tes toleransi glukosa oral akan
menentukan apakah Anda menderita gangguan toleransi glukosa atau
diabetes. Milligrams/deciliter atau biasa disingkat mg/dL adalah satuan
untuk kadar gula darah yang digunakan secara umum di Indonesia.
Takaran gula darah yang normal adalah:

 80-100 mg/dL sebelum makan.


 80-144 mg/dL sesudah makan (diperiksa tepat dua jam setelah makan).

Sementara takaran gula darah penderita gangguan toleransi glukosa


adalah:

 108-126 mg/dL sebelum makan.


 142-198 mg/dL sesudah makan (diperiksa tepat dua jam setelah
makan).

Perubahan gaya hidup akan dianjurkan jika hasil tes menunjukkan Anda
menderita gangguan toleransi glukosa. Dokter juga mungkin akan
memberikan obat untuk menurunkan kadar gula darah Anda.

Sedangkan takaran gula darah bagi penderita diabetes adalah:

 Lebih dari 126 mg/dL sebelum makan.


 Lebih dari 198 mg/dL sesudah makan (diperiksa tepat dua jam setelah
makan).

Jika hasil tes menunjukkan Anda menderita diabetes, dokter biasanya akan
memberikan obat-obatan untuk menurunkan dan menjaga keseimbangan
kadar gula darah Anda.
H. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
Meski diabetes tidak bisa disembuhkan, pendeteksian sejak dini
memungkinkan kadar gula darah penderita diabetes bisa dikendalikan.
Tujuan pengobatan diabetes adalah untuk memertahankan keseimbangan
kadar gula darah dan meminimalisasi risiko komplikasi. Berikut penjelasan
mendetail mengenai penanganan diabetes yang umumnya dianjurkan.
 Penatalaksanaan Medis
 Pemberian obat antidiabetik oral untuk mestimulasi produksi
insulin endogen, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin pada
tingkat seluler, menekan glukoneogenesis hepar, dan memperlambat
aborsi karbohidrat dalam traktus GI (dapat digunakan kombinasi obat-
obatan tersebut).
 Pemantauan kadar glukosa darah secara cermat Risiko
hipoglikemia (kadar gula darah yang terlalu rendah) umumnya
menyertai penderita diabetes tipe 2 yang menggunakan insulin atau
tablet tertentu dalam pengendalian kadar gula darah mereka. Gejala
hipoglikemia ringan meliputi lemas, gemetaran, dan lapar.

Penanganan awal untuk penderita diabetes yang mengalami


hipoglikemia adalah dengan mengonsumsi sumber karbohidrat
(minuman bergula atau tablet glukosa) yang dapat diserap dengan
cepat. Setelah itu, penderita boleh mengonsumsi sumber karbohidrat
yang dapat bertahan lebih lama seperti sepotong wafer, sepotong roti
isi, atau mengonsumsi buah.

Langkah-langkah di atas umumnya dapat meningkatkan kadar gula


darah agar kembali normal. Tetapi proses ini bisa membutuhkan
waktu beberapa jam. Hipoglikemia berat akan mengakibatkan
penderita diabetes merasa linglung, mengantuk, bahkan kehilangan
kesadaran. Ketika mengalami kondisi ini, penderita diabetes harus
segera diberi suntikan glukagon (hormon yang dapat meningkatkan
kadar gula darah dengan cepat) langsung pada otot atau vena.

 Perencanaan makan yang dirancang secara perorangan untuk


memenuhi kebutuhan gizi, mengendalikan kadar glukosa serta lipid
darah dan mencapai berat badan yang tepat serta mempertahankannya
(rencana makan harus diikuti secara konsisten dan hidangan harus
dikonsumsi secara teratur.
 Penurunan berat badan

 Pemberian obat Metformin bekerja dengan mengurangi kadar gula


yang disalurkan hati ke aliran darah dan membuat tubuh lebih
responsif terhadap insulin. Ini obat pertama yang sering dianjurkan
bagi penderita diabetes tipe 2. Berbeda dengan obat-obat lain,
metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan. Karena itu obat
ini biasanya diberikan untuk penderita yang mengalami kelebihan
berat badan. Tetapi metformin kadang-kadang dapat menyebabkan
efek samping yang ringan, misalnya mual dan diare. Dokter juga tidak
menganjurkan obat ini untuk penderita diabetes yang mengalami
masalah ginjal.
 Pemberian obat Sulfonilurea berfungsi meningkatkan produksi
insulin dalam pankreas. Penderita diabetes yang tidak dapat meminum
metformin atau tidak kelebihan berat badan mungkin akan diberikan
obat ini. Jika metformin kurang efektif untuk mengendalikan kadar
gula darah Anda, dokter mungkin akan mengombinasikannya dengan
sulfonilurea. Contoh-contoh obat ini adalah glimepiride,
glibenclamide, glipizide, gliclazide, dan gliquidone. sulfonilurea akan
meningkatkan kadar insulin dalam tubuh sehingga dapat
mempertinggi risiko hipoglikemia jika ada kesalahan dalam
penggunaannya. Obat ini juga memiliki efek samping seperti
kenaikan berat badan, mual, muntah, serta diare.
 Pemberian obat Pioglitazone biasanya dikombinasikan dengan
metformin, sulfonilurea, atau keduanya. Obat ini akan memicu sel-sel
tubuh agar lebih sensitif terhadap insulin, sehingga lebih banyak
glukosa yang dipindahkan dari dalam darah. Obat ini dapat
menyebabkan kenaikan berat badan dan pembengkakan pada
pergelangan kaki. Anda tidak dianjurkan untuk
meminum pioglitazone jika pernah mengalami gagal jantung atau
berisiko mengalami patah tulang.
 Gliptin atau penghambat DPP-4 mencegah pemecahan
hormon GLP-1 (glucagon-like peptide-1). GLP-1 adalah hormon yang
berperan dalam produksi insulin saat kadar gula darah tinggi. Dengan
demikian, gliptin membantu menaikkan tingkat insulin saat kadar gula
naik. Gliptin (misalnya, linagliptin, saxagliptin, sitagliptin, dan
vildagliptin) dapat menghambat peningkatan kadar gula darah tinggi
tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini tidak menyebabkan
kenaikan berat badan dan biasanya diberikan jika penderita tidak bisa
meminum sulfonilurea atau glitazone, atau dikombinasikan dengan
keduanya. Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan penekanan
terhadap sekresi glukagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar
glukosa dapat diturunkan.
 Penghambat SGLT-2 akan meningkatkan kadar gula yang
dikeluarkan melalui urine. Namun, obat ini meningkatkan risiko
infeksi pada saluran kemih dan kelamin bagi pengidap diabetes. Obat
ini dianjurkan apabila metformin dan DPP-4 tidak cocok digunakan
oleh pengidap. Contoh penghambat SGLT-2 meliputi dapagliflozin,
canagliflozin, dan empagliflozin.
 Agonis GLP-1 memiliki kinerja yang mirip hormon GLP-1 alami.
Obat ini diberikan melalui suntikan untuk merangsang produksi
insulin saat kadar gula darah tinggi tanpa memicu risiko
hipoglikemia.

 Pemberian obat Acarbose akan memperlambat proses pencernaan


karbohidrat menjadi gula. Obat ini mencegah peningkatan kadar gula
darah yang terlalu cepat setelah penderita diabetes makan. Obat ini
dapat menyebabkan efek samping diare serta perut kembung.
Acarbose juga jarang digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2,
kecuali jika penderita tidak cocok meminum obat lain.
 Pemberian obat Nateglinide dan repaglinide untuk melepas insulin
ke aliran darah Kedua obat ini akan merangsang pankreas untuk
melepaskan lebih banyak insulin ke aliran darah.

Fungsi nateglinide dan repaglinide tidak dapat bertahan lama, tapi


efektif saat diminum sebelum makan. Meski jarang digunakan,
keduanya dianjurkan apabila penderita memiliki jadwal makan pada
jam-jam yang tidak biasa. Semua obat tetap memiliki efek samping,
termasuk nateglinide dan repaglinide . Efek samping dari kedua obat
ini adalah hipoglikemia dan kenaikan berat badan.

 Terapi Insulin Sebagai Pendamping Obat-obatan Lain Obat-obatan


dalam bentuk tablet mungkin akan kurang efektif untuk mengobati
diabetes, sehingga Anda membutuhkan terapi insulin. Berdasarkan
dosis dan cara pemakaiannya, terapi ini dapat diberikan untuk
menggantikan atau diberikan bersamaan dengan obat-obatan di atas.
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari
pulau Langerhanss kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari
proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh
peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan
insulin dan peptide penghubung (C-peptide)yang masuk kedalam
aliran darah dalam jumlah ekuimolar.

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM Tipe II akan


memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.
Pada DM Tipe II tertentu akan butuh insulin bila:
o Terapi jenis lain tida dapat mencapai target pengendalian
kadar glukosa darah
o Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miocard akut atau stroke.
Pengaruh insulin tehadap jaringan tubuh antara lain insulin
menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan
lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk di gunakan
sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam
sel otot dan hati.
 Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sesitivitas insulin. Golongan obat ini
bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi
produksi glukosa dihati.
 Obat-Obatan Lain yang Umumnya Dibutuhkan Penderita Diabetes
Tipe 2 Penderita diabetes tipe 2 memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami komplikasi (penyakit jantung, stroke, atau penyakit
ginjal). Dokter biasanya akan menyarankan obat-obat berikut ini
untuk mengurangi risiko komplikasi:

o Statin (misalnya, simvastatin) untuk mengurangi kadar


kolesterol tinggi.
o Obat penurun hipertensi.
o Obat-obatan ACE Inhibitor, seperti lisinopril, enalapril,
atau ramipril, apabila ada indikasi penyakit ginjal diabetik.
Perkembangan penyakit yang ditandai dengan adanya protein
albumin dalam urine ini dapat disembuhkan jika segera
ditangani.

 Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:


 Memberikan penyuluhan tentang keadaaan penyakit, symptom, hasil
yang ditemukan dan alternative tindakan yang akan diambil pada
pasien maupun keluarga pasien.
 Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi atau sumber yang ada guna menyembuhkan
anggota keluarga yang sakit dan menyelesaikan masalah penyakit
diabetes dan resikonya.
 Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam
pengobatan dan pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
 Ajarkan pasien cara menangani diabetesnya ketika menderita sakit
ringan, seperti demam selesma, influenza atau maag
 Pantau control diabetes melalui pengukuran kadar glukosa, kadar
hemoglobin terasilasi (HbA1c), kadar lemak darah, dan tekanan darah
secara teratur.
 Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih,
menghindari alkohol, penggunaaan waktu luang yang positif untuk
kesehatan, menghilangkan stress dalam rutinitas kehidupan atau
pekerjaan, pola makan yang baik
 Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan
keluhan dan meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang terkena
DM atau yang memiliki resiko
 Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan
jasmani atau kebugaran yang sesuai.
 Menerapkan pola makan yang sehat, misalnya meningkatkan
konsumsi makanan kaya serat, menghindari makanan berlemak atau
berkadar gula tinggi.
 Teratur berolahraga, setidaknya selama 2,5 jam dalam seminggu.
 Menurunkan berat badan, khususnya bagi yang mengalami
kegemukan atau obesitas (indeks berat badan 30 atau lebih).
 Anjurkan pasien untuk Berhenti merokok karena dapat meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular pada pengidap diabetes.
 Anjurkan pasien untuk Membatasi atau berhenti mengonsumsi
minuman beralkohol. Kandungan alkohol dalam minuman keras dapat
mempertinggi risiko hiperglikemia dan hipoglikemia. Jangan
mengonsumsi minuman beralkohol pada saat perut kosong.
 Anjurkan pasien untuk Menjaga kondisi kaki. Borok pada kaki
merupakan komplikasi yang umum dialami oleh penderita diabetes
tipe 2. Karena itu, jagalah kondisi kaki Anda dan waspadai luka yang
tidak kunjung sembuh.
 Ajarkan pasien caraa merawat kakinya dengan membasuhnya setiap
hari, mengeringkannya dengan cermat terutama pada sela-sela jari
kaki, dan melakukan inspeksi untuk menemukan gejala veruka, kalus
(kapalan), pada kulit. Sarankan pasien agar melaporkan setiap
perubahan kepada dokter. Nasihati pasien agar mengenakan sepatu
yang tidak ketat dan menghindari berjalan dengan kaki telanjang. Beri
tahu kepada pasien agar menggunakan obat antijamur yang dijual
bebas dan memeriksakan diri ke dokter jika penyakit kutu air (tinea
pedis) tidak bisa disembuhkan dengan obat tersebut. Sarankan
kunjungan secara berkala pada ahli perawatan kaki (Podiatris).
 Anjurkan pasien untuk Memeriksakan kondisi mata secara rutin.
Frekuensi pemeriksaan mata rutin yang dianjurkan adalah sekali
setiap 2 tahun untuk mendeteksi retinopati diabetic.
 Kaji tanda-tanda neuropati diabetic (pati rasa atau nyeri pada tangan
dan kaki, foot drop, neurogenic bladder)

 Penatalaksanaan Diet (Gizi)

Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes


memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatakan control
metabolic yang lebih baik, dan beberapa tambahan tujuan khusus yaitu:
 Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan asupan makanan dengan insulin(endogen/eksogen)
atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas
 Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
 Memberikan energy yang cukup untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan yang memadai pada orang dewasa
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak
dan remaja, untuk peningkatan kebutuhan metabolic selama
kehamilan dan laktasi atau penyambuhan dari penyakit metabolic
 Dapat mempertahankan berat badan yang memadai
 Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes
yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit jangka
pendek, komplikasi kronik diabetes seperti penyakit ginjal, hipertensi,
neuropati autonomic dan penyakit jantung
 Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
I. Prognosis Diabetes Melitus Tipe 2

Harapan hidup orang yang terkena diabetes pada usia 40 tahun, 5-10 tahun
kurang dari rata-rata populasi. Serangan jantung adalah komplikasi paling
bahaya yang sering menjadi pembunuh pasien diabetes. Dengan kontrol gula
yang teratur dan menjaga gaya hidup serta menjaga kadar lemak dalam
darah secara ketat dapat meningkatkan harapan hidup lebih tinggi.

J. Pengkajian Fokus

Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau


interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.

1) Identitas

Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal


lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No. RM, diagnose medis, dan alamat.Identitas penanggung jawab :
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien, dan alamat.

2) Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah


secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan. Keluhan utama
yang didapat biasanya bervariasi, Adanya rasa kesemutan pada kaki/
tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh
– sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di


anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiaton, severity scala dan time.  Biasanya klien masuk ke RS dengan
keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar
sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi. Kaji
pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatn apa.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kesehatan lalu Biasanya klien DM mempunyai Riwayat


hipertensi, penyakit jantung seperti Infak miokard. Riwayat kesehatan
keluarga Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami


penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan
dalam keluarga, dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung.

6) Riwayat Psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan akan menyebabkan


penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri ( gambaran diri )
dan gangguan peran pada keluarga.

7) Lingkungan dan tempat tinggal

Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan


lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

K. Pemeriksaan fisik  
1. Keadaan umum dan TTV
 Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
 Tingkat Kesadaran : Compos mentis
 TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan.
2. Pengkajian head to toe
 Kepala
 Rambut : rambut tipis dan kasar , rambut tampak kusam dan
kering
 Wajah : klien werwajah pucat
 Mata : mata tampak merah , penglihatan kabur , simetris,
konjungtiva anemis dan sclera tidak ikterik
 Hidung : simetris , tidak ada pembengkakan polip dan klien
bernapas pendek , kusmaul
 Bibir : terdapat peradangan mukosa mulut , napas berbau
 Gigi : tidak terdapat karies pada gigi
 Leher : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar getah
bening
 Dada /thorak
 Inspeksi : melihat bentuk dada,simetris , ikspansi dinding
dada, melihat apakah adanya kesulitan saat bernapas
 Palpasi : mengidentifikasi adanya massa pada rongga dada
dan paru-paru, pemeriksaan taktil,merasakan gerakan
pengembangan dinding dada
 Perkusi :untuk mengetahui batas-batas organ yang ada pada
dada atau thorak
 Auskultasi : mendengarkan suara napas dengan meminta pasien
untuk menarik napas dalam, dengannormal suara napas vestikuler.
 Perut atau abdomen
 Inspeksi : terjadi distensi abdomen , asites atau penumpukan
cairan , klien tampak mual dan muntah
 Auskultasi : bising usus normal 5-12 x/menit
 Palpasi : terdapat nyeri tekan pada bagian pinggang dan adanya
pembesaran hepar pada stadium ahir
 Perkusi : terdengar suara pekak karena terjadinya asites
 Ekstermitas : didapatkan adanya nyeri panggul , edema pada
ekstermitas ,kram otot , kelemehan pada tungkai, keterbatasan gerak.
3. Sistem Pernafasan
Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis di jaringan

lemak serta ketogenesisi di hati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin

merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya


pasokan asam lemak di hati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil

asiltranferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas menjadi

benda keton. Proses ketosis ini menghasilkan asam betahidroksi butirat

dan asam asetoasetat yang mengakibatkan asidosis. Efek kedua yang

biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis dari peningkatan

langsung asam-asam keton adalah penurunan konsentrasi natrium yang

disebabkan oleh efek-efek berikut : asam-asam keton mempunyai ambang

ekskresi ginjal yang rendah yaitu 100-200 gram. Asam-asam keton dapat

dieksresikan berkaitan dengan natrium yang berasal dari CES, sebagai

akibatnya konsentrasi Na dalam CES biasanya berkurang dan Na diganti

oleh peningkatan jumlah ion H sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini

dapat dilihat dari pola pernapasan klien yang cepat dan dalam (kussmaul).

4. Sistem Hematologi
Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas kulit yang bisa

disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati akan

menyebabkan penurunan sensasi sehingga pengontrolan terhadap trauma

mekanis, thermis dan kimia menurun yang akan memudahkan terkena luka

yang mengancam keutuhan kulit. Teori lain yang mendasari kerusakan

kulit adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan

kebocoran protein dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan :

1)      Pertahanan jaringan setempat menurun cepat pada kulit menyebabkan

kulit mudah terinfeksi akibat keluarnya leukosit.

2)      Bila kelainan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan

edema yang hilang timbul pada tungkai kerena kebocoran albumin


jaringan sehingga mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selilitis

dan gangren.

5. System Neuromuskular

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,


seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kebas pada ektremitas

6. Sistem Kardiovaskuler
Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya

pembentukan lipoprotein (HDL dan LDL). Hal ini menyebabkan

peningkatan pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses

terjadinya arterosklerosis dan mempercepat timbulnya infark pada jantung

karena berkurangnya suplay oksigen ke jantung dan akhirnya pembuluh

besar menjadi kollaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi

pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Akut Miokard

Infark) dan angina pektoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh

penderita DM dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya

kematian karena penderita tidak merasakan gejala gangguan jantung

secara dini

Bila arterisklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul

kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren diabetik

dan pada perabaan arteri teraba denyut yang berkurang sampai

menghilang. Selain itu komplikasi mikrovaskuler pun dapat terjadi yaitu

akibat defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan

sehingga glukosa lebih banyak terakumulasi di ekstra sel bersama glukosa


yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan enzim aldose

reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini menyebabkan meningkatnya

kekentalan membran sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh

darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya

dan jaringan perifer kekurangan suplay oksigen dan nurtrisi. Hal ini

cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme

yang lama yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi

peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan maka

jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati,

nefropati dan retinopati.

7. Sistem Endokrin
Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi pada
pria dan penurunan libido pada wanita. Hal ini disebabkan oleh adanya
hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan
metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan
8. Sistem Perkemihan
Kekurangan pemasukan glukosa  dalam sel menyebabkan

peningkatan volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatan osmolaritas sel

yang akan merangsang hipothalamus untuk mensekresikan ADH dan

merangsang pusat haus di bagian lateral. Pada fase ini klien akan

mengalami Polidipsi dan penurunan produksi urin. Peningkatan rasa haus

akan menyebabkan peningkatan masukan cairan dan peningkatan sekresi

ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan ekstrasel

bertambah. Bila ini terjadi maka volume cairan intra seluler menurun dan

merangsang reseptor di hipothalamus untuk menekan sekresi ADH


sehingga terjadi diuresis osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah

yang melebihi ambang ginjal. Diuresis osmosis akan mempercepat

pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk berkemih

(Poliuri) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi

vasokontriksi akibat penurunan suhu sehingga timbul nokturi. Selain itu

gangguan sistem perkemihan dapat pula terjadi akibat kerusakan ginjal

(nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal.

9. Sistem pencernaan
Defisiensi insulin dapat menyebabkan kegagalan dalam pemasukan

glukosa ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan

menimbulkan dampak :

1)      Peningkatan penggunaan protein dan glukogen oleh jaringan sehingga

menyebabkan penurunan berat badan akibat dari penurunan metabolisme sel.

2)      Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme sementara hati tidak mampu menetralisir lemak sehingga proses

ini menghasilkan benda-benda keton. Penumpukan asam lemak akan

mengiritasi membran mukosa lambung dan diperberat oleh peningkatan

sekresi asam lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan muntah.

Selain itu iritasi lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk

mengsekresi serotinin, bradikinin dan histamin sehingga menimbulkan nyeri

lambung.

3)      Penurunan transfer glukosa ke dalam sel menyebabkan sel kekurangan

glukosa untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel.

Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang 


pusat makan di bagian lateral hipothalamus sehingga timbul peningkatan rasa

lapar (poliphagi).

4)      Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol

yang dapat merusak sistem saraf. Bila kerusakan ini mengenai syaraf otonom

akan menimbulkan diare/konstipasi dan gangguan dalam persepsi terhadap

lapar.

10. Sistem Muskuloskeletal

Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel-sel  dalam


jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan
glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke
jaringan, yang akan mengakibatkan jaringan kurang mendapatkan suplay
oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk
metabolisme sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak
timbulnya kelemahan dan bila dibiarkan akan mengakibatkan atropi otot.
Defisiensi insulin juga menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen
dalam otot serta peningkatan katabolisme protein yang berguna untuk
pertumbuhan sel-sel tubuh.

L. Diagnosa Keperawatan
a. ketidakstabilan kadar glukosa darah
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens cedera biologis (mis.,
infeksi, iskemia, neoplasma).
c. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
d. Keletihan berhubungan dengan Kelesuan Fisiologis (mis., penyakit).
M. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil NIC


1. ketidakstabilan kadar  Pengetahuan Manajement pengobatan
glukosa darah management diabetes  Tentukan obat yang di
 Management diri perlukan dan kelola
diabetes menurut resep dan atau
Setelah dilakukan protocol
tindakan keperawatan  Tentukan kemampuan
selama….. masalah pasien untuk mengobatan
Kekurangan volume diri sendiri dengan cara
cairan teratasi yang yang tepat
ditandai dengan
 Monitor efektifitas cara
Kriteria hasil :
pemberian obat yang
1. Kadar gula darah
sesuai
dalam batas
 Monitor efek samping
normal (80-180
obat
mg/dl)
 Monitor interaksi obat
yang non terapeutik
Pengajaran
proses
penyakit
 Kaji tingkat pengetahuan
pasien terkait dengan
proses penyakit yang
spesifik
 Jelaskan patofisiologi
penyakit dan bagaimana
hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi
sesuai dengan kebutuhan
 Review pengetahuan
pasien mengenai
kondisinya
 Jelaskan tanda dan gejala
yang umum dari penyakit
sesuai
Kebutuhan
 Idenifikasi perubahan
fisik pasien
2. Nyeri Akut berhubungan  Kontrol nyetri Manajemen Nyeri :
dengan Agens cedera  Tingkat nyeri  Lakukan pengkajian
biologis (mis., infeksi, Setelah dilakukan nyeri komprehensif
iskemia, neoplasma). tindakan keperawatan yang meliputi lokasi,
selama….. masalah karakteristik,
Nyeri Akut teratasi onset/durasi, frekuensi,
yang ditandai dengan kualitas, intensitas atau
Kriteria hasil : beratnya nyeri dan
1. Hasil pemeriksaan factor pencetus
fisik dalam batas  Gunakan strategi
normal komunikasi terapeutik
2. Skala nyeri untuk mengetahui
berkurang pengalaman nyeri dan
3. Rasa nyeri pasien sampai penerimaan
berkurang pasien terhadap nyeri.
4. Pasien merasa  Berikan informasi
nyaman mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri yang akan
dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
 Dorong pasien untuk
menggunakan obat-
obat penurun nyeri
yang adekuat.
 Dukung istirahat atau
tidur yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.
3. Ketidakseimbangan  Status Nutrsi Manajemen Nutrisi :.
Nutrisi Kurang dari  Status Nutrisi:  Monitor kalori dan
Kebutuhan Tubuh Asupan Nutrisi asupan makanan.
berhubungan dengan Setelah dilakukan  Monitor
ketidakmampuan tindakan keperawatan kecenderungan
mengabsorbsi nutrient. selama….. masalah terjadinya penurunan
Ketidakseimbangan dan kenaikan berat
Nutrisi Kurang dari badan.
Kebutuhan Tubuh Bantuan peningkatan
teratasi yang ditandai berat badan :
dengan Kriteria hasil :  Jika diperlukan
1. Hasil pemeriksaan lakukan pemeriksaan
fisik dalam batas diagnostic untuk
normal mengetahui penyebab
2. BMI pasien dalam penurunan berat badan
batas normal  Monitor asupan kalori
3. Nafsu makan setiap hari.
pasien baik  Monitor nilai albumin
4. Pasien tampak limosit, dan nilai
lebih segar elektrolit
 Dukung peningkatan
5. Pasien lebih masukan kalori
berenergi
Instruksikan cara
(bertenaga)
meningkatkan asupan kalori.
4. Keletihan berhubungan  Kelelahan: Efek Manajemen Energi :
dengan Kelesuan yang menggangu  Kaji status fisiologis
Fisiologis (mis.,  Tingkat kelelahan pasien yang menyebab
penyakit). Setelah dilakukan kelelahan sesuai
tindakan keperawatan dengan konteks usia
selama….. masalah dan perkembangan.
Keletihan teratasi  Anjurkan pasien
yang ditandai dengan mengungkapkan
Kriteria hasil : perasaan secara verbal
1. Hasil pemeriksaan mengenai keterbatasan
fisik dalam batas yang dialami
normal  Gunakan instrument
2. Tubuh pasien yang valid untuk
merasa segar dan mengukur kelelahan.
lebih sehat  Pilih intervensi untuk
3. Pasien tidak mengurangi kelelahan
merasa kelelahan baik secara
lagi farmakologi, maupun
4. Pasien mampu non farmakologis
melakukan dengan tepat.
aktivitas sehari-  Tentukan jenis dan
hari banyaknya aktivitas
yang dibutuhkan untuk
beraktivitas.

N. Daftar Pustaka
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta:
Aditya Media.
Kowalak. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Nurul, Wahdah, 2011, Menaklukan Hipertensi dan Diabetes, Yogyakarta :
Multipress.
Nanda International. (2018). Diagnosa Keperawatan: definisi dan
klasifikasi 2018-2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai