Anda di halaman 1dari 18

PEMBAHASAN

GIZI PADA PENDERITA HIV / AIDS

Asuhan gizi merupakan komponen penting dalam perawatan individu yang terinfeksi HIV.
Mereka akan mengalami penurunuan berat badan dan hal ini berkaitan erat dengan kurang
gizi. Penyebab kurang gizi bersifat multifaktoral antara lain karena hilangnya nafsu makan,
gangguan penyerapan sari makanan pada alat pencernaan, hilangnya cairan tubuh akibat
muntah dan diare, dan gangguan metabolisme. Akibat gangguan tersebut kesehatan umum
mereka cepat menurun. Sekitar 97% Odha menunjukkan kehilangan berat badan sebelum
meninggal. Kehilangan berat badan tidak dapat dihindarikan sebagai konsekuensi dari
infeksi HIV. Jika seseorang dengan infeksi HIV mempunyai status gizi yang baik maka daya
tahan tubuh akan lebih baik sehingga memperlambat memasuki tahap AIDS.

Asuhan gizi dan terapi gizi medis bagi Odha sangat penting bila mereka juga mengkonsumsi
obat-obat antiretroviral. Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan ARV dan
obat infeksi oportunistik dan sebaliknya penggunaan ARV-OI dapat menyebabkan gangguan
gizi. Beberapa jenis ARV-OI harus dikonsumsi pada saat lambung kosong, beberapa obat
lainnya tidak. Pengaturan diet dapat juga digunakan untuk mengurangi efek samping ARV-
OI.

Status gizi Odha sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan asupan zat gizi. Asupan zat gizi
yang tidak memenuhi kebutuhan akibat infeksi HIV akan menyebabkan kekurangan gizi
yang bersifat kronis dan pada stadium AIDS terjadi keadaan kurang gizi yang kronis dan
drastis yang mengakibatkan penurunan resistensi terhadap infeksi lainnya. Untuk mengatasi
hal tersebut penatalaksanaan gizi yang baik untuk Odha amat berguna untuk meningkatkan
kualitas hidup seseorang dengan HIV/AIDS.

A.     Sejarah AIDS

Penyakit ini pertama kali timbul di Afrika, Haiti, dan Amerika Serikat pada tahun 1978. Pada
tahun 1979 pertama kali dilaporkan adanya kasus-kasus Sarkoma Kaposi dan penyakit-
penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa, penyakit ini menyerang orang-orang Afrika
yang bermukim di Eropa. Sampai saat ini belum disadari oleh para ilmuwan bahwa kasus-
kasus tersebut adalah AIDS.

Sindrom yang kini telah menyebar ke seluruh dunia ini pertama kali dilaporkan
oleh Gotlieb dan kawan-kawan di Los Angeles pada tahun 1981. Orang yang terinfeksi virus
HIV akan berpotensi sebagai pembawa dan penular virus selama hidupnya walaupun orang
tersebut tidak merasa sakit dan tampak sehat.

Dalam tahun yang sama yaitu pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan adanya kasus
Sarkoma Kapusi dan penyakit infeksi yang jarang terjadi di kalangan homoseksual. Hal ini
menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan
seksual.

Pada tahun 1982 CDC-USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat untuk


pertamakali membuat defenisi kasus AIDS. Sejak tahun 1982 dilakukan surveilans terhadap
kasus-kasus AIDS.

Pada tahun 1982 –1983 mulai diketahui adanya transmisi diluar jalur hubungan seksual,
yaitu melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh para
penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang. Pada tahun ini juga Luc
Montagnier dari Pasteur Institute, Paris  Institute menemukan bahwa penyeb kelainan ini
adalah LAV (Lymphadenopathy Associated Virus).

Pada tahun 1984 diketahui adanya transmisi heteroseksual di Afrika dan pada tahun yang
sama diketahui bahwa HIV menyerang sel limfosit T penolong. Pada tahun itu juga Gallo
dkk dari National Institute of Health, Bethesda, Amerika Serikat menemukan HTLV III
(Human T Cell Lymphotropic Virus Type III) sebagai penyebabkan kelainan ini.

Pada tahun 1985 ditemukan antigen untuk melakukan tes Elisa, pada tahun itu juga
diketahui bahwa HIV juga menyerang sel otak. Pada tahun 1986 International Committee on
Taxonomy of Virus memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai
pengganti LAV dan HLTV. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau SIDA
(Syndrom Imuno Deficiency Akuisita) adalah sebuah penyakit yang dengan cepat menyebar
keseluruhan dunia (pandemi).

Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan April tahun 1987,
pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah Bali akibat infeksi
sekunder pada paru-paru, sampai pada tahun 1990 penyakit ini masih belum
mengkhawatirkan, namun sejak awal tahun 1991 telah mulai adanya peningkatan
kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (doubling time) kurang dari setahun, bahkan
mengalami peningkatan kasus secara ekponensial.

B.     Pengertian
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang mengakibatkan
rusaknya/menurunnya sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit.

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa
Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan

Acquired             : Didapat, Bukan penyakit keturunan.

Immune             : Sistem kekebalan tubuh.

Deficiency          : Kekurangan.

Syndrome          : Kumpulan gejala-gejala penyakit.

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Syndrome akibat defisiensi immunitas


selluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportnistik keganasan
berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat
kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklahterjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun
setelah seseorang terinfeksi HIV.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan
tubuh yang diakibatkan oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda
G.Bare)

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention).

Apabila HIV ini masuk ke dalam peredaran darah seseorang, maka HIV tersebut menyerap
sel-sel darah putih. Sel-sel darah putih ini adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh yang
berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit. HIV secara berangsur-angsur merusak
sel darah putih hingga tidak bisa berfungsi dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut maka penderita AIDS dimasyarakat digolongkan kedalam 2


kategori yaitu :
a.    Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS positif).

b.    Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS
negatif).

Menurut Suensen (1989) terdapt 5-10 juta HIV positif yang dalam waktu 5-7 tahun
mendatang diperkirakan 10-30% diantaranya menjadi penderita AIDS. Pada tingkat pandemi
HIV tanpa gejala jauh lebih banyak dari pada pendrita AIDS itu sendiri. Tetapi infeksi HIV itu
dapat berkembang lebih lanjut dan menyebabkan kelainan imunologis yang luas dan gejala
klinik yang bervariasi. AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai
case fatality rate 100% dalam 5 tahun setelah diagnosa AIDS ditegakkan, maka semua
penderita akan meninggal.

Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV
/ AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit
yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah
bahkan meninggal.

C.     Tujuan asuhan gizi

Tujuan asuhan gizi bagi Odha secara umum adalah mempertahankan kesehatan dan status
gizi serta meningkatkan kekebalan tubuh sehingga kualitas hidup akan lebih baik.

D.     Paket asuhan gizi

Asuhan gizi bagi Odha dilakukan melalui tiga kegiatan yang merupakan paket kegiatan yang
terdiri dari:

a)  Pemantauan status gizi

Pemantauan status gizi bertujuan untuk mengetahui kondisi Odha apakah mempunyai
status gizi normal, kurang atau buruk. Pemantuan ini dilakukan dengan cara:

a.   Anamnesis diet

Dilakukan dengan cara menanyakan pola makan yang dilakukan selama 2 atau 3 hari
sebelumnya untuk mengetahui pola makan dan asupan zat gizi serta mengetahui
kemungkinan potensi kekurangan zat gizi.

b.  Pengukuran antropometri
Dilakukan penukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh
(IMT) serta pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) untuk mengetahui seberapa jauh terjadi
kekurangan zat gizi makro seperti Kurang Energi Protein.

c.   Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan Hb, albumin dan
prealbumin, kholesterol, trigliserida, fungsi hati, dan kadar zat gizi mikro dalam darah
misalnya: zat besi, magnesium, asam folat, vit B12, vit A, dll.

        Pemeriksaan kadar hemoglobin untuk mengetahui apakah Odah menderita anemia.

        Pemeriksaan albumin dan prealbumin dianjurkan pada Odha dengan penyakit ginjal dan
hati, untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan atau penurunan kadar albumin.

        Pemeriksaan laboratorium lain seperti kolesterol, trigliserida, enzim-enzim hati, kadar besi,
magnesium dan apabila mungkin asam folat, vitamin B12 dan vitamin A (retinol) dilakukan
untuk mengetahui profil Lipid, fungsi hati kekurangan vitamin serta mineral dalam tubuh.
Kadar serum Ferritin akan meningkat pada fase akut infeksi HIV.

b)  Intervensi gizi

Intervensi gizi harus dilakukan secara komprehensif meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif bekerja sama dengan berbagai profesi yang terkait dengan
pelayanan Odha. Intervensi gizi dapat dilakukan di rumah sakit, dan institusi pelayanan
kesehatan lainnya serta di keluarga. Di rumah sakit, pelayanan dilakukan oleh Tim Asuhan
Gizi.

Dalam upaya intervensi gizi, upaya promotif sangat perlu dilakukan untuk menyebarluaskan
informasi tentang pentingnya mempertahankan status gizi yang optimal agar orang yang
terinfeksi HIV tidak cepat masuk dalam stadium AIDS.

Pada Odha yang mendapatkan obat ARV dan OI perlu diperhatikan efek ARV-OI terhadap
fungsi pencernaan seperti mual, muntah, diare karena keadaan ini dapat mempengaruhi
asupan gizi dan status gizi mereka.

c)  Konseling gizi

Tujuan konseling gizi adalah agar Odha mendapatkan jaminan kebutuhan gizi yang sesuai
dengan kondisi kesehatan dan kemampuan/daya beli keluarga, pendamping Odha dan
masyarakat.
Konseling gizi diberikan kepada Odha, keluarga, pendamping Odha dan masyarakat
lingkungannya serta petugas kesehatan agar Odha mendapatkan asupan gizi yang cukup,
aman, terjangkau.

Konseling mencakup penyuluhan tentang HIV/AIDS dan pengaruh infeksi HIV pada status
gizi. Konseling juga meliputi tatalaksana gizi, terapi gizi medis serta penyusunan diet,
termasuk pemilihan bahan makanan setempat, cara memasak dan cara penyajian,
keamanan makanan dan minuman, serta aspek psikologis dan efek samping dari ARV-OI
yang mempengaruhi nafsu makan.

E.     Terapi gizi medis

Terapi gizi medis merupakan terapi dasar selain terapi dengan obat-obatan. Terapi gizi
medis perlu dilakukan segera setelah status HIV diketahui.

Pada prinsipnya terapi diet harus mengandung kalori yang memadai, protein yang sesuai
dan berkualitas tinggi, bahan makanan yang mempunyai efek antioksidan yang tinggi serta
mengandung vitamin dan mineral yang cukup.

Tujuan terapi gizi medis pada orang dengan HIV/AIDS:

        Meningkatkan status gizi dan daya tahan tubuh

        Mencapai dan mempertahankan berat badan normal

        Memberi asupan zat gizi makro dan mikro sesuai dengan kebutuhan

        Meningkatkan kualitas hidup

        Menjaga interaksi obat dan makanan agar penyerapan obat lebih optimal

F.     Prinsip gizi medis pada Odha

Tinggi kalori tinggi protein (TKTP) diberikan bertahap secara oral (melalui mulut). Kaya
vitamin dan mineral, dan cukup air.

G.    Syarat diet

Syarat diet pada orang dengan HIV:

a.   Kebutuhan zat gizi dihitung sesuai dengan kebutuhan individu


b.   Mengkonsumsi protein yang berkualitas dari sumber hewani dan nabati seperti daging, telur,
ayam, ikan, kacang-kacangan dan produk olahannya

c.   Banyak makanan sayuran dan buah-buahan secara teratur, terutama sayuran dan buah-
buahan berwarna yang kaya vitamin A (beta-karoten), zat besi

d.   Minum susu setiap hari

e.   Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi (tape, brem)

f.    Makanan bersih bebas dari pestisida dan zat-zat kimia

g.   Bila Odha mendapatkan obat antiretroviral, pemberian makanan disesuaikan dengan jadwal
minum obat di mana ada obat yang diberikan saat lambung kosong, pada saat lambung
harus penuh, atau diberikan bersama-sama dengan makanan

h.   Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk mencegah mual)

i.    Menghindari rokok, kafein dan alcohol

Syarat diet pada pasien AIDS:

a.   Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum dianjurkan

b.   Diberikan dalam porsi kecil tetapi sering

c.   Disesuaikan dengan syarat diet dengan penyakit infeksi yang menyertainya

d.   Mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna

e.   Sayuran dan buah-buahan dalam bentuk jus

f.    Minum susu setiap hari, susu yang rendah lemak dan sudah dipasteurisasi; jika tidak dapat
menerima susu sapi, dapat diganti dengan susu kedelai

g.   Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi (tape, brem)

h.   Makanan bersih bebas dari pestisida dan zat-zat kimia

i.    Bila Odha mendapatkan obat antiretroviral, pemberian makanan disesuaikan dengan jadwal
minum obat di mana ada obat yang diberikan saat lambung kosong, pada saat lambung
harus penuh, atau diberikan bersama-sama dengan makanan

j.    Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk mencegah mual)

k.   Rendah serat, makanan lunak/cair, jika ada gangguan saluran pencernaan

l.    Rendah laktosa dan rendah lemak jika ada diare


m. Menghindari rokok, kafein dan alcohol

n.   Sesuaikan syarat diet dengan infeksi penyakit yang menyertai (TB, diare, sarkoma, oral
kandidiasis)

o.   Jika oral tidak bisa, berikan dalam bentuk enteral dan parenteral secara aman (Naso Gastric
Tube = NGT) atau intravena (IV)

H.     Gejala klinis dan keterkaitannya dengan gangguan gizi

a.    Anoreksi dan disfagia

Pada umumnya pasien AIDS mengalami penurunan nafsu makan. Hal ini dapat disebabkan
oleh pengaruh obat-obatan ARV yang diminum. Di samping itu pasien AIDS sering
mengalami kesulitan menelan karena infeksi jamur pada mulut. Keadaan tersebut
memerlukan terapi diet khusus dengan memperhatikan kebutuhan asupan gizi pasien dan
cara pemberiannya.

b.    Diare

Adanya diare pada HIV/AIDS akan menyebabkan hilangnya zat gizi dalam tubuh seperti
vitamin dan mineral, sehingga harus diberikan asupan gizi yang tepat, terutama yang
mengandung larutan zat gizi mikro, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Dianjurkan
untuk mengkonsumsi buah-buahan yang rendah serat dan tinggi kalium dan magnesium
seperti jus pisang, jus alpukat.

c.    Sesak nafas

Dianjurkan makanan tinggi lemak dan rendah karbohidrat untuk mengurangi CO 2, dengan
porsi kecil tetapi sering. Bila asupan makan dalam sehari tidak mencukupi kebutuhan kalori
sehingga dapa menyebabkan pasien menjadi lemah, perlu diberikan makanan tambahan
dalam bentuk formula (makanan suplemen). Pemberian makanan dapat dilakukan pada
pasien dalam posisi setengah tidur agar aliran O2 ke paru lebih optimal.

d.    Gangguan penyerapan lemak (malabsorbsi lemak)

Pasien dengan gangguan penyerapan lemak diberikan diet rendah lemak. Dianjurkan
menggunakan sumber lemak/minyak nabati yang mengandung asam lemak tak jenuh,
seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak sawit. Perlu tambahan vitamin yang larut
dalam lemak (A, D, E dan K).

e.    Demam
Pada pasien yang demam akan terjadi peningkatan pemakaian kalori dan kehilangan cairan.
Untuk itu diberikan makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering dengan jumlah lebih dari
biasanya dan dianjurkan minum lebih dari 2 liter atau 8 gelas/hari.

f.     Penurunan berat badan

Pasien yang berat badannya menurun secara drastis harus dicari penyebabnya. Pastikan
apakah ada infeksi oportunistik yang tidak terdiagnosis. Bila pasien tidak dapat makan
secara oral maka diberikan secara enteral. Makanan yang dianjurkan adalah tinggi kalori
tinggi protein secara bertahap dengan porsi kecil tapi sering serta padat kalori dan rendah

I.       Kebutuhan zat gizi makro

Umunya Odha mengkonsumsi zat gizi di bawah optimal. Biasanya mereka hanya
mengkonsumsi 70% kalori dan 65% protein dari total yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi
zat gizi yang demikian tidak memenuhi kecukupan kalori yang meningkat karena
peningkatan proses metabolisme sehubungan dengan infeksi akut.

Kebutuhan kalori Odha sekitar 2000-3000 Kkcal/hari dan protein 1,5-2 gram/kgBB/hari.
Untuk mencukupi kebutuhan kalori dan protein sehari diberikan dengan memberikan
makanan lengkap 3 kali ditambah makanan selingan 3 kali sehari.

Kebutuhan kalori yang berasal dari lemak dianjurkan sebesar 10-15% dari total kalori sehari,
khusus pada Odha dianjurkan mengkonsumsi lemak yang berasal dari MCT agar
penyerapan lebih baik dan mencegah diare.

Kebutuhan zat gizi makro tersebut di atas harus dipenuhi untuk mencegah penurunan berat
badan yang drastis.

J.      Suplementasi zat gizi mikro

Prinsip pemberian terapi gizi adalah pemberian zat gizi untuk pembentukan sel-sel dalam
tubuh. Namun di pihak lain HIV bersifat merusak sel-sel tersebut sehingga terjadi suatu
persaingan dalam tubuh Odha. Apabila pada saat terjadi penrusakan sel-sel dalam tubuh
terdapat pula kekurangan zat gizi maka fase AIDS akan terjadi lebih cepat.

Selain penurunan berat badan, Odha sangat rentan terhadap kekurangan zat gizi mikro,
oleh karena itu perlu suplemen multizat gizi mikro terutama yang mengandung vitamin B12,
B6, A, E, dan mineral Zn, Se dan Cu. Pemberian Fe dianjurkan pada Odha dengan anemia.
Pada Odha yang mengalami infeksi oportunistik, pemberian Fe dilakukan 2 minggu setelah
pengobatan infeksi. Mereka dianjurkan untuk mengkonsumsi 1 tablet multivitamin dan
mineral setiap hari.

Pemberian suplemen vitamin dan mineral dalam jumlah besar (megadosis)agar


berkonsultasi ke dokter karena pemberian yang berlebihan justru akan menurunkan imunitas
tubuh.

Kebutuhan air perlu diperhatikan dan mereka dianjurkan untuk mengkonsumsi paling sedikit
8 gelas cairan sehari untuk memperlancar metabolisme terutama pada penderita yang
demam. Dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi minuman atau makanan yang mengandung
kafein dan alkohol serta zat lainnya yang dapat meningkatkan pengeluaran air kencing.
Diare kronis, mual dan muntah, keringat malam dan demam berkepanjangan memerlukan
penambahan cairan sehingga minum perlu diperbanyak untuk menganti kehilangan cairan
tersebut.

K.     Keamanan makanan dan minuman

Untuk mengurangi kontaminasi bahan makanan dan minuman yang dapat menimbulkan
risiko keracunan atau tertular beberapa infeksi, maka perlu diperhatikan hal-hal sbb:

         Untuk makanan dan minuman kaleng sebelum dibuka periksa kemasan/kaleng untuk
mengetahui kerusakan makanan (ciri fisik, aroma, tekstur, warna), periksa tanggal
kadaluwarsa dan buang makanan yang sudah kadaluwarsa

         Hindari mengkonsumsi daging, ikan dan telur mentah, daging ayam termasuk unggas
lainnya yang dimasak setengah matang atau yang tidak dimasak dengan benar

         Hindari mengkonsumsi sayur-sayuran mentah/lalapan

         Mencuci sayur dan buah dengan air bersih dan mengalir untuk menghilangkan pestisida
dan bakteri

         Hindari susu dan produk susu yang tidak dipasteurisasi

         Sebaiknya memanaskan makanan sebelum dimakan

         Hindari makanan yang sudah berjamur atau basi

         Sebaiknya memisahkan makanan yang belum dimasak dengan makanan yang sudah
dimasak

         Selalu cuci tangan sebelum dan setelah menangani makanan

         Selalu minum air masak atau air mineral dalam kemasan/botol

         Memakai air panas dan sabun untuk membersihkan semua alat dapur
         Jajan sedapat mungkin dihindari, lebih baik makan makanan yang disiapkan sendiri karena
kemanan makanan tersebut lebih terjamin

L.     Asuhan gizi pada ibu hamil dengan HIV

Pada prinsipnya pemberian asupan makanan pada ibu hamil dengan HIV sama dengan ibu
dengan HIV tidak hamil dengan menambah kalori dan protein sekitar 300-400 Kkal/hari dan
protein 15 gr/hari.

M.    Asuhan gizi pada bayi dari ibu dengan HIV

Pada prinsipnya ibu dengan HIV dianjurakn untuk tidak menyusui bayinya, untuk mencegah
penularan HIV kepada bayinya melalui ASI. Oleh karena itu bayi diberikan Pengganti Air
Susu Ibu sesuai dengan anjuran dokter.

Namun dalam keadaan tertentu di mana pemberian PASI tidak memungkinkan dan bayi
akan jatuh ke dalam keadaan kurang gizi, ASI masih dapat diberikan dengan cara diperas
dan dihangatkan terlebih dahulu pada suhu di atas 66°C untuk membunuh virus HIV.

Rekomendasi terkait menyusui untuk ibu dengan HIV adalah sebagai berikut:

         Menyusui bayinya secara eksklusif selama 4-6 bulan untuk semua ibu yang tidak terinfeksi
atau ibu yang tidak diketahui status HIV-nya.

         Ibu dengan HIV-positif dianjurakn untuk tidak memberikan ASI dan sebaiknya memberikan
susu formula (PASI) atau susu sapi atau kambing yang diencerkan.

         Bila PASI tidak memungkinkan disarankan pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan
kemudian segera dihentikan untuk diganti dengan PASI.

N.     Bahan makanan Indonesia yang dianjurkan dikonsumsi Odha

Berbagai bahan makanan yang banyak didpatakan di Indonesia seperti tempe, kelapa,
wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan, dapat diberikan dalam
penatalaksanaan gizi pada Odha.

         Tempe atau produknya mengandung protein dan Vitamin B12 untuk mencukupi kebutuhan
Odha dan mengandung bakterisida yang dapat mengobati dan mencegah diare.

         Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai sumber energi
karena mengandung MCT (medium chain trigliseride) yang mudah diserap dan tidak
menyebabkan diare. MCT merupakan enersi yang dapat digunakan untuk pembentukan sel.
         Wortel mengadung beta-karoten yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan
tubuh juga sebagai bahan pembentuk CD4. Vitamin E bersama dengan vitamin C dan beta-
karoten berfungsi sebagai antiradikal bebas. Seperti diketahui akibat perusakan oleh HIV
pada sel-sel maka tubuh menghasilkan radikal bebas

         Kembang kol, tinggi kandungan Zn, Fe, Mn, Se untuk mengatasi dan mencegah defisiensi
zat gizi mikro dan untuk pembentukan CD4

         Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik B1, B6, B12 dan zat
gizi mikro yang berguna untuk pembentukan CD4 dan pencegahan anemia

         Buah alpukat mengandung lemak yang tinggi, dapat dikonsumsi sebagai makanan
tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk MUFA (mono unsaturated fatty acid) 63%
berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menurunkan LDL. Di samping itu juga
mengandung glutathion tinggi untuk menghambat replikasi HIV.

         Daging, ikan, ayam, dan telur sebagai sumber lauk hewani.

         Buah – buahan untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin.

         Makanan dalam bentuk matang.

         Air masak, bersih dan aman.

         Jagalah kebersihan makanan dan alat makan yang digunakan.

Bahan makanan tidak dianjurkan adalah :

1.   Bahan makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi, kol, sawi, nangka, duarian.

2.   Makanan yang terlalu berlemak, seperti santan kental, daging berlemak, jeroan, gorengan.
Makanan yang terlalu berlemak akan akan menambah rasa mual terutama jika keluhan
tersebut sedang dialami.

3.   Makanan dengan bumbu yang merangsang, misalnya cabe, lada dan cuka.

4.   Bahan makanan mentah seperti lalapan.

5.   Makanan yang kurang masak seperti sate, telur setengan matang, stik daging.

6.   Minuman bersoda dan beralkohol.

Contoh menu dalam sehari :

Pagi Siang Sore


Nasi, Omelet, Setup, Nasi. Ikan bumbu kuning, Nasi. Daging semur,
Wortel, Susu, Pukul Tempe bumbu tomat, Sup Tahu goring, Sayur
10.00 Jus kacang hijau. Sayuran, Jus Melon, Pukul bening bayam,
16.00 Puding buah. Pisang, Pukul 21.00
Biskuit.

Zat gizi di dalam makanan kebutuhannya tergantung pada bagaimana makanan


dimanfaatkan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan pemeliharaan kesehatan. Makanan
mengandung zat gizi yang berbeda antara lain mencakup karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang masing – masing bahan makanan memiliki nilai yang berbeda
sesuai dengan kelompoknya. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik dan seimbang
diperlukan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) untuk mempertahankan, meningkatkan fungsi
sistem imun dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga
ODHA tetap aktif dan produktif menjalani hidupnya. Ketika HIV menyerang seseorang, maka
kekebalan tubuh alami untuk melawan penyakit dan kuman akan memburuk. Ketika system
kekebalan tubuh ODHA melemah, maka kuman mengambil keuntungan dari keadaan ini
yang dapat menyebabkan penyakit pada penderita seperti demam, batuk, gatal, diare
kronik, pneumonia, TBC, dan sariawan.

Waktu yang dibutuhkan HIV menjadi AIDS tergantung kepada status kesehatan dan status
gizi penderita sebelum dan selama terinfeksi oleh virus. Banyak penderita yang hidup
dengan virus antara 10 tahun atau lebih jika mereka mampu menjaga kondisi dan
keseimbangan gizi untuk dirinya. Jika seorang ODHA mempunyai status gizi yang baik,
maka daya tahan tubuh akan lebih baik sehingga memperlambat memasuki tahap gawat
AIDS (acquired immune deficiency syndrome).

Kebutuhan gizi pada ODHA berbeda – beda sesuai dengan kondisi individu dan
perkembangan penyakitnya. Kebutuhan energi meningkat sekitar 10 sd 30 % dari kebutuhan
normal, untuk kebutuhan protein berkisar antara 1,5 sd 2 gram/kg berat badan, sedangkan
kebutuhan lemak dan karbohidrat normal. Pemenuhan kebutuhan gizi dapat didapat dari
makanan yang sehari – hari dikonsumsi oleh ODHA.

Konsumsi makanan dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sangat diperlukan untuk
menunjang kesehatan, pertahanan tubuh dan mempertahankan berat badannya agar tidak
turun drastis. Tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah, ada beberapa hal
yang menyebabkan jumlah makanan yang dikonsumsi tidak sesuai kebutuhan. Beberapa
masalah makan biasanya ditemui antara lain menurunya nafsu makan, berubahnya
pengecapan, sariawan, dan lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan
beberapa usaha, antara lain :
1.   Konsumsilah makanan yang padat gizi, misalnya susu, jus kacang hijau, es krim, roti isi,
makanan yang ditambahkan margarine, alpukat dan kacang – kacangan dan hasil
olahannya.

2.   Konsumsilah makanan dalam porsi kecil dan sering terutama apabila dalam kondisi mual
dan tidak nafsu makan.

3.   Makanan utama dalam bentuk makanan padat dan tinggi kalori, misalnya krim sup, sereal
dengan susu, ikan goreng tepung, sup ayam.

4.   Makanan rendah kalori ditaruh diakhir sajian/setelah makan, misalnya buah, minuman
manis, agar – agar.

5.   Makanlah secara perlahan dan santai serta ciptakannya suasana yang menyenangkan saat
makan.

Terjadinya malnutrisi sangat erat berkaitan dengan infeksi HIV yang mengakibatkan
penurunan daya tahan tubuh penderita AIDS. Tingkat malnutrisi ini bergantung pada
tahapan infeksi HIV yang dialami dan cepatnya pengeloaan dilakukan baik secara
farmakologik maupun non farmakologik. Secara umum pengeloaan bersifat individual
mengikuti progresivitas penyakit pada individu tersebut. Malnutrisi dapat menurunkan
kapasitas fungsional tubuh seperti malabsopsi, penurunan berat badan, diare dan
memperparah penurunan kekebalan tubuh ( infeksi tambahan) sehingga meningkatkan
angka kesakitan dan kematian. Malnutrisi ini utamanya diakibatkan karena adanya
gangguan menelan, absorpsi, digesti, metabolisme dan utilisasi serta kebutuhan zat-zat gizi
yang meningkat.

Malnutrisi yang terjadi mengakibatkan kekurangan perlahan-lahan zat gizi makronutrien


(kalori protein/KKP) dan zat mikronutrien (vitamin dan mineral). Zat gizi yang sering
terganggu berkaitan dengan imunitas yakni penurunan kalori protein, penurunan vitamin A,
B kompleks, C, E, asam folat, besi, seng, selenium, copper dan magnesium serta air.
Umumnya kebutuhan meningkat di atas 10% dari kebutuhan dasar. Penatalaksanaan gizi
atau nutrisi secara garis besar, juga mengacu pada keadaan malnutrisi zat-zat gizi tersebut
dengan membuat estimasi kebutuhan, perencanaan dan pola makan yang sesuai dengan
keadaan penyakit dan lingkungan serta pemberian supplementasi. Penatalaksanaan gizi
mesti mengacu pada bahan makanan sumber yang biasa dikonsumsi sehari-hari dan mudah
tersedia. Pemberiaannya pun mesti diberikan secara enteral atau parenteral untuk
memenuhi kebutuhan bila terjadi kesulitan makan atau gangguan absorpsi.

Secara umum tidak ada perbedaan penatalaksaan gizi pada bayi, anak dan orang dewasa,
tetap mengacu pada tingkatan malnutrisi, tingkat kebutuhan akan makro dan mikronutrien
disesuaikan dengan perhitungan umur, berat badan dan tinggi badan. Namun pada bayi dan
anak yang terinfeksi, mesti memperhitungkan faktor masa pertumbuhan. Bayi yang terinfeksi
dalam kandungan, umumnya mempunyai berat lahir rendah dan direkomendasikan untuk
tidak disusui dengan ASI bila ibu positif HIV.

Sejumlah suplemen diklaim dapat meningkatkan CD4 seperti sejumlah mikronutrien (vitamin
dan mineral), imunonutrisi (arginin, glutamine, asam lemak esensial), dll. Begitu pula
pemberian susu tinggi protein diklaim dapat meningkatkan imunitas Namun, hal ini masih
belum disepakati luas walaupun kebutuhan akan nutrient jenis ini mengalami peningkatan
pada penderita AIDS ini. Nutrien-nutrien ini umumnya berfungsi sebagai imunonutrisi
( meningkatkan daya tahan tubuh) dan sebagai antioksidan (pencegah radikal bebas).

Apakah Konseling? 
Konseling adalah proses membantu seseorang untuk belajar mencari solusi bagi
masalah emosi, interpersonal dan pengambilan keputusan, membantu klien
menolong diri sendiri. konseling dilakukan baik Untuk individu, pasangan atau
keluarga, membantu individu bertanggung jawab atas hidupnya dengan
mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang bijak dan realistis,
menimbang setiap konsekuensi dari perilaku, memberikan informasi yang berfokus
pada klien : secara spesifik tertuju pada kebutuhan, isu dan seputar klien sebagai
individu, melalui proses internal, kolaboratif, bertanggung jawab menuju pada
suatu tujuan. Termasuk juga mengembangkan otonomi dan tanggung jawab diri
pribadi klien mempertimbangkan situasi interpersonal, sosial / budaya, kesiapan
untuk berubah, mengajukan pertanyaan, menyediakan informasi, mengulas opsi
dan mengembangkan rencana tindakan.

Bukan Konseling 
Melakukan konseling tidak mudah namun juga tidak sulit karena itu seorang yang
melakukan kegiatan konseling seharusnya mengerti rambu-rambu pelaksanaan
konseling agar tidak terjebak pada kegiatan yang bukan konseling yakni bersikap
mengarahkan, menyarankan, menasehati, ngobrol, menginterogasi, membuat
pengakuan, mendoakan, memberi harapan.

Apakah Konseling HIV/AIDS ?


Konseling HIV/AIDS bersifat komunikasi rahasia antara klien dan petugas
kesehatan bertujuan memungkinkan klien menghadapi stres dan menentukan
pilihan pribadi berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk melakukan
evaluasi risiko penularan HIV pribadi, memberikan fasilitasi perubahan perilaku,
dan melakukan evaluasi mekanisme coping ketika klien dihadapkan pada hasil tes
(+)
Konseling pencegahan dan perubahan perilaku guna mencegah penularan.
Diagnosis HIV mempunyai banyak dampak – psikologik, sosial, fisik dan spiritual
HIV merupakan penyakit yang mengancam kehidupan.
Adapun proses konseling adalah sebagai berikut :
Tahap pertama : Dimulai dari membina hubungan baik dan membina
kepercayaan , dengan menjaga rahasia dan mendiskusikan keterbatasan rahasia,
melakukan ventilasi permasalahan, mendorong ekspresi perasaan, diutamakan
dapat menggali masalah, terus mendorong klien menceritakannya.
Upayakan dapat memperjelas harapan klien dengan mendeskripsikan apa yang
konselor dapat lakukan dan cara kerja mereka serta memberi pernyataan jelas
bahwasanya komitmen konselor akan bekerja bersama dengan klien
Tahap kedua : Mendefinisikan dan pengertian peran, memberikan batasan dan
kebutuhan untuk mengungkapkan peran dan batasan hubungan konseling, mulai
dengan memaparkan dan memperjelas tujuan dan kebutuhan klien, menyusun
prioritas tujuan dan kebutuhan klien, mengambil riwayat rinci – menceritakan hal
spesifik secara rinci , menggali keyakinan, pengetahuan dan keprihatinan klien
Tahap ketiga : Proses dukungan konseling lanjutan yakni dengan meneruskan
ekspresi perasaan / pikiran , mengidentifikasi opsi, mengidentifikasi ketrampilan,
penyesuaian diri yang telah ada, mengembangkan keterampilan penyesuaian diri
lebih lanjut, mengevaluasi opsi dan implikasinya, memungkinkan perubahan
perilaku, mendukung dan menjaga kerjasama dalam masalah klien, monitoring
perbaikan tujuan yang terindentifikasi , rujukan yang sesuai
Tahap empat : Untuk menutup atau mengakhiri hubungan konselin . Disarankan
kepada klien dapat bertindak sesuai rencana klien menata dan menyesuaiakan diri
dengan fungsi sehari-hari, bangun eksistensi sistem dukungan dan dukungan yang
diakses, lalu mengidentifikasi strategi untuk memelihara hal yang sudah beruhah
baik .
Untuk pengungkapan diri harus didiskusikan dan direncanakan, atur interval
parjanjian diperpanjang, disertai pengenalan dan pengaksesan sumber daya dan
rujukan yang tersedia, lalu pastikan bahwa ketika ia membutuhkan para konselor
senantiasa bersedia membantu.
Menutup atau mengakhiri konseling dengan mengatur penutupan dengan diskusi
dan rencana selanjutnya, bisa saja dengan membuat perjanjian pertemuan yang
makin lama makin panjang intervalnya.
Senantiasa menyediakan sumber dan rujukan yang telah dikenali dan dapat diakses
– memastikan klien dapat mengakses konselor jika ia memilih untuk kembali
ketika membutuhkan

Tujuan Konseling HIV/AIDS


Konseling HIV/AIDS merupakan proses dengan 3 (tiga) tujuan umum : 1.
Ddukungan psikologik misalnya dukungan emosi, psikologi sosial, spiritual
sehingga rasa sejahtera terbangun pada odha dan yang terinfeksi virus lainnya .
2. Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui informasi tentang perilaku berisiko
(seperti seks tak aman atau penggunaan alat suntik bersama ) dan membantu orang
untuk membangun ketrampilan pribadi yang penting untuk perubahan perilaku dan
negosiasi praktek aman.
3. Memastikan terapi efektif dengan penyelesaian masalah dan isu kepatuhan

Cara untuk mencapai tujuan : 


Mengajak klien mengenali perasaannya dan mengungkapkannya , menggali opsi
dan membantu klien membangun rencana tindak lanjut yang berkaitan dengan isu
yang dihadapi, mendorong perubahan perilaku, memberikan informasi pencegahan,
terapi dan perawatan HIV/AIDS terkini, memberikan informasi tentang institusi
( pemerintah dan non pemerintah ) yang dapat membantu dibidang sosial, ekonomi
dan budaya , membantu orang untuk kontak dengan institusi diatas.
Membantu klien mendapatkan dukungan dari system jejaring social, kawan dan
keluarga membantu klien melakukan penyesuaian dengan rasa duka dan
kehilangan , melakukan peran advokasi – misal membantu melawan diskriminasi,
membantu individu mewaspadai hak hukumnya, membantu klien memelihara diri
sepanjang hidupnya, membantu klien menentukan arti hidupnya.

Selain isu yang berkaitan langsung dengan HIV/AIDS, klien dapat menyajikan :
Serangkaian isu tentang keadaan tidak langsung berkaitan dengan HIV kebutuhan
terapi spesifik misalnya : disfungsi seksual, serangan panik isu terdahulu yang
belum terselesaikan, misalnya: isu seksual, ketergantungan napza, masalah
keluarga dll

BAB III

PENUTUP

a.      Kesimpulan

Zat gizi di dalam makanan kebutuhannya tergantung pada bagaimana makanan


dimanfaatkan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan pemeliharaan kesehatan. Makanan
mengandung zat gizi yang berbeda antara lain mencakup karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang masing – masing bahan makanan memiliki nilai yang berbeda
sesuai dengan kelompoknya. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik dan seimbang
diperlukan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) untuk mempertahankan, meningkatkan fungsi
sistem imun dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga
ODHA tetap aktif dan produktif menjalani hidupnya. Ketika HIV menyerang seseorang, maka
kekebalan tubuh alami untuk melawan penyakit dan kuman akan memburuk. Ketika system
kekebalan tubuh ODHA melemah, maka kuman mengambil keuntungan dari keadaan ini
yang dapat menyebabkan penyakit pada penderita seperti demam, batuk, gatal, diare
kronik, pneumonia, TBC, dan sariawan.

Waktu yang dibutuhkan HIV menjadi AIDS tergantung kepada status kesehatan dan status
gizi penderita sebelum dan selama terinfeksi oleh virus. Banyak penderita yang hidup
dengan virus antara 10 tahun atau lebih jika mereka mampu menjaga kondisi dan
keseimbangan gizi untuk dirinya. Jika seorang ODHA mempunyai status gizi yang baik,
maka daya tahan tubuh akan lebih baik sehingga memperlambat memasuki tahap gawat
AIDS (acquired immune deficiency syndrome).

b.     Saran

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses, Selain itu
diperlukan lebih banyak referensi dan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abednego, Hadi M, 1998. Kemitraan Dalam Pelaksanaan Strategi Nasional. Penanggulangan


AIDS, Depkes RI, Jakarta,.

Admosuharto K, 1993. Epidemiologi AIDS dan Strategi Pemberantasan di Indonesia,  Media


Litbangkes vol. III no. 4 Jakarta.

Sub Direktorat Imunisasi Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehtatan, 1993.

Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985;313-85

Anda mungkin juga menyukai