Anda di halaman 1dari 32

FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN YANG

DILAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MALANG

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

HADI WARDANA
NIM : 1805010231

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WISNUWARDHANA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rakhmat dan karunia-
Nya sehingga buku Pedoman Penulisan Skripsi di Program Studi Sarjana Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana ini dapat terwujud. Buku pedoman ini dirasa
sangat mendesak untuk diterbitkan agar dapat diperoleh kejelasan dalam tata cara
penulisan dan penulisan skripsi bagi mahasiswa yang menyelesaikan tugas ahir di Program
Studi Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana .

Mengingat pentingnya pedoman penulisan skripsi ini bagi kelancaran peserta program
sarjana ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana. Maka, setiap peserta
Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana
mematuhi teknik penulisan skripsi seperti yang diatur dalam buku pedoman ini.
Pada kesempatan ini saya berterima kasih atas kritik dan saran dari segala kelemahan yang
terkandung di dalamnya. Hal tersebut lebih disebabkan suatu kesadaran “tak ada gading
yang tak retak” kesempurnaan hanya milik Allah.
Semoga buku pedoman ini dapat memenuhi fungsi dan tujuannya.

Malang, 11 Januari 2021


Dekan Fakultas Hukum

Dr. H. Bambang Winarno, S.H., M.S.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………….……..………………………………...ii

DAFTAR ISI…..………………………………………………………………….. iii

SK DEKAN FAKULTAS………………………………………………………… iv
HUKUM

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1.

A. Latar Belakang Masalah............................................................................1.

B. Rumusan Masalah…………....………...………...............………............8.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................................8.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................10.

A. Fungsi Hukum............................................................................................10.

B. Fungsi Polisi......................................................…...………..........…........12.

C. Penyidik, Fungsi dan Kewenangannya.......................................................18.

D. Pengertian Anak..........................................................................................19.

E. Pengertian Kenakalan Anak.........................................................................24.

F. Faktor Penyebab Kenakalan dan Upaya Penanggulangannya......................25.

BAB III. METODE PENELITIAN...........................................................................27.

A. Lokasi Penelitian..........................................................................................27.

B. Populasi dan Sampel….................................................................................27.

C. Jenis dan Sumber Data..................................................................................28.

D. Teknik Pengumpulan Data............................................................................28.

E. Analisis Data..................................................................................................29.

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS WISNUWARDHANA
NOMOR : / FH-UNIDHA/I/2021
Tentang
PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI MAHASISWA
PROGRAM SARJANA PADA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WISNUWARDHANA MALANG
DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WISNUWARDHANA,

Menimbang :
a. bahwa tugas akhir mahasiswa (skripsi) merupakan matakuliah wajib
dari kurikulum penyelenggaraan pendidikan Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana;
b. bahwa untuk memberikan panduan kepada mahasiswa dalam
menyusun skripsi, maka perlu disusun pedoman penulisan skripsi
Program Studi Ilmu Hukum jenjang Strata Satu (S-1) Fakultas
Hukum Universitas Wisnuwardhana;
1. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu diterbitkan Keputusan Dekan.

Mengingat :
A Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43101)
B Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
C Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336).
D Peraturan Pemerintah RI No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
E Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
F Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 24);
G Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 03 Tahun 2020 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 47);
H Surat Keputusan Rektor Nomor 86 Tahun 2019 Tentang Peraturan
Akademik.
Memperhatikan: a. Saran Rektor Universitas Wisnuwardhana Tanggal 5 Januari 2021.
b. Hasil masukan para dosen tanggal 7 April 2021

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

Pertama : Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Wisnuwardhana yang naskahnya tercantum dalam lampiran Keputusan
ini yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Keputusan ini.

Kedua : Pedoman Penulisan Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Wisnuwardhana berlaku untuk semua mahasiswa Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana.

Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata ditemukan ada kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Malang
Pada tanggal : 11 Januari 2021
______
_ Fakultas Hukum
Universitas Wisnuwardhana
Dekan

Dr. H. Bambang Winarno, S.H., M.S.

Salinan disampaikan kepada Yth.:


1. Rektor Universitas Wisnuwardhana.
2. Wakil Rektor I, II, dan III Universitas Wisnuwardhana,
3. Civitas Akademika, di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana.
4. Arsip
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka terwujudnya masyarakat yang tertib, aman dan damai maka

kepastian hukum dalam suatu masyarakat merupakan syarat utama. Pemeliharaan

keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakat diperlukan upaya penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang

dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang

didukung oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi

Manusia.

Perkembangan kemajuan yang cukup pesat dan jumlah penduduk yang

sangat padat seiring merebaknya paradigma penegakan supremasi hukum, Hak

Asasi Manusia, era globalisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas telah

banyak melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, fungsi,

wewenang dan tanggungjawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

semakin meningkat dan lebih berorientasi pada pelayanan ketertiban dan

keamanan masyarakat yang dilayaninya.

Dalam rangka mengantipasi era globalisasi seiring perkembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi di semua aspek kehidupan masyarakat, maka

Kepolisian Negara Republik Indonesia dituntut untuk lebih professional,

bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.


Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral fungsi

pemerintahan Negara mempunyai tatanan tugas dan wewenang yang sangat luas,

oleh karena fungsi Kepolisian tidak hanya pada aspek represif dalam kaitan

dengan proses pidana khususnya pada tingkat penyidikan, tetapi mencakup pula

aspek preventif. Beberapa tugas-tugas yang melekat pada fungsi utama

administrasi Negara mulai dari bimbingan dan pengaturan sampai dengan tindakan

Kepolisian yang bersifat administrasi yang bukan kompetensi pengadilan.

Aspek preventif dalam penangan kasus kejahatan dan pelanggaran di

lapangan nampak terlihat dalam peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia

selaku Pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada

masyarakat serta selaku pembimbing masyarakat kearah terwujudnya tertib dan

tegaknya hukum dan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, serta

peegakan hukum.

Tugas Kepolisian dalam penegakan hukum semakin berat oleh karena di

satu sisi Kepolisian wajib memedomani dan menaati ketentuan Undang-undang, di

lain sisi polisi diwajibkan juga mengembangkan asas preventif dan asas kewajiban

umum kepolisian yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam

hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan

untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri, yakni

kewenangan diskresi.
Sebagai suatu kegiatan sosial masalah kenakalan anak tidak dapat

dihindarkan dan memang selalu ada, kapan dan di mana saj serta tidak dapat

dihilangkan sama sekali, tetapi hanya dapat diupayakan seminimal mungkin

kualitas dan kuantitasnya.

Tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara tegas

telah diatur dalam Undang-undang Nomor nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), terutama dalam proses pidana sebagai penyelidik dan

penyidik serta melaksanakan koordinasi dan pengawasan terhadap penyidik

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.

Lahirnya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

sebagai pengganti dari Het Herzine Inlands Reglement (HIR) yang tidak sesuai

dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum Nasional merupakan era baru

dalam bidang hukum, khususnya Hukum Acara Pidana.

Hukum Acara Pidana merupakan sarana penting dalam penegakan hukum

pidana yang merupakan hukum publik yang mengatur langsung kehidupan

masyarakat serta hak-hak Asasi Manusia. Demikian juga Hukum Acara Pidana

mengatur proses peradilan pidana mulai tingkat penyidikan sampai dengan

pelaksanaan putusan pengadilan.

Proses peradilan pada tingkat penyidikan yang merupakan wewenang

kepolisian membawa perubahan di dalam taktik dan teknik penyidiakan,

khususnya taktik dan teknik pada pemeriksaan tersangka. Hal ini secara tegas

diatur dalam pedoman pelaksanaan KUHAP (1982:23) yang menegaskan :


Berlakunya KUHAP dengan segala perubahan di dalam sistem peradilan pidana
pada umumnya, dan khususnya sistim penyidikan, peningkatan personal,
peralatan, dana dan sarana-sarana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif guna
melaksanakan tugas polri pada umumnya khususnya tugas reserse yang
mengemban tugas penyidikan berdasarkan KUHAP.
Hal ini sangat menentukan dalam rangka penegakan hukum, khususnya

pencegahan dan penanggulangan kejahatan diantaranya kenakalan yang dilakukan

oleh anak yang merupakan tugas pokok kepolisian.

Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang tugas dan

wewenang Kepolisian Republik Indonesia pada Pasal 13 ayat :

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

2. Menegakkan hukum, dan

3. Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan instrumen tersebut di atas tugas pokok Kepolisian Republik

Indonesia adalah mewujudkan keamanan dalam negeri merupakan syarat mutlak

untuk mendukung terwujudnya masyarakat madani, adil, makmur, berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu

Kepolisian Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenang perlu

dibantu dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama

mewujudkan rasa aman dan tentram dalam rangka mencegah terjadinya kenakalan

yang dilakukan oleh anak.

Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur

yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kualitas sumber daya manusia

Indonesia sebagai salah satu wahana pembangunan Nasional yang perlu

ditingkatkan secara berkesinambungan, khusunya bagi sektor pendidikan, baik


formal maupun non formal, yang banyak melibatkan generasi muda, remaja, dan

anak-anak sebagai peserta didik.

Anak-anak dan remaja berada dalam masa transisi yang sedang mencari

identitas diri sehingga tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang mengiringi

masa pertumbuhannya. Dalam masa transisi tersebut tidak sedikit anak-anak yang

mengalami tekanan batin yang menggelisahkan dirinya, baik karena faktor internal

atau pengaruh yang berasal dari diri individu itu sendiri, maupun faktor ekstern

atau pengaruh lingkungan, karena lingkungan banyak memberikan inspirasi dan

membentuk perilaku sebagai suatu kebiasaan. Masing-masing faktor tersebut itu

selain mempengaruhi dan ikut menentukan sifat individual seseorang sebagai

orang pribadi, terlebih khusus usia anak-anak yang sagat cepat dan rentan

menerima apa yang dilihat, didengar, dan dialami sebagai pengaruh , baik positif

maupun negatif.

Indonesia merupakan Negara hukum yang dimana salah satu hukumnya

yaitu hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran serta

penghukuman atasnya, di muat dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHPidana). Selain itu juga kenakalan dan kejahatan yang dilakukan oleh anak

telah diatur tersendiri dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak, dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan

hak-hak, yaitu dengan ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak. Sehingga tindakan kenakalan yang dilakukan anak perlu

mendapat pengkajian dan perhatian dan serius. Sehingga pemberian sanksi tidak
meninggalkan aspek pembinaan, dan dari sisi lainnya tidak melanggar

perlindungan hak-hak asasi anak.

Kejahatan (Crime) yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak dapat

disamakan begitu saja dengan kenakalan anak atau remaja (Juvenil Deliquency)

yang biasa dilakukan oleh anak, sebab harus dibedakan sifat dan bentuk perbuatan

seorang anak dengan perbuatan orang dewasa. Perbuatan orang dewasa sudah

didasari sikap kesengajaan dalam arti penuh yang telah dipertimbangkan dan

dipikirkan secara matang. Sedangkan perbuatan anak dalam hal ini kenakalan anak

masih terpengaruh oleh masa pencarian identitas diri dan sedang mengalami

perkembangan dan pertumbuhan fisik dan mental yang belum stabil/matang,

sehingga dapat dikatakan masa anak-anak dan remaja merupakan masa teransisi

dari anak ke remaja.

Bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak secara faktual, misalnya

dalam mengendarai roda dua tanpa mematuhi aturan lalu lintas terutama pada

akhir-akhir ini menjelang ujian akhir kelulusan SLTA, dimana anak secara

berkelompok-kelompok dengan berkendaraan roda dua di jalan raya tanpa

memakai helm begitupun mereka secara bersamaan tidak mengindahkan

trafficlight dan begitupun terhadap bentuk kenakalan lainnya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik

mengajukan Skipsi yang berjudul “Fungsi Polisi Dalam Penanggulangan

Kenakalan yang dilakukan oleh Anak”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menentukan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah tugas dan fungsi Kepolisian Wilayah hukum Polresta Denpasar

sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang

berlaku?

2. Upaya apakah yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam

menanggulangi kenakalan yang dilakukan oleh anak ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

C.1. Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui tugas dan fungsi Polri dalam penanganan

kenakalan yang dilakukan oleh anak berdasarkan KUHAP dan Undang-

undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,

b. Untuk mempelajari dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh

pihak Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan yang

dilakukan oleh anak.

C.2. Kegunaan Penelitian adalah :

Adapun kegunaan penelitian dari penelitian yang dilakukan ini

dimaksudkan sebagai berikut :

Praktek :

Sebagai bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para

penegak hukum pada khususnya untuk dapat mengambil langkah-


langkah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan yang

dilakukan oleh anak.

Teoritis :

Diharapkan pula agar dapat menjadi salah satu bahan referensi dan

kepustakaan bagi rekan mahasiswa fakultas Hukum, dan kalangan yang

berminat mengkaji lebih lanjut, khusunya menambah khasanah

perpustakaan fakultas Hukum Universitas Dwijendra Denpasar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungsi Hukum

Hukum sebagai kaidah, pada dasarnya menempatkan hukum sebagai

pedoman yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat agar tercipta

ketentraman dan ketertiban bersama.

Berdasarakan uraian tersebut di atas E. Utrecht (2006:38), menyatakan

bahwa:

“Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintah-perintah


dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu
harus ditaati oleh masyarakat itu”.

Capitant melihat bahwa, hukum adalah keseluruhan daripada norma-

norma yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara

manusia dalam masyarakat. Definisi ini seperti yang dikemukakan oleh Roscoe

Pound yakni :
“Hukum adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan
yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar
belakang cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah diterima”.

Mempertimbangkan kembali teori hukum progresif menurut Satjipto Raharjo

(2006:38) bahwa gagasan hukum progresif menempati posisi hukum tersendiri.

Berbagai kalangan dalam penanganan suatu kasus hukum, khususnya di dalam

negeri yang menekankan preposisi teori hukum progresif. Terutama penekanan

pada unsur kemanfaatan berupa ketentraman manusia dalam masyarakat,

berbangsa dan bernegara. Progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan,

bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, memiliki sifat kasih sayang serta

kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting bagi membangun kehidupan

berhukum dalam masyarakat. Progresivisme tidak ingin menjadikan hukum

sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral

kemanusiaan. Asumsi yang mendasari progresivisme hukum adalah :

1. Hukum adalah untuk manusia, dan tidak untuk dirinya sendiri.

2. Hukum itu selalu berada pada status law in the making dan tidak

bersifat final.

3. Hukum adalah institusi yang bermoral kemanusiaan, dan bukan

teknologi yang tidak bernurani.

Atas dasar asumsi ceritera hukum, Hukum progresif adalah :

1. Mempunyai tujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagian manusia.

2. Memuat kandungan moral kemanusiaan yang sangat kuat.


3. Hukum progresif adalah “hukum yang membebaskan” meliputi dimensi

yang amat luas yang tidak hanya bergerak pada ranah praktik,

melainkan juga teori.

4. Bersifat kritis dan fungsional, oleh karena ia tidak henti-hentinya melihat

kekurangan yang ada dan menemukan jalan untuk memperbaikinya.

Hukum ada (baik dibuat ataupun lahir dari masyarakat) pada dasarnya

berlaku dan untuk ditaati, dengan demikian akan tercipta ketentraman dan

ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, (Samidjo dan A. Sahal),

menyatakan :

“Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur


pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara
ketertiban juga meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan
berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat”

Selanjutnya menurut L.J Van Aveldoorn (2006:32) menegaskan bahwa

tujuan hukum ialah pengaturan kehidupan masyarakat secara adil dan damai

dengan mengadakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menurut Jeremy Bentham menegaskan bahwa tujuan hukum ialah sedapat

mungkin mendatangkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Sementara menurut Soerjono Soekanto (2006:35), dalam pandangan para ahli

hukum terdapat dua bidang kajian yang meletakkan fungsi hukum di dalamnya

yaitu:

1. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya netral

(duniawi, lahiriah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan

perubahan masyarakat (social Engineering).


2. Terhadap bidang-bidang kehidupan masyarakat yang sifatnya peka

(sensitive, rohaniah), hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan

pengendalian social (social control).

B. Fungsi Kepolisian

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai alat Negara

kepolisian secara umum memiliki fungsi dan tugas pokok kepolisian.

Dalam hal ini pada Pasal 13, dan Pasal 14 butir 1 dan 2 Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

menyatakan sebagai berikut:

Pasal 13 : Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia

adalah a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum, dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Pasal 14 butir 1 : Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan perintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin

keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan;


c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-

undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, dan lingkungan hidup

dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan

bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara

sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberi pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan

tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


butir 2 : Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf F diatur lebih lanjut dengan perturan pemerintah.

Di bidang penegakan hukum secara khusus kepolisian bertugas melakukan

penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum

Acara pidana dan peraturan perundang-undangan.

Sebagai contoh wewenang polisi yang dinyatakan dalam Pasal 30 ayat 4

Undang-undang nomor 20 tahun 1982 (D.P.M. Sitopul dan Edward

Syahperenong), (1985:24) menyatakan bahwa :

a. Selaku alat Negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan

ketertiban hukum dan bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan

pertahanan keamanan lainnya membina ketentraman masyarakat dalam

wilayah Negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam

memberikan perlindungan dan layanan bagi masyarakat bagi tegaknya

ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang

terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana yang dimaksud ayat 4

Pasal ini.

Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian Negara adalah (Nico

Ngani,dkk, 1984;22), adalah ;

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian (TKP).

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan menerima tanda pengenal

diri tersangka.

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi.

8. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannnya

dengan pemeriksaan perkara.

9. Mengadakan penghentian penyidikan.

10. Mengadakan tindakan lain menurut yang bertanggungjawab.

Menurut Prakoso (1987:144-149) dalam penggunaan wewenang Polri harus

berdasarkan pada :

1. Azas Legalitas

Legal berarti sah menurut Undang-undang Azas Legalitas ialah azas


dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada undang-undang/
peraturan perundang-undangan. Tindakan yang tidak didasarkan pada
peraturan perundang-undangan, ialah tindakan yang melawan hukum.

2. Azas Oportunitas

Oportunitas berarti waktu yang tepat atau kesempatan berbuat sesuatu

atau peluang.

3.Azas Kewajiban
Azas Kewajiban ialah azas yang memberikan kebsahan bagi tindakan

Polri yang bersumber kepada kekuasaan dan kewenangan umum. Untuk

menentukan batas-batas kewajiban dan sekaligus untuk membatasi tindakan

kepolisian, diperlukan azas-azas yang merupakan sub azas dari kewajiban,

yakni (Prakoso, 1987:151-152).

a. Azas Keperluaan (Notwending; noodzkelijk)

Azas ini menentukan bahwa tindakan hanya dapat diambil

apabila memeng diperlukan untuk mencegah terjadinya suatu

gangguan.

b. Azas Masalah sebagai patokan (Sachich; Zakelijk)

Azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil akan

dikaitkan dengan masalah yang perlu ditangani. Ini berarti bahwa

tindakan kepolisian harus memakai pertimbangan-pertimbangan yang

objektif, tidak boleh mempunyai motif pribadi.

c. Azas Tujuan sebagai ukuran (Zweckmassig; Doelmating)

Azas ini menghendaki tindakan yang betul-betul bertujuan untuk

mencapai sasaran, yaitu hilangnya suatu gangguan atau tidak

terjadinya suatu ganggua. Ini berarti sasaran yang dipergunakan dalam

tindakan itu harus tepat untuk serta dapat mencapai sasaran. d. Azas

Keseimbangan (Everedig)

Azas ini menghendaki bahwa dalam satu tindakan kepolisian

harus dipelihara suatau keseimbangan antara sifat keras lunaknya


tindakan atau sarana dipergunakan pada satu pihak, dan besar kecilnya

suatau gangguan atau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak

pada pihak lainnya.

Pengertian Penyidik

Menurut Pasal 1 (ayat) 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Penyidik adalah : Pejabat Polisi Republik Indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi kewenangan khusus oleh Undang-undang

untuk melakukan penyidikan.

Pengertian Penyelidikan

Lamintang (1984:1) mengatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian

tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidak dapat dilakukan

penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.

Pengertian Penyidikan

Pengertian penyidikan menurut undang-undang, diterangkan dalam pasal 1

(ayat) 2 KUHAP, bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangka. Kemudian menurut Poerwadarminta

(1989:893) dalam kamus besar Indonesia adalah serangkaian tindakan penyidik

yang diatur oleh undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku

tindakan pidana.
C. Fungsi dan Kewenangan Penyidik

Dalam Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 6

disebut siapa-siapa yang menjadi penyidik, yakni ;

1). Penyidik adalah ;

a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang.

2). Syarat kepangkatan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur

lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Dari keterangan bunyi Pasal 6 KUHAP tersebut, dinyatakan tentang siapa-

siapa sajakah penyidik itu. Dalam Pasal tersebut juga disebutkan tentang syarat

kepangkatan. Diterangkan bahwa yang menjadi penyidik adalah polisi Negara

Republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang ditunjuk oleh Undang-

undang.

Polisi adalah salah satu aparat penegak hukum yang bertugas memelihara

keamanan, melindungi dan melayani masyarakat. Dengan demikian jika terjadi

sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan di dalam lingkungan

masyarakat, maka polisi akan turun tangan untuk memelihara pengamanan.

Demikian pula jika terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku

di masyarakat, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan


yang berlaku secara positif di Negara Indonesia, maka polisilah yang turun tangan.

Pelangaran yang dimaksud termasuk pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh

anak.

Suatu perkara pidana menjadi urusan polisi oleh karena beberapa hal

sebagaimana di kemukakan oleh (Karyadi, t: 42) antara lain :

1. Karena diajukan suatu pemberitahuan (aangifle) oleh seorang yang

menderita suatu peristiwa pidana atau mengetahui terjadinya suatu tindak

pidana.

2. Karena disampaikan suatu pengaduan (klachter) oleh seorang yang

berkepentingan.

3. Karena Polisi sendiri mengetahui atau melihat adanya peristiwa yang

terjadi.

Dengan demikian jika ada pengaduan dari masyarakat tentang terjadinya

suatu delik, maka polisi yang mendengar adanya laporan tersebut langsung

menuju ketempat kejadian yang dilaporkan oleh masyarakat tersebut. Jika laporan

tersebut merupakan tindak pidana, maka diadakanlah penyidikan.

D. Pengertian Anak

Anak adalah merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Tuhan Yang

Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena di dalam dirinya melekat harkat,

martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi oleh setiap

manusia. Selain itu juga anak sebagai bagian dari generasi muda yang merupakan
penerus cita-cita perjuangan Bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan

Nasional.

Dalam bunyi Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi Ordonansi 31 Januari 1931

No. 54 LN. 1931. dapat kita lihat kriteria orang belum dewasa.

Pasal 330 KUHPerdata (R. Subekti dan Tjitrosudibio,1981: 98) berbunyi

Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan
tidak terlebih dahulu kawin. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur
mereka 21 tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam belum dewasa. Mereka
yang belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di
bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian
ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini.
Ketentuan dalam Pasal 330 KUHPerdata ini hanya berlaku bagi orang Eropa

dan Golongan Timur Asing (Tionghoa), sehingga bagi golongan Bumi Putera

(Indonesia) diberikan Staatsblad 1917 No. 138 kemudian dicabut dan diganti

Staatblad 1931 No. 54 (R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1981 : 99) yang berbunyi:

Apabila peraturan undang-undang memakai istilah belum dewasa maka sekedar


mengenai Bangsa Indonesia dengan istilah yang dimaksudkan segala orang yang
belum mencapai genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu kawin.
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur dua puluh satu tahun maka
tidaklah mereka kembali dalam istilah belum dewasa.

Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 330 KUHPerdata dan bunyi

Ordonansi 31 Januari 1931 No. 54 LN. 1931 atau Staatsblad 1931 No.54 tersebut

di atas, maka batasan umur sehingga seseorang dikategorikan anak masih di

bawah umur yaitu yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan
tidak

dahulu kawin.
Sedangkan dalam KUHP memberikan pengertian mengenai anak yaitu

dengan memberikan batasan umur sehingga dalam hal penentuan, ada pembedaan

antara pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa.

Dalam hal ini Pasal 1 butir 1, Pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nomor 3

tahun 1997 tentang pengadilan tentang anak menyatakan sebagai berikut :

Pasal 1 butir 1 : “Anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal telah

mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan

belas) tahun dan belum pernah kawin”.

butir 2 : Anak nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang

bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun

menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Pasal 2 : “Pengadilan anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang

berada di lingkungan Peradilan Umum”.

Pasal 3 : “Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut sidang anak

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

anak sebagaimana dalam Undang-undang”.

Jadi menurut KUHAP apabila seorang anak yang telah berumur di atas 16

(enam belas) tahun pada waktu melakukan tindak pidana (kejahatan dan

pelanggaran), maka tuntutannya sama dengan yang diberlakukan pada orang


dewasa, jadi dianggap telah dewasa dan bagi orang belum mencapai umur enem

belas tahun pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dihukum, maka Hakim

dapat memilih 3 (tiga) alternatif yaitu :

1. Dikembalikan kepada orang tuanya/walinya.

2. Ditempatkan di bawah pengawasan Pemerintah.

3. Menjatuhkan pidana.

Menurut Poerwadarminta (1990 : 813), mengklasifikasikanbatas usia

seseorang sebagai berikut :

- Remaja adalah, mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin.

- Muda (tentang anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan).

- Mulai dewasa, yaitu mulai terbit rasa cinta birahi atau waktu anak-anak

mulai terbit rasa cinta birahi.

Aristoteles (Sofyan S. Willis, 1987 : 22), membagi tiga fase perkembangan

manusia, adalah sebagai berikut :

1. 0-7 tahun = masa anak-anak

2. 7-14 tahun = masa sekolah

3. 14-21 tahun = masa remaja/puberteit

Zakiyah Daradjat ( 1982 : 6-7 ), berpendapat sebagai berikut :

Jika dipandang dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak
bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu hidup. Yang dapat
ditentukan dengan pasti adalah permulaan puber pertama atau mulainya perubahan
jasmani dari anak-anak menuju dewasa kira-kira umur dua belas tahun atau awal
tiga belas tahun. Akan tetapi akhir masa remaja tidak sama atau dengan yang
lainnya.
Pendapat tersebut menekankan bahwa remaja adalah Seseorang dalam usia
tradisi, yang telah meninggalkan usia kanak-kanak dan masih penuh
ketergantungan.

Lain halnya dengan pendapat Sigiri (Romli Atmasasmita, 1987 : 34) bahwa :

Selama ditubuhnya berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan orang itu


masih menjadi anak dan baru dewasa bila proses perkembangannya dan
pertumbuhan itu selesai. Jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan
permulaan menjadi dewasa yaitu 18 tahun untuk wanita 20 tahun untuk laki-laki,
seperti halnya di Amerika, Yugoslavia dan Negara-negara barat lainnya di
Indonesia, tetapi atas dasar Biologis batas 18 tahun sampai 20 tahun yang lebih
tepat.

Pendapat Surigi di atas, menekankan bahwa selama berjalan proses

pertumbuhan dan perkembanagan pada diri seseorang, maka ia masih termasuk

dalam kategori anak-anak. Soedjono (1986 : 228) menyatakan bahwa “pengertian

remaja atau juvenile tidaklah tepat diterjemahkan dengan anak-anak karena

pengertian juvenile itu terlalu umum dan mencakup semua orang yang masih

muda umurnya”

Sementara itu batas usia anak, remaja, dan dewasa dengan bertitik tolak

pada usia remaja, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yulia D. Gunarsa (1983 :

203) bahwa : “Remaja merupakan masa peralihan antara anak dan masa dewasa

yakni antara 12 tahun sampai 21 tahun”.

Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian anak di bawah umur

menurut peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli Hukum, maka

dapat disimpulkan bahwa pengertian anak di bawah umur adalah seseorang yang

di bawah 21 (dua puluh satu) tahun atau belum kawin.


E. Pengertian Kenakalan Anak

Kenakalan anak adalah kenakalan dalam bertingkah laku serta perbuatan atau tindakan

anak yang bersifat asusila, amoral. Dalam pembahasan ini terdapat pelanggaran-

pelanggaran terhadap norma-norma sosial, agama yang dianut masyarakat dan tindakan

pelanggaran hukum, serta pelanggaran terhadap tata tertib sekolah. Konsep tersebut

dijelaskan oleh seorang ahli sebagai berikut:

“Kenakalan anak merupakan suatu perbuatan yang tidak baik, perbuatan dosa
maupun sebagai mana dan rasa tidak puas, kegelisahan mengganggu ketenangan
dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri “. (Zajcaria Darojah,
1983:113).

Berdasarkan konsep pengertian di atas kenakalan anak merupakan suatu

tindakan atau perbuatan yang selalu bertentangan dengan norma-norma atau

peraturan yang berlaku di lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan

sekolah khususnya. Sedangkan pakar yang lain menjelaskan tentang kenakalan

anak sebagai berikut:

1. Kenakalan anak disebabkan perbuatan atau tingkah laku yang bersifat

pelanggaran dan nilai-nilai yang berlaku.

2. Mempunyai tujuan dengan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-

nilai atau norma sosial yang ada di lingkungannya.

3. Perbuatan yang dilakukan selalu merugikan lingkungan.

4. Kenakalan anak dapat dilakukan secara individu dan kelompok. (Singgih

Gunarsa, 1981 : 30).

Dengan demikian kenakalan anak merupakan suatu perbuatan yang

dilakukan oleh anak yang tindakannya tersebut bertentangan dengan norma-

norma, aturan maupun tata tertib di masyarakat, keluarga, sekolah dan Tindakan.
tersebut bersifat merugikan lingkungannya. Kenakalan anak pada umumnya dapat

terjadi di suatu daerah yang disebabkan oleh kurangnya rasa kasih sayang atau

perhatian oleh orang tua kepada anak-anaknya.

F. Faktor Penyebab Kenakalan dan Penanggulangannya

F.1. Faktor Penyebab Kenakalan

a. Faktor Ekonomi

Terjadinya kenakalan yang menyebabkan kejahatan disebabkan karena

ekonomi orang tua yang rendah (miskin) sedangkan kebutuhan mendesak untuk

dipenuhi, tekanan atau desakan seperti itu yang menyebabkan si anak melakukan

kejahatan yang merupakan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan mereka.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan seseorang ternyata cukup berpengaruh terhadap pembentukan

karakter yang bersangkutan, kalau lingkungan baik, kemungkinan perilakunya pun

akan baik, tapi kalau bergaul dengan anak yang sering melakukan kenakalan

kemungkinan akan terpengaruh sehingga ikut berbuat kenakalan.

c. Faktor Rendahnya Pendidikan.

Tingkat pendidikan si anak juga ikut mendorong cara anak berfikir,

bertindak dan mengambil keputusan. Anak yang berpendidikan rendah atau

bahkan tidak berpendidikan cara berfikirnya tentu tidak sama dengan anak yang

mempunyai pendidikan.
F.2. Penanggulangannya

Upaya penggulangannya adalah sebagai berikut :

1. Penanggulangan secara Preventif, wujudnya mengadakan ceramah-

ceramah di sekolah mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut atas, mengenai

pentingnya pengetahuan tentang Agama, kesadaran hukum, bahaya Narkotika,

kesadaran berlalulintas dan hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat,

menjauhkan anak-anak dari sarana yang mendorong mereka untuk melakukan

kenakalan.

2. Penanggulangan secara Represif, wujudnya berupa memberikan

hukuman terhadap pelaku kejahatan tersebut dalam batas-batas kewajaran yang

diberikan oleh undang-undang.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kota Malang yakni di Polresta Malang.

Alasan penulis memilih kota Malang sebagai lokasi penelitian karena di Malang

banyak indikasi-indikasi kenakalan yang dilakukan oleh anak, sehingga penelitian

ini sangat tepat apabila dilakukan di kota Malang. Pertimbangan lain bahwa Kota

Malang merupakan pusat dan gerbang pariwisata Indonesia menjadi ukuran

keamanan dan jaminan untuk


wisatawan yang berkunjung yang senantiasa wajib dijaga keamanan dan

ketertibannya.

B. Populasi dan Sampel

B.1. Populasi

Populasi penelitian adalah jajaran atau anggota Polri khususnya

wilayah hukum Polresta Malang yang mempunyai tugas dan tanggungjawab

langsung tentang penanganan tindak pidana dan penanggulangan kenakalan

yang dilakukan oleh anak.

B.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini 10 orang dari pejabat yang berwenang

dalam memberikan perintah, tentang pelaksanaan tugas dan wewenang

tentang penangulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, data yang

diperoleh langsung dari penelitian, termasuk apa yang di dengar dan disaksikan

sendiri oleh penulis.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil kajian

buku-buku karya Ilmiah serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya

dengan proposal ini.


D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan dua metode, yakni ;

1.Wawancara

Dalam teknik wawancara penulis melakukan tanya jawab langsung

kepada pihak responden dalam hal ini pihak Polresta Malang, sebagai pihak

pembinaan dan penanggulangan kenakalan yang dilakukan oleh anak.

2.Penelitian Pustaka

Dalam melakukan teknik penelitian kepustakaan penulis melakukan

dengan cara membaca buku-buku literatur sebagai sumber teori serta dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan skripsi ini.

E. Analisis Data

Data dari primer maupun data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini

maka penulis menggunakan metode analisis kualitatif kemudian mendeskripsikannya

kedalam sebuah konklusi umum yang akan penulis rampungkan kemudian dalam

bentuk laporan hasil penelitian (skripsi)

Anda mungkin juga menyukai