Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KALIMAT HAL (‫)احلال‬

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata
Kuliah Tarjamah Indonesia-Arab
Dosen Pengampu: Zulfikri Muhammad, Lc., M.S.I

Oleh:
RANIEVA OKMATA SYRA
NIM : 1711340013

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


JURUSAN ADAB
FAKUTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahma-tNya
sehingga Makalah dengan judul Kalimat Hal dapat tersusun hingga selesai. Tidak
lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan Bapak Zulfikri
Muhammad, Lc., M.S.I serta pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi Makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan Makalah ini.

Bengkulu, 09 Mei 2020

Penyusun

Ranieva Okmata Syra


Nim: 1711340013

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Haal................................................................................. 2
B. Syarat dan Ciri-ciri Haal................................................................... 4
C. Macam-macam Haal......................................................................... 6
D. Bentuk-bentuk Haal.......................................................................... 6
E. Ciri-Ciri Hâl dalam Bahasa Arab..................................................... 6
F. Amil al-Hal dan Sahib al-Hal........................................................... 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................... 10
B. Saran................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa Arab adalah Bahasa Alquran dan Hadis. Umat islam harus memiliki
kemampuan menggali, memahami dan menguasai Bahasa Arab dengan baik untuk
menggali, memahami dan mempelajari ajaran agama Islam yang terdapat pada
Alquran dan Hadis. Dalam upaya mengembangkan wawasan berbahasa Arab,
amat diperlukan adanya sebuah kajian kebahasaan, kemampuan menguasai bahasa
Arab merupakan kunci dan syarat mutlak yang harus di miliki setiap orang yang
hendak mengkaji ajaran islam secara luas dan mendalam.

Dan untuk memahami Bahasa Arab dengan baik dan benar, maka
disyariatkan setiap orang untuk mengetahui kaidah-kaidah Bahasa Arab itu
sendiri, dan salah satunya adalah tentang al-haal yang merupakan materi tersendiri
dalam pembahasan ilmu Nahwu

Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah yang


digunakan dalam berbahasa Arab untuk mengetahui hukum kalimat dalam Bahasa
Arab. Al-hal dalam ilmu nahwu, adalah salah satu isim yang mansub atau
berstatus nasab, dan mempunyai hukum-hukum tertentu dalam susunan kalimat
yang sangat penting untuk dicermati dan dijadikan sebagai obyek kajian spesifik.
Disini pemakalah akan menjelaskan sedikit tentang bab Haal dalam ilmu nahwu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian al-Haal dalam Bahasa Arab ?
2. Bagaimana kaidah-kaidah al-Haal dalam Bahasa Arab ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk Haal dalam Bahasa Arab ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian al-Hal

Hal merupakan salah satu bentuk kalimat isim dalam Bahasa Arab yang
oleh para ahli nahwu diartikan sebagai kalimat yang menjelaskan keadaan yang
masih samar dan statusnya dalam kalimat sebagai keterangan tambahan.

Mustofa Amin, mendefinisikannya sebagai kalimat isim yang dinasabkan,


berfungsi untuk menjelaskan keadaan fail dan maful bih ketika terjadinya suatu
pekerjaan. Fail dan maful bih disebut shahib hal.1

Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para pakar Bahasa tentang
Hal :2

1. Menurut Mustafa al-Galayayni


‫ اإلسم المنصىة المفسر لمب انجهم من الهٍنبد‬: ‫الحبل‬
Maksudnya:
Hal adalah isim mansub yang menerangkan tentang keadaan yang belum
diketahui keadaanya.
2. Menurut jamal al-Din ibn Malik
Hal adalah sifat padanya kelebihan yang dinasabkan dan diberikan
keterangan keadaan seperti dalam furdan azhabu (aku akan pergi sendiri)
3. Menurut Abdullah Abbas Nadwi
Hal adalah sebuah istilah tata Bahasa Arab yang berarti keadaan pada
waktu kata utama terjadi.

Berdasar dari beberapa definisi diatas, maka penulis merumuskan bahwa


hal adalah “kata keadaan”, yaitu kata-kata yang menerangkan keadaan seseorang

1
Mustafa Amin, al-Nahwu al-Wadih: Fi Qawaidu al-Lughah al-Arabiyah (Libanon: Dar
al-Ma‟arif, tth), h.97
2
Salmah Intan, al-haal , Jurnal Adabiyah Vol.16 Nomor 1, tahu n 2016.

2
atau keadaan sesuatu ketika sedang melakukan perbuatan. Dalam Bahasa
Indonesia, sering dinyatakan dengan “sambil, dengan, dalam keadaan, sedang”.
Contohnya dalam Alquran Surah al-Insyiqaq: 9.

               

“Dan Dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman)


dengan gembira.”

Dari contoh diatas, maka dapat dipahami bahwa hal merupakan isim yang
dianggap nasab dan berfungsi untuk memperjelas keadaan isim sebelumnya yang
dianggap belum sempurna,

َ ‫ع الْفِعْ ِل َوس َّمً كَل ِمنْه َمب‬ َ


‫بحت‬
ِ ‫ص‬ ِ ْ‫اَلْ َحبل ه َى إِسْم َمنْصىْ ة ٌجٍَْن هٍَْئَخ اْلفَب ِع ِل أَوْ المفْعىْ ِل ثِ ِه ِحٍ َْن وقى‬
.‫ال َحب ِل‬

“Haal adalah isim yang dibaca nasab, yang menerangkan perihal atau
perilaku Fa‟il atau Maf‟ul bih ketika perbuatan itu terjadi, dan masing-
masing fa‟il dan maf‟ul bih tersebut dinamakan Shohibul Haal”.3

Dari pengertian tersebut diatas dikatakan bahwa Haal adalah isim yang
dibaca nasab, untuk menjelaskan keadaan fail atau maf‟ul bih, 4

1) Haal untuk menjelaskan Fa‟il.


Contoh: ‫ = َجب َء َزٌْذ َر ا ِكٍْجب‬zaid telah datang secara berkendaraan. Lafad ‫َر ا ِكٍْجب‬
berkedudukan sebagai Haal dari lafazh ‫ َزٌْذ‬yang menjelaskan keadaan Zaid
waktu kedatanganya. Seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt.
Berikut: ‫ج ِمنْ َهب َخب ِئفب‬ َ َ‫“ = ف‬Maka keluarlah Musa dari kota itu”. (Al-
َ ‫خر‬
Qashash: 21) . Lafad ‫ َخب ِئفب‬berkedudukan sebagai Haal fa‟il lafadz ‫ج‬ َ ‫خر‬
َ
yeng menjelaskan keadaan Musa waktu keluarnya.

3
Salmah Intan, al-haal , Jurnal Adabiyah Vol.16 Nomor 1, tahu n 2016
4
Ibid.. . Jurnal Adabiyah

3
2) Haal untuk menjelaskan Maf‟ul bih

Contoh: َ ‫ = َر ِكجْذ اَلْفَ َر‬Aku berkendara dengan berpelana. Lafadz


‫س مسَ َّرجب‬
‫ مسَ َّرجب‬berkedudukan sebagai haal dari maf‟ul yang menjelaskan keadaan
kuda waktu digunakan angkutan diatasnya. Dan seperti yang terdapat
didalam firman Allah Swt. Berikut: ‫َرسىْ ل‬ ِ َّ‫“ = َو ا َ ْرسَلْنَبكَ لِلن‬kami
‫بس‬
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia.” (An-Nisa:79).
Lafadz ‫ َرسىْ ل‬menjadi haal dari maf‟ul bih huruf kaf yang terdapat pada
lafadz َ‫و ا َ ْرسَلْنَبك‬.
َ

3) Haal untuk menjelaskan kedua-duanya (fa‟il dan Maf‟ul bih).

ِ َّ َ ‫ = لَقٍِذ عَجْذَ ا‬Aku Bertemu Abdullah dengan berkendaraan.


Contoh: ‫ّلل َر ا ِكجب‬
Yang dimaksud dengan berkendaraan itu bisa Aku atau Abdullah atau
keduanya.

B. Syarat dan Ciri-ciri Haal

Dalam buku Jami‟ al-Durus disebutkan ada empat syarat yang harus
dimiliki oleh hâl:5

a) Ia harus berupa isim sifat yang dapat berpindah-pindah (tidak tetap).


Keadaan atau sifat yang melekat pada shâhib al-hâlnya bisa berubah.
Terkadang pula terbentuk dari isim sifat yang tetap, yakni sifat atau
keadaan yang melekat pada shâhib al-hâl tidak akan pernah berubah.
Contoh:

         

“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan manusia dijadikan


bersifat (dalam keadaan) lemah,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 28)

5
Syaikh Mustafa al-Galayayni, Jami‟ al-Durus al-Arabiyah (Bairut: Mansyurut al-
Maktabat al-Asyriyah, tth). H.83

4
Keadaan lemah yang disandang oleh manusia sampai kapanpun
tidak akan pernah berubah.

b) Ia harus berupa isim nakiroh. Jika terdiri dari isim ma‟rifat maka harus
dita‟wil menjadi isim nakiroh. Walaupun terdiri dari isim ma‟rifat itu
hanya lafaznya saja sedangkan maknanya tidak. Contoh:
‫ر هجذ فبطمخ الى السىق و حذهب اي منفردح‬
c) Sifat atau keadaan itu memang pantas terdapat pada shâhib al- hâl (logis).
Contoh:
‫ٌفر اسذ ثبكٍب‬
“Singa berlari sambil menangis”
Kalimat ini tidak logis, karena sifat atau keadaan (hâl) yang
melekat pada shâhib al- hâl tidak logis, apakah singa pernah menangis?
d) Hâl harus dari isim musytaq (dapat ditasrif). Musytaq sendiri memiliki arti
kata jadian. Ia terbentuk dari kata lain. Jika ada hâl terdiri dari isim jamid
maka harus dita‟wil ke dalam isim musytaq.
e) Jika hâl terdiri dari jumlah ismiyah atau jumlah fi‟liyah yang didahului
oleh prefosisi qad dan tidak ada damir yang kembali kepada shâhib al- hâl
maka wajib menggunakan wawu. Wawu ini biasa di sebut dengan wawu
hâliyah. Contoh:

                

“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada Kaumnya, „Hai kaumku, mengapa
kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu.‟,” (Q. S. al-Saf [61]: 5)
‫رأٌذ غبة أخىك وقذ حضر جمٍع األصذقبء‬
”Semua teman-teman hadir sedangkan saudaramu tidak hadir”

5
C. Ciri-Ciri Hâl dalam Bahasa Arab
Hâl dalam Bahasa Arab memiliki beberapa ciri, di antaranya:
a. Harus berupa isim sifat (isim fa‟il dan isim maf‟ul) atau syibh al-jumlah
b. Menimbulkan pertanyaan “Bagaimana?” (‫)كٍف‬
c. Dibaca nashab (fathah)
d. Menerangkan keadaan ketika terjadinya suatu pekerjaan.
e. Terbentuk dari isim nakiroh dan isim musytaq
D. Bentuk-bentuk al-Haal

Al-hāl bisa terjadi dalam beberapa bentuk,6 yaitu :

a) Isim Fā„il, selalu mengikuti ketentuan yang berlaku pada ṣāḥib al-ḥāl, baik
dalam bentuk mufrad, musanna, jamak, mu‟annaṡ maupun muzakkar,
contohnya: ‫ حضر الصحفي مسرعنی‬- ‫حضر الصحفي مسرعا‬

b) Isim Maf„ūl, juga mengikuti ketentuan pada ṣāḥib al-ḥāl sebagaimana yang

tersebut di atas, contohnya : ‫ رجعت الصحفیة مسرعة‬- ‫رجع الصحفي مسرعا‬

c) Al-Jumlah al-Fi„liyah, contohnya : ‫جاء الصحفي یضحك‬

d) Al-Jumlah al-Ismiyah, contohnya : ‫جاء الصحفي وهو یضحك او وهو ضاحك‬

E. Macam-macam Haal
a) Haal berupa isim mufrad

Haal mufrod yaitu isim mansub yang disebutkan untuk menjelaskan


keadaan fi‟il atau maful bih. Contoh: (Telah datang zaid dalam
keadaan berkendaraan). lafadz adalah isim mufrad.

b) Haal berupa jumlah ismiyah


Contoh: (para tamu datang, sedang tuan rumahnya
tidak ada). Lafadz adalah jumlah ismiyah yang berkedudukan

sebagai haal dari lafadz .

6
Bahaud al-Din Abdullah Ibnu Aqil, Alfiyah Syarh Ibn Aqil, h. 239.

6
c) Haal berupa jumlah fi‟liyah

Contoh: (penjahat itu pergi, ketika ia dijaga oleh

tentara). Lafadz adalah jumlah fi‟liyah yang berkedudukan

sebagai haal dari lafadz .

d) Haal berupa zharaf

Contoh: (aku telah melihat bulan diantara bulan).

Lafadz adalah zharaf yang berkedudukan sebagai haal dari lafadz .

e) Haal berupa jar dan majrur

Contoh: (saya menjual buah yang masih ada di

pohonnya). Lafadz adalah jar dan majrur yang berkedudukan

sebagai haal dari lafadz .

F. Amil al-Hal dan Sahib al-Hal


Amil al-ḥāl (‫ )عامل احلال‬ialah lafaz yang mendahuluinya, berupa fiil atau

7
yang menyerupai fiil (‫ )شبه فعل‬atau lafaz yang bermakna fiil (‫)معىن فعل‬. Amil

berupa fiil, contohnya : ‫ طلعت الشمس صافیة‬Sedangkan amil yang berupa lafaz yang

menyerupai fiil, contohnya : ‫ ما مسافر خلیل ماشیا‬Adapun yang dimaksudkan dengan

lafaz yang bermakna fiil, ada beberapa macam, yakni isim isyrirah, contohnya
sebagaimana dalam QS. al-Naml:52

َ ْ‫فَتِل‬
‫ك بُیُوتُ ُه ْم َخا ِویَةً ِِبَا ظَلَ ُموا‬

7
Syaikh Muṣṭāfa al-Galāyayni, Jāmi„ al-Durūs al-„Arabiyah., h. 84

7
Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan
kezaliman mereka.

Sedangkan yang dimaksud ṣāḥib al-ḥāl, adalah lafaz dimana bentuk ḥāl itu

dalam pengertian sebagai sifatnya, jadi bila diucapkan ‫ رجع اجلند ظافرا‬maka yang

menjadi ṣāḥib al-ḥāl adalah lafaz ‫ اجلند‬sedangkan amilnya adalah lafaz ‫رجع‬

Menurut ketentuan asal atau kaidah pokoknya, bahwa ṣāḥib al-ḥāl itu berupa isim
ma‟rifat seperti contoh di atas. Namun kadang-kadang berupa isim nakirah
dengan memenuhi salah satu dari empat macam syarat, yaitu :

a. Hendaknya ṣāḥib al-ḥāl diakhirkan dari pada al-ḥāl, contohnya : ‫جاء ىل مسرعا‬

‫( مستنجد فأجندته‬telah datang kepadaku dalam keadaan cepat orang yang minta

perlindungan keselamatan, maka aku selamatkan dia).


b. Hendaknya ṣāḥib al-ḥāl didahului oleh nāfi, nahiy, atau istifhām. Contohnya
dalam QS. al-Syu‟arā/26 : 208

       

Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan dalam keadaan


sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan;

c. Hendaknya ṣāḥib al-ḥāl di-takhṣiṣ (dikhususkan) dengan suatu sifat, contohnya

: ‫( جاءىن صدیقى محیم طالبا معونىت‬telah datang kepadaku se-orang teman yang dekat

dalam keadaan minta bantuanku)


d. Hendaknya al-ḥāl yang terletak sesudah ṣāḥib al-ḥāl yang berupa nakirah itu

merupakan jumlah yang dibarengi dengan wāwu (‫)و‬, contoh-nya dalam QS.al-

Baqarah/2: 259,


 
  
 
  
    
 
 
      
  
   
     

8
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri
yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya ?

Selanjutnya, dengan merujuk pada ayat-ayat Alquran, maka penulis


memahami bahwa, al-ḥāl itu memiliki pembagian, yakni ada yang disebut ḥāl
mubayyinah dan ḥāl muakkidah.8

 Ḥāl mubayyinah, berfungsi untuk menambah kejelasan, contohnya dalam


QS. al-An‟ām/6: 48

ِ ِّ ‫نی إِالَّ ُمَب‬


َ ِ‫ْم ْر َسل‬ ِ
َ ‫ین َو ُم ْنذ ِر‬
‫ین‬ َ ‫ش ِر‬ ُ ‫َوَما نُ ْر س ُل ال‬
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi
kabar gembira dan memberi peringatan.

 Sedangkan ḥāl muakkidah ialah jenis ḥāl yang artinya telah dapat
dimengerti meskipun tanpa menyebutkannya, tetapi disebutkannya sebagai
pengukuhan saja, contohnya dalam QS. al-Baqarah/2: 60

‫ین‬ ِ ِ ِ ‫و َال تَعثَوا ِِف األَْ ر‬


َ ‫ض ُم ْفسد‬ ْ ْْ َ

Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat


kerusakan.

8
Luki Nurdiansyah, Hal dalam Bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia,
2008

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa kedudukan al-ḥāl dalam Bahasa Arab adalah


manṣūb dan ia merupakan sifat utama yang disebutkan untuk menjelaskan
keadaan isim yang menjadi sifatnya. Al-ḥāl memiliki syarat-syarat, bentuk-
bentuk, āmil dan ṣāḥib al-ḥal.

Dengan memahami Al-ḥāl secara utuh maka implementasi penggunaannya


dalam membaca kitab-kitab berbahasa Arab dan bercakap (muhadaṡah) akan
terhindar dari kesalahan, sehingga seseorang dapat menguasai Bahasa Arab
dengan baik dan benar.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

al-Galayayni, Syaikh Mustafa. Jami‟ al-Durus al-Arabiyah, Bairut: Mansyurut al-

Maktabat al-Asyriyah.

Amin, Mustafa. al-Nahwu al-Wadih: Fi Qawaidu al-Lughah al-Arabiyah,

Libanon: Dar al-Ma‟arif.

Ibnu Aqil, Bahaud al-Din Abdullah. Alfiyah Syarh Ibn Aqil.

Intan, Salmah. 2016, al-haal, Jurnal Adabiyah Vol.16 Nomor 1.

Nurdiansyah, Luki. 2008, Hal dalam Bahasa Arab dan Padanannya dalam

Bahasa Indonesia. Skripsi Mahasiswa Prodi Tarjamah Fakultas Adab dan

Humaniora Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai