Anda di halaman 1dari 3

Nama : Shofiah Nur Rohmah

NPM : 1906288000
Mata Kuliah : MPK Agama Islam
Fakultas : FF
Kelas : E
Fasilitator : Muhammad Yusuf, S.Pd, M.Si

Tanggung Jawab Manusia Beragama Islam


1. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah
Dalam hubungan vertical manusia sebagai hamba Allah, peran utama manusia
adalah beribadah kepada Allah seperti dijelaskan dalam QS. Adz-Zariyat: 56 yang artinya
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (QS. Adz-Zariyat: 56). Dari ayat-ayat Alqur’an yang ada, dapat dipahami
bahwa peran utama manusia di dunia ini adalah sebagai hamba Allah (abd’ Allah). Makna
yang penting dari kata ‘abdun (hamba) adalah pengabdian dalam bentuk ketaatan,
ketundukan, dan kepatuhan yang hanya layak diberikan kepada Allah. Posisi manusia
sebagai ciptaan dan Allah sebagai Pencipta mengharuskan manusia menghambakan diri
hanya kepada Allah dan dilarang menghamba pada sesama manusia atau makhluk lainnya.
Posisi tersebut pun mengharuskan manusia beribadah hanya kepada Allah dengan taat,
tunduk, dan patuh, disertai dengan merendahkan diri di hadapan Allah atas dasar cinta
kepada-Nya. Dengan demikian, seluruh aktivitas manusia pada dasarnya adalah Ibadah.
Dalam arti bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan melaksanakan hidup
sesuai dengan ketentuan Allah.
Dalam hal melaksanakan ibadah, manusia akan dinilai dan dimintai
pertanggungjawabannya. Hal ini berarti apakah seluruh aktivitas hidup manusia sudah
berorientasi pada Allah, apakah selama hidupnya sudah melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Tanggung jawab yang dipikul manusia sebagai hamba Allah,
yaitu dengan memeliharan iman dan taqwa, karena ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan
itu ada jika ada keimanan di dalam hati. Memelihara keimanan itu diperlukan karena
keimanan bersifat fluktuatif, artinya kondisi keimanan seseorang itu dapat naik-turun, yang
dalam istilah Nabi dikatakan bahwa keimanan seseorang terkadang bertambah atau
menguat dan terkadang berkurang atau melemah. Takwa pun juga harus dipelihara karena
takwa merupakan aplikasi dari iman.
Tanggung jawab manusia kepada Allah di dalam Alqur’an disebut hablun min
Allah. Kesediaan manusia untuk mengamba hanya kepada Allah dengan sepenuh hatinya
akan mencegah manusia pada penghambaan terhadap sesama manusia atau makhluk
lainnya. Dan menyembah, memohon perlindungan, atau perbuatan apa saja yang
menyerupakan Tuhan dengan makhluk, atau mengangkat makhluk berkedudukan sebagai
Tuhan disebut syirik. Perbuatan syirik ini adalah kezaliman terbesar di sisi Allah jika
dilakukan beriringan dalam rangka pengabdian kepada-Nya. Jika seseorang melakukan
perbuatan atau urusan duniawinya (seperti berdagang, bertani, belajar, menuntut ilmu, dan
urusan dunia lainnya) dengan niat dan maksud hanya beribadah kepada Allah, maka
seseorang tersebut telah melakukan dua fungsi (sebagai hamba dan khalifah) sekaligus.
Balasan yang diperoleh pun di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, suatu perbuatan besar yang
banyak manfaatnya bagi manusia akan bernilai sia-sia di sisi Allah jika tidak disertai niat
beribadah kepada-Nya (Hamdan Mansoer, dkk., 2004)
Dengan demikian, sebagai seorang hamba Allah, manusia harus senantiasa kontinu
atau berkesinambungan dalam melaksanakan ibadah apa pun sehingga akan dapat
menghindarkan dirinya dari kekejian dan kemungkaran. Oleh karena itu, sudah seharusnya
kita melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar mulai dari diri sendiri, keluarga, dan orang
lain. (QS. At-Tahrim: 6)

2. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah


Dalam QS. Al-Baqarah: 30, dijelaskan bahwa Allah telah memposisikan manusia
dalam hubungannya dengan sesama makhluk sebagai khalifah di bumi. Artinya Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi” Mereka berkata, “Mengapa Engkau ingin menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan
berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-
Baqarah: 30)
Di dalam Alqur’an surat Al-Baqarah, ditegaskan bahwa Allah telah mengangkat
manusia, yakni Adam sebagai khalifah pertama di bumi dan dalam surat al-Fatir, Allah
telah mengangkat manusia sebagai khalifah-khalifah di bumi. Ahmad Mustafah al-Maragi
yang dikutip oleh Bukhari Umar mengemukakan bahwa kata khalifah mengandung dua
makna, yaitu wakil atau pengganti dan pemimpin. Manusia sebagai pengganti Allah swt
untuk melaksanakan titahnya di bumi dan manusia sebagai pemimpin untuk memimpin
dirinya sendiri dan makhluk lain serta mengelola dan memakmurkan alam semesta bagi
kepentingan manusia secara keseluruhan. Lebih lanjut, manusia sebagai khalifah Allah
diartikan bahwa Allah telah memberikan mandat kepada manusia untuk memegang
kekuasaan dalam mengatur bumi dan segala isinya. Tuhan pun mengajarkan kepada
manusia kebenaran dalam segala penciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta
penguasaan terhadap hukum-hukum kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-Nya,
manusia dapat menyusun konsep baru, serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru
dalam kebudayaan.
Kekuasan yang Allah berikan kepada manusia bersifat kreatif, artinya manusia
memiliki kebebasan dalam mengolah dan mendayagunakan apa yang ada di bumi. Adanya
kebebasan manusia di muka bumi ini adalah karena kedudukannya untuk memimpin,
sehingga pemimpin tidak tunduk pada siapa pun, kecuali kepada yang di atas yang
memberikan kepemimpinan. Namun, kekuasaan manusia sebagai wakil Allah ini dibatasi
oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan, yaitu hukum-hukum Allah, baik yang tertulis
dalam kitab suci Alqur’an (ayat Quraniyah) dan Sunnah Rasulullah saw. Maupun yang
tersirat dalam alam semesta (ayat Kauniyah). Dengan demikian, manusia tidak boleh
menyalahi kewenangan yang telah diberikan, seperti tidak boleh merusak alam,
mengeksploitasinya untuk kepentingan individu atau golongan, memanfaatkannya secara
berlebihan, dan melakukan hal-hal destruktif lainnya yang dapat merusak alam. Seorang
wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakilkannya adalah wakil yang mengingkari
kedudukan dan kewenangannya, serta mengkhianati amanat yang diwakilinya. Oleh karena
itu, bertanggung jawab atas mandat yang diemban adalah suatu keharusan (QS. Al-‘Araf:
56 dan QS. Fatir: 39).
3. Tanggung Jawab Manusia dalam Lingkup Keluarga dan Sosial
Tanggung jawab manusia dalam lingkup keluarga dan social ini merupakan
lanjutan dari tanggung jawab manusia terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri
berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu, di dalam Alqur’an
dinyatakan dengan quu anfusakum waahliikum naara (jagalah dirimu dan keluargamu
dengan iman, dari neraka). Dalam hal tanggung jawab manusia dalam lingkup keluarga,
maka setiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya yang
menyangkut nama baik keluarga, kesejahteraan, keselamatan, dan kehidupan keluarga.
Adapun contoh tanggung jawab terhadap keluarga adalah:
a) Ayah bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada seluruh
anggota keluarganya, baik kebutuhan primer maupun skunder.
b) Ibu bertanggung jawab mendidik, menjaga, memelihara anak-anaknya baik
secara jasmani maupun rohani.
c) Anak pun bertanggung jawab mematuhi dan berbakti kepada orang tuanya
dan menjaga nama baik keluarganya.
Sedangkan tanggung jawab manusia dalam lingkup social didasarkan atas bahwa
manusia hakikatnya tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Oleh karena itu, ia harus
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain. Dengan demikian, manusia disini
merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota
masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut.
Sehingga wajar apabila tingkah laku dan perbuatan seseorang harus
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Sebagai contoh masyarakat Islam. ‘Masyarakat Islam diartikan sebagai
sekelompok manusia yang hidup dalam kebudayaan Islam berdasarkan prinsip-prinsip
Qur’an dan As-Sunnah dalam segala aspek kehidupan. Maka, masyarakat yang hidup
dalam masyarakat Islam, ia bertanggung jawab untuk menjaga hal-hal yang tidak sesuai
dengan aturan Islam, atau dengan kata lain, ia harus mempertanggungjawabkan
perilakunya dalam kehidupan masyarakat Islam secara islami. Adapun contoh tanggung
jawab manusia dalam lingkup sosial, diantaranya adalah dengan menjalin hubungan dan
silaturahmi dengan baik dan saling mengingatkan dalam kebaikan tanpa adanya batas
social, tolong menolong dan saling menasihati dalam kebaikan, dan menutupi aib sesama
muslim.

Daftar Pustaka
Achmad, Ilyas, M., Saifulloh, M., Muhibbin, Z. Wahyuddin. Pendidikan Agama Islam.
Grasindo
Adu, L., Hanafi, H., Zainuddin. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta : Deepublish
Aminah, M. Ag. 2017. Pendidikan Agama Islam - Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta :
ANDI
Anwar, S. S., Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Perspektif Psikologi Agama. Diakses
pada Feb 14, 2020 dari http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/view/463
Haris, Z. A., Rustam, R. 2018. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta : Deepublish
Mujilan, M. Ag. 2019. Buku Ajar Matakuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam
(Membangun Pribadi Muslim Moderat). Jakarta : Midada Rahma Press

Anda mungkin juga menyukai