Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGERTIAN WAKTU SHALAT, LANDASAN DAN DALILNYA


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ilmu Falak
Dosen Pengampu : Dr. H. Muh. Arif Royyani, Lc., M.S.I.

Disusun Oleh:

Muhammad Rizki Dermawan (2002016010)

Sinta Choiriyah (2002016017)

Muhammad Athoillah (2002016121)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kami
kekuatan dan kesanggupan untuk menulis dan menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
lancar.
Kedua kalinya kami haturkan kepada junjungan alam Nabi agung Muhammad SAW.
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyyah menuju peradaban Islam yang penuh dengan
rahmat dan berkat. Makalah yang berjudul “PENGERTIAN WAKTU SHALAT,
LANDASAN DAN DALILNYA” ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Falak di Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang.
Kami menyadari banyak kesalahan dan kekeliruan selama proses penulisan makalah
ini. Kiranya dapat dimaklumi jika terdapat salah kata atau isi makalah yang tidak sesuai
dengan data atau pustaka yang benar. Oleh karena itu, tangan kami telah terbuka dan lapang
dada menerima masukan, kritik, dan saran dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bisa menjadi sumber inspirasi dan edukasi bagi
pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 18 Mei 2023

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Shalat fardhu hanya sah dan boleh dikerjakan pada waktu-waktu yang sudah
ditetapkan oleh Allah SWT. Bila shalat itu dikerjakan di luar waktu yang telah ditetapkan
dengan sengaja, tanpa udzur syar'i, maka hukumnya tidak sah.
Semua itu dengan pengecualian, yaitu bila ada uzur tertentu yang memang secara
syariah bisa diterima. Seperti mengerjakan shalat dengan dijama' pada waktu shalat
lainnya. Atau shalat buat orang yang terlupa atau tertidur, maka pada saat sadar dan
mengetahui ada shalat yang luput, dia wajib mengerjakannya meski sudah keluar dari
waktunya.
Adapun bila mengerjakan shalat di luar waktunya dengan sengaja dan di luar
ketentuan yang dibenarkan syariat, maka shalat itu menjadi tidak sah. Dalam hal
keharusan melakukan shalat pada waktunya, Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran
al-Karim :

ً ُ‫ني كِ ٰتَبًا َّم ْوق‬


‫وت‬ ِِ َّ ‫إِ َّن‬
َ ‫ت عَلَى ٱل ُْم ْؤمن‬
ْ َ‫ٱلصلَ ٰوةَ َكان‬
Artinnya :

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman. (QS. An-Nisa : 103)

Atas dasar firman Allah pada surah an-Nisa ; 103 tersebut, maka telah menjadi
suatukewajiban bagi umat untuk berusaha mengetahui dengan benar waktu-waktu ibadah
yang disyari’atkan, baik awal waktu maupun akhir waktu ibadah. Kini, dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia semakin menemukan banyak kemudahan
hidup bukan hanya pada bidang mu’amalah tetapi juga pada masalah-masalah ibadah
mahdah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Waktu Shalat ?
2. Bagaimana Landasan dan Dalil Waktu Shalat ?
C. Tujuan Permasalahan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Waktu Shalat
2. Untuk Mengetahui Landasan dan Dalil Waktu Shalat

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Waktu Shalat


Penentuan awal waktu salat merupakan bagian dari ilmu falak yang perhitungannya
ditetapkan berdasarkan garis edar matahari atau penelitian posisi matahari terhadap
bumi.1 Perintah wajib mengerjakan salat lima waktu sehari semalam telah diterima oleh
Rasulullah S.A.W semasa peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Nabi Muhammad telah menerima
wahyu secara langsung dari Allah SWT dalam peristiwa tersebut.
Namun pada umumnya, para ulama’ sepakat bahwa perintah salat 5 waktu adalah
wahyu Rasulullah ketika Isra’ Mi’raj yaitu Perjalanan dengan tahap pertama bergerak
horisontal dari Mekah menuju Palestina. Tahap kedua yaitu perjalanan lintas lapisan
langit mencapai puncaknya pada langit ketujuh yang disebut sidratul muntaha dalam
waktu semalam.
Dari peristiwa tersebut maka manusia mempunyai kewajiban melaksanakan salat, dan
mereka juga mempunyai cara yang berbeda dalam menentukan waktu salat, sebagian ada
yang melakukan dengan pengamatan langsung terhadap posisi matahari dan sebagian
yang lain dengan melakukan hisab sehingga keluarlah jadwal waktu salat.
a. Pengertian Shalat Menurut Bahasa dan Istilah
Salat menurut bahasa berasal dari kata ‫ يصلي – صلى‬- ‫ صالة‬yang mempunyai arti doa.1
Begitu juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa salat mempunyai arti doa
kepada Allah Swt.2 Sedangkan menurut terminologi syara’ yaitu ucapan-ucapan dan
gerakan-gerakan tertentu yang dilakukan dengan niat salat, dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.3 Ia disebut salat karena ia menghubungkan seorang hamba kepada
penciptanya, dan salat merupakan manifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada
Allah.
Dalam Islam, salat menempati bagian penting dalam kehidupan seorang Muslim,
sebagai ‘perjalanan spiritual’ menuju Allah Swt yang ia lakukan pada waktu-waktu
tertentu setiap harinya. Dalam salat ia melepaskan diri dari semua kesibukan duniawi,

1
Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung : PT Refika Aditama, cet I, 2007, Hlm 15
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008, Cet. I, hlm. 1208.
3
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih Ibadah, Jakarta : Amzah,
2009, hlm. 154.

4
berkonsentrasi sepenuhnya untuk bermunajat, memohon petunjuk-Nya serta
mengharapkan pertolongan dan kekuatan dari-Nya.4 Penentuan awal waktu salat hukum
islam penting sekali, karena dalam hubungannya dengan ibadah salat, ia merupakan
syarat keabsahannya.5
Dalam al-Quran disebutkan adanya perintah Allah untuk melaksanakan salat bagi
umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Salat dalam Islam pun telah dilakukan sejak awal
diutusnya Nabi Muhammad, dan baru diwajibkan Salat lima waktu setelah terjadinya
peristiwa Isra dan mi’raj pada bulan Rajab tahun ke-11 kenabian. Sedangkan penentuan
waktu salat merupakan bagian dari ilmu falak yang perhitungannya ditetapkan
berdasarkan garis edar Matahari atau penelitian posisi Matahari terhadap bumi.6
Isra’ dan Mi’raj itu sendiri ialah perjalanan Nabi Saw dari Masjidil Haramdi Makkah
ke Masjidil Aqsha di Quds Palestina. Sedangkan Mi’raj ialah kenaikan Rasulullah Saw
menembus beberapa lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh
ilmu semua makhluk, malaikat, manusia dan jin. Semua itu ditempuh dalam waktu sehari
semalam.
Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam
shahihnya. Disebutkan bahwa perjalanan ini Rasulullah Saw menunggang Buraq.7
Disebutkan pula bahwa Nabi Saw memasuki Masjidil Aqsha lalu salat dua raka’at di
dalamnya. Kemudian Jibril datang kepadanya seraya membawa segelas khamar dan
segelas susu. Lalu Nabi Saw memilih susu. Setelah itu Jibril berkomentar, “Engkau telah
memilih fitrah.” Dalam perjalanan ini Rasulullah Saw naik ke langit pertama, kedua,
ketiga, dan seterusnya sampai ke Sidratul Muntaha. Di sinilah kemudian Allah
mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan di antaranya yaitu kewajiban salat
lima waktu atas kaum Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari
semalam.8 Pada pagi harinya di malam Isra’ itu Jibril datang kepada Rasulullah Saw
mengajarkan cara salat dan menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disya’ri’atkanNya
salat lima waktu, Rasulullah Saw melakukan salat dua rakaat di sore hari sebagaimana
dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.
Jadi, begitulah sejarah awal diperintahkannya salat kepada Nabi Muhammad Saw.
Terlepas dari sejarah diturunkannya perintah salat tersebut, salat lima waktu mempunyai
4
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis, Bandung: Mizan, 2001, hlm. 105.
5
Hamdan Mahmud, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Surabaya: Diantama, 2001, hlm. 18.
6
Encup Supriatna, Hisab Rukyat & Aplikasinya, Bandung: PT Rafika Aditama, 2007, hlm. 15.
7
Yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari
unta.Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang.
8
Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Fiqih Sirah, Jakarta: Dewan Pustaka Fajar, 1983, hlm. 82-83.

5
sejarah dan istilah masing-masing. Istilah salat Zuhur karena salat ini adalah salat pertama
yang dilakukan oleh malaikat Jibril di pintu Ka’bah,9 dan dilakukan ketika waktu
dzahirah atau dalam keadaan panas. Sedangkan banyak ulama’ yang berpendapat bahwa
salat Asar adalah salat wustha, yaitu salat yang dilaksanakan ditengah-tengah antara terbit
fajar dan terbenamnya Matahari, akan tetapi para ulama’ juga berbeda pendapat tentang
istilah ini, namun menurut pendapat mayoritas ulama’ bahwa salatul wustha adalah salat
Asar dengan dasar surah al-Baqarah ayat 238:
ِ ِ َِّ ِ ‫ات وال صَّ ََل ةِ ا لْو س طَ ٰى و قُوم وا‬
ِ ِ
َ‫ّلِل قَان ت ني‬ ُ َ ُْ َ ‫َح اف ظُوا عَ لَ ى ال صَّ لَ َو‬

Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu),dan (peliharalah) shalat wustha.10 Berdirilah


untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu”'.11

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi juga disebutkan bahwa salat wustha adalah salat
Asar.12 Sebagaimana sabda Nabi saw:

‫ صَلة‬: ‫حدثنا هناد حدثنا عبدة عن سعيد عن قتادة عن احلسن عن مسرة بن جندب عن النيب ملسو هيلع هللا ىلص انه قال‬

‫الوسطى صَلة العصر‬

Artinya: “Telah diceritakan kepada kami Hannad, telah diceritakan kepada kami ‘Abdah
dari Sa’id dari Qotadah dari Hasan dari Samurah bin Jundab, dari Nabi Saw,
sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda: Salat wustha adalah salat Asar”.

Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa salat Asar ini karena salat yang
dikerjakan ketika berkurangnya cahaya Matahari dan salat ini pertama dikerjakan oleh
Nabi Yunus. Kemudian untuk salat Maghrib istilah ini karena salat ini dikerjakan pertama
kali waktu terbenamnya Matahari dan pertama dikerjakan oleh Nabi Isa, sedangkan untuk
salat Isya’ dengan kasroh huruf ‘ain yang berarti awalnya gelap. Sehingga salat ini adalah
salat yang dikerjakan ketika mulai gelap.13

9
Muhammad Nawawi, Syarah Sulamun an-Najah, Indonesia: Dar al-kitab, t.t, hlm. 11
10
Shalat wustha ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat,
bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini
menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
11
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan …………………………………, hlm. 39.
12
Abdul Wahab bin Abdul Latif, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut: Darul Fikr, t. t, hlm. 535.
13
Muhammad Nawawi, Syarah Sulamun......, hlm.12.

6
Jadi waktu salat adalah waktu yang telah ditentukan oleh Allah untuk menegakkan
ibadah salat yakni batas waktu tertentu mengerjakan waktu salat.14 Ulama fikih sepakat
bahwa waktu salat fardu itu telah ditentukan dengan jelas oleh al-Qur’an dan hadis
Rasulullah. Para ulama juga banyak berbeda pendapat tentang masuknya awal waktu salat
fardu tersebut. Hampir seluruh kitab fikih ada bab khusus yang membicarakan tentang
Mawaqit as-Salat. Dari sini jelas bahwa istilah awal waktu salat merupakan hasil ijtihad
para ulama ketika menafsirka ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan waktu
salat.15

Ada juga beberapa pandangan ulama mengenai pemahaman tentang waktu sholat, yaitu :

a. Waktu Shalat Menurut perspektif Ulama Sunni

Berdasarkan dalil dari al-Qur’an maupun al-Hadits di atas, maka para ulama bersepakat
bahwa waktu shalat dalam sehari semalam adalah lima waktu dengan rincian sebagai berikut:

 Waktu shalat dhuhur dimulai sejak matahari tergelincir ke arah barat sampai bayang-
bayang suatu benda sama panjangnya.
 Waktu shalat ‘ashar dimulai sejak bayang-bayang sesuatu benda sama panjangnya
sampai matahari menguning.
 Waktu shalat magrib dimulai sejak matahari terbenam sampai hilangnya mega merah
 Waktu shalat ‘isya’ dimulai sejak menghilangnya mega merah sampai sepertiga
malam.
 Waktu shalat subuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbit matahari.

b. Waktu Shalat Menurut Perspektif Ulama Syi’ah

Ulama dari kalangan syiah berpendapat bahwa shalat fardlu sehari semalam hanya tiga
waktu saja. Shalat Dhuhur dan Ashar dijamak dalam satu waktu, shalat Maghrib dan Isya
dijamak dalam satu waktu. Shalat yang berdiri sendiri hanyalah shalat Subuh. Karena adanya
jamak itu, maka di dalam ajaran Syiah tidak ada shalat Jumat. Ulama Syi’ah berpendapat
bahwa dari ayat tersebut di atas dapat diketahui bahwa waktu shalat wajib hanya ada tiga
yaitu:

1. Waktu untuk dua shalat wajib, Dhuhur (siang) dan Asar (sore), di mana terbagi di
antara keduanya .
2. Waktu untuk dua shalat wajib Maghrib (senja) dan ‘Isya’ (malam) di mana terbagi
juga di antara keduanya.
3. Waktu untuk shalat Fajr (subuh) di mana waktunya spesifik telah ditentukan.
14
Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulus Salam, jilid I, Surabaya: Al-Ikhlas, t.t, hlm. 304.
15
Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia (Studi Atas PemikiranSaadoe’ddin
Djambek ), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet I, 2002, hlm. 86.

7
c. Waktu Sahalat Menurut Prspektif Sains

Awal waktu shalat terkait dengan kedudukan matahari, dapat diukur dengan sudut
ketinggian (altitude angle) atau dengan sudut datang sinar matahari (angle of incidence).
Sudut datang sinar matahari pada suatu bidang ialah sudut antara sinar matahati dengan
normal bidang tersebut. Berawal dari sudut datang sinar matahari inilah penentuan awal
waktu shalat dikaji dalam perspektif sains. Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah
sinar matahari datang, yang membentuk sudut dengan bidang kolektor beserta keadaan fisis
yang ditimbulkan.

Penentuan awal waktu shalat lima waktu telah ditegaskan di dalam Qs. Al-Baqarah (2):
43, Qs. An-Nisa (4): 103, Qs. Hud (11): 114, Qs. Al-Isra (17): 78, dan Qs. Thaha (20): 130,
serta hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah ibn Amr r.a.
Berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadits di atas bahwa masuknya waktu shalat lima waktu
dibatasi oleh waktu yang didasarkan pada perjalanan matahari dalam sehari semalam.

Berdasarkan landasan normatif di atas dapat disimpulkan bahwa waktu pelaksanaan shalat
yang lima sangat berkaitan dengan fenomena alam, yakni perjalanan matahari harian dari
timur ke barat. Dalam hal ini Al-Juzairi sebagaimana dikutip oleh Maskufa menyebutkan
bahwa ada lima cara untuk mengetahui waktu-waktu shalat yang lima yaitu:

a. Berdasarkan informasi dari ahli Falak yang dipercaya dan ditetapkan berdasarkan
perhitungan atau hisab yang shahih.
b. Tergelincirnya matahari, bayangan yang terjadi setelah zawal sebagai tanda masuknya
waktu dzuhur kemudian ashar.
c. Terbenamnya matahari sebagai tanda masuknya waktu maghrib.
d. Hilangnya syafaq merah sebagai tanda masuknya waktu Isya.
e. Putih-putih yang nampak di ufuk sebagai tanda masuknya waktu subuh.

Berdasarkan pendapat di atas nampak bahwa pendapat ahli Falak dapat diterima sebagai
rujukan dalam penetapan awal waktu shalat karena mereka menetapkannya dengan
perhitungan-perhitungan yang didasarkan pada hadits Nabi di atas.

Oleh karena itu dengan perkembangan ilmu pengetahuan bidang astronomi dan
matematika yang demikian pesat kesulitan-kesulitan masalah awal waktu shalat dapat
dihilangkan.

Sekiranya kita tidak menggunakan ilmu hisab (astronomi), maka sudah barang tentu kita
akan mengalami kesulitan. Setiap kita akan melaksanakan shalat ashar misalnya, maka setiap
itu pula kita akan ke luar rumah sambil membawa tongkat untuk mengukur bayang-
bayangnya. Setiap kita akan shalat maghrib, maka kita akan ke luar rumah untuk melihat
matahari sudah terbenamatau belum.

Demikian seterusnya setiap kali kita akan melakukan shalat harus melihat tanda-tanda
tersebut.

8
2. Landasan Waktu Shalat
 Dalil-dalil Al-Qur’an 16

An- Nuur Ayat 58

َ َ‫ث َمرّٰ ٍۗت ِم ْن قَ ْب ِل ص َٰلو ِة ْال َفجْ ِر َو ِحيْنَ ت‬


َ‫ضعُوْ ن‬ َ ‫َت ا َ ْي َمانُ ُك ْم َوا َّل ِذيْنَ لَ ْم يَ ْبلُغُوا ْال ُحلُ َم ِم ْن ُك ْم ث َ ٰل‬ْ ‫ستَأ ْ ِذ ْن ُك ُم الَّ ِذيْنَ َملَك‬
ْ َ‫ٰ ٰٓياَيُّهَا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوْ ا ِلي‬
ٍۗ ْۢ َ‫علَيْه ْم ُجن‬ ُ ‫الظ ِهي َْر ِة َو ِم ْۢ ْن بَ ْع ِد ص َٰلو ِة ْال ِعش َۤا ٍۗ ِء ث َ ٰل‬
‫ض ُك ْم‬ َ َ‫اح بَ ْعدَ ُه َّن َطوَّ افُوْ ن‬
ُ ‫علَ ْي ُك ْم بَ ْع‬ ِ َ ‫علَ ْي ُك ْم َو ََل‬ َ ‫ْس‬ َ ‫ث عَوْ ٰرت لَّ ُك ٍۗ ْم لَي‬ َّ َ‫ثِيَابَ ُك ْم ِمن‬
‫ع ِليْم َح ِكيْم‬ ّٰ ‫ت َو‬
َ ُ‫اّٰلل‬ ٰ ّٰ ‫ض ك َٰذ ِلكَ يُبَ ِي ُن‬
ِ ٍۗ ‫اّٰللُ لَ ُك ُم ْاَل ٰي‬ ٍۗ ‫ع َٰلى بَ ْع‬

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan
perempuan) yang kamu miliki dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu
meminta izin kepada kamu tiga kali, yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan
pakaian (luar)-mu di tengah hari, dan setelah salat Isya. (Itu adalah) tiga (waktu yang
biasanya) aurat (terbuka) bagi kamu.523) Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi
mereka selain dari (tiga waktu) itu. (Mereka) sering keluar masuk menemuimu. Sebagian
kamu (memang sering keluar masuk) atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayat kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Qaaf Ayat 39-40

‫سجُوْ ِد‬ َ ‫س ِبحْ هُ َوا َ ْد َب‬


ُّ ‫ار ال‬ ِ ْ‫ش ْم ِس َوقَ ْب َل ْالغُ ُرو‬
َ َ‫ب ۚ َو ِمنَ الَّ ْي ِل ف‬ َ ‫ص ِبرْ ع َٰلى َما يَقُوْ لُوْ نَ َو‬
َّ ‫س ِب ْح ِبحَ ْم ِد َر ِبكَ قَ ْب َل ُطلُوْ عِ ال‬ ْ ‫فَا‬

Artinya : Maka, bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan
dan bertasbihlah seraya bertahmid (memuji) Tuhanmu sebelum terbit dan terbenamnya
matahari. (39) Bertasbihlah pula kepada-Nya pada sebagian malam hari dan setiap selesai
salat. (40).

Al- Isra Ayat 78

ْ ‫ق الَّ ْي ِل َوقُرْ ٰانَ ْالفَجْ ٍِۗر ا َِّن قُرْ ٰانَ ْالفَجْ ِر كَانَ َم‬
‫شهُوْ دًا‬ ِ ‫س‬ َ ‫ش ْم ِس ا ِٰلى‬
َ ‫غ‬ َّ ‫اَقِ ِم الص َّٰلوةَ ِلدُلُوْ ِك ال‬

Artinya : Dirikanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan
pula salat) Subuh! Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

Al- Ruum Ayat 17-18

َ‫شيًّا وَّ ِحيْنَ تُ ْظ ِه ُروْ ن‬


ِ ‫ع‬
َ ‫ض َو‬ ِ ‫َولَهُ ْال َح ْمدُ ِفى السَّمٰ ٰو‬
ِ ْ‫ت َو ْاَلَر‬ ْ ُ‫اّٰللِ ِحيْنَ ت ُ ْمسُوْ نَ َو ِحيْنَ ت‬
َ‫ص ِبحُوْ ن‬ ُ َ‫ف‬
ّٰ َ‫سب ْٰحن‬

Artinya : Bertasbihlah kepada Allah ketika kamu berada pada waktu senja dan waktu pagi
(17) Segala puji hanya bagi-Nya di langit dan di bumi, pada waktu petang dan pada saat
kamu berada pada waktu siang (18).

16
https://kemenag.go.id/opini/salat-lima-waktu-dalam-al-qur039annbsp-11zili (Diakses 20 Mei 2023)

9
 Dalil-dalil Hadist17

‫لظ ْه ِر إِذَا َزالَ ْت‬ ُّ َ ‫ت ا‬ ُ ‫ ( َو ْق‬:َ‫َّلل ملسو هيلع هللا ىلص قَال‬ ‫ع ْن ُه َما; أَنه نَبِ ه‬
ِ ‫ي اَ ه‬ َ ُ‫ي ا َ هَّلل‬َ ‫ع ْم ِر ٍو َر ِض‬ َ ‫َّلل ب ِْن‬ ِ ‫ع ْب ِد ا َ ه‬ َ ‫ع َْن‬
‫ت‬ ْ
ُ ‫ْس َو َوق‬ َّ َ
ُ ‫صف َّر الشم‬ َ َ َ
ْ ‫ص ِر َما ل ْم ت‬ ْ َ‫ت الع‬ ْ َ ْ
ُ ‫ص ُر َو َوق‬ ْ َ ُ َ ُ
ْ َ‫لر ُج ِل كَطو ِل ِه َما ل ْم يَ ْحضرْ الع‬ َ
َّ ‫س َوكَانَ ِظ ُّل ا‬ ُ ْ‫شم‬ َّ ‫اَل‬
ِ‫صبْح‬ ُّ ‫ص ََل ِة اَل‬
َ ‫ت‬ ُ ‫س ِط َو َو ْق‬ َ ْ‫ف اَللَّ ْي ِل ا َ ْْلَو‬ ِ ‫ص‬ْ ِ‫َاء ِإلَى ن‬ ِ ‫ص ََل ِة ا َ ْل ِعش‬
َ ‫ت‬ُ ‫ق َو َو ْق‬ ُ َ ‫شف‬ َّ ‫ب َما لَ ْم يَ ِغبْ اَل‬ ِ ‫ص ََل ِة ا َ ْل َم ْغ ِر‬ َ
‫س ِلم‬ْ ‫س ) َر َواهُ ُم‬ ُ ْ‫م‬ َّ
‫ش‬ ‫ل‬ َ ‫ا‬ ْ‫ع‬ُ ‫ل‬‫ط‬ْ َ ‫ت‬ ‫م‬ َ
ْ َ ِ‫ل‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ر‬ ْ
‫ج‬ َ ‫ف‬ ْ
‫ل‬ َ ‫ا‬ ‫وع‬ ُ ‫ل‬‫ط‬ُ ْ
‫ن‬ ‫ِم‬
ِ
Artinya : Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Waktu Dhuhur ialah jika matahari telah condong (ke barat) dan
bayangan seseorang sama dengan tingginya selama waktu Ashar belum tiba waktu Ashar
masuk selama matahari belum menguning waktu shalat Maghrib selama awan merah belum
menghilang waktu shalat Isya hingga tengah malam dan waktu shalat Shubuh semenjak
terbitnya fajar hingga matahari belum terbit.” Riwayat Muslim

 Pendapat Ulama

Waktu Dzuhur

Didalam fiqih As Sunnah dijelaskan bahwa waktu dzuhur dimulai saat Zawalus Syams.18
Adapun dijelaskan didalam kitab Nihayatuz Zainn bahwa waktu zawal asy syams adalah
mulai dari condongnya matahari ke arah barat saat waktu tengah hari. 19 Awal waktu Zuhur
ini telah disepakati oleh para ulama mazhab menurut Ibn Rusyd dalam kitab Bidayat Al
Mujtahid.20

Mengenai akhir waktu Zuhur, para ulama mazhab berselisih tentang hal ini dengan perincian
sebagai berikut :21

1. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Abu Tsaur, dan Dawud Az Zahiri mengatakan bahwa
akhir waktu Zuhur adalah apabila bayangan suatu benda sama panjangnya dengan
benda tersebut. Jika sebuah tongkat panjangnya 30 cm, maka panjang bayangannya
adalah 30 cm pula.
2. Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa akhir waktu Zuhur adalah apabila bayangan
suatu benda panjangnya dua kali lipat dari bendanya. Jika sebuah tongkat panjangnya
30 cm, maka bayangannya adalah 60 cm. Apabila sudah demikian, maka bagi mereka
inilah awal waktu Ashar.

Waktu Ashar

17
https://purbalingga.kemenag.go.id/mutiara-hadits-waktu-waktu-shalat/ (Diakses 20 Mei 2023)
18
Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah (Kairo: Dar Al Fath Al I’lam Al Arabi, 1439 H / 2017 M)hal. 69.
19
Syaikh Muhammad Nawawi Al Bantani, Nihayat Az Zain fi Arsyad Al Mubtadi’in syarh Qurrat Al ‘Ain bi
Muhimmat Ad Diin (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1434 H / 2013 M) hal. 49.
20
Al Qadhi Muhammad bin Rusyd Al Qurthubi, Bidayat Al Mujtahid wa Nihayat Al Muqtashid (Semarang: Karya
Toha Putra) hal. 67.
21
Al Qadhi Muhammad bin Rusyd Al Qurthubi, Bidayat Al Mujtahid wa Nihayat Al Muqtashid (Semarang: Karya
Toha Putra) hal. 67.

10
Para ulama mazhab Syafi’i, Maliki, Dawud Az Zahiri, dan mayoritas fukaha bersepakat
bahwa awal waktu Asar adalah ketika akhir waktu Zuhur.22

Adapun menurut mazhab Hanafi, waktu Asar adalah ketika panjang bayangan suatu benda
dua kali lipat dari panjang bendanya. Jika panjang sebuah tongkat adalah 30 cm, maka
panjang bayangannya adalah 60 cm.23

Waktu Maghrib

Dalam mazhab Syafi’i, terdapat dua pendapat mengenai waktu Maghrib. Menurut pendapat
pertama, terdapat dalam qaul qadim, bahwa waktu Maghrib itu sejak terbenam matahari
hingga hilang awan merah atau syafaq. Adapun pendapat kedua, terdapat dalam qaul jadid,
bahwa waktu Maghrib itu hanya sebentar sejak terbenam matahari. 24

Waktu Isya

Ulama lintas mazhab sepakat bahwa awal waktu Isya adalah tatkala hilangnya asy syafaq
atau awan. Namun, ulama berbeda pendapat dengan maksud dari asy syafaq tersebut.
Sebagian dari mereka menyatakan bahwa yang dimaksud dengan asy syafaq di sini adalah
asy syafaq al ahmar (awan merah) atau asy syafaq al abyadh (awan putih). Mayoritas ulama
menyatakan bahwa maksud asy syafaq adalah asy syafaq al ahmar atau awan merah.25

Waktu Subuh

Waktu Subuh dimulai ketika terbitnya fajar sadiq sampai terbitnya matahari secara jelas.
Ahmad Sarwat menjelaskan dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Indonesia.26 Fajar dibagi
menjadi dua yaitu :

1. Fajar Kadzib
Fajar Kadzib adalah cahaya agak terang yang memanjang dan mengarah ke
atas di tengah langit pada saat dini hari menjelang pagi. Fajar ini berbentuk cahaya
putih dan munculnya tidak merata di ufuk timur, artinya ada sisi ufuk yang tidak
terkena cahaya. Setelah munculnya fajar kadzib, langit menjadi gelap kembali.
2. Fajar Shodiq
Fajar Shadiq adalah fajar yang berbentuk cahaya putih agak terang dan
menyebar di ufuk timur. Munculnya fajar ini beberapa saat sebelum matahari terbit.
Inilah yang menjadi awal masuk waktu Subuh.

22
Al Qadhi Muhammad bin Rusyd Al Qurthubi, op. Cit, hal. 68.
23
Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Ad Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, terj. Abdullah Zaki Alkaf (Bandung:
Hasyimi, 2010) hal. 50.
24
Dr. H. Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, MA, Pengantar Ilmu Falak (Depok: Rajawali Press, 2018) hal. 35.
25
Dr. H. Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, MA, Pengantar Ilmu Falak (Depok: Rajawali Press, 2018) hal. 36.
26
Ahmad Sarwat Lc, MA, Ensiklopedia Fikih Indonesia jilid 3 (Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2019)
hal. 41.

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penentuan awal waktu salat merupakan bagian dari ilmu falak yang perhitungannya
ditetapkan berdasarkan garis edar matahari atau penelitian posisi matahari terhadap bumi.
Perintah wajib mengerjakan salat lima waktu sehari semalam telah diterima oleh Rasulullah
S.A.W semasa peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Nabi Muhammad telah menerima wahyu secara
langsung dari Allah SWT dalam peristiwa tersebut.

Namun pada umumnya, para ulama’ sepakat bahwa perintah salat 5 waktu adalah
wahyu Rasulullah ketika Isra’ Mi’raj yaitu Perjalanan dengan tahap pertama bergerak
horisontal dari Mekah menuju Palestina. Tahap kedua yaitu perjalanan lintas lapisan langit
mencapai puncaknya pada langit ketujuh yang disebut sidratul muntaha dalam waktu
semalam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung : PT Refika Aditama, cet I,
2007, Hlm 15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, Cet. I, hlm. 1208.
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih Ibadah,
Jakarta : Amzah, 2009, hlm. 154.
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis, Bandung: Mizan, 2001, hlm. 105.
Hamdan Mahmud, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Surabaya: Diantama, 2001, hlm. 18.
Encup Supriatna, Hisab Rukyat & Aplikasinya, Bandung: PT Rafika Aditama, 2007, hlm. 15.
Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Fiqih Sirah, Jakarta: Dewan Pustaka Fajar, 1983, hlm. 82-83.
Muhammad Nawawi, Syarah Sulamun an-Najah, Indonesia: Dar al-kitab, t.t, hlm. 11
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 39.
Abdul Wahab bin Abdul Latif, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut: Darul Fikr, t. t, hlm. 535.
Muhammad Nawawi, Syarah Sulamun, hlm.12.
Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulus Salam, jilid I, Surabaya: Al-Ikhlas, t.t, hlm. 304.
Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia (Studi Atas
PemikiranSaadoe’ddin Djambek ), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet I, 2002, hlm. 86.
https://kemenag.go.id/opini/salat-lima-waktu-dalam-al-qur039annbsp-11zili (Diakses
20 Mei 2023
https://purbalingga.kemenag.go.id/mutiara-hadits-waktu-waktu-shalat/ (Diakses 20
Mei 2023)
Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah (Kairo: Dar Al Fath Al I’lam Al Arabi, 1439 H / 2017 M)hal. 69.
Syaikh Muhammad Nawawi Al Bantani, Nihayat Az Zain fi Arsyad Al Mubtadi’in syarh Qurrat
Al ‘Ain bi Muhimmat Ad Diin (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1434 H / 2013 M) hal. 49.
Al Qadhi Muhammad bin Rusyd Al Qurthubi, Bidayat Al Mujtahid wa Nihayat Al
Muqtashid (Semarang: Karya Toha Putra) hal. 67.
Al Qadhi Muhammad bin Rusyd Al Qurthubi, Bidayat Al Mujtahid wa Nihayat Al
Muqtashid (Semarang: Karya Toha Putra) hal. 67.
Al Qadhi Muhammad bin Rusyd Al Qurthubi, op. Cit, hal. 68.
Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Ad Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, terj.
Abdullah Zaki Alkaf (Bandung: Hasyimi, 2010) hal. 50.
13
Dr. H. Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, MA, Pengantar Ilmu Falak (Depok: Rajawali
Press, 2018) hal. 35.
Dr. H. Arwin Juli Rakhmadi Butar Butar, MA, Pengantar Ilmu Falak (Depok: Rajawali
Press, 2018) hal. 36.
Ahmad Sarwat Lc, MA, Ensiklopedia Fikih Indonesia jilid 3 (Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama, 2019) hal. 41.

14

Anda mungkin juga menyukai