Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENENTUAN WAKTU SHALAT


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah Ilmu Falak

Dosen Pengampu : Li’izza Diana Manzil, S.H., M.H.

Disusun Oleh :
Hacila Ratu Balqis Maurila (2121020194)
Hafiz Muammar (2121020195)
Kahvi Wilanta Perdana (2121020208)
M.Bisma Yadinata (2121020220)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023/2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penentuan Waktu Shalat”.
Tujuan makalah ini untuk memenuhi tugas dari, Ibu Li’iza Diana Manzil,
S.H., M.H. ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi
pembaca serta bagi penulis sendiri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibuLi’iza Diana Manzil,
S.H., M.H. pada Mata kuliah Ilmu Falak. Yang sudah mempercayakan
tugas ini kepada kelompok kami, sehingga sangat membantu kami untuk
memperdalam pengetahuan pada bidang studi yang sedang ditekuni.

Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada semua pihak


yang membantu diselesaikannya makalah ini. Kami menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 17 April 2023

Penyusun (Kelompok 6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal Mula Sholat Lima Waktu 3

2
B. Persektif Syar’i dan Sains Tentang Awal Waktu Sholat 6
C. Hadits Yang Berkaitan Dengan Penetapan Waktu Shalat 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perspektif ajaran Islam ibadah merupakan ajaran dasar
yang dititahkan kepada seluruh mukallaf. Sebagai ibadah yang
disyari’atkan, maka merupakan keharusan untuk dilakukan dengan sikap
ikhlas dan semata-mata mengharap balasan dari Allah Swt. Dan idealnya
terhadap kewajiban ini, adalah dilakukan dengan bekal ilmu yang cukup,
pengetahuan yang benar dan pemahaman yang proporsionl. Baik dari
segi dasar pensyari’atannya (landasan normatif), maupun dari sisi
pengamalan atau penerapannya.

Aslmau wajhahu (menyerahkan diri) pada dasarnya adalah


memurnikan ibadah kepada Allah dan wahuha muhsin (berbuat
kebajikan) adalah mengikuti Rasul-Nya. Menurut Syaikhul Islam ; inti
agama ada dua hal pokok, yakni tidak menyembah kecuali hanya kepada
Allah, dan tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan-
tidak dengan bid’ah, Demikianlah misalnya shalat sebagai ibadah
khusus, ia terikat oleh ketentuan-ketentuan khusus yang wajib dipatuhi
dalam pengamalannya yang dalam khazanah fikih lazimnya dikenal
nama “syarat dan rukun”. Para fukaha menetapkan bahwa. syarat wajib
shalat ada empat yaitu; suci, menutup aurat menghadap kiblat dan tiba
waktunya. Khusus masalah waktu shalat al-Qur’an memberikan
penegasan bahwa shalat adalah ibadah yang telah ditetapkan waktunya
dan kewajiban bagi orang-orang yang beriman.

Atas dasar firman Allah pada surah an-Nisa ; 103 tersebut, maka
telah menjadi suatu kewajiban bagi umat untuk berusaha mengetahui
dengan benar waktu-waktu ibadah yang disyari’atkan, baik awal waktu
maupun akhir waktu ibadah. Kini, dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi umat manusia semakin menemukan banyak kemudahan
hidup bukan hanya pada bidang mu’amalah tetapi juga pada masalah-
masalah ibadah mahdah seperti penetapan

Atas penjelasan tersebut maka pada makalah ini, penulis akan


mengemukakan pokok bahasan “bagaimana menentukan awal waktu
shalat”, dengan dua sub bahasan; pertama; bagaimana awal waktu
shalat menurut syara’ dan kedua bagaimana awal waktu shalat menurut
perspektif sain-Astronomi (ilmu falak).

1
B. Rumus Masalah
1. Bagaimana Asal Mula Sholat Lima Waktu ?
2. Bagaimana Menentukan Awal Waktu Shalat Dengan Menurut
Syara’dan Sains-Astronomi ?
3. Apa Saja Hadist Yang Berkaitan Dengan Penepatan Waktu Sholat ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Asal Mula Sholat Lima Waktu
2. Untuk Mengetahui Menentukan Awal Waktu Shalat Dengan Menurut
Syara’dan Sains-Astronomi
3. Untuk Mengetahu apai Saja Hadist Yang Berkaitan Dengan Penepatan
Waktu Sholat

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Mula Sholat 5 Waktu


1. Shalat Subuh
Ketika Nabi Adam diturunkan ke dunia diwaktu malam, beliau
merasa takut. Ia dan Siti Hawa tidak diturunkan di satu tempat yang
sama. Siti Hawa di Jeddah Saudi Arabia, sedangkan Nabi Adam di
bukit Ruhun di pulau Sailan atau kini dinamakan Sailandra. Setelah
fajar terbit, Nabi Adam ‘Alaihi Sallam. sujud syukur dua kali sujud

2
kehadirat Allah. Itulah sebabnya sholat subuh dua raka’at
mengingatkan akan Nabi Adam ‘Alaihi Sallam sebagai orang yang
pertama sujud di muka bumi. Maka disunahkan sholat Isyraq , Shalat
isyraq adalah shalat dua rakaat setelah matahari terbit dan
meninggi, bagi yang shalat Fajar secara berjamaah di masjid
kemudian duduk di tempat shalatnya untuk berzikir kepada Allah
Ta'ala hingga shalat dua rakaat.
Keutamaan telah disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahua ‘alaihi
wa sallam:

، ‫ َكاَنْت َلُه َك َأْج ِر َح َّج ٍة‬، ‫ ُثَّم َص َّلى َر ْك َع َتْيِن‬، ‫َم ْن َص َّلى اْلَغ َد اَة ِفي َج َم اَعٍة ُثَّم َقَع َد َيْذ ُك ُر َهَّللا َح َّتى َتْطُلَع الَّش ْم ُس‬

(‫ من حديث َأَنِس ْبِن َم اِلٍك رضي هللا عنه‬586 ‫ رقم‬،‫ َتاَّمٍة (رواه الترمذي‬، ‫ َتاَّمٍة‬، ‫ َتاَّمٍة‬،‫َو ُع ْمَر ٍة‬

“Siapa yang shalat Shubuh berjamaah, kemudian dia duduk


berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian dia shalat dua
rakaat, maka baginya pahala haji dan umrha, sempurna,
sempurna.”(HR. Tirmizi, no. 586, dari hadits Anas bin Malik
radhiallahu anhu)
Hadits ini diperselisihkan keshahihannya, sejumlah ulama
menyatakan dha'if, sementara yang lainnya menyatakan hasan.
Termasuk yang menyatakan hasan adalah Syekh Al-Albany
rahimahullah dalam shahih Sunan Tirmizi.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang hal tersebut,
maka beliau berkata, 'adits ini memiliki jalur periwayatan yang
lumayan baik, maka dapat dikatakan sebagai hadits hasan lighairihi.
Maka shalat tersebut disunnahkan setelah matahari terbit dan
meninggi seukuran tombak, yakni kira-kira setelah sepertiga atau
seperempat jam dari waktu terbitnya. Fatawa Syekh Ibnu Baz, Sujud
pertama karena telah hilang rasa takutnya sebab gelapnya malam,
Sujud kedua karena syukur telah datangnya waktu siang.
2. Shalat Dzuhur
Manusiua pertama yang mengerjakan Sholat Dzuhur empat
raka’at Nabi Ibrahim 'Alaihi Sallam. Empat kali sujud dilakukan oleh
Nabi Ibrahim dikarenakan,sujud pertama menyatakan syukur
kehadirat Allah, karena ia dan puteranya Ismail mampu

3
menyelesaikan tugas berat dari Allah. sujud ke dua, syukur atas
kehadirat Allah karena beliau tidak terperdaya oleh bujukan syetan.
Sujud ke tiga, syukur kehadirat Allah karena Ismail adalah putera
yang sabar dan ia selamat tanpa luka apapun. Sujud ke empat,
kurban itu kemudian diganti dengan seekor domba gemuk
3. Shalat Ashar
Manusia pertama yang mengerjakan Sholat ashar adalah Nabi
Yunus 'Alaihi Sallam. Ketika Nabi Yunus berada di dalam perut ikan
yang dapat dilakukannya hanyalah pasrah. Pada saat itu malaikat
Jibril mengajarkan beliau mengucap zikrullah:

“Laa ilaaha anta subhaanaka innii kuntu minazh zhoolimiin.”

Artinya: “Tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Maha suci Engkau,


sesungguhnya aku daripada orang yang zhalim.”
Sujud pertama meyatakan syukur kehadirat Allah atas
karunia beliau sudah terlepas dari kegelapan pikiran sehingga beliau
mendapat musibah ditelan ikan besar. Sujud ke dua menyatakan
syukur kehadirat Allah sudah terlepas dari bahaya maut terkubur
dalam perut ikan.Sujud ke tiga menyatakan syukur kehadirat Allah
atas karunia-Nya sudah keluar dari dalam laut yang dalam dan gelap.
Sujud ke empat menyatakan syukur kehadirat Allah atas karunia
yang mengerakkan seekor kambing betina memberi minum air
susunya tiap hari sehingga kekuatan tubuhnya pulih kembali.
4. Shalat Magrib
Manusia pertama yang mengerjakan sholat maghrib adalah Nabi
Isa 'Alaihi Sallam. Hal ini terjadi ketika Nabi Isa dikeluarkan oleh Allah
dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, sedang waktu itu telah
terbenamnya matahari. Bersyukurlah Nabi Isa 'Alaihi Sallam, lalu
sholat tiga rakaat karena diselamatkan dari kejahilan tersebut. Sujud
pertama adalah ungkapan syukur kehadirat Allah yang telah
menyelamatkan ibunya dari tuduhan yang tidak benar, karena
kemu’jizatan beliau.

4
Sujud ke dua, syukur kehadirat Allah yang telah menyelamatkan
ibunya dari penganiayaan orang yahudi. Sujud ke tiga adalah syukur
kehadirat Allah yang telah menyelamatkan dirinya dari penghianatan
muridnya yang akan menangkapnya untuk diserahkan kepada raja
Herodes dan akan dijatuhkan hukuman mati di palang kayu salib. Di
saat itu adalah waktu maghrib, beliau sujud tiga kali dan kemudian
diangkat ke langit oleh Malaikat Jibril
5. Shalat Isya’
Manusia pertama yang mengerjakan sholat Isya adalah Nabi Musa
'Alaihi Sallam. Hal ini terjadi ketika Nabi Musa 'Alaihi Sallam telah
tersesat dan berusaha mencari jalan keluar dari Negeri Madyan,
sedang dalam dadanya penuh dengan duka cita. Allah
menghilangkan semua perasaan duka citanya itu pada waktu isya
yang akhir. Lalu Nabi Musa mengerjakan sholat empat rakaat
sebagai tanda syukur Sujud pertama sebagai ungkapan syukur
karena Allah menyelamatkan beliau dari kejaran fir’aun. Sujud ke
dua sebagai ungkapan syukur karena Allah telah menolong beliau
selama dalam perantauan di Madyan sampai beliau beristri puteri
Nabi Syu’aib,
Sujud ke tiga, sebagai ungkapan syukur kerena Allah telah memilih
beliau sebagai Nabi untuk menyelamatkan Bani Israil dari tindasan
Fir’aun. Sujud ke empat, sebagai ungkapan syukur karena Allah telah
menerima permohonan beliau untuk menjadikan kakaknya (Nabi
Harun 'Alaihi Sallam) sebagai Nabi.

B. Perspektif Syar’i Dan Sains Tentang Awal Waktu Shalat


1. Perspektif Syar’i tentang Awal Waktu Shalat

5
Al-Qur’an secara umum menegaskan bahwa shalat adalah
kewajiban bagi orang mukmin yang telah ditentukan wa ktunya. Hal
ini tersebut pada surah An-Nisa: 103:
“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian
apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(QS. 4 : 103)”
Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa perintah mendirikan
shalat adalah suatu kewajiban yang amat dipentingkan dengan
memperhatikan dan berusaha maksimal mengetahui waktu-waktu
shalat yang ditetapkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa diantara
implikasi perhatian pada perintah mendirikan shalat adalah
memperhatikan dengan baik seluruh syarat-syarat sah shalat hal
mana diantaranya adalah “waktu shalat”. Atau dengan kata lain,
bahwa isntimbath hukum pada ayat tersebut adalah umat Islam wajib
mengetahui waktu-waktu shalat wajib dengan mempelajarinya
sebagimana wajibnya mengetahui syarat-syarat sah shalat yang lain
seperti bersuci (thaharah), menutup aurat dan menghadap arah
kiblat1..
Dari petunjuk dapat dipahami bahwa waktu-waktu shalat
yang disyari’atkan adalah ;
a. Waktu Shalat Dhuhur, adalah apabila posisi matahari
tergelincir.
b. Waktu shalat Ashar, adalah apabila bayang-bayang suatu
benda sama panjang dengan bendanya.

1Hasbi Ash-Shiddiqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Cet. III (Bandung : PT. al-Ma’arif,
1979), h. 44-45

6
c. Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam
sampai megah merah belum hilang atau selama megah
merah masih ada.
d. Waktu shalat Isya, adalah mulai ketika hilang megah merah
sampai terbit fajar, pada riwayat lain hingga tengah malam
atau seperdua malam.
e. Waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit fajar.

2. Awal Waktu Shalat menurut Sains, (Ilmu Hisab/Astronomi)


Dari petunjuk al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw, dapat
dipahami bahwa ketentuan waktu-waktu shalat berkaitan dengan
posisi matahari pada bola langit. Maka dalam perspektif sains
(astronomi) untuk penentuan awal waktu shalat terdapat beberapa
hal penting untuk dipahami lebih awal, diantaranya adalah; posisi
matahari, terutama tinggi matahari (h), jarak zenith (bu’du as-sumti),
Zm=900-h. Fenomena awal fajar, matahari terbit, matahari melintasi
meridian,matahari terbenam dan akhir senja berkaitan dengan jarak
zenith matahari2.
1. Waktu Zuhur.
Awal waktu Zuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran
matahari meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2
derajat setelah lewat tengah hari. Saat berkulminasi atas pusat
bundaran matahari berada di meridian. Atau dengan kata lain
titik pusat matahari lepas dari meridian setempat yang tingginya
relatif terhadap deklinasi matahari dan lintang tempat.
Apabila matahari bergeser dari meridian, maka titik
pusatnya juga bergeser. Begitu pula kalau matahari bergeser dari
titik zenith, otomatis kulminasinya bergeser juga. Dan yang

2 Muhyiddin Khazin. Ilmu Falak dan Teori dan Praktik, (Cet.I: Yogyakarta : Buana Pustaka
2004), h. 80-82

7
menyebabkan titik kulminasi itu bergeser adalah lintang tempat
dan deklinasi matahari sehingga lintang tempat dianggap sama
harganya dengan jarak zenith dan titik pusat matahari pada saat
berkulminasi setelah dikurangi dengan deklinasi matahari.
Rumus yang digunakan saat kulminasi adalah ; = 12 - e.,
Rumus ini turunan dari Zm=(p-d), karena tinggi matahari =900 ,
maka p=d juga. Dengan demikian hm = 900-(p-d), oleh karena Zm,
p, dan d harganya dianggap sama dengan 0, Dari proses inilah,
awal waktu shalat zuhur yang dipahami dari hadis dengan
sebutan “tergelincir matahari”.3
Angka 12.00 dianggap sama dengan 900 karena matahari
berada pada titik zenith, sedang e adalah perata waktu (equation
of time). Untuk mengetahui apakah data perata waktu dalam
almanac nautika itu bertanda positif atau negatif, perlu dilihat
Mer Pas nya. Jika Mer Pass lebih dari jam 12.00 berarti perata
waktu bertanda negatif (-), dan jika Mer Pass kurang dari jam
12.00 berarti perata waktu bertanda positif (+). Data perata
waktu yang menentukan saat matahari “berkulminasi” setiap hari
berubah, namun dari tahun ke tahun relatif sama. Dengan
demikian, saat matahari tergelincir yang dipahami sebagai awal
waktu shalat zuhur adalah posisi dimana matahari telah bergeser
dari kulminasinya atau bergeser dari meridian.. atau dimana
matahari berkulminasi disitulah dipahami sebagai awal
permulaan waktu zuhur.

2. Waktu Shalat Ashar.


Awal waktu shalat Ashar dalam ilmu falak dinyatakan
sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith titik
pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu.

3 Ali Parman,Ilmu Falak, (Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 2001), h. 26.

8
Sesuai petunjuk hadis bahwa awal waktu shalat ashar adalah
apabila bayangan suatu benda sama panjang dengan bendanya,
maka hal ini secara hisab-astronomi dapat dicapai dengan ;
pertama menentukan tinggi matahari pada waktu ashar (ho) dan
kedua menentukan sudut waktu matahari. (to). Rumus yang
digunakan untuk ho adalah:

Cotg h = tg (p-d) + 1
Maksud rumus ini adalah cotg hoA sama besarnya dengan
tg jarak zenit titik pusat matahari pada waktu berkulminasi
ditambah satu. Sedang untuk sudut waktu matahari (to),
digunakan rumus ;
to, Cost t = -tg p.tg d + sin h : cos p : cos d
Selanjutnya, untuk keakuratan nilai ilmiah hasil
perhitungan pada waktu shalat yang akan dihitung, maka perlu
dilakukan koreksi bujur atau penyesuaian bujur masing-masing
daerah (BD – Bt) dan selisih waktu antara daerah (: 15). Serta
ihtiyat sebagai tanda hati-hati atau pengaman/pembulatan hasil
akhir perhitungan.

3. Waktu Shalat Magrib


Dalam ilmu falak waktu shalat Magrib berarti saat
terbenam matahari (ghurub), yaitu seluruh piringan matahari
tidak kelihatan oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’
menit busur, setengahnya berarti 16 menit busur, selain itu di
dekat horizon terdapat refraksi (inkisar al-jawwi) yang
menyebabkan kedudukan matahari lebih tinggi dari kenyataan
sebenarnya yang diasumsikan 34 menit busur.
Dengan demikian terbit dan terbenam secara falak ilmi di
definisikan bila jarak zenit matahari mencapai Zm = 90050’.
Defenisi itu untuk tempat pada ketinggian di permukaan air laut
atau jarak zenith matahari Zm = 910 bila memasukan koreksi
kerendahan ufuk akibat tinggi posisi pengamat 30 m dari
permukaan laut. Untuk penentuan waktu magrib, saat matahari
terbenam biasanya ditambah 2 menit karena ada larangan shalat
tepat pada saat matahari terbit, terbenam dan kulminasi atas.

4. Waktu sholat isya


Secara astronomi, awal waktu shalat Isya ditandai dengan
memudarnya cahaya merah (asy-syafaq al-ahmar) di bagian langit
sebelah barat yakni sebagai tanda masuknya gelap malam.

9
Substansi keterangan ini dapat dilihat dalam al-Qur’an pada surah
4
al-Isra’ ayat 78. Dalam ilmu falak, peristiwa tersebut dikenal
sebagai akhir senja astronomi ((astronomical twilight). Tinggi
matahari pada saat itu adalah 180 di bawah ufuk (horizon),
sebelah barat dan jarak zenith matahari adalah 1080 ( 900 + 180),
atau h= -180 derajat.
Untuk hisab awal waktu shalat Isya data-data yang
diperlukan sama dengan data-data yang diperlukan waktu shalat .

5. Waktu Shalat Subuh


Awal waktu Shalat Subuh dipahami sejak terbit fajar
sampai waktu akan terbit matahari. Fajar shadik dalam ilmu falak
dipahami sebagai awal astronomical twilight (fajar astronomi),
cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit matahari
pada saat matahari berada pada posisi sekitar 180 di bawah ufuk
atau jarak zenith matahari 1080. Pendapat lain mengatakan
bahwa terbitnya fajar sidik dimulai pada saat posisi matahari 20
derajat di bawah ufuk atau jarak zenith matahari 110 derajat,
bahkan ada pendapat 15 derajat5.
Dalam hal hisab waktu shalat subuh, data-data yang
diperlukan pada dasarnya sama dengan waktu-waktu shalat wajib
yang lain, hanya saja akhir waktu shalat subuh perlu diketahui,
yakni matahari berada pada posisi -1 derajat ( h = -10) di bawah
ufuk.

C. Hadits Yang Berkaitan Dengan Penentuan Waktu Sholat


Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Waktu Dhuhur ialah jika
matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan
tingginya selama waktu Ashar belum tiba, waktu Ashar masuk selama

4
5 Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi, dkk. Koreksi Awal Waktu Subuh, Cet. I; Malang :
Pustaka Qiblati, 2010,), h. 210-211.

10
matahari belum menguning, waktu shalat Maghrib selama awan merah
belum menghilang, waktu shalat Isya hingga tengah malam, dan waktu
shalat Shubuh semenjak terbitnya fajar hingga matahari belum terbit”.
Riwayat Muslim.
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa dia mendengar Rasulullah
Shallallaahu 'alaihiwa Sallam bersabda: “Tidak ada shalat (sunat) setelah
shalat Shubuh hingga matahari terbit dan tidak ada shalat setelah shalat
Ashar hingga matahar iterbenam. “ MuttafaqAlaihi. DalamlafadzRiwayat
Muslim: "Tidak ada shalat setelah shalat fajar”.
Dalam riwayat Muslim dari Uqbah Ibnu Amir: Tiga waktu dimana
Rasulullah Shallallaahu 'alaihiwa Sallam melarang kami melakukan shalat
dan menguburkan mayit, yaitu: ketika matahari terbit hingga meninggi,
ketikatengahharihinggamataharicondongkebarat, dan ketika matahari
hampir terbenam.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjut atau masa dewasa
akhir Sebagai kesimpulan dari dua sub permasalahan adalah sebagai
berikut : Menurut syara’ Waktu Shalat Dhuhur, adalah apabila posisi

11
matahari tergelincir, sedang waktu shalat Ashar, apabila bayang-
bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya. Sementara
Waktu shalat Magrib, adalah ketika matahari telah terbenam sampai
megah merah belum hilang atau selama megah merah masih ada.
adapun waktu shalat Isya, yakni mulai ketika hilang megah merah
sampai terbit fajar, pada riwayat lain hingga tengah malam atau
seperdua malam, dan untuk waktu shalat Subuh, adalah apabila terbit
fajar.
2. Selanjutnya, Menurut Sains (astronomi), penetapan hisab awal waktu
shalat sangat dipengaruhi oleh beberapa hal penting dalam tata
ordinat di antaranya adalah deklinasi matahari dan perata waktu.
Awal waktu Zuhur; dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari
meninggalkan meridian, biasanya diambil sekitar 2 derajat setelah
lewat tengah hari, Saat berkulminasi atas pusat bundaran matahari
berada di meridian. Awal waktu shalat Ashar; dalam ilmu falak
dinyatakan sebagai keadaan tinggi matahari sama dengan jarak zenith
titik pusat matahari pada waktu berkulminasi ditambah bilangan satu.
Sedang waktu shalat Magrib; berarti saat terbenam matahari
(ghurub), yaitu seluruh piringan matahari tidak kelihatan oleh
pengamat. Piringan matahari berdiameter 32’ menit busur,
setengahnya berarti 16 menit busur

DAFTAR PUSTAKA

Ali Parman,Ilmu Falak, Ujung Pandang : Yayasan al-Ahkam, 2001

12
Hasbi Ash-Shiddiqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Cet. III Bandung : PT. al-
Ma’arif, 1979.

Muhyiddin Khazin. Ilmu Falak dan Teori dan Praktik, Cet.I: Yogyakarta :
Buana Pustaka 2004), h. 80-82

Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi, dkk. Koreksi Awal Waktu Subuh, Cet. I;
Malang : Pustaka Qiblati, 2010.

13

Anda mungkin juga menyukai