Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ILMU FIQIH

‘SHOLAT DAN SELUK-BELUKNYA”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II
Muhammad Ade Ridwan N.A 1175030166
Muhammad Ramzy Farraz 1175030176
Muhammad Rivaldi 1175030179
Muhammad Syifaurrahman 1175030180
Nugraha Dwi Kancana 11750303193
Nyai Hernasih 1175030200
Orri Fitrawati 1175030201

BAHASA DAN SASTRA INGGRIS


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk
yang paling sempurna yaitu shalat, atau terkadang tau tentang kewajiban tapi tidak mengerti
terhadap apa yang dilakukaan.
Dalam istilah lain, sholat adalah satu macam atau bentuk ibadah yang di wujudkan
dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu di sertai ucapan-ucapan tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu pula. Istilah sholat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh
bahasa di atas, karena di dalamnya mengandung do’a-do’a, baik yang berupa permohonan,
rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
Adalah suatu kenyataan bahwa tak seorangpun yang sempurna, apalagi maha sempurna,
melainkan seseorang itu serba terbatas, sehingga dalam menempuh perjalanan hidupnya yang
sangat komplek itu, ia tidak akan luput dari kesulitan dan problema. Oleh karena itu kita
perlu mengetahui apa itu sholat, dan syarat rukunya
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17
rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim
mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat sunah.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Sholat

Pengertian ‫ ;صالة‬sholat menurut bahsa adalah berdoa (memohon), pujian. menurut istilah
shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam sesuai dengan persyaratkan yang ada. Sedangkan pepengertia menurut syara’ sebagaimana
pendapat imam Rafi’i yaitu ucapan-ucapan yang dimulai dengan takbiratul dan ditutup dengan
salam. Sedangkan menurut ulama’ tasawuf shalat ialah mengahadapkan kalbu kepada Allah
SWT hingga menimbulkan rasa takut kepada-Nya serta kesempurnaan kekuasaanya,atau
menghadap kepada Allah dengan kalbu, bersikap khusyuk (konsentrasi penuh) dihadapan-Nya,
disertai dengan penghhayatan penuh takala berdzikir, berdo’a dan memujin-Nya.
Dalam ensiklopedi Indonesia DR. Harun Nasution mengaskan bahwa  shalat mendidik
manusia untuk selalu merasakan kehadiran Allah  b rsamanya. Dalam sholat seseorang
dianjurkan untuk selalu mengingat Allah dalam shalatnya, atau sekurang-kurangnya mengerti
dan meahami arti dari perkataan yang diucapkan dalam shalatnya tersebut.
Rosulullah SAW bersabda yang artinya: “Tatkala salah seorang diantara kalian sedang shalat,
sesungguhnya ia sedang bermunajat (berdialog) kepada Allah.(H.r. Bukhori muslim ).

2. Dasar Hukum Sholat

Dalil (dasar hukum) dalam Al-Qur’an tentang Sholat, Allah SWT berfirman :
1. QS. Al-Ankabut ayat 45;
‫صلَوةَ تَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك َر‬
َّ ‫صلَوةَ اِ َّن ال‬
َّ ‫َواَقِي ِْم ال‬
Artinya: “Kerjakanlah sholat sesungguhnya sholat itu bisa mencegah perbuatan keji dan
munkar.”
2. QS. Al-Baqarah ayat 43;
  َ‫صلَىةَ َوآتُوْ ال َّز َكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع الرَّا ِك ِع ْين‬
َّ ‫َواَقِ ْي ُموْ ال‬
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang
ruku’.”
3. QS. Al-Baqarah ayat 110;
 ‫صلَوْ ةَ َوآتُوْ ال َّز َكوةَ َو َماتُقَ ِّد ُموْ ا الَ ْنفُ ِس ُك ْم ِّم ْن خَ ي ٍْر تَ ِج ُدوْ هُ ِع ْندُالل ِهط ِا َّن هللاَ بِ َما‬َّ ‫َواَقِ ْي ُموْ ال‬
ِ َ‫تَ ْع َملُوْ نَ ب‬
 ‫ص ْي ٌر‬
Artinya : "Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan apa-apa yang kamu usahakan
dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada sisi Allah
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan."

4. QS. An-Nuur ayat 56;


  َ‫صالَةَ َوآتُوْ ال َّز َكوةَ َواَ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل لَ َعلَ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن‬
َّ ‫َواَقِ ْي ُموْ ال‬
Artinya : "Dan kerjakanlah sholat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya
kalian semua diberi rahmat."

3. Sejarah Sholat

Dalam ajaran Islam, sholat merupakan ibadah yang paling membedakan pemeluk agama ini
dengan agama lain. Seperti yang kerap diceritakan oleh para penceramah, perintah sholat
berawal dari perjalanan Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan sebutan Isra Mi'raj.
Masing-masing sholat memiliki sejarah sendiri. Berikut ini asal usul singkat sholat-sholat
tersebut, seperti dikutip dari buku Sejarah Ibadah yang ditulis oleh Syahruddin El Fikri.

1. Subuh 
Sholat Subuh pertama kali dilaksanakan oleh Nabi Adam AS selepas diturunkan ke bumi.
Pemandangan yang dilihatnya pertama kali adalah kegelapan karena dimungkinkan
beliau pertama kali menjejak bumi pada malam hari. Ketika fajar telah nampak, nabi
pertama itu melakukan sholat dua rakaat.

Rakaat pertama merupakan tanda syukur karena telah lepas dari kegelapan malam
sedangkan rakaat kedua sebagai tanda syukur karena siang telah hadir.

2. Zuhur
Nabi Ibrahim AS merupakan orang pertama yang melakukan Sholat Zuhur. Kala beliau
telah mendapat seruan untuk menggantikan posisi putranya Ismail dengan seekor kibas
untuk disembelih, bertepatan dengan posisi matahari di atas kepala. Maka sebagai bentuk
syukur, beliau melakukan sujud sebanyak 4 rakaat. 

Rakaat pertama untuk penebusan putranya. Rakaat kedua karena dibukanya dukacita
dirinya dan anaknya. Rakaat ketiga untuk memohon keridaan Allah. Rakaat keempat
karena korbannya diganti dengan kibas. 

3. Asar
Pelaksanaan Sholat Asar pertama kali adalah sebagai bentuk syukur Nabi Yunus karena
telah keluar dari perut ikan paus yang telah menelannya. Ikan tersebut memuntahkan
Nabi Yunus di tepi pantai ketika waktu Asar tiba. 

Rakaat pertama menyimbolkan kegelapan karena kesalahan. Rakaat untuk kegelapan dari
air laut. Rakaat ketiga menandakan kegelapan dari lokal. Sedangkan rakaat keempat
sebagai lambang kegelapan dalam perut ikan.

4. Magrib
Nabi Isa AS dibebaskan oleh Allah dari kejahilan kaumnya ketika matahari telah
terbenam. Maka sebagai bentuk syukurnya beliau beribadah tiga rakaat dan ini
menjadikannya orang pertama yang melaksanakan Sholat Magrib. 

Rakaat pertama untuk menafikan Tuhan lain dan hanya meng-Esakan Allah. Rakaat
kedua untuk menghilangkan fitnah yang ditujukan pada ibunya mengenai kehamilan
tanpa suami. Sedangkan rakaat ketiga uuntuk meyakinkan kaumnya bahwa Tuhan
hanyalah Allah semata. 

5. Isya
Nabi Musa AS adalah orang pertama yang mengerjakan Sholat Isya. Pelaksanaan sholat
ini didasari bebasnya dia dari perasaan dukacita ketika tersesat ingin keluar dari negeri
Madyan. Perasaan yang menyebabkan tak nyaman itu diluluhkan-Nya pada waktu Isya
akhir. Lalu bersembahyanglah Nabi Musa sebanyak 4 rakaat sebagai tanda syukurnya. 
Rakaat awal melambangkan duka citanya pada istri. Rakaat kedua sebagai tanda duka
cita pada saudaranya Harun. Rakaat ketiga dan keempat sebagai tanda duka cita kepada
Firaun dan anaknya.

4. Hukum meninggalkan sholat

Ibnu Abbas, berkata, Maksud Hadist: “Aku dengar Rasulullah SAW bersabda:
“Awalnya orang yang meninggalkan solat itu, bukanlah dia termasuk golongan Islam.
Allah tidak terima tauhid dan imannya dan tidak ada faedah shodakah, puasa dan
syahadatnya”. Alhadist.

Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang balasan
orang yang beramal baik, tetapi juga diperlihatkan balasan orang yang berbuat mungkar,
diantaranya siksaan bagi yang meninggalkan Sholat fardhu.

Mengenai balasan orang yang meninggalkan Sholat Fardu: “Rasulullah SAW,


diperlihatkan pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka pada batu, Setiap kali
benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan semula
dan mereka tidak terus berhenti melakukannya. Lalu Rasulullah bertanya: “Siapakah ini
wahai Jibril”? Jibril menjawab: “Mereka ini orang yang berat kepalanya untuk
menunaikan Sholat fardhu”. (Riwayat Tabrani).

Orang yang meninggalkan Sholat akan dimasukkan ke dalam Neraka Saqor. Maksud Firman
Allah Ta’ala: “..Setelah melihat orang-orang yang bersalah itu, mereka berkata: “Apakah
yang menyebabkan kamu masuk ke dalam Neraka Saqor ?”. Orang-orang yang bersalah
itu menjawab: “kami termasuk dalam kumpulan orang-orang yang tidak mengerjakan
Sholat”

Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang melalaikan
Sholat, maka jawab Baginda SAW, “yaitu mengakhirkan waktu Sholat dari waktu asalnya
hingga sampai waktu Sholat lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan melewatkan waktu Sholat,
maka mereka diancam dengan Neraka Wail”.
Ibn Abbas dan Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu orang yang
melengah-lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu Sholat lain, maka bagi
pelakunya jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka Neraka Jahannam tempat
kembalinya”.

Maksud Hadist: “Siapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka sesungguhnya dia


telah kafir dengan nyata”.

Berdasarkan hadist ini, Sebagaian besar ulama (termasuk Imam Syafi’i) berfatwa: Tidak
wajib memandikan, mengkafankan dan mensholatkan jenazah seseorang yang meninggal dunia
dan mengaku Islam, tetapi tidak pernah mengerjakan sholat. Bahkan, ada yang mengatakan
haram mensholatkanya.

5. Waktu-waktu sholat

Kaum muslimin sepakat bahwa sholat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya, dalilnya
adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِينَ ِكتَابًا َموْ قُوتًا‬


ْ ‫صاَل ةَ َكان‬
َّ ‫ِإ َّن ال‬

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”. [ QS. An Nisa’ (4) : 103]

Berikut penjelasan waktu-waktu sholat.

a. Sholat Zhuhur

Secara bahasa Zhuhur berarti waktu Zawal yaitu waktu tergelincirnya matahari (waktu
matahari bergeser dari tengah-tengah langit) menuju arah tenggelamnya (barat).

Sholat zhuhur adalah sholat yang dikerjakan ketika waktu zhuhur telah masuk. Sholat
zhuhur disebut juga sholat Al Uulaa (‫ )اُأل ْولَى‬karena sholat yang pertama kali dikerjakan
Nabishollallahu ‘alaihi was sallam bersama Jibril ‘Alaihis salam. Disebut juga sholat Al
Hijriyah (ُ‫)الح ْج ِريَة‬
ِ

Awal waktu zhuhur adalah ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju arah
tenggelamnya (barat). Hal ini merupakan kesepakatan seluruh kaum muslimin, dalilnya
adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat ‘Abdullah bin
‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

‫ص ُر‬ ُ ‫س َو َكانَ ِظ ُّل ال َّر ُج ِل َكطُولِ ِه َما لَ ْم َي ْح‬


ْ ‫ض ِر ا ْل َع‬ ُ ‫ش ْم‬ ِ َ‫ظ ْه ِر ِإ َذا َزال‬
َّ ‫ت ال‬ ُّ ‫……و ْقتُ ال‬..
َ

“Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah
tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk
waktu ‘Ashar……….”.

Para ulama bersilisih pendapat mengenai akhir waktu zhuhur namun pendapat yang lebih
tepat dan ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama adalah hingga panjang bayang-
bayang seseorang semisal dengan tingginya (masuknya waktu ‘ashar). Dalil pendapat ini
adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat ‘Abdullah bin
‘Amr rodhiyallahu ‘anhu di atas.

b. Sholat ‘Ashar

‘Ashar secara bahasa diartikan sebagai waktu sore hingga matahari memerah yaitu akhir
dari dalam sehari. Sholat ‘ashar adalah sholat ketika telah masuk waktu ‘ashar, sholat
‘ashar ini juga disebut sholat woshtho (‫سطَى‬
ْ ‫)ال ُو‬.

Jika panjang bayangan sesuatu telah semisal dengan tingginya (menurut pendapat jumhur
ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

ُ‫ت ْال َعصْ ِر َما لَ ْم تَصْ فَ َّر ال َّش ْمس‬


ُ ‫ُر ْال َعصْ ُر َو َو ْق‬
ِ ‫ت ال َّش ْمسُ َو َكانَ ِظلُّ ال َّر ُج ِل َكطُولِ ِه َما لَ ْم يَحْ ض‬ ُّ ‫ت‬
ِ َ‫الظه ِْر ِإ َذا زَ ال‬ ُ ‫…… َو ْق‬.

“Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah
tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk
waktu ‘ashar dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum
menguning………”.

c. Sholat Maghrib

Secara bahasa maghrib berarti waktu dan arah tempat tenggelamnya matahari. Sholat
maghrib adalah sholat yang dilaksanakan pada waktu tenggelamnya matahari. Awal
Waktu Sholat Maghrib, Kaum Muslimin sepakat awal waktu sholat maghrib adalah
ketika matahari telah tenggelam hingga matahari benar-benar tenggelam sempurna. Akhir
Waktu Sholat Maghrib

Para ulama berselisih pendapat mengenai akhir waktu maghrib. Pendapat pertama
mengatakan bahwa waktu maghrib hanya merupakan satu waktu saja yaitu sekadar waktu
yang diperlukan orang yang akan sholat untuk bersuci, menutup aurot, melakukan adzan,
iqomah dan melaksanakan sholat maghrib. Pendapat ini adalah pendapat Malikiyah, Al
Auza’i dan Imam Syafi’i. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir
ketika Jibril mengajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam sholat,

َ ‫صلَّى ْال َم ْغ ِر‬


‫ب‬ ِ ‫ت ال َّش ْمسُ َو ْقتًا َو‬
َ َ‫احدًا لَ ْم يَ ُزلْ َع ْنهُ فَقَا َل قُ ْم ف‬
َ َ‫ص ِّل ف‬ ِ ‫…ثُ َّم َجا َءهُ لِ ْل َم ْغ ِر‬..
ْ َ‫ب ِحينَ غَاب‬

“Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah
tenggelam (sama dengan waktu ketika Jibril mengajarkan sholat kepada Nabi pada hari
sebelumnya) kemudian dia mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah laksanakanlah
sholat maghrib………..”.

Pendapat kedua mengatakan bahwa akhir waktu maghrib adalah ketika telah hilang sinar
merah ketika matahari tenggelam. Pendapat ini adalah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri,
Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Mahzab Hanafi serta sebahagian mazhab Syafi’i dan
inilah pendapat yang dinilai tepat oleh An Nawawi rohimahumullah. Dalilnya adalah
hadits ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

….ُ‫ب ال َّشفَق‬ ِ ‫صالَ ِة ْال َم ْغ ِر‬


ِ ‫ب َما لَ ْم يَ ِغ‬ ُ ‫… َو ْق‬..
َ ‫ت‬
“Waktu sholat maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari
tenggelam”.

Pendapat inilah yang lebih tepat Allahu a’lam.’]

d. Sholat ‘Isya’

‘Isya’ adalah sebuah nama untuk saat awal langit mulai gelap (setelah maghrib) hingga
sepertiga malam yang awal. Sholat ‘isya’ disebut demikian karena dikerjakan pada waktu
tersebut. Awal Waktu Sholat ‘Isya’ Para ulama sepakat bahwa awal waktu sholat ‘isya’
adalah jika telah hilang sinar merah di langit. Akhir Waktu Sholat ‘Isya’ Para ulama’
berselisih pendapat mengenai akhir waktu sholat ‘isya’.

Pendapat pertama mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah sepertiga malam.
Ini adalah pendapatnya Imam Syafi’i dalam al Qoul Jadid, Abu Hanifah dan pendapat
yang masyhur dalam mazhab Maliki. Dalilnya adalah hadits ketika Jibril mengimami
sholat Nabishallallahu ‘alaihi was sallam,

….ُ‫ث اللَّ ْي ِل اَأْل َّول‬ َ ‫…ثُ َّم َجا َءهُ لِ ْل ِع َشا ِء ِحينَ َذه‬..
ُ ُ‫َب ثُل‬

“……Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam untuk


melaksanakan sholat ‘ isya’ ketika sepertiga malam yang pertama………..”.

Pendapat kedua mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah setengah malam.
Inilah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Mazhab Hanafi
dan Ibnu Hazm rohimahumullah. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh
‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

…‫ف اللَّ ْي ِل اَألوْ َس ِط‬


ِ ْ‫صالَ ِة ْال ِع َشا ِء ِإلَى نِص‬ ُ ‫… َو ْق‬.
َ ‫ت‬

“Waktu sholat ‘isya’ adalah hingga setengah malam”.


Pendapat ketiga mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah ketika terbit fajar
shodiq. Inilah pendapatnya ‘Atho’, ‘Ikrimah, Dawud Adz Dzohiri, salah satu riwayat dari
Ibnu Abbas, Abu Huroiroh dan Ibnul Mundzir Rohimahumullah. Dalilnya adalah hadits
yang diriwayatkan dari Abu Qotadah rodhiyallahu ‘anhu,

…‫صالَ ِة اُأل ْخ َرى‬ ُ ‫صالَةَ َحتَّى يَ ِجى َء َو ْق‬


َّ ‫ت ال‬ َ ُ‫…ِإنَّ َما التَّ ْف ِريطُ َعلَى َم ْن لَ ْم ي‬.
َّ ‫ص ِّل ال‬

“Hanyalah orang-orang yang terlalu menganggap remeh agama adalah orang yang tidak
mengerjakan sholat hingga tiba waktu sholat lain”.

Pendapat yang tepat menurut Syaukani dalam masalah ini adalah akhir waktu sholat
‘isya’ yang terbaik adalah hingga setengah malam berdasarkan hadits ‘Abdullah bin
‘Amr sedangkan batas waktu bolehnya mengerjakan sholat ‘isya’ adalah hingga terbit
fajar berdasarkan hadits Abu Qotadah. Sedangkan pendapat yang dinilai lebih kuat
menurut Penulis Shahih Fiqh Sunnah adalah setengah malam jika hadits Anas adalah
hadits yang tidak shohih.

e. Sholat Shubuh/Fajar

Fajar secara bahasa berarti cahaya putih. Sholat fajar disebut juga sebagai sholat shubuh
dan sholat ghodah. Fajar ada dua jenis yaitu fajar pertama (fajar kadzib) yang merupakan
pancaran sinar putih yang mencuat ka atas kemudian hilang dan setelah itu langit kembali
gelap. Fajar kedua adalah fajar shodiq yang merupakan cahaya putih yang memanjang di
arah ufuk, cahaya ini akan terus menerus menjadi lebih terang hingga terbit matahari.

Awal Waktu Sholat Shubuh/Fajar, Para ulama sepakat bahwa awal waktu sholat fajar
dimulai sejak terbitnya fajar kedua/fajar shodiq. Akhir Waktu Sholat Shubuh/Fajar
Para ulama juga sepakat bahwa akhir waktu sholat fajar dimulai sejak terbitnya matahari.

 Pengertian Shalat Sunnah


Pada artikel islami ini akan di bahas mengenai pengertian Shalat sunnah, jenis sholat
sunah, waktu melaksanakan shalat sunah dan waktu yang haram untuk mengerjakan
sholat.

Shalat sunnah atau yang disebut juga dengan shalat nawafil merupakan sholat yang
dianjurkan untuk dikerjakan, namun hukumnya tidak wajib. Jadi apabila seseorang
mengerjakan sholat sunah maka ia akan mendapatan pahala, jika tidak dikerjakan pun ia
juga tidak mendapatkan dosa, namun sangat sayang jika tidak dikerjakan karena kita
tidak mendapatkan pahala. Berdasarkan hukumnya, sholat sunah ada dua macam yaitu
sholat sunah muakadah dan shalat sunah ghairu mu’akadah. penjelasannya sebagai
berikut

Shalat sunah muakadah merupakan sholat yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan
(hampir mendekati sholat wajib), yang termasuk shalat sunah muakad adalah shalat hari
raya idhul fitri, sholat hari raya idhul adha, shala sunnah witir, dan shalat sunah thawaf

Shalat sunah ghairu mu’akad merupakan shalat yang dianjurkan untuk dilakukan tapi
tidak mendekati wajib, seperti shalat sunnah rawatib dan lain-lain.

 Waktu shalat sunah

Untuk waktu sholat sunah ada tiga waktu, yaitu shalat sunah yang dikerjakakan pada
malam hari atau yang disebut dengan qiyamul lail (misalnya shalat tahajud, sholat
tarawih), Sholat sunah yang dikerjakan pada pagi hari misalnya shalat dhuha, dan sholat
sunah yang bisa dikerjakan pada siang hari dan pagi hari, contohnya shalat sunah wudlu.

 Macam-macam Salat Sunah

Berikut deretan macam-macam sholat sunnah yang bisa Anda kerjakan sesuai waktu dan
kebutuhan Anda. Dilansir dari Islamidia, berikut ulasannya.

1. Salat wudu
Salat wudu adalah salat sunah dua rakaat yang dikerjakan seusai wudu.

2. Salat Tahiyatul Masjid

Salat tahiyatul masjid adalah salat sunah dua rakaat yang dikerjaan ketika masuk masjid,
sebelum Anda duduk. Salat tahiyatul merupakan salat untuk menghormati masjid.

3. Sholat Dhuha

Salat duha adalah salat sunah dua sampai 12 rakaat yang dikerjakan ketika matahari telah
naik.

4. Salat Rawatib

Salat sunah rawatib adalah salat sunah yang dikerjakan mengiringi salat fardu atau salat
wajib. Terdapat dua macam salat rawatib, yakni salat rawatib qabliyah yang dikerjakan
sebelum salat fardhu, atau bakdiyah yang dikerjakan setelahnya.

5. Salat Tahajud

Sholat tahajud adalah salat sunah yang dilakukan di waktu malam. Sebaiknya dilakukan
di sepertiga malam terakhir dan sesudah kita terlelap sebelumnya. Salat sunah ini
minimal dilakukan 2 rakaat.

6. Salat Istikharah

Salat istikharah adalah salat sunah dua rakaat untuk meminta petunjuk yang baik jika kita
sedang dihadapkan dengan dua pilihan. Waktu yang baik untuk melakukan salat sunah ini
adalah dua per tiga malam terakhir.

7. Salat Hajat
Salat hajat adalah salat sunah yang dilakukan untuk memohon agar hajat kita dikabulkan
atau diperkenankan oleh Allah SWT. Salat sunah ini dilakukan minimal 2 rakaat dan
maksimal 12 rakaat dengan salam tiap 2 rakaat.

8. Salat Mutlaq

Salat mutlaq adalah salat sunah yang tidak memiliki kaidah waktu pengerjaan dan tidak
memiliki sebab untuk dilakukan. Jumlah rakaatnya pun tidak dibatasi.

9. Salat Taubat

Salat sunnah adalah salat yang dilakukan setelah merasa berbuat dosa kepada Allah
SWT.

10. Salat tasbih

Salat tasbih adalah sholat sunnah sebanyak 4 rakaat yang dikerjakan pada siang hari
dengan satu salam, atau malam hari dengan 2 salam.

Salat tasbih memiliki tata cara yang agak berbeda dengan salat biasa, karena tiap gerakan
diselingi bacaan tasbih sebanyak 10 kali atau 15 kali dengan total bacaan tasbih tiap
salatnya berjumlah 75.

11. Salat Tarawih

Salat tarawih adalah salat sunah sesudah isya yang dilakukan pada bulan Ramadan.

12. Salat Witir


Salat witir adalah salat sunah muakkad atau dianjurkan yang dirangkaikan sebagai
penutup salat tarawih.

13. Salat Hari Raya

Salat hari raya adalah salat sunah yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri 1 Syawal dan
Idul Adha 10 Dzulhijah. Hukum dari salat hari raya adalah sunnah muakkad atau
dianjurkan.

14. Salat Khusuf

Salat khusuf adalah sholat sunah yang dilakukan saat terjadi gerhana matahari atau bulan.
Salat sunnah ini dikerjakan minimal dua rakaat.

15. Salat Istiqa

Salat istiqa adalah salat sunah yang ditujukan untuk meminta hujan kepada Allah.

5 dari 6 halaman

Salat Sunah Sebelum Salat Wajib

Berbicara soal salat sunah sebelum salat wajib, hal ini tentu merupakan bagian dari salat
sunah rawatib.

Salat sunah rawatib adalah salat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah salat
fardhu, atau lebih kita kenal dengan salat lima waktu.

Salat sunah rawatib yang dikerjakan sebelum salat fardhu disebut dengan salat sunah
Qobliyah. Sedangkan salat sunah rawatib yang dikerjakan setelah salat fardu disebut
dengan salat sunah bakdiyah.
Tentang waktu pelaksanaan salat sunah rawatib ini telah dijelaskan dalam sebuah hadits
di bawah ini.

Ibnu Qudamah berkata: "Setiap sunah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari
masuknya waktu salat fardhu hingga salat fardhu dikerjakan, dan salat rawatib bakdiyah
maka waktunya dimulai dari selesainya salat fardhu hingga berakhirnya waktu salat
fardhu tersebut". (Al-Mughni 2/544)

Salat sunnah rawatib yang muakkad atau bersifat sangat dianjurkan untuk dikerjakan,
adalah sebagai berikut:

2 rakaat sebelum salat subuh

2 atau 4 rakaat sebelum salat zuhur

Sedangkan yang bersifat ghoiru muakkad atau kurang ditekankan atau disarankan adalah
sebagai berikut:

2 atau 4 rakaat sebelum salat ashar (jika dikerjakan 4 rakaat, dikerjakan dengan 2 kali
salam)

2 rakaat sebelum magrib

6 dari 6 halaman

Salat Sunah Sebelum Shalat Jumat

Salat sunnah sebelum dilaksanakannya shalat jumat disebut salat sunah qabliyah Jumat.
Dilansir dari NU Online, ada dua kemungkinan pengerjaan salat sunah sebelum salat
Jumat, yang pertama adalah saat sunah mutlak yang waktu pelaksanaannya berakhir pada
saat imam memulai khutbah. Kedua, salat sunah qobliyah Jumat yang sifatnya masih
menjadi perdebatan antara para ulama.
Ada banyak pendapat soal salat sunnah ini. Pendapat pertama berbunyi shalat qabliyyah
Jum'ah dianjurkan untuk dilaksanakan atau bersifat sunah. Pendapat ini dikemukakan
oleh Imam Abu Hanifah serta Syafi'iyyah. Pendapat kedua, salat qabliyah Jumat tidak
disunnahkan menurut Imam Malik.

Berikut hadis yang menganjurkan salat sunah qabliyah Jumat.

"Semua salat fardlu itu pasti diikuti oleh salat sunah qabliyah dua rakaat". (HR.Ibnu
Hibban yang telah dianggap sahih dari hadist Abdullah Bin Zubair). Hadis ini secara
umum menerangkan adanya salat sunah qabliyah tanpa terkecuali salat Jumat.

 Sholat menurut 4 madzhab

Shalat merupakan rukun kedua dari lima rukun Islam. Umat Islam sepakat bahwa menjalankan
ibadah shalat 5 waktu (subuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya’) adalah kewajiban. Tapi ternyata
banyak perbedaan dalam menjalankan ibadah shalat, meskipun hukumnya sama-sama wajib.

Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban shalat wajib lima waktu
atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan syahadat, karena
shalat termasuk salah satu rukun Islam. (Mughniyah; 2001)

Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena
malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib. (Mughniyah; 2001)

Syafi’i, Maliki dan Hambali : Harus dibunuh, Hanafi : ia aharus ditahan selama-lamanya, atau
sampai ia shalat. (Mughniyah; 2001)

Rukun-rukun dan fardhu-fardhu shalat : (Mughniyah; 2001)


Niat : semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah
diminta. (Mughniyah; 2001)

Ibnu Qayyim berpendapat dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam
jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad
saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak
mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali. (Mughniyah; 2001)

Takbiratul Ihram : shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini
berdasarkan sabda Rasulullah saw : (Mughniyah; 2001)

“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain
perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah salam.”

Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak
boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001)

Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan
lam pada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001)

Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut,
seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang
Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)

Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib,
walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah; 2001)

Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa
Arab. (Mughniyah; 2001)

Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam
shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar”
itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia
tuli. (Mughniyah; 2001)

Berdiri : semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai
dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk.
Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang
yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan
semua ulama mazhab selain Hanafi. Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh
shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan
sujud tetap menghadap kiblat. (Mughniyah; 2001)

Dan bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat
terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan
dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya. (Mughniyah; 2001)

Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya,
hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang
menghalanginya. (Mughniyah; 2001)

Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan
meng-qadha’-nya. (Mughniyah; 2001)

Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu
mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya
dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk
menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam
hatinya selama akalnya masih berfungsi. (Mughniyah; 2001)

Bacaan : ulama mazhab berbeda pendapat.


Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa
saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 : (Mughniyah;
2001)

”Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122,
dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah).

Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak
disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih
apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain
(membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah
dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan
dua tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak
tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan
bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya. (Mughniyah;
2001)

Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua
rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah.
Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa
pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat
maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pad shlat subuh
disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua
sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua
rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya
disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak
tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas
pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001)

Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-
rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat
sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-
Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan
disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua
rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan
menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan
pada shalat fardhu. (Mughniyah; 2001)

Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca
surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama
pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan
bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras.
Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua
tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak
tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah
pusar. (Mughniyah; 2001)

Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan hadits Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : (Mughniyah; 2001)

”kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus
mengucapkan amin.”

Ruku’ : semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka
berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika
ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak. (Mughniyah; 2001)

Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak
wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak tangan
orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam
(tidak bergerak) ketika ruku’. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja
mengucapkan : (Mughniyah; 2001)

Subhaana rabbiyal ’adziim

”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”

Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah; 2001)Kalimatnya menurut
Hambali :

Subhaana rabbiyal ’adziim

”Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”

Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri).
(Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhab-mazhab
yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’,
yaitu mengucapkan :

Sami’allahuliman hamidah

”Allah mendengar orang yang memuji-Nya”

Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setipa
rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah; 2001)

Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-lainnya
adalah sunnah. (Mughniyah; 2001)
Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut,
dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi
delapan. (Mughniyah; 2001)

Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’.
Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud. Hanafi :
tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di
antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)

Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang
terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri
dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang
dua rakaat, tiga, atau empat rakaat. (Mughniyah; 2001)

Hambali : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah.

Syafi’i, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan
wajib. (Mughniyah; 2001)

Kalimat (lafadz) tahiyyat menurut Hanafi :

Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu

”Kehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera”

’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh

”Kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”

Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin


”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”

Asyhadu anlaa ilaaha illallah

”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah”

Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”

Menurut Maliki (Mughniyah; 2001)

Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah

”Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi Allah”

Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh

”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”

Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin

”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”

Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah

”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya”

Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”

Menurut Syafi’i : (Mughniyah; 2001)


Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah

”Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah”

Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh

”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”

Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin

”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”

Asyhadu anlaa ilaaha illallah

”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah”

Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”

Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001)

Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu

”Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan”

Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh

”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”

Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin

”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah

”Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya”

Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

”Dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”

Allahumma sholli ’alaa muhammad

”Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad”

Mengucapkan salam (Mughniyah; 2001)

Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib. (Bidayatul
Mujtahid, Jilid I, halaman 126).

Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu :

Assalaamu’alaikum warahmatullaah

”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian”

Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu
kali saja yang wajib. (Mughniyah; 2001)

Tertib : diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan
dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib
didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu seterusnya. (Mughniyah; 2001)

10. Berturut-turut : diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan


langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah
langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau
ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-
ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf. (Mughniyah; 2001)

6. Syarat  Wajib Sholat

 Islam
 Baligh
 Berakal sehat

7. Syarat-syarat syah sholat:


 Beragama Islam
 Suci dari hadast dan najis seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
 Sudah baligh. Tanda baligh bagi laki-laki antara lain mimpi basah, telah keluar jakun, dan
telah keluar mani. Bagi perempuan adalah mulai menstruasi atau haid
 Berakal
 Menutup aurat
 Menghadap kiblat. Dalam syarat ini ada dua pengecualian yaitu seorang yang sholat tidak
harus menghadap kiblat yaitu ketika saat berperang dan ketika naik kendaraan
 Telah masuk waktu sholat.

8. Rukun Sholat
 Niat
 Berdiri bagi yang mampu
 Membaca takbiratul ikhram
 Membaca surat alfatihah
 Ruku’
 Tuma’ninah
 Bangun dari rukuk dan I’tidal
 Tuma’ninah di dalam I’tidal
 Sujud dua kali dalam masing-masing rkaat
 Thuma’ninah dalam sujud
 Duduk antara dua sujud
 Thuma’ninah dalam Duduk antara dua sujud
 Duduk yang terakhir
 Membaca tahhiyyat  dalam duduk yang terakhir
 Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
 Membaca salam yang pertama.
 Niat keluar sholat
 Tertib pada setiap rukun-rukunya.

9. Hal-hal yang Membatalkan Sholat


 Berbicara dengan sengaja kecuali bacaan sholat
 Bergerak tiga kali berturut-turut
 Adanya hadast kecil atau hadas besar
 Secara tiba-tgiba ada najis yang tidak dima’fu
 Terbukanya aurat secara sengaja
 Berubah niatnya, seperti iba-tiba berniat untuk keluar dari shalat
 Membelakangi kiblat
 Makan dan minum disengaja
 Tertawa terbahak-bahak
 Murtad yaitu putus keislamanya sebab perbuatan atau ucapan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah
SWT. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi masalah
karena di dalam al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara terperinci mengenai
praktek shalat. Tugas dari seorang muslim hanyalah melaksnakan shalat dari mulai baligh
sampai napas terakhir, semua perbedaan mengenai praktek shalat semua pendapat bisa
dikatan benar karena masing-masing memilki dasar dan pendafaatnya masing-masing dan
tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki
paidah untuk kaum muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk
melaksanakan shalat, salah satu paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat
tuhannya dan bisa meminta karunianya dan manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan
ampunan dari Allah SWT.
Demikian paparan yang dapat kami persembahkan menganai “sholat” dengan waktu
yang cukup singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia maupun akherat
kelak, kami memohon maaf apbila dalam pemaparan yang kami sampaikan ini terdapat
banyak kesalahan dalam makalah ini, kami juga mengharapkan kritik dan sarann yang
sifatnya membangun untuk makalah-makalah kami selanjutnya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat pembuatan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/05/pengertian-sholat-syarat-dan-rukun-sholat-
lengkap.html (diakses pada 10 April 2016)

https://id.wikipedia.org/wiki/Salat (diakses pada 10 April 2016)

http://www.salamedukasi.com/2013/10/sholat-dalam-al-quran-dalildasar-hukum.html (diakses pada 10


April 2016)

https://www.brilio.net/news/begini-asal-usul-kenapa-dalam-islam-akhirnya-ada-sholat-lima-waktu-
150703y.html(diakses pada 10 April 2016)

http://www.kompasiana.com/18apri1983palembang/asal-usul-
sholat_54ffcd158133116e22fa6f89(diakses pada 10 April 2016)

http://www.kumpulanmisteri.com/2015/05/inilah-rincian-hukum-meninggalkan.html (diakses pada 10


April 2016)

As’ad, Aliy. 1980. ”Fathul Mu’in”. Kudus: Menara Kudus.

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2001. ”Fiqih Lima Mazhab”. Jakarta: Lentera.

Muttaqin, Zainal, dkk. 1987. ”Pendidikan Agama Islam Fiqh”. Semarang: PT Karya tiga Putra.

Rasjid, Sulaiman. 2010. ”Fiqh Islam”. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Ridlwan, Dahlan, dkk. 2005. ”Fiqh”. Jakarta : Media Ilmu.


Rifa’i, Mohammad. 1976. ”Risalah Tuntunan Shalat Lengkap”. Semarang : PT. Karya Toha Putra.

<http://ajaranalqurandansunnah.blogspot.com&gt;

Anda mungkin juga menyukai